Anda di halaman 1dari 31

Nama : Bonatua Patrisius Samosir(180503114)

Mata kuliah : Manajemen Keuangan

Nama dosen : Fauziah Kumalasari SE,M.Ak

Pengertian Manajemen Kas dan Penjelasannya

Manajemen kas merupakan studi dalam manajemen keuangan yang perlu diperhatikan.

Table of Contents

 Pengertian Kas
 Pengertian Manajemen Kas
 Pentingnya Manajemen Kas
 Definisi Manajemen Kas
 Tujuan Manajemen Kas
 Sumber Kas
 Aliran Kas

Aspek Penting dalam Manajemen Kas

 Administrasi Kas Harian (AKH)


 Budget Kas
 Safety Cash Balance

Faktor-Faktor Bertambahnya Kas dan Berkurangnya Kas

 Faktor-faktor Penyebab bertambahnya Kas


 Faktor-faktor Penyebab berkurangnya Kas

Pengertian Kas

Kas adalah salah satu dari beberapa aktiva lancar. Kas dapat dipakai sesegera mungkin dalam
pembayaran kewajiban jangka pendek perusahaan.

Pengertian lain menyatakan bahwa kas merupakan nominal uang kontan ataupun segala bentuk aset
yang mudah untuk dicairkan yang dimiliki perusahaan.

Kas diperlukan oleh perusahaan untuk berbagai macam hal. Penggunaan kas seperti untuk
pendanaan terkait operasional perusahaan, pembiayaan aktiva tetap, keberlanjutan perusahaan
(bahan baku, gaji karyawan, sarana operasional), bagi hasil saham, pajak, hutang, dll.

Bentuk kaas yang biasa digunakan seperti uang tunai (di perusahaan atau di lembaga keuangan),
deposit, money order/kasbon dll.

Kas sangat dipelrukan oleh perusahaan sebenarnya memiliki tujuan tertentu. Tujuan penyimpanan
kas oleh perusahaan dilatarbelakangi oleh 3 hal yaitu :

 Sebagai alat transaksi khususnya pada aktivitas operasional.


 Sebagai antisipasi kemungkinan ketidaklancaran pada aliran kas.
 Kas dipergunakan sebagai alat spekulasi khususnya pada pembelian Surat Berharga.

Pentingnya Manajemen Kas

Seperti yang diketahui bahwa kas adalah aktiva yang sangat liquid. Kas dapat digunakan segera
dalam pemenuhan kewajiban perusahaan. Liquiditas yang tinggi ini menunjukkan bahwa kas
memberikan keuntungan yang sedikit.

Apa yang dimaksud keuntungan dari kas sedikit ? Jika perusahaan mengalokasikan kas ke rekening
giro di bank maka profit yang diperoleh jauh lebih sedikit dari deposito yang memiliki likuiditas
rendah.

Oleh karenannya, manajemen kas dalam kasus ini sangatlah penting. Manajemen kas diperlukan
untuk mengatur kas supaya jumlahnya tidak berlebihan dan tidak terlalu kecil.

Definisi Manajemen Kas

Manajemen kas dapat diartikan sebagai pengelolaan uang yang dimiliki perusahaan dalam rangka
pencapaian tersedianya kas yang optimal dan perolehan bunga maksimal dari uang tunai yang tidak
terpakai.

Definisi lain dari manajemen kas adalah sistem pada pengaturan keuangan perusahaan yang khusus
dalam arus kas. Sistem ini mencoba untuk mempertahankan likuiditas dari aset perusahaan.

Dapat diisimpulkan bahwa manajemen kas berfungsi untuk mengoptimalkan penggunaan kas.

Tujuan Manajemen Kas

Manajemen kas memiliki tujuan khusus dalam pengelolaan kas. Tujuan manajemen kas yaitu :

Likudiitas

Manajemen perusahaan perlu memperhatikan likuiditas dari kas yang dimiliki supaya siap digunakan
pada kondisi tertentu.

Earning

Setiap dana yang dialokasikan oleh perusahaan harus memiliki tujuan untuk memperoleh hasil yang
lebih tinggi. Hasil harus lebih tinggi dari kas yang dialokasikan. Sehingga alokasi pembiayaan pada
manajemen kas harus dilaksanakan menggunakan prinsip ekonomi.

Sumber Kas
Terdapat berbagai sumber arus kas yang dimiliki oleh perusahaan pada pengaturan manajemen kas.
Diantaranya :

 Hasil transaksi perdagangan termasuk piutang


 Penjualan aktiva tetap
 Adanya tambahan modal dari pemilik perusahaan
 Tanda bukti terhadap hutang seperti wesel, obligasi maupun hutang bank
 Pendapatan yang diperoleh dari luar usaha yang dijalankan seperti bunga
 Perolehan kas dari pembagian saham, pembayaran sewa, hadiah, maupun pajak periode
sebelumnya

Aliran Kas

Terdapat dua aliran kas yaitu kas masuk atau cash inflow dan kas keluar atau cahs outflow. Selain itu
terdapat aliran kas yang berkelanjutan dan tidak berkelanjutan.

Aliran kas yang berkelanjutan atau kontinyu seperti hasil transaksi perdagangan tunai, piutang.
Sedangkan aliran kas yang tidak berkelanjutan seperti modal pemilik perusahaan, hasil jual saham,
kredit bank, serta hasil jual alat operasional perusahaan yang sudah tidak digunakan.

Aspek Penting dalam Manajemen Kas

Dalam menjalankan manajemen kas yang sesuai dengan aturan keuangan maka terdapat aspek yang
dibutuhkan. Aspek tersebut adalah :

Administrasi Kas Harian (AKH)

Administrasi pada manajemen kas adalah administrasi kas yang digunakan dengan periode waktu
yang singkat sangat diperlukan. AKH merupakan sistem yang taat administrasi khususnya pada input
dan output kas dan saldo akhir. Mekanisme ini akan menghasilkan laporan yang selalu baru dan
sesuai kondisi.

Melalui administrasi kas harian juga mampu menyajikan informasi terkait struktur penerimaan dan
pengeluaran kas serta saldo akhir jika dibutuhkan.

Pada Pernyataan Standar Akuntansi no 2 Buku 1 Tahun 1994 halaman 22 dikemukakan bahwa
informasi mengenai arus kas berfungsi untuk penilaian kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
kas serta pengembangan model dari pengguna untuk memberi nilai dan mengkomparasikan nilai
saat ini dan arus kas di masa mendatang yang dimiliki oleh bermacam-macam perusahaan.

Oleh karena itu peran administrasi kas harian akan menghasilkan benefit bagi perusahaan.
Keuntungan yang diperoleh khususnya didapatkan oleh manajer keuangan yang memiliki
responsibility terhadap manajemen keuangan perusahaan.

Budget Kas

Budget Kas adalah gambaran dari ramalan penerimaan dan pengeluaran kas di masa mendatang.
Pada penyusunan budget kas, manajer keuangan memerlukan informasi secara menyeluruh
mengenai waktu dan jumlah arus kas yang diinginkan baik yang masuk maupun keluar dalam
periode tertentu.

Sebagai contoh manajer keuangan akan menyusun budget kas selama satu tahun periode. Pada
kasus ini manajer keuangan membutuhkan info terkait jumlah keluar masuk kas selama periode
tersebut.

Penyusunan budget kas dapat dilakukan secara berkala baik mingguan, bulanan maupun tahunan.

Kunci dari penyusunan budget kas adalah tingkat presisi dalam memprediksi jumlah penjualan.

Safety Cash Balance

Pada manajemen kas, manajer keuangan akan mengusahakan aliran kas yang tertib dan teratur.
Penyeimbangan aliran kas baik yang masuk maupun keluar sangatlah penting.

