Anda di halaman 1dari 21

Sistem Biaya Taksiran dan Prosedur

Pencatatannya
Sistem biaya taksiran (estimated cost system) adalah akuntansi biaya
yang membahas pengumpulan biaya produksi yang ditentukan di muka
(predetermined cost). Tujuannya adalah untuk pengendalian biaya. Manajemen
memerlukan data biaya, baik mengenai sifat maupun jumlahnya, sebelum
produksi dilakukan atau sebelum kontrak penjualan disetujui.Harga pokok produk
perlu dihitung lebih dulu untuk menentukan harga jual, untuk penyediaan
sumber-sumber keuangan yang dibutuhkan untuk produksi. 

A.Definisi Biaya Taksiran


Biaya taksiran (estimated cost) adalah salah satu bentuk biaya yang
ditentukan di muka sebelum produksi dilakukan atau penyerahan jasa
dilaksanakan. Sistem biaya taksiran adalah sistem akuntansi biaya produksi
yang menggunakan suatu bentuk biaya-biaya yang ditentukan di muka dalam
menghitung harga pokok produk yang diproduksi. Biaya taksiran dan biaya
standar dalam beberapa hal mirip.Kedua-duanya adalah biaya yang ditentukan
di muka, tapi di antara keduanya terdapat perbedaan dalam metode penentuan,
pengumpulan, penafsiran, dan penggunaan. Perbedaan utama di antara
keduanya terletak pada metode yang dipakai dalam penentuan norma fisik atau
kuantitas.Dalam sistem biaya standar, norma fisik ditentukan berdasarkan suatu
penyelidikan teknik dan penyelidikan gerak serta waktu.Dan hal tersebut
biasanya didahului dengan analisis rinci tata letak pabrik dan jadwal
produksi.Jika jumlah fisik yang sesungguhnya dipakai melebihi norma yang
ditentukan, maka hal ini dipandang sebagai pemborosan dan dibebankan ke
dalam periode terjadinya.Dalam sistem biaya taksiran, dasar yang dipakai dalam
penentuan norma fisik terbatas pada pengalaman produksi masa lalu. Jika terjadi
penyimpangan dari norma fisik tersebut, masih perlu dilakukan penyelidikan lebih
lanjut untuk mennetukan sebab-sebabnya. Apakah karena terjadi pemborosan,
penghematan, atau karena kesalahan dalam penaksiran norma fisiknya yang
dilakukan sebelumnya.
 
B. Tujuan Penggunaan Sistem Biaya Taksiran
Tujuan penggunaan sistem biaya taksiran adalah:

1. Untuk jembatan menuju sistem biaya standar


Akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan, yaitu:
 penentuan harga pokok produk,
 pengendalian biaya, dan
 analisis biaya untuk pengambilan keputusan.

Jika manajemen perusahaan menghendaki sistem pengendalian biaya


dalam perusahaannya, maka ia tidak dapat hanya mengumpulkan dan
menggolongkan biaya-biaya historis saja. Manajemen harus menentukan suatu
norma untuk mengukur pelaksanaan tindakannya. Tanpa norma pengukur yang
ditentukan lebih dahulu, ia tidak akan dapat menafsirkan biaya sesungguhnya
yang dikumpulkan. Apakah terjadi penghematan atau pemborosan dalam
pelaksanaan produksinya? Seringkali sistem biaya taksiran digunakan sebelum
biaya standar dapat ditentukan.Penggunaan sistem biaya taksiran sebagai
jembatan menuju sistem biaya standar mempunyai keuntungan sebagai berikut:

a. Melatih karyawan dalam menggunakan sistem biaya standar karena


adanya beberapa kesamaan di antara dua sistem tersebut.
b. Menyesuaikan karyawan secara bertahap terhadap sistem yang baru, agar
terpelihara hubungan yang baik dengan karyawan.
Kadang-kadang penggunaan sistem biaya taksiran dan sistem biaya standar
dengan sendirinya akan saling mendukung.

2. Untuk menghindari biaya yang relatif besar dalam pemakaian sistem biaya
standar
Dalam perusahaan-perusahaan tertentu, pemakaian sistem biaya
taksiran lebih ekonomis bila dibandingkan dengan sistem biaya standar.
Dalam perusahaan kecil, penentuan biaya standaradalah beban berat dan
pada umumnya manajemen belum membutuhkan sistem pengendalian
biaya yang sangat seksama. Dalam perusahaan yang seringkali
mengalami perubahan produk atau produksi, waktu dan biaya yang
diperlukan untuk penentuan biaya standar sangat besar. Sehingga
pemakaian sistem biaya standar tidak ekonomis.

