Anda di halaman 1dari 8

SISTEM BIAYA TAKSIRAN

A. Definisi Biaya Taksiran

Biaya taksiran (estimated cost) merupakan salah satu bentuk biaya yang ditentukan dimuka
sebelum produksi dilakukan atau penyerahan jasa dilaksanakan. Siatem biaya taksiran
adalah sistem akuntansi biaya produksi yang menggunakan suatu bentuk biaya-biaya yang
ditentukan dimuka dalam menghitung harga pokok produk yang diproduksi.

Dalam beberapa hal biaya taksiran mirip dengan biaya standar. Keduanya merupakan biaya
yang ditentukan dimuka, namun diantara keduanya terdapat perbedaan dala metode
penentuan, pengumpulan, penafsiran, dan penggunaannya. Perbedaan utama diantara
keduanya terletak pada metode yang dipakai dalam penentuan norma fisik atau kuantitas.
Dalam sistem biaya standar, norma fisik ditentukan berdasarkan suatu penyelidikan teknik
dan penyelidikan gerak dan waktu (time and motion studies), yang biasanya didahului
dengan anlisi rinci tat letak pabrik dan jadwal produksi. Jika jumlah fisik yang sesungguhnya
dipakai melebihi norma yang ditentukan, maka hal ini dipandang sebagai pemborosan dan
dibebankan kedalam periode terjadinya.

Dalam sistem biaya taksiran, dasar yang dipakai dalam penentuan norma fisik terbatas pada
pengalaman produksi masa yang lalu. Jika terjadi penyimpangan dari norma fisik tersebut,
masih perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan sebab-sebabnya, apakah
karena terjadi pemborosan, penghematan, atau karena kesalahan dalam penaksiran norma
fisiknya yang dilakukan sebelumnya.

B. Tujuan Penggunaan Sistem Biaya Taksiran

Tujuan penggunaan sistem biaya taksiran adalah :

1. Untuk jembatan menuju sistem biaya standar

2. Untuk menghindari biaya yang relative besar dalam pemakaian sistem biaya standar

3. Untuk pengendalian biaya dan analisis kegiatan

4. Untuk mengurangi biaya akuntansi

Untuk jembatan menuju sistem biaya standar. Akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan :
penentuan harga pokok produk, pengendalian biaya, dan anlisis biaya untuk pengambilan
keputusan. Akuntansi biaya yang diuraikan dalam bab-bab yang lalu menitik beratkan pada
pembahasan penentuan harga pokok pproduk, yang hanya terbatas pada pengumpulan dan
penggolongan biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi di masa yang lalu (biaya historis atau
historical cost).

Jika manajemen menghendaki sistem pengendalian biaya dalam perusahannya, maka ia


tidak dapat hanya mengumpulkan dan menggolongkan biaya-biaya historis saja. Manajemen
harus menentukan suatu norma untuk mengukur pelaksanaan tindakannya. Tanpa norma
pengukur yang ditentukan lebih dahulu, ia tidak akan dapat menafsirkan biaya

1
sesungguhnya yang dikumpulkan, apakah terjadi penghematan atau pemborosan dalam
pelaksanaan produksinya.

Seringkali sistem biaya taksiran digunakan sebelum biaya standar dapat ditentukan.
Penggunaan sistem biaya taksiran sebagai jembatan menuju sistem biaya standar
mempunyai keuntungan sebagai berikut :

a) Melatih karyawan dalam meggunakan sistem biaya standar karena adanya beberapa
kesamaan diantara kedua sistem tersebut.

b) Menyesuaikan karyawan secara bertahap terhadap sistem yang baru, agar terpelihara
hubungan yang baik dengan karyawan.

Kadang-kadang penggunaan sistem biaya taksiran dengan sendirinya akan mendorong


penggunaan sitem biaya standar.

Untuk menghindari biaya yang relative besar dalam pemakaian sistem biaya standar.
Dalam perusahaan-perusahaan tertentu, pemakaian sistem biaya taksiran lebih ekonomis
bila dibandingkan dengan sistem biaya standar merupakan beban berat dan pada umumnya
manajemen belum membutuhkan sistem pengendalian biaya yang sangat seksama. Dalam
perusahaan yang seringkali mengalami perubahan produk atau produksi, waktu dan biaya
yang diperlukan untuk penentuan biaya standar sangat besar, sehingga pemakaian sistem
biaya standar tidak ekonomis.

