Anda di halaman 1dari 14

RINGKASAN MATERI KULIAH

Strategi Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk Usaha

Oleh

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Warmadewa
Tahun Ajaran 2023/2024
A. Pendahuluan
Dalam peraturan perpajakan banyak celah hukum yang dapat
dimanfaatkan untuk meminimalkan beban pajak tanpa harus berhadapan
langsung dengan aparat pajak dalam pemeriksaan dan penyidikan pajak,
yaitu dengan cara merapikan tax management dan tax planning
perusahaan. Tujuan perencanaan pajak yaitu memberikan keuntungan
sebesar-besarnya kepada investor agar return on investment yang
diperoleh semakin tinggi. Strategi perencanaan pajak dapat dimulai sejak
awal berbisnis dengan melakukan setting up bentuk usaha yang akan
dipilih investor.
Entitas hukum bisnis di Indonesia yang diakui UU Perpajakan
adalah :
1. Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, dan Yayasan
2. Persekutuan (Firma, CV, Kongsi)
3. Persorangan

Dilihat dari aspek legalitasnya, perseroan terbatas (PT), Koperasi,


dan Yayasan, adalah entitas berbadan hukum dikarenakan adanya
pengesahan pemerintah yakni Menteri Kehakiman atau Menteri Hukum
dan HAM atas pendirian dan anggaran dasarnya, selain itu persekutuan
(Firma, CV, Kongsi) dan Perseorangan tidak berbadan hukum.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan


bentuk usaha (Zain, 2003:97), yaitu :

1. Bagaimana hubungan antara tarif penghasilan pajak orang


pribadi dan tarif pajak penghasilan wajib pajak badan.
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba
bruto usaha, maupun penghasilan dari pembagian keuntungan
(Deviden) kepada pemegang sahamnya.
3. Kesempatan untuk menunda pengenaan pajak pada tarif pajak
penghasilan lebih kecil atau besar apabila dibandingkan dengan
kesempatan yang terdapat pada tarif pajak penghasilan dan
akumulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto
(kompensasi kerugian) dan kredit investasi yang berlaku bagi
bentuk usaha tertentu.
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas
akumulasi laba, pajak atas penghasilan, holding company, dan
seterusnya.
6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau
payment in kind.
B. Usaha Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas yang sering disebut dengan perseroan yaitu
badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar
yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam UU serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan terbatas
merupakan salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang banyak
digunakan di Indonesia, yang didirikan berdasarkan hukum UU No.40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Perseroan terbuka (Tbk) merupakan perseroan public atau
perseroan yang melakukan penawaran umum saham sesuai dengan
ketentuan UU di bidang pasar modal. Untuk mendirikan sebuah
perusahaan berbentuk PT, berdasarkan akte notaris yang didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari Kementerian Hukum dan
HAM. Pasal 97 UU tersebut secara eksplisit membedakan PT dengan
badan hukum lainnya, pada PT tanggung jawab perusahaan dibebankan
kepada direksi bukan pemegang saham. Direksi adalah organ perseroan
yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan. Jadi selama pemegang saham tidak
merangkap sebagai pengurus perusahaan, maka dia tidak dapat dimintai
tanggung jawabnya terhadap tindakan operasional perusahaan oleh pihak
manapun. Tanggung jawab pemegang saham terbatas pada nilai saham
yang diambilnya. Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan UU perpajakan, dalam hal badan, wajib pajak diwakili oleh
pengurus yang bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara renteng
atas pembayaran pajak terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan
meyakinkan Direktur Jenderal Pajak bahwa mereka, dalam kedudukannya,
benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak
yang terutang tersebut. Mengenai tanggung jawab renteng ini dijelaskan
lebih lanjut dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 02/PJ.74/1990 dengan
merujuk kepada ketentuan Pasal 32 ayat 2 UU No. 6 Tahun 1983 yang
telah diubah terakhir kali dengan UU No.28 Tahun 2007 dan UU No.16
Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dalam ketentuan perpajakan, sesuai Pasal 17 UU Nomor 7 Tahun
1983 yang telah diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, pengenaan pajak PT dikenakan pada level Net
Income sebelum pembagian dividen perusahaan kepada pemegang saham.

C. Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)


Terdapat 3 macam perkumpulan bukan badan hukum atau tidak
termasuk kategori sebagai badan hukum,yaitu Persekutuan Perdata, Firma,
dan CV. Pendirian sebuah firma (Fa), walaupun didirikan dengan akte
notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara RI, tidak diperlukan adanya pengesahan
dari Kementerian Hukum dan HAM. Begitu pula halnya dengan pendirian
sebuah CV, karena pada dasarnya CV merupakan firma dengan bentuk
khusus.
Oleh karena belum ada undang - undang yang mengatur masalah
Firma, CV, dan persekutuan Perdata, maka untuk persekutuan itu
dikembalikan kepada Kitab Undang – Undang Hukum Dagang (KUHD)
dan Kitab Undang -Undang Hukum Perdata yang mengatur masalah
tersebut. Contohnya mengenai pendirian Persekutuan (Firma atau CV)
yang diatur dalam pasal 1618 dan 1320 KUHPerdata dan juga terdapat
dalam Pasal 22 KUHD.
Perbedaan antara persekutuan dengan PT terletak pada tanggung
jawab perseronya (shareholder). Pasal 18 dan 19 buku 1 KUHD mengatur
tanggung jawab renteng pemilik/persero terhadap semua operasional atau
tuntutan dari pihak lain apabila terjadi suatu perkara.
Apabila CV mempunyai banyak utang sehingga jatuh pailit, dan
apabila harta benda CV tidak mencukupi untuk pelunasan utang-utangnya,
maka harta benda pribadi pesero pengurus dapat dipertanggung jawabkan
untuk melunasi utang perusahaan. Sebaliknya harta benda para Persero
commanditaris (sleeping partner) tidak dapat diganggu gugat.
Pengaturan pajak CV diatur dalam pasal 6 dan Pasal 4 ayat 3 huruf
i Undang-Undang PPh. Berbeda dengan PT, pengenaan pajak CV hanya
dikenakan sekali pada level net income Perseroan. Ketika didistribusikan
kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak dividen lagi.
Pasal 4 ayat 3 huruf i UU No. 7 Tahun 1983 yang telah diubah
terakhir kalinya dengan UU No. 38 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
menegaskan, "Yang dikecualikan dari objek pajak" yakni bagian laba yang
diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan. firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
Untuk kepentingan pengenaan pajak badan-badan, sebagaimana
disebut dalam ketentuan tersebut yang merupakan himpunan para
anggotanya, dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan
tersebut. Oleh karena itu bagian laba yang diterima oleh para anggota
badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak.

D. Usaha Perseorangan
Usaha perseorangan adalah salah satu badan usaha yang hanya
dimiliki oleh seorang individu. Jenis usaha perseorangan memiliki sistem
informasi manajemen yang bebas dan tidak intervensi atau campur tangan
dari pihak lain secara langsung, seperti pemerintah. Jenis usaha
perseorangan biasanya dapat berskala besar seperti Badan Milik Swasta
(BUMS) dan berskala kecil seperti Usaha Mikro dan Kecil (UMK).
Mayoritas penduduk Indonesia menjalankan bisnisnya secara
perseorangan tidak terikat dengan badan usaha yang lebih formal, tanpa
akte notaris dan bersifat fleksibel terhadap kewajiban yang harus dipenuhi,
tetapi tetap memiliki NPWP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Contoh bentuk badan perseorangan dapat berupa wartel, salon, rumah
makan, usaha dagang (UD), dan waralaba.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung pajak usaha
antara pajak perseorangan dengan pajak perseroan, antara lain :
a. Dalam perhitungan pajak perseorangan, ada beberapa faktor
pengurang seperti Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan
biaya jabatan, yang dalam perhitungan pajak perseroan faktor
tersebut tidak ada dalam ketentuannya.
b. Terdapat perbedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena
pajak (taxable income bracket) antara PPh perseorangan
dengan dengan pajak penghasilan badan, di mana PPh
perseorangan menggunakan tarif progresif dari lapisan tarif
5% hingga tariff maksimal 30%, sedangkan pajak penghasilan
badan menggunakan tarif tunggal 25% (tarif 25 % berlaku
sejak awal tahun 2010, sedangkan tahun 2009 tarifnya 28%).

Lapisan penghasilan PPh Psl 21 Perseorangan Tarif Pajak


(UU PPh No 36 Tahun 2008)
0 Sampai Rp. 50. 000.000 5%
Di atas Rp. 50. 000.000 s.d. Rp. 250.000.000 15 %
Di atas Rp. 250.000.000 s.d. Rp. 500.000.000 25 %
Di atas Rp. 500.000.000 30 %
E. Usaha Koperasi
Koperasi merupakan sebuah badan usaha yang mengorganisasi
pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya
atas dasar prinsip – prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk
meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah
kerja pada umumnya.
Koperasi adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang
cukup banyak digunakan di Indonesia, yang didirikan berdasarkan hukum
UU No. 25 tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Dasar pendirian sebuah
perusahaan dengan bentuk koperasi adalah pada akte notaris yang
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara RI serta disahkan oleh Kementerian Hukum dan
HAM. Dalam Koperasi, tanggung jawab perusahaan dibebankan kepada
pengurus, bukan kepada anggota koperasi. Pengurus koperasi adalah
organ koperasi yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan koperasi dan untuk kepentingan koperasi. Adapun beberapa
jenis Koperasi diantaranya yaitu : Koperasi Konsumen ( misalnya koperasi
warung serba ada atau supermaket), Koperasi Produsen ( Misalnya
koperasi jasa konsultasi), Koperasi simpan Pinjam, dan Koperasi
Pemasaran.

Perlakuan Perpajakan Koperasi


Pada prinsipnya koperasi dapat melakukan kegiatan di hampir
semua bidang usaha, sehingga atas penghasilan koperasi yang disebut sisa
hasil usaha (SHU) merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif
PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% ( tahun 2009), dan tarif 25% (tahun
2010 dan seterusnya).
Insentif Pajak Bagi Koperasi
Adapun beberapa fasilitas insentif pajak penghasilan dan yang
dikecualikan dari pajak dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 yang berlaku
bagi koperasi, antara lain :
a. Yang dikecualikan dar objek pajak adalah harta hibahan dan bantuan
atau sumbangan kepada koperasi, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan de antara
pihak – pihak yang bersangkutan (Pasal 4 ayat 3 huruf a UU PPh No.
36 Tahun 2008).
b. Sisa hasil usaha (SHU) yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya, tidak dipotong PPh Pasal 23 (Pasal 23 ayat 4 huruf f UU
PPh No. 36 Tahun 2008).
c. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen tersebut berasal dari cadangan laba
yang ditahan.
Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh No. 36 Tahun 2008 :
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1. Dividen tersebut berasal dari cadangan laba ditahan
2. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara, dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari
jumlah modal yang disetor.
d. Berdasarkan Peraturan Pemerintahan No. 15 tahun 2009 PPh tentang
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi perorangan. Besarnya Pajak Penghasilan (final) adalah :
1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan
Rp 240.0000 per bulan
2. 10 % dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga
simpanan lebih dari Rp 240.000 per bulan

e. Tarif baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)


Insentif ini khusus untuk UMKM berbadan hukum yang memiliki
omzet di bawah Rp 4,8 Miliar per tahun atau Rp 400 juta per bulan,
diberi insentif pemotongan tarif PPh sebesar 50 % dari tarif pajak
normal sebesar 25 % oleh pemerintah
f. Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 dan No 62 Tahun 2008
Tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang
– bidang usaha tertentu dan atau di daerah- daerah tertentu.

Kegiatan Usaha Koperasi yang Mendapatkan Perlakuan Khusus

Ada beberapa kegiatan usaha koperasi yang mendapat perlakuan khusus :

1. Koperasi yang menanamkan modalnya di bidang – bidang usaha


tertentu dan atau di daerah – daerah tertentu (mendapatkan fasilitas
pajak penghasilan untuk penanaman modal, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 dan No. 62 Tahun
2008).
2. Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai
serta Pajak Penjualan atas impor kendaraan bermotor jenis sedan
untuk dipergunakan dalam usaha pertaksian oleh Koperasi
Pengemudi Taksi. PPN dan PPnBM yang ditanggung pemerintahan
berlaku sepanjang kendaraan tersebut digunakan dalam usaha
pertaksian sekurang- kurangnya selama lima tahun sejak tanggal
dikeluarkannya STNK (Keputusan Presiden RI Nomor 30 Tahun
1986 dan Nomor 28 Tahun 1987 Jo. Keputusan Presiden Nomor 74
Tahun 1995)
3. Pondok Boro yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai adalah bangunan sederhana, berupa bangunan bertingkat atau
tidak bertingkat, yang dibangun dan dibiayai oleh perorangan atau
koperasi buruh atau koperasi karyawan yang diperuntukkan bagi
para buruh tidak tetap atau para pekerjaan sektor informal
berpenghasilan rendah dengan biaya sewa yang disepakati, yang
dipindahtangankan dalam jangka waktu 5 tahun sejak diperoleh.

F. Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)


Karakteristik organisasi atau lembaga nirlaba berbeda dengan
organisasi bisnis. Perbedaan utama terletak pada cara organisasi
memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai
aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari
sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak
mengharapkan imbalan apa pun dari organisasi tersebut (IAI, SAK Per 1
Juli 2009).
Yayasan adalah salah satu bentuk badan hukum entitas bisnis yang
cukup banyak digunakan di Indonesia, yang didirikan dengan payung
hukum UU No. 16 tahun 2001 Tentang Yayasan. Pendirian sebuah
perusahaan dengan bentuk Yayasan, didasarkan pada akte notaris yang
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara RI, serta diperlukan adanya pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM. Dalam Yayasan, tanggung jawab
perusahaan dibebankan kepada Pengurus. Pengurus yayasan adalah organ
yayasan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan
yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan. Bahkan setiap pengurus
bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam
menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar sehingga
mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga (pasal 35 ayat 3). Ada
beberapa macam jenis yayasan, di antaranya
1. Yayasan Pendidikan (dari TK hingga universitas)
2. Yayasan Keagamaan dan Sosial (misalnya : Yayasan masjid dan
Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu)
3. Yayasan Kesehatan (Misalnya: poliklinik dan rumah sakit)
4. Yayasan bidang penelitian dan pengembangan (misalnya yayasan
lembaga konsumen)

Perlakuan Perpajakan Yayasan

Sebagaimana pada bentuk badan usaha lainnya, pada prinsipnya yayasan


dapat melakukan kegiatan di hampir semua bidang usaha, sehingga atas
penghasilan yayasan yang disebut dengan juga dengan Sisa Hasil Usaha
(SHU) merupakan objek pajak penghasilan yang dikenai tarif PPh Badan,
dengan tarif tunggal 28% (Tahun 2009) dan tarif 25% (Tahun 2010 dan
seterusnya). Pengakuan penghasilan maupun biaya pada yayasan sama
dengan badan usaha lainnya. Namun ada beberapa kegiatan usaha yayasan
yang mendapat perlakuan khusus seperti diuraikan berikut ini:

Kegiatan Usaha Yayasan yang Mendapatkan Perlakuan Khusus

1. Mendapat fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai dengan


mengajukan permohonan untuk dapat ditetapkan sebagai badan
atau lembaga yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
144/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai
Atas Impor Barang Kiriman Hadiah Untuk Keperluan Ibadah
Umum, Amal, Sosial, dan Kebudayaan (Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 22/PMK.04/2006, sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
67/PMK.04/2006). Dalam hal ini Yayasan dapat mengajukan
permohonan untuk memperoleh fasilitas tersebut setiap saat
dibutuhkan.
2. Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan, yakni orang pribadi yang melakukan pengalihan
tanah dan atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan (PER- 30/PJ/2009 dan SE-48/PJ./2009).
3. Yayasan Keagamaan dan Sosial lainnya
Sesuai Pasal 2 UU Pajak Penghasilan, yayasan tetap digolongkan
sebagai subjek pajak penghasilan. Objek pajaknya terbagi dua,
sesuai orientasi bidang usaha yayasan. Bila yayasan bermotif
mencari keuntungan (misalnya yayasan universitas), maka
penerimaannya merupakan objek pajak penghasilan, namun
sebaliknya bila penerimaan yayasan bukan bermotif mencari
keuntungan (misalnya sumbangan untuk panti asuhan yatim piatu),
maka atas penerimaan tersebut tidak terutang PPh. Sebagaimana
badan usaha lainnya, yayasan juga harus melaksanakan kewajiban
pemotongan Pajak Penghasilan dalam hal yayasan tersebut
melakukan transaksi pembayaran berbagai jasa, seperti sewa,
dividen, royalti, dan gaji karyawan.
4. Peraturan Dirjen Pajak No. PER 44/PJ./2009 dan Peraturan
Menkeu No. 80/PMK.03/2009 tentang pelaksanaan pengakuan Sisa
Lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian
dan pengembangan yang dikecualikan dari objek pajak
penghasilan. Yayasan pendidikan diperkenankan untuk mengakui
dana pembangunan gedung dan prasarana pendidikan yang berasal
dari Sisa Lebih.
Sisa Lebih adalah selisih dari seluruh penerimaan yang
merupakan objek Pajak Penghasilan, selain penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi pengeluaran
untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan
mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan
dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau
penelitian dan pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat wajib pajak terdaftar dengan tindasan kepada instansi
yang membidanginya. Pemberitahuan disampaikan bersamaan
dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak diperolehnya sisa lebih tersebut atau
paling lama sebelum pembangunan dan pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengembangan dimulai, dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut.
Apabila setelah lewat dari jangka waktu 4 (empat) tahun,
badan atau lembaga nirlaba tidak menggunakan atau terdapat sisa
lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan pengadaan
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
pengem- bangan dimaksud, maka sisa lebih tersebut diakui sebagai
penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak
berikutnya.
Daftar Pustaka

Pohan , C. (2013). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan


Bisnis . Jakarta: PT Gramedia .

Anda mungkin juga menyukai