Kondisi kas yang berlebih atau excess cash balance akan menyebabkan rentabilitas. Rentabilitas
disebabkan karena adanya uang kontan/kas yang kurang atau tidak produktif. Begitupula dengan
kekurangan jumlah kas yang ada. Hal ini akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu
melaksanakan aktivitas operasional dan membayar kewajiban lancarnya. Dengan demikian
perusahaan diharuskan untuk menyiapkan kas sesuai dengan yang diperlukan.

Faktor-Faktor Bertambahnya Kas dan Berkurangnya Kas

Terdapat berbagai faktor yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kas. Faktor yang perlu
diperhatikan khusus adalah faktor terkait penambahan dan pengurangan kas.

Faktor-faktor Penyebab bertambahnya Kas

Adapun faktor yang berpengaruh terhadap bertamnbahnya kas perusahaan adalah ::

 Investasi yang diperoleh dari pemilik saham


 Hutang dari luar perusahaan
 Hasil penjualan aktiva tetap
 Penjualan kas
 Piutang
 Penyusutan

Faktor-faktor Penyebab berkurangnya Kas

Faktor-faktor yang menjadi penyebab berkurangnya kas adalah :

 Pembiayaan deviden
 Buy Back Saham
 Pemenuhan kewajiban (hutang dan bunga)
 Pembelian aktiva tetap
 Kegiatan operasional
 Pembayaran hutang perdagangan
Modal Kerja : Pengertian, Manajemen, Konsep, Jenis, dan Contoh

Table of Contents

 Pengertian Modal Kerja


 Pengertian Modal Kerja Secara Umum
 Definisi Modal Kerja Menurut Para Ahli
 Konsep Modal Kerja
 Konsep Kuantitatif
 Konsep Kualitatif
 Konsep Fungsional
 Manajemen Modal Kerja

Tujuan Manajemen Modal Kerja

Perputaran Modal Kerja

Jenis Modal Kerja

Fungsi Modal Kerja

Penggunaan Modal Kerja

Biaya operasional perusahaan termasuk gaji dan upah karyawan

Pembelian barang baku dan dagangan

Meminimalisir kerugian dari penjualan surat berharga

Pembentukan dana

Pembiayaan aktiva tetap

Cara Menghitung Modal Kerja

Menghitung Modal Kerja Kotor/Aktiva Lancar

Menghitung Hutang Lancar

Menghitung Modal Kerja Bersih

Pengertian Modal Kerja


Modal kerja hingga kredit modal kerja merupakan bagian dari manajemen keuangan. Berbagai
definisi modal kerja telah dijabarkan secara umum dan dikemukakan oleh para ahli.

Modal kerja adalah salah satu elemen aktiva yang berperan signifikan pada perusahaan. Hal ini
dikarenakan modal kerja sebagai pemenuhan keperluan anggaran dalam melaksanakan aktivitas
perusahaan.

Secara sederhana modal kerja diartikan sebagai investasi aktiva lancar bagi perusahaan.

Pengertian Modal Kerja Secara Umum

Secara umum Modal Kerja memiliki arti sebagai kelebihan aktiva lancar pada kewajiban (hutang)
jangka pendek. Kelebihan tersebut merupakan modal kerja bersih.

Definisi lain menyatakan bahwa modal kerja adalah modal yang dibutuhkan dalam pembiayaan
segala aktivitas agar usaha terlaksaana berdasarkan rencana yang telah dibuat.

Modal kerja dalam hal ini merupakan modal yang tidak digunakan untuk investasi melainkan untuk
kegiatan operasional.

Pada laporan neraca, rumus modal kerja diperoleh dengan mengurangkan harta lancar dengan
kewajiban yang perlu dibayar.

Contoh modal kerja yang dapat diketahui adalah seperti aktiva jangka pendek. Aktiva jangka pendek
yang dimaksud seperti kas, Surat Berharga, piutang dan aktiva lancar yang lain. Dalam hal ini nilai
m0dal kerja sangat tergantung pada aktiva lancar dan hutang segera.

Definisi Modal Kerja Menurut Para Ahli

Modal kerja ialah suatu investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek seperti kas ataupun
sekuritas yang gampang dijual, persediaan dan piutang. Sedangkan modal kerja bersih merupakan
pengurangan aktiva lancar dengan hutang lancar.

~Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston~

Modal kerja adalah penjumlahan dari aktiva lancar. Aktiva lancar tersebut adalah modal kerja kotor.
Pengertian ini bersifat kuantitatif dikarenakan jumlah dana yang dipakai dalam tujuan operasi jangka
pendek. Ketersediaan modal kerja sangat tergantung pada tingkat liquiditas aktiva lancar (kas, surat
berharga, persediaan, dan piutang)

~Jumingan (2006)~

Modal kerja adalah jumlah aktiva lancar pada neraca perusahaan. Konsep modal kerja bersih yaitu
pengurangan antara aktiva lancar atau aset saat ini dengan pasiva lancar/hutang lancar. Sehingga
diketahui bahwa terdapat m0dal kerja bersih dan m0dal kerja kotor.

~William H. Husband dan James C. Dockerey~

Konsep Modal Kerja


Berdasarkan berbagai pengertian sebelumnya terdapat tiga konsep modal kerja. Tiga konsep
tersebut sebagai berikut :

Konsep Kuantitatif

Kuantitatif fokus pada kuantum yang dibutuhkan dalam memenuhi keperluan perusahaan pada
pembiayaan operasi rutin. Selain itu menunjukkan jumlah dana yang ada dalam sasaran operasi
jangka pendek. Konsep ini menyatakan m0dal kerja merupakan jumlah aktiva lancar.

Konsep Kualitatif

Kualitatif menyatakan pengertian modal kerja adalah selisih aktiva lancar dengan hutang jangka
pendek. Definisi tersebut berarti jumlah aktiva lancar dari pemilik perusahaan atau pinjaman jangka
panjang. Kualitatif pada intinya menitikberatkan pada m0dal kerja.

Konsep Fungsional

Konsep ini menitikberatkan pada fungsi dana yang ada untuk menciptakan laba dari usaha pokok
perusahaan.

Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja adalah manajemen pada aktiva dan pasiva lancar. Menurut Muslich (2005)
modal kerja memberitahu terkait besaran investasi yang dijalankan perusahaan pada aktiva lancar
dan hutang lancar yang di klaim oleh perusahaan.

Selain itu hal penting lainnya adalah investasi pada piutang barang atau aktiva liquid yang sangat
sensitif pada tingkat Produktivitas dan penjualan.

Tujuan Manajemen Modal Kerja

Manajemen modal kerja memiliki beberapa tujuan (kashmir, 2012) yang perlu diketahui, yaitu :

Dalam rangka pemenuhan profitabiltas bagi perusahaan

Adanya ketersediaan m0dal kerja maka perusahaan akan mampu membayar kewajiban sesuai
dengan waktu yang ditentukan

Bila rasio keuangan menunjukkan trend positif maka perusahaan dapat memperoleh suntikan dana
dari kreditor

Untuk mengoptimalkan aktiva lancar dalam peningkatan penjualan dan profit.

Sebagai proteksi bila krisis m0dal kerja melanda dikarenakan nilai aktiva lancar yang fluktuatif

Perputaran Modal Kerja

Perputaran modal kerja merupakan rasio yang dipakau dalam pengukuran atau penilaian tingkat
efektifitas m0dal kerja pada periode tertentu. Rasio tersebut dapat dihitung melalui perbandingan
penjualan dengan m0dal kerja (rata-rata).

Jenis Modal Kerja


Terdapat dua jenis modal kerja yang dikemukakan oleh Munawir (2010) :

Bagian permanen (tetap) yang merupakan minimum jumlah yang seharusnya tersedia supaya
perusahaan dapat beroperasi tanpa masalah keuangan.

Jumlah modal kerja variabel dengan jumlah yang bergantung kepada kegiatan secara musiman dan
keperluan selain kegiatan biasa.