3. Untuk pengendalian biaya dan analisis kegiatan


Banyak perusahaan menggunakan sistem biaya taksiran sebagai
alat pengendalian biaya dan sebagai dasar untuk menganalisis aktivitas-
aktivitasnya. Meskipun biaya taksiran bukan merupakan biaya yang
seharusnya (mengingat cara penentuannya). Namun perbandingan antara
biaya aktual dengan biaya taksiran dapat memberikan petunjuk tentang
terjadinya pemborosan, sehinga dapat dipakai sebagai dasar perbaikan
aktivitas.

4. Untuk mengurangi biaya akuntansi.


Penghematan biaya akuntansi dengan penggunaan sistem biaya
taksiran sangat terasa jika perusahaan menghasilkan banyak macam
produk. Atau jika produk (keluarga produk) diolah melalui banyak
departemen atau pusat biaya (cost center). Biaya akuntansi dapat
dikurangi sebagai akibat dari tidak diperlukannya kartu persediaan bahan
baku, bahan penolong, produk dalam proses, dan produk jadi. Untuk
mencatat mutasi persediaan dengan menggunakan metode mutasi
persediaan (perpetual inventory method). Tapi, jika perusahaan
menghendaki digunakannya metode mutasi persediaan. Maka semua
kartu persediaan produk dalam proses dan produk jadi hanya digunakan
untuk mencatat kuantitas fisik saja.
 

C. Penentuan Biaya Taksiran


Biaya taksiran biasanya dipecah menjadi 3 unsur, yaitu:

 Biaya bahan baku


 Biaya tenaga kerja
 Biaya overhead pabrik
Biaya taksiran dapat ditentukan atas dasar data masa lalu:

 dari perhitungan
 dari dari rumus kimia atau matematika
 atau secar sederhana dengan taksiran
Biaya taksiran ditentukan untuk setiap jenis produk yang diproduksi,
pada awal masa produksi atau pada awal tahun anggaran.

a. Taksiran Biaya Bahan Baku


Penentuan taksiran bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan
sejumlah produk tertentu, perlu dilakukan penaksiran kuantitas tiap-tiap
bahan baku yang dibutuhkan dan taksiran harganya masing-masing.
Penaksiran kuantitas bahan baku yang akan dikonsumsi dalam setiap
satuan produk didasarkan pada spesifikasi teknis, percobaan atau data
masa lalu. Penaksiran harga bahan baku yang dapat didasarkan pada
harga kontrak pembelian dalam jangka waktu tertentu. Atau jika bahan
baku harus dibeli dari waktu ke waktu, dan harganya tergantung pada
keadaan harga pasar. Maka penaksiran harga dapat didasarkan pada
daftar harga yang dipublikasikan.

b. Taksiran Biaya Tenaga Kerja


Dalam penentuan taksiran biaya tenaga kerja, harus lebih dulu
diketahui semua jenis kegiatan untuk mengolah produk. Karena jam
tenaga kerja dipengaruhi oleh kecakapan tiap-tiap karyawan dan jenis
pekerjaannya. Dalam menentukan jumlah jam tenaga kerja yang ditaksir
akan dikonsumsi untuk menghasilkan setiap satuan produk. Harus
diperhitungkan juga waktu-waktu persiapan produksi, materials handling,
perbaikan mesin, dan hal-hal lain yang memerlukan jam tenaga kerja.
Taksiran biaya tenaga kerja adalah hasil kali taksiran jumlah jam kerja
untuk menghasilkan setiap satuan produk dengan tarif biaya tenaga kerja.
 

c. Taksiran Biaya Overhead Pabrik


Taksiran biaya overhead pabrik yang dibebankan pada produk
didasarkan pada tarif yang ditentuikan di muka. Dalam menentukan tarif
biaya overhead pabrik ini perlu diadakan pemisahan biaya overhead
pabrik ke dalam unsur biaya tetap dan biaya veriabel. Biaya overhead
pabrik variabel ditaksir dengan melihat hubungan biaya tersebut dengan
produksi. Dengan anggapan bahwa terdapat hubungan yang konstan
antara jumlah produksi dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya overhead
pabrik tetap ditaksir dengan cara memperhatikan masing-masing unsur
biaya overhead pabrik tetap yang bersangkutan.
Pada umumnya, biaya overhead pabrik tetap lebih mudah cara
penaksirannya. Sebagai contoh: biaya penyusutan mesin, ditaksir dengan
memperhitungkan jumlah mesin yang dimiliki sekarang. Dengan
memperhitungkan rencana investasi serta rencana pemberhentian
pemakaian mesin yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Penaksiran jumlah asuransi tergantung pada kemungkinan perubahan
polis asuransi diperkirakan akan terjadi dalam periode pemakaian biaya
taksiran. Gaji pegawai pabrik dapat ditaksir dengan melihat rencana gaji
yang akan dibayarkan kepada karyawan tersebut.
Dengan demikian taksiran biaya overhead pabrik tetap adalah
jumlah taksiran masing-masing unsur biaya unsur biaya overhead pabrik
tersebut.

