Anda di halaman 1dari 4

Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak

perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib
Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang
diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi
perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib
Pajak Badan tarifnya 28%.

Penghasilan dalam pengertian perpajakan memiliki makna yang sangat luas, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dikonsumsi atau menambah kekayaan.
Sehubungan dengan usaha maka penghasilan sebagai tambahan kemampuan ekonomis adalah
laba usaha, yaitu penerimaan bruto dikurangi biaya-biaya, yang dalam perpajakan disebut
dengan penghasilan neto. Dalam menghitung besarnya laba usaha, perpajakan mempunyai
ketentuan mengenai penghasilan yang diperhitungkan dan biaya yang tidak dapat dikurangkan
yang diatur dalam UU PPh.

Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh.
Namun demikian, bagi Wajib Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu
dikurangkan dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan
bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya.

Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan
sebagai investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan
penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha
adalah “going concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung
dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar usaha.
Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas investasinya di badan usaha bisa
ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan ke perorangan.

A. Usaha Perorangan

Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara perorangan seluruhnya
akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan. Keuntungan tersebut akan dikenai
pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas
Rp500.000.000,00 kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan sebesar 30%.

Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung berdasarkan pembukuan
yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha perorangan tidak dikenal adanya
pemisahan harta usaha dengan harta pribadi perorangan, keseluruhannya adalah harta
miliknya perorangan. Namun demikian untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap
harus dibedakan antara harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat
dipisahkan biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya
pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan kewajiban
mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula dengan kewajiban
melaporkan pajaknya.

Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan, seperti biaya gaji


pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi perorangan yang omzet setahunnya
belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga
keuntungan dihitung dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Konsekuensi menggunakan norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui
adanya kerugian usaha.

Rangkuman:

– Keuntungan usaha merupakan penghasilan perorangan.

– Keuntungan usaha adalah selisih penerimaan dikurangi biaya.

– Biaya yang bersifat pribadi tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan.

– Karena tidak adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi maka tidak dikenal adanya
biaya gaji pemilik.

– Keuntungan usaha perorangan dikenai pajak sesuai dengan tarif pajak WPOP yang dapat
dikenai tarif tertinggi sebesar 30%.

B. Persekutuan Komanditer atau Firma

Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma pada dasarnya adalah bentuk usaha yang didirikan
oleh dua orang atau lebih yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham. Atas bentuk usaha
tersebut dan bentuk usaha lain yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham mempunyai
perlakuan yang sama dari sudut perpajakan.

Sebagai sebuah badan usaha maka CV atau Firma berkewajiban untuk mendaftarkan NPWP
yang terpisah dengan kewajiban para pemiliknya. Keuntungan usaha merupakan
penghasilannya CV atau Firma yang akan dikenai pajak dan dilaporkan oleh CV atau Firma
sebagai Wajib Pajak. Sedangkan penghasilan seorang investor dari penanaman modal di CV
atau Firma adalah penghasilan berupa pembagian laba. Jika seorang investor juga aktif
menjalankan usaha, investor dapat saja menerima tambahan penghasilan lain berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lainnya.

Dalam ketentuan perpajakan, bergesernya aliran penghasilan dari CV atau Firma kepada
pemilik tidak dianggap sebagai terjadinya aliran penghasilan, sehingga pajak tidak mengakui
adanya pengurangan berupa biaya gaji pemilik di CV atau Firma. Sebaliknya penerimaan berupa
gaji oleh pemilik tidak dianggap sebagai adanya penghasilan bagi si pemilik. Demikian juga atas
pembagian laba yang diterima oleh pemilik.
Pajak memandang bahwa antara anggota atau pemilik dengan CV atau Firma diperlakukan
sebagai satu kesatuan dalam penghitungan PPh atas keuntungan usaha. Satu kesatuan dalam
hal ini adalah tambahan kemampuan ekonomis dari usaha CV atau Firma hanya akan dikenai
PPh satu kali yaitu di CV atau Firma.

Dengan demikian antara CV dengan usaha perorangan memiliki persamaan perlakuan


perpajakan yaitu keuntungan usaha sama-sama diperlakukan sebagai satu kesatuan dengan
penghasilan pemiliknya. Hanya bedanya keuntungan usaha perorangan dikenai pajak di sisi
perorangan sebagai WPOP sedangkan keuntungan usaha CV dikenai pajak di sisi CV sebagai WP
badan.