Fungsi Modal Kerja

Manulang (2005) menyatakan mengenai peranan dan fungsi modal kerja khususnya pada
perusahaan yang bergerak di industri. Fungsinya adalah sebagai berikut :

 Keterjaminan keberlanjutan aktivitas operasional


 Mendukung manajemen perusahaan pada decision making
 Menyajikan informasi bagi kreditur jangka pendek mengenai tingkat keamanaan keuangan
perusahaan
 Segala aktivitas internal maupun eksternal perusahaan sangat dipengaruhi kondisi keuangan
perusahaan.

Penggunaan Modal Kerja

Modal kerja dapat digunakan untuk keperluan tertentu. Adapun kegunaannya antara lain :

 Pembentukan dana

Pembentukan dana atau anggaran yang dimaksud adalah digunakan untuk jangka panjang. Sebagai
contoh membentuk dana pensiun, dana ekspansi atau melunasi obligasi. Pembentukan ini merubah
aktiva lancar menjadi tetap.

 Pembiayaan aktiva tetap

Kelebihan aktiva lancar dapat dipergunakan untuk membeli aktiva tetap. Aktiva tetap untuk jangka
panjang seperti tanah, bangunan, dan mesin.

Cara Menghitung Modal Kerja

Pada intinya rumus modal kerja adalah aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Namun ada beberapa
tahapan pada cara menghitung modal kerja. Berikut tahapan dalam menghitung m0dal kerja :

Menghitung Modal Kerja Kotor/Aktiva Lancar

Aktiva lancar dalam perusahaan merupakan aktiva yang dikonversi sebagai uang tunai pada periode
setahun. Selain uang tunai aktiva lancar dapat berupa akun jangka pendek seperti piutang dagang,
persediaan dan biaya yang dibayar di muka.
Aktiva lancar biasanya ditampilkan pada laporan neraca perusahaan.

Apabila tidak ditemukan keterangan aktiva lancar maka teliti dengan membaca di setiap barisnya.

Semua akun yang memiliki kesesuaian dengan pengertian aktiva lancar kemudian dijumlahkan
hingga ditemukan nominalnya.

Jumlahkan juga setiap akun seperti piutang dagang, persedian, kas dan akun lainnya yang masuk
pada keterangan uang tunai

Menghitung Hutang Lancar

Hutang lancar merupakan kewajiban yang memiliki batas waktu satu tahun. Akun pada hutang
lancar seperti hutang dagang, wesel bayar, dan hutang yang perlu dibayar.

Pada neraca hutang lancar perlu ditampilkan. Apabila tidak ditemukan maka dapat diketahui dengan
penjumlahan setiap akun hutang lancar seperti hutang pajak, hutang jangka pendek, dan hutang
dagang.

Menghitung Modal Kerja Bersih

Tahap terakhir adalah menghitung m0dal kerja bersih. Caranya cukup mudah yaitu dengan
mengurangkan aktiva lancar dengan hutang lancar yang telah diketahui sebelumnya.

Sebagai contoh, perusahaan memiliki aktiva lancar sebesar Rp 50.000.000 dan hutang lancar Rp
24.000.000. Berdasarkan rumus m0dal kerja, maka perusahaan memiliki m0dal kerja sebesar Rp
26.000.000. M0dal kerja ini dapat dipakai untuk membayar hutang lancar. Apabila terdapat
kelebihan maka dapat digunakan untuk memenuhi keperluan lain seperti aktivitas operasional,
membayar hutang jangka panjang atau menjadi deviden.

Apabila ditemukan aktiva lancar lebih kecil dibandingkan hutang lancar. Maka hal ini dikatakan
sebagai defisit m0dal kerja. Kondisi ini menunjukkan kondisi perusahaan insolven. Permasalahan ini
dapat diatasi dengan penambahan hutang jangka panjang. Keadaan ini juga sebagai pertanda bahwa
bukan saat yang tepat dalam menanamkan investasi pada perusahaan.

Contoh modal kerja yang defisit : perusahaan mempunyai hutang lancar sebesar Rp 120.000.000
namun hanya mempunyai aktiva lancar Rp 100.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
tidak memiliki kemampuan dalam pembayaran hutang jangka pendek. Lebih lanjut perusahaan perlu
menjual aktiva tetap sebesar Rp 20.000.000 atau sumber modal kerja lainnya untuk menutup defisit.
Manajemen Piutang Usaha: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Analisis, dan Contoh

Tujuan manajemen piutang salah satunya adalah untuk mengendalikan piutang.Dan untuk
mengendalikan piutang, perusahaan perlu menetapkan kebijakan kreditnya. Kebijakan ini yang
kemudian berfungsi sebagai standar.Bila kemudian dalam pelaksanaannya penjualan kredit dan
pengumpulan piutang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka perusahaan perlu
melakukan perbaikan.

Aktivitas untuk menjamin agar hasil sesuai dengan rencana adalah esensi dari fungsi
pengendalian.Bagaimana analisis manajemen piutang untuk meningkatkan kinerja keuangan?

Mari ikuti pembahasannya berikut ini…

01. Analisis Manajemen Piutang Terhadap Kinerja Keuangan

Hampir setiap jenis barang saat ini dapat dibeli secara kredit. Rumah, mobil, alat-alat
elektronika, bahkan biaya kuliah pun dapat diperoleh secara kredit ,Dengan menjual secara kredit
perusahaan akan memiliki piutang.Mengapa banyak perusahaan yang menjual barang hasil
produksinya dan/atau barang dagangan mereka secara kredit?

Alasannya tidak lain adalah karena penjualan secara kredit tersebut merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan atau untuk mencegah penurunan penjualan.Dengan penjualan yang makin
meningkat , diharapkan laba juga akan meningkat. Sayangnya memiliki piutang juga menimbulkan
berbagai biaya bagi perusahaan.

Untuk itu perusahaan perlu melakukan analisis efektivitas manajemen piutang untuk
meningkatkan kinerja keuangan.Tujuan analisis ekonomi tentang piutang ini adalah untuk menilai
apakah manfaat memiliki piutang lebih besar ataukah lebih kecil dari biayanya.

Bila diperkirakan bahwa manfaatnya lebih besar, maka secara ekonomi pemilikan piutang
atau penjualan kredit tersebut dibenarkan.Analisis tersebut adalah salah satu bagian dari
manajemen piutang. Masalah lainnya adalah pengendalian piutang.

Setiap analisis ekonomi menyangkut perbandingan antara manfaat dan


pengorbannya.Sejauh manfaat diharapkan lebih besar dari pengorbanan, suatu keputusan
dibenarkan secara ekonomi.Oleh karena itu dalam merencanakan dasar-dasar kebijakan piutang
yang mempengaruhi piutang, perlu didentifikasi manfaat dan pengorban karena keputusan tersebut.

Berikut ini diberikan berbagai contoh untuk mengidentifikasi manfaat dan pengorbanan tersebut.

#1: Penjualan kredit tanpa diskon

Untuk memudahkan dalam memahami topik ini, saya sajikan contoh manajemen piutang dagang
berikut ini:
Misalkan suatu perusahaan dagang semula melakukan penjualan secara tunai. Penjualan yang
tercapai setiap tahun rata-rata sebesar Rp 800 juta.Perusahaan kemudian merencanakan akan
menawarkan syarat penjualan n/60. Ini berarti bahwa pembeli bida membayar pembelian mereka
pada hari ke-60.

Diperkirakan dengan syarat penjualan yang baru tersebut perusahaan akan bisa meningkatkan
penjualan sampai dengan Rp 1.050.000.000.Profit margin yang diperoleh sekitar 15%. Apakah
perusahaan perlu beralih ke penjualan kredit, jika biaya dana sebesar 16%?