D.Prosedur Akuntansi Sistem Biaya Taksiran


1. Prosedur Pencatatan dalam Sistem Biaya Taksiran
Dalam sistem biaya taksiran, rekening Barang Dalam Proses didebit
dengan biaya produksi yang sesungguhnya terjadi. Dan dikredit sebesar
hasil kali jumlah produk selesai dan produk dalam proses dengan biaya
taksiran per satuan. Karena harga pokok produk jadi yang masuk gudang
dihargai dengan biaya taksiran. Maka pada saat dijual, harga pokok
penjualannya adalah sebesar hasil kali jumlah produk yang dijual dengan
biaya taksiran per satuan. Selisih antara biaya taksiran dengan biaya
sesungguhnya dihitung dengan cara mecari saldo rekening Barang Dalam
Proses, dan dipindahkan ke rekening Selisih. 
a. Prosedur Pencatatan Biaya Bahan Baku
Jika metode mutasi persediaan dipakai, maka pembelian
bahan baku dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
[Debit] Persediaan Bahan Baku  Rp xxx
[Kredit] Uang Dagang   Rp xxx
Atas dasar bukti permintaan barang, dicatat pemakaian bahan baku
dalam kartu persediaan.
Jurnal pemakaian bahan baku adalah sebagai berikut:
[Debit] Barang Dalam Proses  Rp xxx
[Kredit] Persediaan Bahan Baku  Rp xxx
Dalam hal rekening Barang dalam Proses didebit sebesar biaya
bahan baku sesungguhnya.

Jika metode persediaan fisik (physical inventory method) digunakan,


pembelian bahan baku dicatat dengan jurnal sebagai berikut:
[Debit] Pembelian  Rp xxx
[Kredit] Utang Dagang  Rp xxx
Pemakaian bahan baku tidak dicatat dalam kartu persediaan.

Pada akhir periode tertentu, diadakan penghitungan fisik persediaan


yang masih ada di gudang.
Biaya bahan baku selama periode tertentu dihitung sebagai berikut:

 Harga Pokok Persediaan bahan baku pada awal periode = Rp


xxx
 Pembelian = Rp xxx
 Harga pokok bahan baku yang tersedia untuk produksi = (a) –
(b)
 Harga pokok persediaan bahan baku pada akhir periode = Rp
xxx
 Biaya bahan baku selama periode = (c) – (d)

Dalam periode persediaan fisik, jurnal untuk mencatat biaya


bahan baku selama periode tertentu adalah sebagai berikut:
#1: Untuk menutup harga pokok persediaan bahan baku awal
periode:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku  Rp xxx


(Kredit) Persediaan Bahan Baku  Rp xxx

#2: Untuk menutup rekening Pembelian:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku  Rp xxx


[Kredit] Pembelian  Rp xxx

#3: Untuk mencatat harga pokok persediaan bahan baku akhir


periode:

[Debit] Persediaan Bahan Baku Rp xxx


[Kredit] Barang Dalam Proses Rp xxx
 

b. Prosedur Pencatatan Biaya Tenaga Kerja


Biaya tenaga kerja yang meliputi upah, biaya kesejahteraan
karyawan, dan biaya lain-lain untuk karyawan yang sesungguhnya
terjadi dalam suatu periode dijurnal sebagai berikut:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja  Rp xxx


[Debit] Biaya Administrasi dan Umum  Rp xxx
[Debit] Biaya Pemasaran  Rp xxx
[Kredit] Gaji dan Upah  Rp xxx
 

c. Prosedur Pencatatan Biaya Overhead Pabrik


Dalam sistem biaya taksiran, biaya overhead pabrik dicatat
dengan menggunakan salah satu metode berikut ini:

Metode #1:
Rekening Barang Dalam Proses didebit dengan
biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi dalam periode
tertentu. Jurnal pencatatan biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi adalah sebagai berikut:

[Debit] Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp xxx


[Kredit] Persediaan Suku Cadang Rp xxx
[Kredit] Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap  Rp xxx
[Kredit] Kas  Rp xxx

Pada akhir periode, biaya overhead pabrik yang


sesungguhnya terjadi selama periode tertentu dibebankan kepada
produk dengan jurnal sebagai berikut:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik  Rp xx


[Kredit] Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp xxx
 

Metode #2:

Rekening Barang Dalam Proses didebit dengan biaya


overhead pabrik atas dasar tarif yang ditentukan di muka. Jurnal
pencatatan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
adalah sebagai berikut:

[Debit] Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp xxx


[Kredit] Persediaan Suku Cadang  Rp xxx
[Kredit] Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap Rp xxx
[Kredit] Kas  Rp xxx

Jurnal pencatatan pembebanan biaya overhead pabrik pada produk


atas dasar tarif yang ditentukan di muka adalah sebagai berikut:
[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik   Rp xxx
[Kredit] Biaya Overhead yang Dibebankan  Rp xxx

Pada akhir periode, biaya overhead pabrik yang dibebankan


pada produk atas dasar tarif dipertemukan dengan biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya terjadi.