Keduanya sama-sama tidak diperkenankan memperhitungkan pengurangan biaya berupa gaji


pemilik dan pembagian keuntungannya. Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki
keunggulan jika dibandingkan dengan usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak. Sebagaimana
dijelaskan di atas, tarif pajak bagi CV adalah 28% sedangkan tarif pajak perorangan tertinggi
adalah 30%. Dengan demikian dengan membentuk CV dapat timbul penghematan pajak
sebesar 2%.

Dipandang dari sudut penghematan pajak, CV memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan
usaha perorangan yaitu dari sisi tarif pajak

Rangkuman:

– Keuntungan usaha merupakan penghasilan CV.

-Keuntungan usaha adalah selisih penerimaan dikurangi biaya.

– Biaya yang bersifat pribadi tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan.

– Meskipun disepakati adanya biaya gaji bagi pemilik aktif, biaya gaji tidak diperkenankan
mengurangi penghasilan CV.

– Bagi pemilik, penghasilan berupa gaji dan pembagian laba bukan Objek PPh.

Keuntungan usaha CV dikenai pajak sesuai dengan tarif pajak WP Badan yang dapat dikenai
tarif tertinggi sebesar 30%.

C. Usaha Berbentuk Perseroan Terbatas

Berbeda dari usaha berbentuk CV atau Firma, Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk usaha
yang modalnya terdiri atas saham-saham. Kepada pemilik biasanya diberikan sertifikat atau
tanda kepemilikan atas sahamnya di perusahaan. Saham yang dimiliki tersebut dikenal sebagai
surat berharga (marketable securities) yang dapat diperjualbelikan kepada pihak lain.
Keuntungan yang diperoleh pemegang saham adalah hanya dari pembagian keuntungan atau
dividen saja, meskipun dalam beberapa kasus –dan sebenarnya tidak dibenarkan secara
aturan–, ada beberapa pemegang saham yang merangkap juga sebagai pengurus yang ikut aktif
menjalankan roda usaha sehingga kepadanya juga diberikan penghasilan lain berupa gaji.

Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah dua Wajib Pajak
yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan kekayaan atau harta baik berupa
sumber daya atau resources dari perusahaan kepada pemilik dianggap telah terjadi arus
mengalirnya penghasilan. Dengan demikian dividen yang diterima oleh pemegang saham
dianggap sebagai penghasilan yang akan dikenai pajak. Sebaliknya karena dividen itu dihitung
dari laba setelah pajak, maka di sisi perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap
besarnya keuntungan usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas
keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau laba tersebut
dibagi kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di pemegang saham (perorangan).

D. Rangkuman:

– Terdapat pemisahan yang tegas antara PT dengan pemilik.

– Keuntungan usaha dikenai pajak di PT.

– Bagian keuntungan setelah pajak dari PT yang diterima pemegang saham (perorangan)
merupakan Penghasilan Kena Pajak yang akan dipajaki di tingkat pemegang saham.

E. Kesimpulan

Pilihan bentuk usaha ternyata berpengaruh terhadap aspek PPh yang akan dihadapi oleh
seorang investor. Kajian dari tiga pilihan apakah usaha perorangan, badan usaha yang
modalnya tidak terbagi atas saham seperti CV atau Firma atau PT ternyata menunjukkan bahwa
pilihan bentuk usaha yang tidak terbagi atas saham memiliki keuntungan pajak tersendiri.
Keuntungan tersebut jika dibandingkan dengan usaha perorangan adalah pengenaan tarif pajak
tertinggi yang lebih rendah dibandingkan tarif pajak tertinggi perorangan. Jika dibandingkan
dengan bentuk PT maka keuntungan CV atau Firma adalah tidak dikenakannya pajak ganda
(double tax) atas pembagian laba atau dividen.

Kajian di atas tentunya hanya memandang dari sudut perpajakan khususnya PPh dengan
kondisi apapun bentuk usaha yang dipilih memberikan hasil yang sama bagi seorang investor.
Secara lebih mendalam tentu pertimbangan pemilihan bentuk usaha tidaklah sesederhana itu.
Banyak aspek lain yang perlu dipertimbangkan, seperti aspek tanggung jawab pemegang
saham, aspek kemudahan akses ke pihak lain seperti bank, dan lain sebagainya. Namun
demikian sudut pandang aspek pajak ini setidaknya dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan dalam memilih bentuk usaha.

Anda mungkin juga menyukai