Perhatikan analisis penjualan kredit tanpa diskon dengan penjualan tunai berikut ini:

A: Manfaat:

Tambahan keuntungan karena tambahan penjualan:

= (1.050 – 800) x 15%

= Rp 37,5 juta

B: Pengorbanan:

Perputaran piutang:

= 360 hari/60 hari

= 6 x dalam setahun

Rata-rata piutang:

= Rp 1.050/6

= Rp 175 juta

Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang tersebut:

= 85% x Rp 175 juta

= Rp 148,75 juta

Biaya dana yang harus ditanggung karena memiliki tambahan piutang:

= Rp 148,75 juta x 0,16

= Rp 23,80 juta

Jadi, tambahan manfaat bersih adalah:

= Rp 37,50 juta – Rp 23,80 juta


= Rp 13,70

Manfaat yang diperoleh karena menjual secara kredit adalah TAMBAHAN laba. Sedangkan
pengorbannya adalah tambahan biaya dana.

Tambahan biaya tersebut timbul karena perusahaan akan memerlukan dana yang lebih banyak bila
menjual secara kredit.Tambahan dana tersebut diperlukan untuk membiayai piutang, yaitu pada
waktu perusahaan menjual secara tunai, dan tentu saja piutang tidak ada.

Perhatikan bahwa biaya dana bisa jadi bersifat eksplist, artinya benar-benar dikeluarkan,
seperti kalau kita membayar bunga karena menggunakan hutang.Tapi mungkin juga bersifat implisit,
artinya adalah tidak benar-benar dikeluarkan, tapi dana tersebut mempunyai opportunity
cost.Opportunity cost menunjukkan manfaat yang hilang karena kita memilih suatu alternatif.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa manfaat lebih besar dari pengorbanan, sehingga diperoleh
manfaat bersih yang positif.

Ini berarti bahwa rencana untuk menjual secara kredit diharapkan memberikan hasil yang
menguntungkan.

#2: Menjual secara kredit dengan diskon

Sering perusahaan meng-introdusir diskon dengan maksud agar para pembeli mempercepat
pembayaran mereka.

Dengan demikian bisa ditekan keperluan dana akan tambahan piutang, meskipun biaya karena
diberikannya diskon perlu diperhatikan.

Misalkan perusahaan menawarkan syarat penjualan, 2/20 net 60.

Ini berarti bahwa kalau pembeli melunasi pembeliannya pada hari ke-20, mereka akan memperoleh
diskon 2%. Tapi jika melunasi pada hari ke-60 harus membayar dengan harga penuh.

Diperkirakan 50% akan memanfaatkan diskon, dan sisanya membayar pada hari ke-60.

Apakah perusahaan sebaiknya meng-introdusir diskon atau menjual kredit tanpa diskon?

Perhatikan nilai perhitungan manfaat dan pengorbanannya berikut ini:

A: Manfaat:

Rata-rata periode pembayaran piutang:

= 0,5 (20) + 0,5 (60)

= 40 hari

Perputaran piutang:

= 360/40 = 8X
Rata-rata piutang:

= 1.050 /8 = Rp 131,25 juta

Rata-rata dana yang diperlukan untuk membiayai piutang:

= Rp 131,25 juta x 85% = Rp 111,56 juta

Penurunan biaya dana:

= (Rp 148,75 – Rp 111,56) x 16% = Rp 5,95 juta

B: Pengorbanan:

Diskon yang diberikan:

= 2% x 50% x Rp 1.050

= Rp 10,50 juta

Jadi, manfaat bersihnya adalah:

= Rp 5,95 juta – Rp 10,50 juta

= (Rp 4,55 juta)

Dari perhitungan di atas menunjukkan bahwa diskon yang diberikan ternyata lebih besar dari pada
penghematan biaya.

Dengan demikian maka perusahaan tidak perlu memberikan diskon, karena dengan syarat penjualan
20/20 net 60 diperkirakan akan memberikan manfaat bersih yang negatif.

#3: Penjualan kredit dengan kemungkinan piutang tidak terkumpul

Contoh-contoh di atas menggunakan asumsi bahwa semua pembeli akan melunasi pembelian
mereka.Padahal jika perusahaan menjual secara kredit, selalu terdapat kemungkinan bahwa
sebagian piutang tak tertagih.

Sekarang kita bandingkan seandainya penjualan dilakukan secara kredit tetapi dengan
mempertimbangkan kemungkinan adanya piutang yang tidak tertagih.

Misalkan dari penjualan dengan syarat n/60 tersebut diperkirakan 1% tidak terbayar.

Apakah perusahaan sebaiknya menjual secara kredit ataukah tetap tunai?

Perhatikan Analisis penjualan kredit tanpa diskon dengan penjualan tunai (memperhatikan
kemungkinan piutang tidak tertagih) berikut ini:

A: Manfaat:
Tambahan keuntungan karena tambahan penjualan:

= (1.050 – 800) x 15%

= Rp 37,5 juta

B: Pengorbanan:

Perputaran piutang:

= 360 hari/60 hari

= 6 x dalam setahun

Rata-rata piutang:

= Rp 1.050/6

= Rp 175 juta

Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang tersebut:

= 85% x Rp 175 juta

= Rp 148,75 juta

Biaya dana yang harus ditanggung karena memiliki tambahan piutang:

= Rp 148,75 juta x 0,16

= Rp 23,80 juta

Kerugian karena penjualan tidak terbayar:

=1% x Rp 1.050 juta

= Rp 10,50 juta

Total tambahan biaya:

= Rp 23,80 juta + Rp 10,50 juta

= Rp 34.30 juta

Tambahan manfaat bersih adalah:

= Rp 37,50 juta – Rp 34,30 juta

= Rp 3,20

Analisis di atas menunjukkan bahwa dengan mempertimbangkan kemungkinan penjualan tidak


terbayar, penjualan kredit diharapkan masih menguntungkan apabila dibandingkan dengan
penjualan secara tunai.
#4: Faktor-faktor Lain yang mempengaruhi penjualan

Penjualan yang bersifat musiman bisa diberikan potongan khusus pada waktu penjualan sedang off,
agar bisa meningkatkan penjualan.

Perusahaan juga bisa membentuk bagian penagihan kredit agar jumlah kredit macet berkurang,
dan/atau periode pengumpulan piutang menjadi makin cepat.

Apakah cara-cara tersebut bisa dibenarkan secara ekonomi, analisis yang perlu dilakukan tetap
dengan membandingkan antara manfaat dan pengorbanan.

Sebagai contoh:

Misalkan perputaran piutang ternyata mencapai hanya 4X dalam satu tahun, padahal persyaratan
penjualan adalah n/60.

Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain:

#1: Pemberian kredit tidak dilakukan secara ketat sesuai dengan standar kredit

Dengan demikian, di samping menentukan syarat penjualan, misalnya: n/60 ataupun 2/10/net60,
perusahaan perlu menentukan standar kreditnya.

Standar kredit menunjukkan siapa yang diijinkan membeli secara kredit. Mungkin standar kredit
ditentukan sangat ketat (misalnya hanya untuk mereka yang berpenghasilan tetap dan angsuran
kredit mencapai hanya 10% dari total penghasilan) atau agak longgar.

Semakin ketat standar kredit, semakin kecil kemungkinan piutang tidak tertagih, dan sebaliknya.

Hanya saja bila standar kredit semakin ketat , calon pembeli yang memenuhi persyaratan mungkin
tidak banyak sehingga penjualan tidak setinggi yang diharapkan.

#2: Aktivitas bagian kredit tidak baik

Sering terjadi kasus-kasus macetnya piutang menunjukkan bahwa kemacetan tersebut disebabkan
perusahaan tidak menagih piutangnya.

Terlambatnya penagihan dapat disebabkan karena pelaksanaan manajemen keuangan yang tidak
baik, seperti sistem pencatatn piutang yang tidak segera menunjukkan mana piutang yang harus
ditagih.

Walaupun dapat juga disebabkan oleh pembeli yang ‘nakal’.