Dengan cara menutup rekening Biaya Overhead Pabrik yang


dibebankan ke dalam rekening Biaya Overhead Pabrik
Sesungguhnya.

Jurnal penutupan-nya adalah sebagai berikut:

[Debit] Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan  Rp xxx


[Kredit] Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp xxx
 

d. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi dan Produk


Dalam Proses
Harga pokok produk jadi dihitung dengan cara mengalikan
kuantitas produk jadi yang dihasilkan selama satu periode dengan
biaya taksiran per satuan produk.
Harga pokok produk yang masih dalam proses pada akhir
periode dihitung dengan cara mengalikan unit ekuivalensinya
dengan biaya taksiran per satuan produk.
Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi dan produk yang
masih dalam proses pada akhir periode adalah sebagai berikut:

[Debit] Persediaan Produk Jadi  Rp xxx


[Debit] Persediaan Produk Dalam Proses Rp xxx
[Kredit] BDP – Biaya Bahan Baku Rp xxx
[Kredit] BDP – Biaya Tenaga kerja  Rp xxx
[Kredit] BDP – Biaya Overhead Pabrik  Rp xxx
 

e. Prosedur Pencatatan Harga Pokok Produk yang Dijual


Harga pokok penjualan dihitung dengan cara mengalikan
jumlah produk yang terjual dengan biaya taksiran per satuan produk.
Jurnal pencatatan harga pokok produk yang dijual adalah sebagai
berikut:
[Debit] Harga Pokok Penjualan  Rp xxx
[Kredit] Persediaan Produk Jadi  Rp xxx
 

f. Prosedur Pencatatan Selisih Biaya Taksiran dan Biaya Aktual


Penentuan selisih biaya taksiran dengan biaya sesungguhnya
tergantung pada metode penentuan biaya overhead pabrik.
Jika pencatatan biaya overhead pabrik memakai metode #1,
maka selisih antara biaya taksiran dengan biaya sesungguhnya
dihitung dengan cara mencari saldo rekening barang dalam proses.
Selisih tersebut ditransfer ke rekening Selisih dengan jurnal
sebagai berikut:

[Debit] Selisih  Rp xxx


[Kredit] BDP – Biaya Bahan Baku  Rp xxx
[Kredit] BDP – Biaya Tenaga kerja Rp xxx
[Kredit] BDP – Biaya Overhead Pabrik  Rp xxx
Note:
untuk mencatat selisih rugi, yaitu biaya sesungguhnya lebih tinggi
dari biaya taksiran.

Jika pencatatan biaya overhead pabrik memakai metode #2,


maka selisih antara biaya taksiran dengan biaya sesungguhnya
diihitung dengan cara sebagai berikut:
 Menghitung saldo rekening Barang Dalam Proses
 Menghitung saldo rekening Biaya Overhead Pabrik
sesungguhnya .

Selisih tersebut ditransfer ke rekening Selisih dengan 2 (dua ) jurnal


sebagai berikut:
Jurnal #1:

Untuk mencatat selisih rugi, yaitu jumlah pendebitan rekening


Barang Dalam Proses lebih tinggi dari jumlah pengkreditannya.

[Debit] Selisih  Rp xxx


[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku  Rp xxx
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja  Rp xxx
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik  Rp xxx
 

Jurnal #2:
Untuk mencatat selisih rugi, yaitu biaya overhead pabrik
sesungguhnya lebih tinggi dari yang dibebankan atas dasar tarif.

[Debit] Selisih  Rp xxx


[Kredit] Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp xxx
 
E. Contoh Jurnal Pencatatan dalam Sistem Biaya Taksiran

Untuk memberikan gambaran rinci, perhatikan contoh soal sistem


biaya taksiran berikut ini:
PT FinTechnology memproduksi satu macam produk melalui satu tahap
pengolahan . Perusahaan menggunakan sistem biaya taksiran. Dan biaya
taksiran per kilogram produk adalah sebagai berikut:

 Biaya bahan baku 2 kg @Rp 9 = Rp 18


 Biaya tenaga kerja 1 jam @Rp 27 = Rp 27
 Biaya overhead pabrik 1 jam @Rp 37 = Rp 37
 Biaya taksiran per kg produk = Rp 82
Data aktivitas perusahaan dalam bulan Januari 2020 adalah sebagai
berikut:

1. Persediaan pada awal bulan Januari 2020:


Harga pokok persediaan bahan baku sebesar Rp 20.000
Jumlah persediaan produk dalam proses sebanyak Rp 3.000 kg
dengan tingkat penyelesaian sebagai berikut:
Biaya bahan baku 100%
Biaya konversi 2/3
Harga pokok taksiran persediaan produk dalam proses dihitung sebagai
berikut:

 Biaya bahan baku: 100% x 3.000 x Rp 18 = Rp 54.000


 Biaya tenaga kerja: 2/3 x 3.000 x Rp 27 = Rp 54.000
 Biaya Overhead Pabrik: 2/3 x 3.000 x Rp 37 = Rp 74.000
 Jumlah: Rp 54.000 + Rp 54.000 + Rp 74.000 = Rp 182.000
Persediaan produk jadi berjumlah 500 kg
 

2. Aktivitas selama bulan Januari 2020:

 Pembelian bahan baku sebesar Rp 660.000


 Jumlah jam tenaga kerja sesungguhnya sebesar 34.500 jam dengan
biaya tenaga kerja sebesar Rp 925.000
 BOP dibebankan pada produk atas dasar tarif per jam kerja
langsung sebesar Rp 37. BOP sesungguhnya yang terjadi dalam
bulan Januari 2020 berjumlah Rp 1.201.000
 Produk jadi yang ditransfer ke gudang selama bulan Januari 2020
berjumlah 35.500 kg.
 Produk jadi dijual dengan harga jual Rp 110 per kg.
 

3. Persediaan pada akhir bulan Januari 2020:

 Harga pokok persediaan bahan baku yang ditentukan dengan


metode masuk pertama keluar pertama (MPKP/FIFO) sebesar Rp
40.000.
 Jumlah persediaan produk dalam proses sebanyak 2.500 kg
dengan tingkat penyelesaian sebagai berikut:
 Biaya bahan baku 100%
 Biaya konversi 20%
 Persediaan produk jadi berjumlah 1.000 kg.

Atas dasar data-data di atas, jurnal-jurnal pencatatan yang dibuat


dalam sistem biaya taksiran adalah sebagai berikut:
Jurnal pembelian bahan baku:

[Debit] Pembelian Rp 660.000


[Kredit] Utang Dagang  Rp 660.000

a. Jurnal pencatatan biaya bahan baku yang sesungguhnya dipakai:

[Debit] Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku  Rp 640.000


[Debit] Persediaan Bahan Baku  Rp 40.000
[Kredit] Persediaan Bahan Baku  RP 20.000
[Kredit] Pembelian  Rp 660.000
Note:

Perhitungan biaya bahan baku sesungguhnya adalah sebagai berikut:

 Harga pokok persediaan bahan baku pada awal bulan = Rp 20.000


 Pembelian = Rp 660.000
 Harga pokok persediaan bahan baku pada akhir bulan = Rp 40.000
 Biaya bahan baku selama bulan Januari 2020:
= (a) + (b) – (c)
= (Rp 20.000 + Rp 660.000) – Rp 40.000
= Rp 640.000
 

b. Jurnal pencatatan biaya tenaga kerja sesungguhnya:

[Debit] Barang Dlm Proses – Biaya TK Rp 925.000


[Kredit] Gaju dan Upah Rp 925.000
 

c. Jurnal pencatatan BOP yang dibebankan kepada produk:

[Debit] Barang Dlm Proses – Biaya Ov,Pabrik Rp 1.276.500


[Kredit] Biaya Ov. Pabrik yang Dibebankan Rp 1.276.500
Note:

Perhitungan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk


atas dasar tarif adalah sebagai berikut:

= 34.500 jam x Rp 37 = Rp 1.276.500

d. Jurnal pencatan BOP sesungguhnya terjadi selama bulan Januari 2020:

[Debit] BOP Sesungguhnya Rp 1.261.000


[Kredit] Berbagai Macam Rekening Yang Dikredit  Rp 1.261.000
 

e. Jurnal penutupan rekening Biaya Ov. Pabrik yang Dibebankan ke


rekening Biaya Ov. Pabrik Sesungguhnya:

[Debit] BOP yang Dibebankan Rp 1.276.500


[Kredit] BOP Sesungguhnya Rp 1.276.500
 

f. Jurnal pencatatan harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang

[Debit] Persediaan Produk Jadi  Rp 2.911.000


[Kredit] Barang Dlm Proses – Biaya Bahan Baku  Rp 639.000
[Kredit] Barang Dalam Proses – Biaya TK  Rp 958.500
[Kredit] Barang Dlm Proses – Biaya Ov. Pabrik Rp 1.313.500
Harga pokok produk jadi ditentukan dengan cara mengalikan kuantitas
produk jadi yang sesungguhnya dihasilkan dengan biaya taksiran per
satuan.

Perhitungan harga pokok produk jadi adalah sebagai berikut:

 By bahan baku: 35.500 x Rp 18 = Rp 639.000


 By tenaga kerja: 35.500 x Rp 27 = Rp 958.500
 By overhead pabrik: 35.500 x Rp 37 = Rp 1.313.500
 Harga pokok taksiran produk jadi:
= (a) + (b) + (c)
= Rp 2.911.000
 

g. Jurnal pencatatan harga pokok persediaan produk dalam proses pada


akhir bulan Januari 2020:

[Debit] Persediaan Produk Dalam Proses  Rp 77.000


[Kredit] By Dalam Proses – By Bahan Baku Rp 45.000
[Kredit] By Dalam Proses – Biaya TK  Rp 13.5000
[Kredit] By Dalam Proses – By Overhead pabrik  Rp 18.500
Harga pokok produk persediaan produk dalam proses akhir bulan
ditentukan dengan mengalikan unit ekuivalensi persediaan produk
dalam proses akhir dengan biaya taksiran per satuan.

Perhitungan harga pokok persediaan produk dalam proses akhir bulan


adalah sebagai berikut:

Biaya bahan baku : 100% x 2.500 x Rp 18 = Rp 45.000


Biaya tenaga kerja: 20% x 2.500 x Rp 27 = Rp 13.500
Biaya overhead pabrik: 20% x 2.500 x Rp 37 = Rp 18.500
Harga pokok taksiran persediaan produk dalam proses akhir bulan =
Rp 77.000

h.  Jurnal pencatatan harga pokok produk yang terjual dalam bulan


Januari 2020:

[Debit]Harga Pokok Penjualan (HPP)  Rp 2.870.000


[Kredit] Persediaan Produk Jadi Rp 2.870.000
Perhitungan harga pokok produk yang dijual adalah sebagai berikut:

 Persediaan produk jadi akhir bulan = 500 kg


 Produk selesai bulan Januari 2020 = 35.500
 Persediaan produk jadi akhir bulan = 1.000
 Jumlah produk yang terjual dalam Januari 2020:
= (a) + (b) – (c)
= (500 + 35.500) – 1.000
=  000
 Biaya taksiran per kg produk = Rp 82
 Harga pokok penjualan (HPP) = Rp 2.870.000
 

i. Jurnal pencatatan hasil penjualan bulan Januari 2020:

[Debit] Piutang Dagang: 35.000 x  Rp 110  Rp 3.850.000


[Kredit] Hasil Penjualan  Rp 3.850.000
 

j. Jurnal pencatatan selisih biaya taksiran dengan biaya sesungguhnya


yang terdapat dalam rekening Barang Dalam Proses:

[Debit] Selisih   Rp 35.500


[Kredit] Barang Dlm Proses – By Bahan Baku Rp 10.000
[Kredit] Barang Dlm Proses – By TK  Rp 7.000
[Kredit] barang Dalam Proses – By Overhead Pabrik  Rp 18.500
Selisih yang terdapat dalam rekening Barang Dalam Proses dihitung
dengan cara mencari saldo tiap-tiap rekening barang dalam proses.

k.  Jurnal pencatatan selisih antara biaya overhead pabrik sesungguhnya


dengan yang dibebankan atas dasar tarif:

[Debit] By Overhead Pabrik Sesungguhnya  Rp 15.500


[Kredit] Selisih  Rp 15.500

Karena  rekening barang dalam proses didebit dengan biaya


overhead pabrik yang dibebankan atas dasar tarif yang ditentukan di
muka. Maka selisih antara biaya BOP yang dibebankan dengan
sesungguhnya terjadi, terdapat dalam dua rekening, yaitu:
 Rekening Barang Dalam Proses = Rp 35.000
 BOP Sesungguhnya = Rp 15.500
Mengenai biaya overhead pabrik, selisih antara biaya taksiran
dengan biaya yang sesungguhnya dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu:
1. Selisih karena perbedaan jam tenaga kerja
Selisih ini terdapat dalam rekening Barang Dlm Proses – By
Overhead Pabrik.
Rekening ini didebit dengan hasil kali jam tenaga kerja
dengan tarif BOP. Sedangkan di sebelah kredit dicatat jumlah
taksiran jam tenaga kerja untuk menghasilkan produk kali BOP
per satuan produk.
2. Selisih karena perbedaan tarif biaya ov. Pabrik.
Selisih karena ini terdapat dalam rekening BOP
Sesungguhnya. Rekening ini didebit dengan biaya overhead
pabrik sesungguhnya, yaitu = jam tenaga kerja sesungguhnya X
tarif biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka.
Perhatikan contoh perhitungan selisih biaya overhead pabrik
sesungguhnya dengan biaya overhead pabrik menurut taksiran
berikut ini:

A: Debit Rekening Barang Dlm Proses – BOP:

= Jam tenaga kerja sesungguhnya x Tarif BOP per jam


= 34.500 jam x Rp 37
= Rp 1.276.500

B: Kredit rekening Barang Dlm Proses – BOP:

= Taksiran jam tenaga kerja untuk menghasilkan produk x Tarif


BOP per jam
= 34.000 x Rp 37
= Rp 1.258.000

Selisih efisiensi biaya overhead pabrik:

= Rp 1.276.500 – Rp 1.258.000
= Rp 18.500
 

Taksiran jam tenaga kerja untuk menghasilkan produk dihitung sebagai


berikut:

Jumlah produk selesai sebanyak 35.500 kg yang ditransfer ke gudang


terdiri dari:

 Produk yang pada awal bulan masih dalam proses = 3.000 kg


 Produk yang berasal dari produksi bulan Januari 2020 = 32.500 kg
Karena menurut taksiran, setiap 1 kg produk memerlukan 1 jam tenaga kerja.
Maka perhitungan jumlah jam tenaga kerja untuk menghasilkan produk dalam
bulan Januari 2020 adalah sebagai berikut:

Tabel: Perhitungan jam tenaga kerja


 

F. Prosedur Akuntansi Untuk Produk Diolah Lebih


Satu Departemen

Jika proses produksi melalui lebih dari satu departemen produksi,


maka perlu digunakan rekening transfer. Untuk mencatat bunga pokok
taksiran produk selesai dari manajemen pertama atau departemen lain
sebelum departemen produksi terakhir. Misalnya, produk tertentu diolah
melalui departemen A dan menjadi produk jadi dan siap untuk dijual
setelah selesai diolah dalam departemen B. Produk yang selesai diolah
dari departemen A, secara fisik kemudian ditransfer ke departemen B. Dan
harga pokok taksiran produk selesai lebih dulu harus dicatat dalam
rekening perantara yang disebut “Transfer Departemen A” Rekening ini
dianggap sebagai rekening persediaan yang bersifat sementara. Dan
biaya taksiran tetap berada di dalamnya, sampai produk selesai diproses
di departemen B. Jika produk diolah melalui lebih dari satu departemen
produksi, prosedur akuntansi dalam sistem biaya taksiran 2 departemen
secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Prosedur #1:
Untuk tiap-tiap departemen produksi harus ditentukan biaya taksiran
per satuan produk.
 

Prosedur #2

Untuk tiap-tiap departemen produksi dibentuk satu rekening


Barang Dalam Proses. Rekening tersebut dapat dipecah lagi sesuai
dengan unsur harga pokok produksi suatu produk.

Prosedur #3:

Rekening Barang Dalam Proses masing-masing departemen


produksi didebit dengan biaya produksi sesungguhnya selama
periode tertentu. Dan dikredit dengan harga pokok taksiran produk
jadi serta harga pokok taksiran produk dalam proses akhir periode
(unit ekuivalensi dan biaya taksiran per satuan produk).

Prosedur #4:

Saldo rekening Barang Dalam Proses tiap departemen


produksi adalah selisih biaya sesungguhnya dengan biaya taksiran.
Jumlah selisih ini ditransfer ke dalam rekening Selisih.

G. Perlakuan Selisih Sistem Biaya Taksiran


1. Perlakuan Akuntansi
Selisih antara biaya sesungguhnya dengan biaya taksiran
dalam suatu periode akuntansi dapat diperlakukan sebagai berikut:
Perlakuan Akuntansi #1: Ditutup ke rekening Harga Pokok
Penjualan (HPP) atau rekening Laba Rugi.
Perlakuan Akuntansi #2: Dibagikan secara adil pada
produk selesai dalam periode yang bersangkutan, yaitu dibagikan ke
rekening Produk Jadi dan Harga Pokok Penjualan (HPP).
Perlakuan Akuntansi #3: Dibagikan secara adil ke
rekening-rekening sebagai berikut:

 Persediaan Barang Dalam Proses


 Persediaan Produk Jadi
 Harga Pokok Penjualan (HPP)
Perlakuan Akuntansi #4: Membiarkan selisih-selisih tersebut
tetap dalam rekening Selisih, sehingga rekening sekarang ini
berfungsi sebagai deferred account.
Hal ini dilakukan karena ada kemungkinan selisih-selisih yang
terjadi di antara periode akuntansi akan saling menutup
(mengkompensasi).
 

2. Contoh Perlakuan Selisih dalam Sistem Biaya Taksiran


Untuk menggambarkan perlakuan terhadap selisih yang
terjadi, berikut ini diberikan contoh pembagian selisih ke dalam
rekening-rekening Barang Dalam Proses, Persediaan Produk Jadi,
dan Harga Pokok Penjualan (HPP).
Dasar pembagian selisih dapat berupa:

 Perbandingan kuantitas persediaan produk dalam proses,


persediaan produk jadi, dan produk yang terjual. Kuantitas ini
dinyatakan dalam unit ekuivalensi.
 Perbandingan harga pokok persediaan produk dalam proses,
harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk
yang terjual
Berikut ini diberikan contoh perlakuan terhadap selisih dengan
memakai dua jenis dasar pembagian tersebut:

  Jenis dasar pembagian #1:

Pembagian atas dasar kuantitas persediaan produk dalam proses,


persediaan produk jadi dan kuantitas produk yang terjual. Dalam contoh ini
data yang dipakai diambil dari PT FinTechnology di atas.

Dari contoh tersebut saldo debit rekening Selisih berjumlah:

= Rp 35.500 – Rp 15.000 = Rp 20.000

Note:

 Selsih biaya bahan baku = Rp 10.000


 Selisih biaya tenaga kerja = Rp 7.000
 Selisih biaya overhead pabrik = Rp 3.000

Data  produksi bulan Januari 2020 tersebut adalah sebagai berikut:


 Persediaan produk dalam proses awal = 3.000 kg
 Jumlah produk yang dimasukkan dalam proses bulan Januari 2020 =
35.000 kg
 Jumlah produk selesai = 35.500 kg
 Persediaan produk dalam proses akhir = 2.500 kg
 Total: (a)+(b)+(c)+(d) = 38.000 kg

Jumlah produk selesai sebanyak 35.500 kg tersebut terdiri dari 3.000


kg produk pada awal periode masih dalam proses. Sedangkan 32.500 kg
sisanya berasal dari produk yang dimasukkan dalam proses pada bulan
Januari 2020. Dan jumlah produk selesai sebanyak 35.500 kg tersebut,
35.000 kg telah laku dijual. Sehingga pada akhir bulan terdapat persediaan
produk jadi sebanyak 500 kg. Tingkat penyelesaian persediaan produk
dalam proses akhir sebanyak 2.500 kg adalah 100% biaya bahan baku
dan 20% biaya konversi. Sehingga unit ekuivalensi untuk biaya bahan
baku dan biaya konversi berturut-turut adalah 2.500 kg dan 500 kg (20% x
2.500 kg).

Pembagian selisih ke dalam rekening-rekening Persediaan Dlm Proses,


Persediaan Produk Jadi, dan Harga Pokok Penjualan (HPP) di lakukan
dalam dua tahap sebagai berikut:

Tahap #1:

Membagikan selisih-selisih ke dalam rekening Produk Selesai, dan


Persediaan Produk Dlm Proses atas dasar data-data berikut ini:

Tabel: Kuantitas persediaan produk selesai diolah dan persediaan produk dlm
proses.

Tahap #2:
Membagikan jumlah selisih yang dialokasikan ke produk selesai
tersebut di atas pada rekening-rekening produk jadi dan harga pokok
penjualan (HPP) atas dasar jumlah unit sebagai berikut:

Persediaan produk jadi = 500 kg


Harga pokok penjualan = 35.000 kg
Total = 500 kg + 35.000 kg = 35.500 kg

Jurnal untuk membagikan selisih-selisih ke dalam rekening-rekening


adalah sebagai berikut:

Jurnal Pencatatan Selisih #1:

[Debit] Persediaan Produk Dalam Proses  Rp 714


[Dedit] Persediaan Produk Jadi   Rp 9.286
[Kredit] Selisih Rp 10.000

Untuk membagikan selisih biaya bahan baku sebesar Rp 10.000


dengan perhitungan sebagai berikut:

Persediaan Produk Dlm Proses: (2.500/35.000) x Rp 10.000 = Rp 714


Persediaan Produk Jadi: (32.500/35.000) x Rp 10.000 = Rp 9.286

Jurnal Pencatatan Selisih #2:

[Debit] Persediaan Produk Dlm Proses Rp 106


[Dedit] Persediaan Produk Jadi Rp 6.804
[Kredit] Selisih Rp 7.000

Untuk membagikan selisih biaya tenaga kerja sebesar Rp 7.000,


dengan perhitungan sebagai berikut:

Persediaan Produk Dlm Proses: (500/33.000) x Rp 7.000 = Rp 106


Persediaan Produk Jadi: (32.500/30.000) x Rp 7.000 = Rp 6.894

Jurnal Pencatatan Selisih #3:

[Debit] Persediaan Produk Dlm Proses Rp 45


[Debit] Persediaan Produk Jadi  Rp 2.955
[Kredit] Selisih Rp 3.000
Untuk membagikan seluruh biaya overhead pabrik sebesar Rp
3.000 sebagai berikut:
Persediaan Produk Dlm Proses: (500/33.000) x Rp 3.000 = Rp 45
Persediaan Produk Jadi: (32.500/33.000) x Rp 3.000 = Rp 2.948

Jurnal untuk membagikan selisih sebesar Rp 19.134 (Rp 9.286 + Rp


6.894 + 2.955) yang dialokasikan ke rekening Persediaan Produk Jadi
tersebut adalah sebagai berikut:

[Debit] Harga Pokok Penjualan Rp 18.865


[Kredit] Persediaan Produk Jadi Rp 18.865

Note:
= (35.000/35.500) x Rp 19.134 = Rp 18.865

Dengan adanya jurnal ini, maka selisih yang masih tertinggal dalam
rekening Persediaan Produk Jadi adalah sebesar:

= (500/35.500) x Rp 19.134
= Rp 269

Jenis dasar pembagian #2:

Pembagian selisih atas dasar harga pokok persediaan produk dalam


proses, persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang terjual.

Anda mungkin juga menyukai