Untuk pengendalian biaya dan analisis kegiatan. banyak perusahaan menggunakan sistem
biaya taksiran sebagai alat pengendalian biaya dan sebagai dasar untuk menganalisis
kegiatan-kegiatnnya. Meskipun biaya taksiran bukan merupakan biaya yang seharusnya
(}mengingat cara penentuannya), namun perbandingan antara biaya sesungguhnya dengan
biaya taksiran dapat memberikan petunjuk mengenai terjadinya pemborosan sehingga
dapat dipakai sebagai dasar perbaikan kegiatan.

Untuk mengurangi biaya akuntansi. Penghematan biaya akuntansi dengan penggunaan


sistem biaya taksiran sangat terasa jika perusahaan menghasilkan banyak macam produk
atau jika produk (keluarga produk) diolah melalui banyak departemen ataupusat biaya. Biaya
akuntansi dapat dikurangi sebagai akibat dari tidak diperlukannya kartu persediaan bahan
baku, bahan penolong, produk dalam proses, dan produk jadi untuk mencatat mutasi
persediaan dengan menggunakan metode mutasi persediaan (perpetual inventory method).
Tetapi jika perusahan menghendaki digunakannya metode mutasi persediaan, semua kartu
persediaan produk dalam proses dan produk jadi hanya digunakan untuk mencatat kuantitas
fisik saja.

C. Penentuan Biaya Taksiran

Biaya taksiran dapat dipecah menjadi tiga unsur: biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan
biaya overhead pabrik. Biaya taksiran dapat ditentukan atas dasar data masa lalu, dan
perhitungan, dari rumus kimia atau atau matematis, atau secara sederhana dengan taksiran.
Biaya taksiran ditentukan untuk setiap jenis produk yang diproduksi, pada awal masa
produksi atau pada awal tahun anggaran.

2
Dalam penentuan taksiran biaya bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah
produk tertentu, perlu dilakukan penaksiran kuantitas tiap-tiap bahan baku yang dibutuhkan
dan taksiran harganya masing-masing. Penaksiran kuantitas bahan baku yang akan
dikonsumsi dalam setiap tahun satuan produk didasarkan pada spesifikasi teknis, percobaan,
atau data masa lalu. Penaksiran harga bahan baku yang dapat didasarkan pada harga
kontrak pembelian dalam jangka waktu tertentu. Atau jika bahan baku harus dibeli dari
waktu ke waktu, dan harganya tergantung pada keadaan harga pasar, penaksiran harga
dapat didasarkan pada daftar harga yang dipublikasikan.

Dalam penentuan taksiran biaya tenaga kerja, harus lebih dahulu diketahui semua jenis
kegiatan untuk mengolah produk, karena jam tenaga kerja dipengaruhi oleh kecakapan tiap
– tiap karyawan dan jenis pekerjaanya. Dalam menentukan jumlah jam tenaga kerja yang
ditaksir akan dikonsumsi untuk menghasilkan setiap satuan produk, harus diperhitungkan
juga waktu – waktu persiapan produksi, material handling, perbaikan mesin, dan hal – hal
lain yang memerlukan jam tenaga kerja. Taksiran biaya tenaga kerja merupakan hasil kali
taksiran jumlah jam kerja untuk menghasilkan setiap satuan produk dengan tarif biaya
tenaga kerja.

Taksiran biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk didasarkan pada tarif yang
ditentukan di muka. Di dalam menentukan tarif biaya overhead pabrik ini perlu diadakan
pemisahan biaya overhead pabrik ke dalam unsur biaya tetap dan biaya variabel. Biaya
overhead pabrik variabel ditaksir dengan melihat hubungan biaya tersebut dengan produksi,
dengan anggapan bahwa terdapat hubungan yang konstan antara jumlah produksi dengan
biaya yang dikeluarkan. Biaya overhead pabrik ditaksir dengan cara memperhatikan masing
– masing unsur biaya overhead pabrik tetap yang bersangkutan.

Pada umumnya biaya overhead pabrik tetap lebih mudah cara penaksirannya. Misalnya,
biaya depresiasi mesin, ditaksir dengan memperhitungkan jumlah mesin yang dimiliki
sekarang dengan memperhitungkan rancana investasi serta secara pemberhentian
pemakaian mesin yang akan terjadi di masa yang akan datang. Penaksiran jumlah asuransi
tergantung pada kemungkinan perubahan polis asuransi yang diperkirakan akan terjadi
dalam perioe pemakaian biaya taksiran. Gaji pengawas pabrik dapat ditaksir dengan taksiran
biaya overhead pabrik tetap merupakan jumlah taksiran masing – masing unsur biaya
overhead pabrik.