Perhatikan contoh soal manajemen piutang berikut:


Misalkan sekarang bahwa penjualan kredit setiap tahun mencapai Rp 12 M, maka piutang mencapai
Rp 3 M dan bukannya Rp 2 M sebagaimana standar penjualan.

Bila profit margin adalah sebesar 10%, maka perusahaan memerlukan tambahan dana karena
keterlambahan pengumpulan piutang sebesar:

= 0,90 ( Rp 3 M – Rp 2 M )

= Rp 900 juta

Bila biaya dana adalah sebesar 15%, maka kerugian kerugian karena tertundanya pengumpulan
piutang adalah:

= 0,15 ( Rp 900 juta )

= Rp 135 juta

Karena itu, bila perusahaan dapat mempercepat pengumpulan piutang, misalnya dengan menambah
jumlah karyawan bagian penagihan kembali ke 6X dalam satu tahun, tapi memerlukan biaya kurang
dari Rp 135 juta dalam satu tahun.

Maka penambahan biaya tersebut dapat dibenarkan secara ekonomis.

02. Siapa yang Di-izinkan Membeli Secara Kredit dalam Manajemen Piutang

Sekali perusahaan memutuskan untuk menjual secara kredit timbul masalah tentang siapa yang akan
diijinkan untuk membeli secara kredit.

Perlu ditentukan standar operasional prosedur (SOP) dan kemudian dilakukan evaluasi terhadap
para pembeli.

Standar operasional prosedur bisa ditentukan berdasarkan atas evaluasi data historis terhadap
variabel-variabel tertentu, atau karena pertimbangan tertentu.

Sebagai contoh:

Karyawan yang berpenghasilan tetap bisa diijinkan membeli secara kredit karena ada kerja sama
dengan organisasi tempat karyawan tersebut bekerja, misalnya dengan memotong gaji tiap bulan
sesuai dengan angsuran yang telah ditetapkan.

Evaluasi juga bisa dilakukan terhadap dana historis variabel-variabel tertentu.

Sebaga contoh:

Data historis menunjukkan bahwa:

karyawan yang telah berkeluarga,


mempunyai tempat tinggal sendiri,

telah lama memangku suatu jabatan tertentu,

Lebih tepat memenuhi pembayaran pada waktunya dibandingkan dengan:

Yang masih single

Belum mempunyai tempat tinggal sendiri

Baru memangku jabatan tertentu

Karena itu, mungkin sekali jika pembeli adalah individu, mereka diminta untuk mengisi formulir
seperti berikut ini:

# Contoh form informasi yang ingin diperoleh dari pelanggan individu:

Contoh Form Informasi Pelanggan

Contoh form di atas menunjukkan sebagian formulir yang digunakan untuk memperoleh informasi
yang akan digunakan untuk analisis kredit terhadap pembeli individual.

Umumnya dijumpai hubungan (korelasi) tertentu antara faktor-faktor tertentu dengan ketepatan
pembeli melunasi pembelian mereka.

Sebagai contoh:

Jika seseorang:

telah lama bertempat tinggal di satu alamat,

rumah yang di tempati milik sendiri,

berkeluarga, dan

telah bekerja cukup lama

Seringkali pembeli tersebut memang merupakan pembeli yang baik.

Karena itulah informasi yang dicantumkan dalam formulir, dan bagaimana melakukan analisis dan
penafsirannya, haruslah dirancang dengan seksama.

Jangan sampai informasi yang diperoleh bukan hanya tidak ada manfaatnya bahkan bisa jadi
menyesatkan.

Untuk pembeli yang merupakan perusahaan, informasi yang diperlukan biasanya menyangkut
laporan keuangan plus informasi dari rekan bisnis, dan lainnya.

Dan hal itu bisa dibuatkan suatu model yang memisahkan (to discriminate) pelanggan yang baik,
dalam arti membayar tepat pada waktunya dan pelanggan yang buruk (tidak membayar).
Teknik ini dalam statistik disebut sebagai discriminant analysis.

Misalkan kita memperoleh data dari 15 perusahaan dengan debt to equity ratio (DER) dan return of
equity (ROE) sebagaimana dicantumkan pada tabel berikut:

Tabel: Contoh Rasio DER dan ROE Perusahaan

Dan untuk memudahkan penggambaran analisis ini, saya sajikan gambar manajemen piutang berikut
ini:

Analisis Return on Equity (ROE) dan Debt to Equity Ratio (DER)

Pada gambar di atas menunjukkan adanya pengelompokkan perusahaan, yaitu yang baik dan buruk.

Jika kita gambarkan garis pemisah, maka perusahaan yang ada di atas garis pemisah merupakan
perusahaan yang kurang baik, yaitu:

perusahaan dengan tanda o),

sedangkan yang di bawah adalah perusahaan yang baik, yaitu perusahaan dengan tanda *)

Dengan demikian bila ada suatu perusahaan yang ingin membeli secara kredit, dan kemudian kita
plot-kan dalam gambar tersebut ternyata berada di bawah garis, maka perusahaan tersebut kita nilai
baik sehingga kredit diberikan, dan sebaliknya.

Dengan melakukan pengamatan sepintas terhadap gambar tersebut kita dapat menyimpulkan
adanya hubungan antara DER dan ROE dengan baik tidaknya perusahaan.

Perusahaan yang mempunyai DER tinggi dan ROE rendah (atau bahkan negatif) akan terklasifikasikan
sebagai perusahaan yang tidak baik.

Tentu saja kita dapat menggunakan lebih dari dua variabel untuk memisahkan perusahaan yang baik
dan yang buruk.

Salah satu peneliti yang telah menerapkan analisis diskriminan untuk memisahkan perusahaan yang
bangkrut dan tidak adalah Altman.

03. Analisis Terhadap Calon Pembeli dalam Manajemen Piutang

Sewaktu perusahaan memutuskan untuk memperkenankan seorang (calon) pembeli membeli secara
kredit, perusahaan dihadapkan pada kemungkinan bahwa (calon) pembeli tersebut tidak membayar
pembeliannya.
Meskipun jalur hukum terbuka untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi kalau nilai pembelian
tidaklah terlalu besar perusahaan bisa jadi enggan menempuh jalur hukum.

Dengan demikian masalah yang dihadapi perusahaan adalah secara individual hutang para pembeli
tersebut relatif kecil, tapi secara keseluruhan menjadi cukup besar.

Sayangnya perusahaan tidak mungkin menempuh jalur hukum secara kolektif untuk pembeli-
pembeli yang kurang baik.

Untuk itu dapat dilakukan analisis dengan menggunakan asumsi bahwa seandainya pembeli tidak
melunasi pembelian mereka, jumlah yang dibeli tersebut dianggap hilang sebagai kerugian. Dan
analisis ini memerlukan penerapan teori manajemen piutang dan konsep statistik.

Perhatikan contoh analisis pengaruh manajemen piutang terhadap profitabilitas perusahaan berikut
ini:

Misalkan seorang pembeli akan membeli dengan kredit suatu barang denga harga Rp 100. Harga
Pokok Penjualan (HPP) barang tersebut adalah Rp 60, dan diperkirakan probabilitas pembeli tersebut
akan melunasi pembeliannya adalah 0,95.

Apakah permohonan tersebut sebaiknya dikabulkan?

Bila permohonan tersebut ditolak, maka kerugian perusahaan sama dengan nol.

Dengan demikian permohonan tersebut dapat dikabulkan hanya bila diharapkan akan memberikan
laba yang lebih besar dari nol (expected profit > 0)

Perhatikan perhitungan dan analisis expected profit berikut ini:

expected profit = Prob. akan membayar (harga-biaya) – prob. tidak membayar (biaya)

= 0,95 (100 – 80 ) – 0,05 (80)

= 19 – 4

= 15

Karena expected profit positif, maka permohonan tersebut sebaiknya dikabulkan.

Dengan demikian sejauh probabilitas pembeli akan membayar masih di atas 80%, maka permohonan
tersebut sebaiknya dikabulkan.

Cut-off probabilitas sebesar 80% tersebut diperoleh dari persamaan berikut ini :

Pada expected profit sama dengan nol, maka kita berada dalam posisi indifference. Dengan demikian
bila probabilitas akan membayar diberi notasi p, maka:

0 = p(100-80) – (1-p)(80)

= 20p – 80 + 80p

p= 0,80
Tentu saja semakin besar p semakin besar dorongan agar permohonan tersebut dikabulkan.

Trade-off antara mengabulkan (memperoleh laba tapi mungkin juga tidak terbayar) dan menolak
( tidak akan terjadi kerugian karena tidak terbayar, tapi kehilangan penjualan) selalu muncul dalam
analisis.

Dasar pemikiran yang sama dapat diterapkan untuk persoalan berikut ini:

Misalkan data historis menunjukkan bahwa kelompok pembeli yang “baik”mempunyai rata-rata
periode pengumpulan piutang 30 hari.

Rata-rata biaya pengumpulan Rp 100 dan probabilitas piutang tidak terbayar hanya 0,02 (atau 2%0.

Permohonan pembelian kredit dikabulkan kalau biaya penerimaan lebih besar dari biaya penolakan.
Biaya yang paling diharapkan dari masing-masing alternatif dapat dirumuskan sebagai berikut:

A. Biaya Penerimaan =

Probabilitas tidak membayar (biaya variabel per unit) unit yang dibeli + (tingkat keuntungan yang
disyaratkan) (Periode pengumpulan/360) (biaya variabel per unit) unit yang dibeli + Biaya
pengumpulan

B. Biaya Penolakan =

(1 – Probabilitas tidak terbayar) (laba marginal per unit) unit yang dibeli.

Perhatikan contoh perhitungan berikut ini:

Misalkan biaya variabel (disebut juga biaya marginal) sebesar Rp 1.800 per unit dan laba marginal
(artinya tambahan laba yang diperoleh dari setiap tambahan satu unit penjualan) Rp 1.200 dan
tingkat keuntungan yang disyaratkan sebesar Rp 18%.

Dengan demikian bila X adalah unit yang dibeli, maka untuk kelompok ‘baik’ biaya penerimaan dan
penolakan yang diharapkan adalah:

A. Biaya penerimaan:

= 0,02(1.800X) + 0,18(30/360)1.800X + 100

= 36X + 27X + 100

= 63X + 100

B. Biaya penolakan:

= (1 – 0,02) 1.200X

= 1.176X

Apa arti persamaan-persamaan tersebut. Apabila (calon) pembeli yang dikelompokan ‘baik’
bermaksud membeli 3.000 unit, maka:
A. Biaya penerimaan:

= 63(3.000) + 100

= 189.100

B. Biaya penolakan:

= 1.176(3.000)

= 3.528.000

Dengan demikian bila pembelian tesebut ditolak, maka biaya penolakannya lebih besar daripada
biaya penerimaannya.

Karena itu seharusnya permohonan pembelian tersebut dikabulkan.

04. Kesimpulan

Keputusan tentang berapa banyak piutang akhirnya dimiliki perusahaan sebagian besar tergantung
pada Bagian Pemasaran.

Meskipun demikian, dampak keputusan tersebut akan terasa pada Bagian Keuangan, paling tidak
yang menyangkut masalah pendanaan.

Dengan demikian, nampak bahwa keputusan-keputusan keuangan bukan hanya terbatas dilakukan
oleh Bagian Keuangan saja. Misalnya aktivitas manajemen piutang dalam manajemen keuangan.

Dan bila ingin merancang dan membuat sistem pengelolaan keuangan perusahaan yang accountable
dan akurat, Anda bisa membaca contoh-contohnya di SOP + Accounting Tools sebagai pendukung
pelaksanaannya di lapangan.

Analisis ekonomi tentang piutang pada dasarnya mencoba membandingkan manfaat dan
pengorbanan yang timbul karena memiliki piutang.

Karena itulah diperlukan identifikasi manfaat dan pengorbanan tersebut.

Jumlah piutang yang dimiliki perusahaan, di samping ditentukan oleh penjualan, persyaratan
penjualan, dan standar kredit, juga dipengaruhi oleh manajemen (pengumpulan) piutangnya.

Pencatatan piutang yang tidak baik, karyawan yang kurang, merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan mengapa rata-rata piutang meningkat, membuat perputaran piutang lebih rendah
dari standar persyaratan penjualan.

Analisis untuk mengenali calon pembeli yang baik dan yang buruk dapat dilakukan dengan berbagai
cara.

Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan analisis diskriminan.
Dalam setiap analisis untuk pengambilan keputusan muncul trade-off antara menolak atau
mengabulkan permohonan.

Manajemen persediaan

Manajemen persediaan adalah sistem, metode atau cara untuk mengendalikan dan mengelola
persediaan perusahaan.

Dengan kata lain definisi manajemen persediaan adalah untuk menjaga kelancaran operasi
perusahaan.Bagi perusahaan dagang, persediaan barang dagangan memungkinkan perusahaan
memenuhi permintaan pembeli.

Sedangkan bagi perusahaan industri, persediaan bahan baku dan barang dalam proses bertujuan
untuk memperlancar kegiatan produksi.

Sedangkan persediaan barang jadi dimaksudkan untuk memenuhi permintaan pasar.

Bagi manajemen keuangan perlu memahami dampak peenggunaan suatu kebijakan pengelolaan
persediaan terhadap aspek keuangan.

Untuk lebih jelasnya, mari ikuti pembahasannya berikut ini…

01. Sistem Manajemen Persediaan

Persediaan yang tinggi memungkinkan perusahaan memenuhi permintaan yang mendadak.

Namun demikian persediaan yang tinggi akan menyebabkan perusahaan memerlukan modal kerja
yang makin besar juga.

Sebenarnya kunci persoalannya adalah pada permintaan yang mendadak.

Bila perusahaan bisa memprediksi dengan tepat kebutuhan akan bahan baku atau barang jadi,
perusahaan bisa menyediakan persediaan tepat pada waktunya sesuai dengan jumlah yang
diperlukan.

Pada saat tidak diperlukan, jumlah persediaan bisa saja sangat kecil atau bahkan nol. Teknik seperti
ini dikenal sebagai manajemen persediaan just in time (JIT) atau zero inventory.

Dengan demikian maka masalahnya adalah reliabilitas, sistem informasi, dan sistem pengadaaan
bahan atau sistem produksi, sehingga mampu menekan jumlah persediaan yang pada waktu yang
tidak diperlukan.

Masalah manajemen persediaan merupakan contoh lain bahwa keputusan keuangan bukan
dilakukan oleh bagian keuangan.
Sistem ini biasanya menjadi tanggung jawab bagian produksi dan atau bagian pembelian.

Berikut ini beberapa sistem pengawasan persediaan, yaitu:

#1: Jumlah persediaan dikaitkan dengan variabel tertentu

Sistem manajemen persediaan ini adalah sistem yang sangat sederhana. Misalnya perusahaan
menetapkan bahwa persediaan barang jadi rata-rata akan sebesar satu bulan penjualan.

Dengan demikian jika penjualan meningkat, rata-rata persediaan juga akan meningkat. Demikian
juga jika menurun.

Cara lain misalnya, mengaitkan kapan harus memasan kembali dan jumlah yang dipesan
dihubungkan dengan kebutuhan selama periode tertentu.

Misalnya kebijakan perusahaan adalah memesan bahan baku pada saat jumlah bahan tinggal
mencapai dua minggu kebutuhan produksi, dan jumlah yang dipesan sebesar kebutuhan dua bulan
produksi.

Cara-cara yang sederhana ini memungkinkan bagian gudang untuk mengajukan permohonan
pembelian bahan baku bila melihat bahwa persediaan telah mencapai batas yang telah ditetapkan.

Yang lebih sulit adalah untuk persediaan barang jadi, diperlukan koordinasi antara bagian pemasaran
dengan bagian produksi terutama untuk perusahaan yang menghasilkan berbagai jenis produk.

Sebab dapat saja terjadi bagian produksi justeru memproduksi jenis barang yang tidak diminta oleh
pasar.

Sedangkan permintaan produk lain tidak dapat dipenuhi karena persediaannya kosong.

#2: Economic Order Quantity (EOQ)

Salah satu model manajemen persediaan yang paling sering dibicarakan dalam berbagai buku teks
adalah model Economic Order Quantity (EOQ).

Model Economic Order Quantity – EOQ adalah model pengelolaan persediaan yang diterapkan oleh
perusahaan dengan berdasarkan pada pemikiran sebagai berikut:

Jika perusahaan memiliki rata-rata persediaan yang besar, untuk jumlah kebutuhan yang sama
dalam suatu periode, berarti perusahaan tidak perlu terlalu sering melakukan Jadi menghemat biaya
pemesanan dan pembelian.

Tapi kalau perusahaan membeli dalam jumlah besar sehingga bisa menghemat biaya pembelian,
perusahaan akan menanggung persediaan dalam jumlah yang besar pula. Berarti menanggung biaya
penyimpanan yang tinggi.

Karena itu perlu dicari jumlah yang akan membuat biaya persediaan terkecil. Biaya persediaan
adalah biaya simpan ditambah biaya pembelian/pemesanan.
Penjelasan economic order quantity adalah model yang digunakan sama seperti di pembahasan
tentang manajemen kas.

Misalnya kebutuhan bahan baku dalam satu tahun sebesar D satuan. Pemakaian bahan dilakukan
secara secara konstan setiap waktu. Perusahaan tersebut memesan Q satuan setiap kali pesan.

Dengan demikian frekuensi pesanan dalam satu tahun adalah:

A. Frekuensi pesanan dalam satu tahun = D/Q

Persediaan yang dimiliki perusahaan akan berkisar dari 0 sampai dengan Q satuan.

Dengan demikian rata-rata persediaan buku tersebut adalah:

B. Rata-rata persediaan = (Q/2) satuan

Bila biaya simpan per satuan per tahun dinyatakan sebagai i, maka biaya simpan per tahun yang
akan ditanggung perusahaan adalah:

C. Biaya simpan per tahun = (Q/2)

Bila setiap kali perusahaan memesan memerlukan biaya sebesar o, maka biaya pemesanan dalam
satu tahun adalah:

D. Biaya pemesanan dalam satu tahun = (D/Q)o

Dengan demikian total biaya persediaan dalam satu tahun (misalnya kita beri notasi Y) adalah
sebagai berikut:

E. Y = (Q/2)i + (D/Q)o

Biaya ini yang harus diminimumkan.

Sehingga kita bisa menuliskan rumus persamaan tersebut sebagai berikut:

Q = [(2oD)/i)]1/²

Perhatikan contoh soal manajemen persediaan eoq dengan rumus persamaan tersebut berikut ini:

Kebutuhan bahan baku PT Siklus Network dalam satu tahun adalah 3.600 satuan, dengan harga Rp
50.000 per satuan.

Kebiasaan perusahaan adalah melakukan pembelian setiap bulan sekali.

Biaya simpan termasuk dalam biaya modal sebesar 18% per tahun, sedangkan biaya setiap kali
memesan sebesar Rp 200.000.

Berdasarkan kebiasaan tersebut, maka biaya persediaannya adalah sebagai berikut:

#1: Jumlah yang dipesan setiap bulan:

= 3.600/12
= 300 satuan

#2: Nilai rata-rata persediaan:

= (300 x Rp 50.000) : 2

= Rp 7,50 juta

#3: Biaya simpan dalam satu tahun:

= Rp 7,50 juta x 0,18

= Rp 1,35 juta

#4: Biaya pesan dalam satu tahun:

= Rp 200.000 x 12

= Rp 2,40 juta

#5: Total biaya persediaan:

= Rp 1,35 juta + Rp 2, 4 juta

= Rp 3,75 juta

Dengan menggunakan metode EOQ, perusahaan akan dapat menekan biaya persediaannya.

Penerapan rumus EOQ menghasilkan jumlah pembelian sebagai berikut:

= [(2 x 3.600 x Rp 200.000) : (0,18 x Rp 50.000)] 1/²

= 400 satuan

Dengan demikian maka:

#1: Biaya pesan:

= (3.600 : 400) x Rp 200.000

= Rp 1,80 juta

#2: Biaya simpan:

= [(400 x Rp 50.000) : 2] x 0,18

= Rp 1,80 juta

#3: Total biaya persediaan:

= Rp 1,80 + Rp 1,80
= Rp 3,60 juta

Yang berarti perusahaan dapat menghemat biaya sebesar Rp 150.000 dalam satu tahun

Bila waktu yang diperlukan sejak saat bahan dipesan sampai dengan bahan sampai di perusahaan
adalah selama setengah bulan (disebut dengan lead time).

Maka perusahaan harus memesan pada saat bahan baku mencapai D/24. Tingkat persediaan ini
disebut sebagai titik pemesanan kembali (reorder point).

Dalam contoh yang kita pergunakan berarti titik pesan kembalinya adalah:

= 3.600 : 24 = 150 unit

Jadi pada waktu jumlah bahan baku telah mencapai 150 unit, perusahaan akan melakukan
pemesanan kembali.

Untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian, baik dalam hal penggunaan maupun dalam hal lead
time, perusahaan mungkin menetapkan perlunya persediaan keamanan (safety stock).

Sebab mungkin terjadi bahwa selama lead time penggunaan bahan meningkat, atau pengiriman
bahan mengalami keterlambatan.

Misalkan ternyata pengiriman mengalami kelambatan, bukannya setengah bulan tetapi mencapai
satu bulan.

Dengan demikian bila perusahaan tidak memiliki safety stocks perusahaan akan kehabisan bahan
(stock out) sebanyak 150 unit.

Ada 2 cara untuk menentukan besarnya persediaan, yaitu:

A. Cara #1:

Penentuan besarnya persediaan keamanan bisa dilakukan dengan membandingkan biaya kerugian
yang diharapkan bila perusahaan kehabisan persediaan (expected loss pada saat perusahaan
mengalami stock out) dengan tambahan biaya karena memiliki safety stock yang lebih besar.Cara ini
memerlukan estimasi tentang stock out costs dan probabilitas kehabisan bahan.

B. Cara #2:

Cara yang lain adalah dengan menentukan berapa probabilitas kehabisan bahan yang bisa diterima
oleh perusahaan.

Semakin kecil probabilitas ini semakin besar safety stock ditentukan. Pengalaman biasanya
digunakan sebagai dasar penentuan safety stock.

Perhatikan contoh penentuan jumlah persediaan berikut ini:

Misalnya perusahaan menentukan safety stock sebanyak 150 unit. Apa yang terjadi dengan rata-rata
persediaan?
Sebelum perusahan menentukan safety stocks perkembangan jumlah bahan baku ditunjukkan pada
grafik manajemen persediaan berikut:

Pada saat tidak terdapat safety stocks maka jumlah persediaan maksimal adalah 400 unit, dengan
minimal nol unit. Reorder point dilakukan pada titik 150 unit.

Pada saat ditentukan persediaan keamanan sebanyak 150 unit, maka perkembangan persediaan
bahan baku akan nampak seperti grafik manajemen persediaan berikut ini:

Perhatikan bahwa dengan adanya persediaan keamanan sebanyak 150 unit akan membuat
persediaan maksimum mencapai 550 unit, dan minimum 150 unit.

Meskipun demikian frekuensi pembelian selama satu tahun tetap tidak mengalami perubahan.
Hanya saja sekarang reorder point dilakukan pada saat persediaan mencapai 300 unit.

Harga Pembelian Tidak Konstan.

Bagaimana cara menghitung persediaan jika harga tidak konstan?

Masalah yang perlu diperhatikan dalam penerapan model di atas adalah pada asumsi-asumsi yang
mendasarinya.

Pada contoh penerapan model di atas menggunakan asumsi harga bahan baku KONSTAN.

Bisa terjadi pada saat diperkirakan akan terjadi kenaikan harga bahan baku, perusahaan sengaja
membeli dalam jumlah besar.

Demikian juga kadang-kadang perusahaan melakukan pembelian di atas jumlah yang paling
ekonomis.

Atau melanggar kebijakan yang biasa dianut dengan maksud untuk memperoleh quantity discount.

Perhatikan contoh manajemen persediaan berikut ini:

Misalnya perusahaan memperoleh tawaran quantity discount sebesar 2%, bila perusahaan membeli
dalam jumlah minimal 1.000 unit setiap kali pembelian.

Bila perusahaan memanfaatkan discount ini, maka biaya yang dapat dihemat adalah:

= 2% x 3.600 x Rp 50.000

= Rp 3.600.000

Sebagai akibatnya biaya persediaan akan naik bila dibandingkan dengan biaya persediaan dengan
menggunakan EOQ.

Biaya persediaan akan sebesar:


Biaya pesan:

= 3,6 x Rp 200.000 = Rp 720.000

Biaya simpan:

= (1000 : 2) x 0,18 x Rp 50.000 = Rp 4.500.000

Jadi biaya persediaannya adalah:

= Rp 720.000 + Rp 4.500.000 = Rp 5.220.000

Dan tambahan biaya persediaan adalah:

= Rp 5.220.000 – Rp 3.600.000 = Rp 1.620.000

Karena tambahan biaya masih lebih kecil dibandingkan dengan diskon yang dinikmati, maka
perusahaan sebaiknya memanfaatkan tawaran quantity discount tersebut.

Dengan demikian perusahaan tidak akan membeli dalam jumlah sesuai dengan rumus EOQ.

02. Hubungan Antara Pengelolaan Persediaan dengan Manajemen Keuangan

Bila perusahaan menerapkan manajemen persediaan dengan dikaitkan pada faktor tertentu,
misalnya produksi atau penjualan, sangat boleh jadi bahwa jumlah persediaan akan proporsional
dengan faktor tersebut.

Sebagai contoh, perusahaan menentukan bahwa persediaan barang jadi sebesar setengah bulan
penjualan.

Dengan demikian bila penjualan dalam satu tahun sebesar Rp 48 M, maka persediaan akan sebesar:

= Rp 48 M : 24 = Rp 2 M

Bila penjualan meningkat menjadi Rp 60 M (25%), maka persediaan akan naik menjadi:

= Rp 60 M : 24 = Rp 2,5 M (25%)

Dalam keadaan seperti ini, masuk akal jika manajemen keuangan perusahaan menggunakan metode
sales percentage untuk merencanakan keuangan.

Atau menggunakan data tahun lalu sebagai dasar perbandingan rasio perputaran persediaan.

Masalah menjadi lain kalau diterapkan model EOQ. Dan masalah akan menjadi kompleks jika
dimasukkan adanya faktor safety stock.

Penerapan model ini menyebabkan kita tidak bisa membandingkan efisiensi pengaturan persediaan
yang diukur dengan perputaran persediaan dari waktu ke waktu.

03. Kesimpulan

Pengaturan persediaan pada umumnya berada di bawah wewenang bagian produksi atau
pembelian.
Dan pengaruh manajemen persediaan yang efisien terhadap likuiditas dan profitabilitas perusahaan
sangat penting.

Mengapa manajemen persediaan harus ada?

Secara umum terdapat dua kekuatan yang berlawanan untuk memiliki persediaan yang banyak atau
sedikit.

Persediaan yang besar akan menimbulkan keluwesan yang lebih besar bagi perusahaan, tapi akan
menimbulkan biaya yang besar pula.

Sebaliknya persediaan yang kecil akan menghemat biaya, tapi dapat menimbulkan gangguan
produksi dan atau penjualan.Karena itulah muncul konsep manajemen persediaan “persediaan
hanya bila diperlukan”.Berbagai metode manajemen persediaan pun dicoba untuk mengelola
persediaan agar sesuai dengan tujuan manajemen persediaan.

Tujuan manajemen persediaan adalah untuk menyeimbangkan antara biaya yang timbul
karena memiliki persediaan dan kerugian yang mungkin terjadi jika kehabisan persediaan.pengaruh
manajemen persediaan yang efisien terhadap likuiditas dan profitabilitas perusahaan.Oleh karena
itu manajemen perusahaan perlu mengerti dan memahami pentingnya manajemen persediaan.Dan
tujuan dari artikel ini adalah seperti itu, yaitu semoga bisa membantu mendukung perjalanan bisns
Anda.

Apa perbedaan antara jangka pendek dan jangka panjang?

Dua konsep utama dimensi perubahan dalam ilmu ekonomi: jangka pendek (short-run) dan
jangka panjang (long-run). Kedua konsep tidak mengacu pada durasi waktu tertentu tetapi pada sifat
perubahan pada penggunaan faktor produksi.

Prinsip utama yang memandu konsep jangka pendek dan jangka panjang adalah bahwa
dalam jangka pendek, perusahaan menghadapi biaya variabel (biasanya tenaga kerja) dan tetap
(biasanya modal). Sebaliknya, dalam jangka panjang, semua input adalah variabel.

Memahami jangka pendek dan jangka panjang

Jangka pendek adalah periode waktu di mana perusahaan hanya dapat mengubah beberapa
input. Biasanya yang bersifat variabel adalah tenaga kerja. Penggunaan jumlah tenaga kerja dapat
ditingkatkan atau dikurangi sesuai dengan perubahan output. Jadi, dengan semua faktor produksi
lainnya tetap sama (ceteris paribus), perusahaan yang mengambil lebih banyak pekerja mungkin
dapat meningkatkan outputnya.

Meskipun jumlah pekerja dapat dikurangi/ditambah, tetapi sewa, kontrak, dan perjanjian
upah adalah tetap dalam jangka pendek. Ini membatasi kemampuan perusahaan untuk
menyesuaikan produksi atau upah untuk mempertahankan tingkat laba.

Sebaliknya, dalam jangka panjang, semua faktor produksi atau sumber daya bersifat
variabel. Jadi, dalam jangka panjang, sebuah perusahaan tidak hanya dapat menambah/mengurangi
jumlah tenaga kerja, tetapi juga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas modalnya dengan
membangun pabrik baru untuk meningkatkan outputnya. Pembangunan pabrik baru memungkinkan
perusahaan menjadi lebih efisien. Hasilnya, biaya naik dan turun mengikuti jumlah produksi.

Contoh kasus

Misalnya, perusahaan-perusahaan pertambangan logam terpukul oleh jatuhnya logam


dunia. Meskipun harga lebih rendah, perusahaan-perusahaan ini tetap meningkatkan produksi,
padahal seharusnya diturunkan. Peningkatan produksi ini tidak lepas dari investasi yang telah
mereka lakukan beberapa tahun sebelumya, yang mana dilakukan ketika harga logam masih tinggi.

Jadi, meskipun nantinya mereka tidak akan membangun fasilitas produksi lagi, namun dalam
jangka pendek ini mereka tidak dapat menghentikan produksi karena dapat berakibat pada
pembengkakan biaya. Sebagai hasilnya, mereka mau tidak mau harus menanggung rugi yang besar
dalam jangka pendek.

Secara umum, dalam jangka panjang, perusahaan dalam industri padat modal, seperti
pertambangan, memiliki waktu untuk memperluas atau mengecilkan operasi sebagai respon
terhadap perubahan permintaan. Tetapi dalam jangka pendek, mereka tidak dapat merubah
produksi demi merespon perubahan permintaan.

Anda mungkin juga menyukai