PENDAHULUAN
1
setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan
terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi
perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 25%.
Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang
sangat luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat
dikonsumsi atau menambah kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka
penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah laba usaha,
yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan
disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha,
perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang
diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam
UU PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan
itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak
perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan
dan bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan
adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh
investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang
merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah
“going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu
langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali
untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh
perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai
keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
Selain itu dalam memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang
didapat. Semakin besar omzet/penghasilan yang didapat maka semakin
besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah menyebabkan
terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau
meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak
2
melanggar hukum. Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat
digunaan oleh badan usaha tersebut dalam melakukan kewajiban
perpajakannya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2. perseroan terbatas (PT)
3. koperasi, asosiasi, yayasan, dan badan usaha lain
4. usaha orang pribadi/individual basis
Fokus penjelasan tulisan ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan
usaha berbentuk usaha orang pribadi (individual basis), CV dan PT. Dan disini
kita hanya mendiskusikan masalah pemilihan bentuk usaha dilihat dari aspek
perpajakannya. Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat dipertimbangkan
investor, itu semua akan bermuara pada besarnya pajak yang akan ditanggung.
5
khususnya pasal 33. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk badan
yaitu:
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu bangun usaha yang
didirikan oleh Negara dan pemiliknya dipegang oleh Pemerintah atau
Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini terdapat berbagai macam
antara lain yang berupa Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahan
Negara (PN), Perusahaan Umum (PERUM) dan Persero (PT. Persero).
Koperasi adalah bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang
atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi raktyat yang berdasar atas
azas kekeluargaan.
Swasta adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada ditangan
individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan
sehingga ukuran keberhasilannya juga dari banyaknya keuntungan yang
diperoleh dari hasil usahanya. Perusahaan ini sebenarnya tidaklah selalu
bermotif mencari keuntungan semata tetapi ada juga yang tidak bermotif
mencari keuntungan. Contoh : perusahan swasta yang bermotif nirlaba
yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.
6
ini bisa dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD) atau usaha
lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang
dijalankan pun bisa beragam, dari berdagang, manufaktur skala
kecil, jasa, dsb.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan
secara perorangan seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong
pribadi perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai pajak sesuai
dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang
diperoleh di atas Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif
tertinggi perpajakan sebesar 30%.
Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya
dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh
perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya
pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan,
keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian
untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus
dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha,
sehingga dapat dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan
dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara harta usaha
dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban
mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu
pula dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak
diperkenankan, seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive
dan sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya belum
melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan
pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui
adanya kerugian usaha.
7
Keuntungan dari Perseorangan mempunyai keuntungan:
1. Mudah dan murah dalam proses pembentukannya
2. Pemilik perusahaan mengendalian secara langsung
perusahaannya, yang dengan demikian memungkinkan
pengusaha untuk bertindak lanjut cepat
3. Tidak terlalu dipengaruhi oleh peraturan pemerintahan
4. Pemilik menerima semua keuntungan dan menanggung semua
kerugian usaha
5. Bebas dari pajak penghasilan apabila pengasilannya masih
dibawah PTKP
8
perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan
mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam Pasal 6
UU PPh, ketentuan mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU
PPh.
4. Dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak
progresif, yaitu tarif pajak yang semakin meningkat seiring
besarnya penghasilan kena pajak. Ketentuan mengenai tarif
pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
5. Apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 46/2013,
bagi pengusaha yang dalam satu tahun pajak peredaran
usahanya tidak lebih dari Rp4,8 miliar, pengusaha wajib
menghitung pajaknya secara final dengan tariff 1% dari
peredaran usaha setiap bulannya.
9
2. Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Pertimbangan memilih bentuk usaha perseorangan adalah
adanya pegurang penghasilan kena pajak yang hanya diberikan
kepada wajib pajakperseorangan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Status PTKT Setahun
1 Tidak kawin anak 0 Rp 54.000.000,-
2 Kawin Anak 0 Rp 58.500.000,-
3 Kawin Anak 1 Rp 63.000.000,-
4 Kawin Anak 2 Rp 67.500.000,-
5 Kawin Anak 3 Rp 72.000.000,-
10
Wajib pajak pribadi yang memiliki omset diatas
4.800.000.000 wajib melakukan pembukuan, jika wajib pajak
tersebut tidak menyelenggarakan pembukuan dengan benar maka
penghasilan netonya akan dihitung dengan norma khusus dan
dikenakan sanki kenaikan sebesar 50% dari PPh yang kurang atau
tidak dibayar.
4. Pertimbangan kewajiban pemungutan pajak
Wajib pajak badan yang bergerak dibidang industri semen,
rokok, kertas, baja, dan otomotif ditunjuk sebagai pemungut PPh
pasal 22 atas penjualan produknya. Namun pemungutan PPh
Pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada wajib pajak perorangan
yang mempunyai industri diatas.
5. Pertimbangan Pertanggung-jawaban Utang Pajak
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak
terpisahkan dengan aktiva dari kegitan usahanya, sehingga
keuntungan yang didapat dari semua kegiatan usaha dalam bentuk
perseorangan itu akan diakuinya sendiri. Sebaliknya untuk
kerugian, semua kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk
perseorangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi wajib
pajak. Berbeda halnya dengan badan usaha yang harus
memisahkan aktiva yang dimiliki oleh pemilik dan aktiva yang
dimiliki perusahaan berbentuk badan usaha dimana keuntungan
maupun kerugian akan diakui sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakati baik yang dimasukkan kedalam anggaran dasar atau
tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung
jawab bagi badan usaha yang tidak dapat dipisahkan dengan
tanggung jawab pemiliknya yaitu utang pajak. Harta pemilik
modal badan usaha merupakan barang yang dapat disita apabila
terdapat utang pajak dari wajib pajak badan yang tidak dibayar
walaupun telah dilakukan tindakan surat paksa oleh juru sita
pajak Negara.
11
Jika seseorang ingim memutuskan untuk menanamkan
modal pada badan usaha atau berusaha sendiri melalui bentuk
perseorangan, selain mempertimbangkan kemungkinan besarnya
laba yang akan diterima juga harus mempertimbangkan
seandainya terjadi kerugian atau mempunyai utang pajak.
Penanggung utang pajak tetap harus dilakukan walaupun
pemilik modal badan usaha tersebut bersifat pasif. Kalau terjadi
perrmasalahan dengan utang pajak, hartanya dapat dimint untuk
membayar utng pjak dari badan usah dimmana dia menanamkan
modalnya.
Contoh
Tuan Anas memiliki usaha perdagangan bahan-bahan bangunan.
Selama tahun 2015 laporan laba/rugi usaha tuan Anas tersebut
adalah:
Peredaran usaha Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi Rp500.000.000,-
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp700.000.000,-
12
Persentase PPh Terutang terhadap laba 19,3%
usaha
*) 54.000.000 + 4.500.000 + (2×4.500.000) = Rp67.500.000
Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu di catat :
1. Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan ternyata
lebih kecil dibandingkan daripada usaha berbentuk PT
2. Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak
yang jauh lebih besar dari pada bentuk badan usaha lainnya. Namun
kita tidak boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atas dasar
pertimbangan ini semata, harus memperhatikan pertimbangan lainnya.
3. Pemihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam
pengambilan keputusan oeh para investor untuk meminimalkan beban
pajak. Namun demikian faktor pajak bukan satu-satunya pertimbangan
dalam pengambilan keputusan bisnis. Masih banyak variabel lain yang
harus diperhatikan investor.
13
atas saham-saham mempunyai perlakuan yang sama dari sudut
perpajakan.
14
Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma
berkewajiban untuk mendaftarkan NPWP yang terpisah dengan
kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan
penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan
dilaporkan oleh CV atau Firma sebagai Wajib Pajak. Sedangkan
penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV atau
Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang
investor juga aktif menjalankan usaha, investor dapat saja menerima
tambahan penghasilan lain berupa gaji dan tunjangan-tunjangan
lainnya.
Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan
dari CV atau Firma kepada pemilik tidak dianggap sebagai
terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui adanya
pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma.
Sebaliknya penerimaan berupa gaji oleh pemilik tidak dianggap
sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas
pembagian laba yang diterima oleh pemilik.
Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan
CV atau Firma diperlakukan sebagai satu kesatuan dalam
penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu kesatuan dalam hal
ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau
Firma hanya akan dikenai PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.
Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan
memiliki persamaan perlakuan perpajakan yaitu keuntungan usaha
sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan penghasilan
pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai
pajak di sisi perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha
CV dikenai pajak di sisi CV sebagai WP badan.
Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan
pengurangan biaya berupa gaji pemilik dan pembagian
keuntungannya. Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV
memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan
15
yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif pajak
bagi CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi
adalah 30%. Dengan demikian dengan membentuk CV dapat timbul
penghematan pajak sebesar 2%.
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki
keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari
sisi tarif pajak
Secara umum ketentuan perpajakan terkait CV diantaranya:
1. CV merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Dalam UU PPh
dijelaskan pengertian subjek pajak badan, bahwa subjek pajak
badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap
2. Karena CV merupakan subjek pajak badan, maka CV harus
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
3. Selain harus mendaftarkan NPWP dan/atau PKP atas nama CV,
CV juga harus menyelenggarakan pembukuan.
4. Laba yang didistribusikan kepada sekutu tidak dikenai pajak. Hal
ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang
menyebutkan bahwa bagian laba yang diterima atau diperoleh
anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
dikecualikan sebagai objek pajak
16
5. Gaji yang dibebankan oleh CV kepada para sekutu tidak dapat
menjadi pengurang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh
6. Dalam mengitung PPh nya CV menggunakan tarif tunggal 25%
atau 12,5% apabila memenuhi ketentuan Pasal 31E UU PPh.
Contoh
CV Aurora bergerak dalam usaha perdagangan besar, laba rugi tahun
2015 menunjukkan informasi sebagai berikut:
Peredaran usaha Rp60.000.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp58.800.000.000,-
Laba Bruto Rp1.200.000.000,-
Biaya Operasi (tidak termasuk gaji para Rp500.000.000,-
sekutu)
Laba Usaha Sebelum Pajak Rp700.000.000,-
17
2.3.3. Perseroan Terbatas (PT)
Dalam tatanan ketentuan perundangan di Indonesia, pendirian
dan pengelolaan PT diatur dalam undang-undang Republik Indonesia
No. 1 tahun 1995 yang telah mengalami perubahan menjadi UU No
40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Untuk mendirikan sebuah
perusahaan berbentuk PT, berdasarkan akte notaris yang didaftarkan
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI, diperlukan adanya pengesahan dari Kementrian
Hukum dan HAM.PT merupakan badan hukum yang merupakan
persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar dan seluruhnya terbagi atas saham
dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU serta peraturan
pelaksanaannya (Pohan, 2015:54).
Berbeda dari usaha berbentuk CV atau Firma, Perseroan
Terbatas (PT) adalah bentuk usaha yang modalnya terdiri atas saham-
saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau tanda
kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki
tersebut dikenal sebagai surat berharga (marketable securities) yang
dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Keuntungan yang diperoleh
pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau
dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus –dan sebenarnya tidak
dibenarkan secara aturan–, ada beberapa pemegang saham yang
merangkap juga sebagai pengurus yang ikut aktif menjalankan roda
usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa
gaji.
Kelebihan dan kelemahan PT sebagaimana diuraikan oleh
Santoso dan Rahayu (2013:100-101) adalah sebagai berikut :
Kelebihan
1. kewajiban dan tanggung jawab terbatas
2. masa hidup abadi
3. efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan
pengurus
18
4. modal dapat diperoleh dengan menjual saham
Kekurangan
1. kerumitan perizinan dan organisasi
2. besarnya biaya pengorganisasian perusahaan
3. bidang usaha PT relative susah diubah karena harus mengubah
akta pendirian dan sulit mengubah investasi yang telah
ditanamkan
4. hubungan antarperorangan lebih formal dan terkesan kaku
19
dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh dan Pasal 17
ayat (2c) sebesar 10%
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan
komisaris dapat dibiayakan oleh PT
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau
Pasal 31E UU PPh.
20
Sehingga total pajak terutang oleh PT dan persentasenya terhadap
peredaran usaha dapat dihitung sebagai berikut:
Jumlah PPh terutang Rp227.500.000,-
Persentase PPh Terutang terhadap laba 32,5%
usaha
21
2.4. Pemilihan Badan Usaha
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat kita bandingkan besarnya
PPh terutang yang harus ditanggung oleh masing-masing bentuk usaha
sebagai berikut:
Uraian PT CV Usaha Perorangan
Peredaran Rp60.000.000.0 Rp60.000.000.000 Rp60.000.000.000
Usaha 00, , ,
Laba Usaha Rp700.000.000, Rp700.000.000,- Rp700.000.000,-
-
PPh Terutang Rp227.500.000, Rp175.000.000,- Rp134.750.000,-
-
Persentase 32,5% 25% 19,3%
PPh Terutang
terhadap laba
usaha
Dari analisis di atas, ada beberapa hal penting yang perlu kita catat:
1. Beban pajak yang ditanggung investor melalui persekutuan ternyata,
lebih kecil dari pada usaha bertuk PT.
2. Bisnis perseorangan tersebut bisa memberikan tingkat efisiensi pajak
yang lebih besar dari pada bentuk badan usaha lainnya. Namun kita tidak
boleh tergesa-gesa mengambil keputusan atas dasar pertimbangan ini
semata harus memperhatikan pertimbangan lain.
3. Pemelihan salah satu entitas bisnis dapat dijadikan referensi dalam
pengambilan keputusan oleh para investor untuk meminimalkan beban
pajak. Namun demikian faktor pajak bukan satu-satunya pertimbangan
dalam pengambilan keputusan bisnis. Masih banyak variabel lain yang
harus diperhatikan investor.
4. Investor konvensional lebih sering mengandal intuisi (naluri) bisnisnya
dari pada perhitungan diatas kertas. Dalam pengambilan keputusan
mereka hanya bermodalkan pengalaman (learning curve yang tinggi)
yang sangat berharga, sehingga dengan keyakinan penuh menjalankan
usaha dengan giat dan alur pemikiran mereka yang sderhana, tetapi
22
realistis dan terbukti bisa berhasil. Bagaimanapun juga, pengelolaan
bisnis modern dilakukan secara profesional dan tidak bisa mengandalkan
instuisi semata, karena yang terakhir ini hanya dilakukan oleh pelaku
bisnis kawakan.
5. Diantara sederatan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan
bisnis modern, harus juga di akomodasi masalah permodalan advis
Management Risk, lingkungan hidup, tanggung jawab persero bila terjadi
klaim pihak ketiga, Bussiness dan Market Developmet, serta hak dan
kewajiban lainnya yang timbul dari pemilihan bentuk usaha tersebut.
2.5. Memahami Pengaruh Pemilihan Bentuk Usaha untuk Alternatif
Perpajakan
Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua
yaitu Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan
(PPh) dikenakan kepada setiap Wajib Pajak, baik Wajib Pajak perorangan
maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang diterimanya dalam
setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan
terendah tarif pajak bagi perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi
perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib Pajak Badan tarifnya 28%.
Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang
sangat luas, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat
dikonsumsi atau menambah kekayaan. Sehubungan dengan usaha maka
penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah laba usaha,
yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan
disebut dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha,
perpajakan mempunyai ketentuan mengenai penghasilan yang
diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan yang diatur dalam
UU PPh.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah
yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan,
sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan dengan
23
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan
bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.
Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan
adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh
investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang
merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah
“going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu
langsung dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali
untuk memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh
perorangan atas investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai
keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.
a. Usaha Perorangan
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara
perorangan seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi
perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan
lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas
Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan
sebesar 30%. Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya
dihitung berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan.
Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha
dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya
perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan
usaha tetap harus dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan
untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan biaya penyusutan harta yang
berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya pemisahan antara harta
usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban
mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula
dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak
diperkenankan, seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan
sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya belum melebihi
Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan,
24
sehingga keuntungan dihitung dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya
kerugian usaha.
b. Persekutuan Komanditer atau Firma
Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah
bentuk usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham. Atas bentuk usaha tersebut dan bentuk
usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham mempunyai
perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.
25
diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan penghasilan pemiliknya.
Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai pajak di sisi
perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV dikenai
pajak di sisi CV sebagai WP badan.
Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan
pengurangan biaya berupa gaji pemilik dan pembagian keuntungannya.
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak.
Sebagaimana dijelaskan di atas, tarif pajak bagi CV adalah 28%
sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi adalah 30%. Dengan demikian
dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak sebesar 2%.
Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika
dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak
c. Usaha Berbentuk Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk usaha yang modalnya terdiri
atas saham-saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau
tanda kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki
tersebut dikenal sebagai surat berharga (marketable securities) yang
dapat diperjualbelikan kepada pihak lain. Keuntungan yang diperoleh
pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau dividen
saja, meskipun dalam beberapa kasus dan sebenarnya tidak dibenarkan
secara aturan, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga
sebagai pengurus yang ikut aktif menjalankan roda usaha sehingga
kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa gaji.
Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT
adalah dua Wajib Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada
pengalihan kekayaan atau harta baik berupa sumber daya atau resources
dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi arus mengalirnya
penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang
saham dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak.
Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di
sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya
26
keuntungan usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan
bahwa atas keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan
ketika keuntungan atau laba tersebut dibagi kepada para pemegang
saham akan dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).
27
Dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi, maka
kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan, dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit,
pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya
sebelum menggunakan harga tersebut untuk membayar utang pajak wajib
pajak tersebut (Pasal 21 Ayat 1 dan (3a) UU KUP No. 28 Tahun 2007)).
Saat penutupan usaha tidak bisa lagi dihindari oleh pengusaha, dan
legalisasi dari pihak yang berwenang seperti notaris dan pihak-pihak
berwenang lainnya telah didapatkan, maka penutupan usaha idealnya
ditindaklanjuti dengan pengajuan permohonan penghapusan NPWP dan
pencabutan NPPKP (Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak). Hal ini
disebabkan karena penghapusan NPWP atau pencabutan NPPKP tidak dapat
terjadi secara otomatis karena alasan perusahaan tidak beroperasi lagi.
Seringkali wajib pajak memberikan kondisi tersebut menggantung,
walaupun mereka khawatir juga bila perusahaan sewaktu-waktu didatangi
orang pajak untuk pemeriksaan. Sebainya penyelesaian masalah ini tidak
ditunda-tunda, karena penundaan tersebut hanya solusi semu, karena saat
gilirannya tiba wajib pajak akan semakin terpuruk dengan timbulnya
akumulasi sanksi perpajakan.
NPWP tidak dapat dihapus bila Wajib Pajak masih memiliki utang
pajak. Lalu apa yang harus dilakuka oleh wajib pajak yang cash flow-nya
tidak memungkinkan untuk membayar utang pajak sekaligus? Solusinya
adalah mengangsur atau menunda pembayarn pajak.
28
Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak
1. Permohonan harus diajukan paling lama 9 (sembilan) hari kerja
sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir, dengan
disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohonkan untuk
diangsur atau ditunda.
2. Apabila batas waktu 9 (sembilan) hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh
wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaannya, permohonan wajib
pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak,
sepanjang wajib pajak dapat membutikan kebenaran keadaan di luar
kekuasaannya tersebut. Selanjutnya:
a. Direktur Jenderal Pajak menerbitka surat keputusan atas
permohonan berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian,
atau
b. Jenis-jenis dokumen yang harus dilampirkan pada permohonan
penghapusan NPWP, ini tergantung kebijakan dari masing-masing
Kantor Pelayanan Pajak.
3. Permohonan penghapusan NPWP yang telah dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang telah ditentukan (antara lain Neraca
Likuidasi perusahaan) akan ditindaklanjuti dengan suatu pemeriksaan
pajak.
4. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan dari wajib
pajak orang pribadi diterima dengan lengkap, Dirjen Pajak harus
memberikan keputusan. Sedangkan untuk wajib pajak badan, jangka
waktu pemberian keputusannya lebih lama 6 (enam) bulan atau dengan
kata lain mencapai 12 bulan.
5. Dalam hal Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, maka permohonan penghapusan NPWP
dianggap dikabulkan. Kemudian dalam waktu 1 (satu) bulan setelah
jangka waktu pemberian keputusan berakhir, Dirjen Pajak harus
menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP.
29
2.9. Penghapusan NPWP
1. Diajukan permohonan penghapusan NPWP antara lain oleh:
a. Wajib pajak dan atau ahli warisnya karena wajib pajak sudah tidak
memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan.
b. Wajib pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena
penghentian atau penggabungan usaha.
c. Wajib pajak bentuk usaha tetap yang menghentikan kegiatan
usahanya di Indonesia.
2. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan
NPWP dari wajib pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan
subjektif dan atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
30
2. Permohonan tersebut harus dilampiri dengan dokumen pendukung
penghapusan NPWP, di antaranya:
a. RUPS pembubaran perusahaan khusus untuk wajib pajak badan atau
paling tidak surat keputusan pembubaran dari pemilik usaha.
b. SPT (Surat Pemberitahuan) PPh Tahun Pajak terakhir yang belum
disampaikan
c. Jenis-jenis dokumen yang harus dilampirkan pada permohonan
Penghapusan NPWP, ini tergantung kebijakan dari masing-masing
kantor pelayanan pajak.
3. Permohonan penghapusan NPWP yang dilengkapi dengan dokumen
pendukung yang telah ditentukan (antara lain Neraca Likuidasi
perusahaan) akan ditindaklanjuti dengan suatu pemeriksaan pajak.
4. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan dari wajib pajak
orang pribadi diterima dengan lengkap, Dirjen Pajak harus memberikan
keputusan. Sedangkan untuk wajib pajak badan, jangka waktu
pemberian keputusannya lebih lama 6 (enam) bulan atau dengan kata
lain mencapai 12 bulan.
5. Dalam hal Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, maka permohonan penghapusan NPWP
dianggap dikabulkan. Kemudian dalam waktu 1 (satu) bulan setelah
jangka waktu pemberian keputusan berakhir, Dirjen Pajak harus
menerbitkan surat keputusan peughapusan NPWP.
31
NPWP Tidak Dapat Dihapuskan
Pencabutan NPPKP
Terdapat 2 (cara) pencabutan NPPKP:
a. Pencabutan NPPKP berdasarkan permohonan wajib pajak.
b. Pencabutan NPPKP dapat dilakukan secara jabatan oleh Dirjen Pajak.
32
1. Direktur Jenderal Pajak, karena jabatan atau atas permohonan wajib
pajak dapat melakukan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
2. Atas permohonan wajib pajak untuk melakukan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
3. Apabila jangka waktu telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi keputusan, maka Permohonan Pencabutan Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak dianggap dikabulkan dan surat keputusan
mengenai Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak harus
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah itu.
33
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang
akan dihadapi oleh seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha
perorangan, badan usaha yang modalnya tidak terbagi atas saham seperti
CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan bahwa pilihan bentuk usaha
yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak tersendiri.
Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah
pengenaan tarif pajak tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif pajak
tertinggi perorangan. Jika dibandingkan dengan bentuk PT maka
keuntungan CV atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda (double
tax) atas pembagian laba atau dividen.
Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan
khususnya PPh dengan kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih
memberikan hasil yang sama bagi seorang investor. Secara lebih mendalam
tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha tidaklah sesederhana itu.
Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek tanggung
jawab pemegang saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank,
dan lain sebagainya. Namun demikian sudut pandang aspek pajak ini
setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih
bentuk usaha.
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian
atas tiga bentuk Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang – Undang
1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia kita mengenal 3 macam bentuk
badan yaitu Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ), Koperasi dan Swasta.
Bentuk badan usaha swastadapat dibagi kedalam beberapa macam :
Perseorangan, Firma, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas
(PT), Yayasan Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum
adalah berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV)
atau Perorangan (Pribadi). Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total
34
beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV, karena adanya tambahan
PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT,
sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek
pajak). Sedangkan (seperti ilustrasib tabel 2) perbedaan besarnya total beban
pajak yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada
besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan (dengan tariff maximum 30%)
dan orang pribadi (dengan tariff maximum 35%).
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak bukanlah
satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha, namun pemilihan bentuk
usaha yang tepat dapat memberikan penghematan pajak.
3.2. Saran
Pajak bukanlah satu-satunya alasan dalam pemilihan bentuk usaha,
namun pemilihan bentuk usaha yang tepat dapat memberikan penghematan
pajak. Sehingga dalam melakukan penghematan tersebut bisa dengan cara
perencanaan pajak agar kewajiban perbajakan dapat dilakukan oleh wajib
pajak dengan baik.
35
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, imam dan ning rahayu (2013. Corporate tax management, mengulas
upaya pergelolaan pajak perusahaan secara konseprual-praktikal. Ortax
Nasikhudin. (2016. Artikel. Mengulas tentang memilih badan usaha yang tepat
bagi perencanaan pajak. Ortax
http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=85
https://books.google.co.id/books?id=9nAeg3xbW48C&pg=PA3&lpg=PA3&dq=p
emilihan+bentuk+usaha+dalam+tax+planning&source=bl&ots=Q6MaQk1
OSd&sig=kLsmTTQr59cOMO2eq8nWJE30Z0k&hl=id&sa=X&ved=0ahU
KEwjr4v3EoanWAhUHTo8KHb3iDYUQ6AEIYjAJ#v=onepage&q=pemili
han%20bentuk%20usaha%20dalam%20tax%20planning&f=true
36