D. Perlakuan Terhadap Selisih Biaya Taksiran

Selisih antara biaya sesungguhnya dengan biaya taksiran dalam satu periode akuntansi dapat
diperlakukan sebagai berikut :

a. Ditutup ke rekening harga pokok penjualan atau rekening laba rugi.


b. Dibagikan secara adil kepada produk selesai dalam periode yang bersangkutan, yaitu
dibagikan ke rekening produk jadi dan harga pokok penjualan.
c. Dibagikan secara adil ke rekening – rekening: persediaan barang dalam proses,
persediaan produk jadi, dan harga pokok penjualan.

3
d. Membiarkan selisih – selisih tersebut tetap dalam rekening selisih, sehingga rekening ini
berfungsi sebagai deffered account. Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan selisih –
selisih yang terjadi di antara periode akuntansi akan saling menutup (mengkompensasi).

Untuk menggambarkan perlakuan terhadap selisih yang terjadi, berikut ini diberikan contoh
pembagian selisih ke dalam rekening – rekening barang dalam proses, persediaan produk
jadi, dan harga pokok penjualan.

Dasar pembagian selisih dapat berupa:

a. Perbandingan kuantitas persediaan produk dalam proses, persediaan produk jadi, dan
produk yang terjual. Kuantitas ini dinyatakan dalam unit ekivalensi.
b. Perbandingan harga pokok persediaan produk dalam proses, harga pokok persediaan
produk jadi dan harga pokok produk yang terual.

Berikut diberikan contoh perlakuan terhadap selisih dengan memakai dua macam dasar
pembagian tersebut.

a. Pembagian selisih atas dasar kuantitas persediaan produk dalam proses, persediaan
produk jadi, dan kuantitas pokok yang terjual.
b. Pembagian selisish atas dasar harga pokok persediaan produk dalam proses, persediaan
produk jadi, dan harga pokok yang terjual.

Pembagian Selisih Atas Dasar Perbandingan Kuantitas Persediaan Produk Dalam Proses,
Persediaan Produk Jadi, Dan Kuantitas Pokok Yang Terjual.

Saldo debit rekening selisih berjumlah Rp 20.000 (Rp 35.500 – Rp 15.0000). Jumlah tersebut
dirinci sebagai berikut:

Selisih bahan baku = Rp 10.000

Slisih biaya tenaga kerja = Rp 7.000

Selsiih biaya overhead pabrik = Rp 3.000

Data produksi bulan November 20X7 tersebut adalah sebagai berikut:

Persediaan produk dalam proses awal 3.000 kg

Jumlah produk yang dimasukkan dalam proses

dalam bulan November 35.000 kg

38.000 kg

Jumlah produk selesai 35.500 kg

Persediaan produk dalam proses akhir 2.500 kg

38.000 kg

4
Jumlah produk selesai sebanyak 35.000 kg tersebut terdiri dari 3.000 kg produk pada awal
periode masih dalam proses sedangkan 32.500 kg sisanya berasal dari produk yang
dimasukkan dalam proses dalam bulan November. Dari jumlah produk selesai sebanyak
35.500 kg tersebut, 35.000 kg telah laku dijual. Sehingga pada akhir bulan terdapat
persediaan produk jadi sebanyak 500 kg. Tingkat penyelesaian persediaan produk dalam
proses akhir sebanyak 2.500 kg tersebut adalah: 100% biaya bahan baku dan 20% biaya
konversi, sehingga unit ekivalensi untuk biaya bahan baku dan biaya konversi berturut -
turut adalah 2.500 kg dan 500 kg (20% x 2.500 kg).

Pembagian selisih ke dalam rekening – rekening persediaan dalam proses, persediaan


produk jadi, dan harga pokok penjualan dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut:

a. Membagikan selisih ke dalam rekening produk selesai, dan persediaan produk dalam
proses atas dasar data yang tercantum.
b. Membagikan jumlah selisih yang dialokasikan ke produk selesai tersebut di atas kepada
rekening – rekening produk – produk jadi dan harga pokok penjulan atas dasar unit
ekivalensi sebagai berikut:

Persediaan produk jadi 500 kg

Harga pokok penjualan 35.000 kg

35.000 kg

Jumlah untuk membagikan selisih – selisih ke dalam rekening – rekening persediaan produk
dalam proses dan produk jadi adalah sebagai berikut:

1. Persediaan Produk Dalam Proses Rp 714


Persediaan Prouk Jadi 9.286
Selisih Rp 10.000
Untuk membagikan selisih biaya bahan baku sebesar Rp 10.000 dengan perhitungan
sebagai berikut:
Persediaan produk dalam proses 2.500/35.000 x Rp 10.000 = Rp 714
Persediaan produk jadi 32.500/35.000 x Rp 10.000 = Rp 9.286
2. Persediaan Produk Dalam Proses Rp 106
Persediaan Produk Jadi 6.894
Selisih Rp 7.000
Untuk membagikan selisih biaya tenaga kerja sebesar Rp 7.000 sebagai berikut:
Persediaan produk dalam proses 500/33.000 x Rp 7.000 = Rp 106
Persediaan produk jadi 32.500/33.000 x Rp 7.000 = Rp 6.894
3. Persediaan Produk Dalam Proses Rp 45
Persediaan Produk Jadi 2.955
Selisih Rp 3.000
Untuk membagikan selisih biaya overhead pabrik sebesar Rp 3.000 sebagai berikut:
Persediaan produk dalam proses 500/33.000 x Rp 3.000 = Rp 45
Persediaan produk jadi 32.500/33.000 x Rp 3.000 = Rp 2.955

5
Jurnal untuk membagikan selisih sebesar Rp 19.134 (Rp 9.286 + Rp 6.894 + Rp 2.955)
yang dialokasikan ke rekening persediaan produk jadi tersebut adalah sebagai berikut:
Harga Pokok Penjualan Rp 18.865*
Persediaan Produk Jadi Rp 18.865
*35.000/35.500 x Rp 19.134 = Tp 17.865

Dengan adanya jurnal ini, maka selisih yang masih tertinggal dalam rekening persediaan
produk jadi adalah sebesar Rp 269 (500/35.500 x Rp 19.134).

Pembagian Selisih Atas Dasar Harga Pokok Persediaan Produk Dalam Proses, Persediaan
Produk Jadi, dan Harga Produk Yang Terjual.

Saldo debit rekening selisih berjumlah Rp 8.250 (Rp 1.940 + Rp 2.605 + Rp 200 + Rp 1.000 +
Rp 5.705 – Rp 5.000).

Selisih tersebut terdiri dari:

Selisih – selisih yang terjadi dalam departemen A

Selisih biaya bahan baku Rp 5.000 L

Selisih biaya tenaga kerja Rp 1.940 R

Selisih biaya overhead pabrik (Rp 3.205 – Rp 2.605) Rp 600 L

Jumlah Rp 3.660 L

Selisih – selisih yang terjadi dalam departemen B

Selisih upah langsung Rp 2.000 R

Selisih biaya overhead pabrik (Rp 2.500 – Rp 1.000) Rp 1.500 L

Jumlah Rp 500 R

Jurnal pembagian selisih – selisih adalah sebagai berikut:

1. Selisih Rp 5.000
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. A Rp 167
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. B Rp 83
Persediaan Produk Jadi Rp 2.500
Harga Pokok Penjualan Rp 2.250
2. Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. A Rp 26
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. B Rp 33
Persediaan Produk Jadi Rp 990
Harga Pokok Penjualan Rp 891
Selisih Rp 1.940
Untuk membagikan selisih biaya tenaga kerja departemen A sebesar Rp 1.940
3. Selisih Rp 600
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. A Rp 8
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. B Rp 10

6
Persediaan Produk Jadi Rp 306
Harga Pokok Penjualan Rp 276

Untuk membagikan selisih biaya overhead pabrik departemen A sebesar Rp 600 (Rp 3.205 –
Rp 2.605)

4. Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. B Rp 14


Persediaan Produk Jadi Rp 1.045
Harga Pokok Penjualan Rp 941
Selisih Rp 2.000
Untuk membagikan selisih biaya tenaga kerja departemen B sebesar Rp 2.000
5. Selisih Rp 1.500
Persediaan Produk Dalam Proses-Dep. B Rp 10
Persediaan Produk Jadi Rp 784
Harga Pokok Penjualan Rp 706

7
Daftar Pustaka

Carter, William K. 2009. Akuntansi Biaya. Jakarta: Salemba Empat.

Drs. Mulyadi, M.Sc. 2017. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah

Tiggi Ilmu Manajemen YKPN.

Krista S.E.,Ak.(Penerjemah). 2006. Akuntansi Biaya Edisi 13. Jakarta: Salemba Empat.

Riwayadi. 2016. Akuntansi Biaya: Pendekatan Tradisional dan Kontemporer Edisi 2, Jakarta: Salemba

empat.

Siregrar, Baldric. Dkk. 2013. Akuntansi Biaya Edisi 2. Jakarta Selatan: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai