Anda di halaman 1dari 12

BENTUK USAHA TETAP

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan Internasional

Dosen Pengampu : Rachmat Pramukty. SE., M.Si

Disusun oleh kelompok :

1. Amanda Amalia (202010315032)

2. Erika Puspa Damayanti (202010415042)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Secara garis besar bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Sebagai
Negara hukum tentunya mempunyai pengaturan terhadap perlakuan pajak di Indonesia.
Demikian sebagaimana yang diatur pada Undang – Undang Dasar 1945, pasal 23 A yang
berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang – undang”. Kemudian diatur lebih konkret dengan disahkannya
Ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 16
Tahun 2000 dan yang terakhir Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007. Dan pada
ketentuan dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang diubah dengan Undang –
Undang Nomor 17 Tahun 2000 dan yang terakhir Undang – Undang Nomor 36 Tahun
2008.

Bentuk usaha tetap pada dasarnya merupakan suatu bentuk usaha yang biasanya
digunakan oleh subjek pajak luar negeri baik itu subjek pajak orang pribadi maupun
badan guna untuk menjalankan usaha atau menjalankan kegiatannya di Indonesia. Bentuk
usaha tetap yang menjadi subjek pajak berdasarkan yang sebagaimana dimaksud dalam
UU 36/2008 pasal 2 ayat 5 yaitu antara lain tempat kedudukan manajemen, cabang
perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, gudang, ruang yang
digunakan untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam,
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi. Adanya Bentuk Usaha Tetap ini
mempengaruhi Hak suatu negara untuk mengenakan pajak terhadap obyek yang di
maksud. Dalam prakteknya, di negara Indonesia ternyata konsistensi secara hukum
berkaitan dengan status personil bentuk usaha tetap yang diperlakukan sebagai subjek
pajak luar negeri ini masih perlu kita kaji lagi. Kenyataan di atas kita lihat di dalam
perjalanan UU Pajak kita dalam menentukan status BUT, Dalam Undangundang No. 8
Tahun 1967 tentang perubahan dan penyempurnaan Pajak Pendapatan 1944, Pajak
Kekayaan 1932, Pajak Perseroan 1925 menempatkan BUT sebagai subjek pajak luar
negeri, kemudian Undang-undang No. 7 Tahun 1983 dalam pasal 2 ayat 3 (c)
menempatkan BUT sebagai subjek pajak dalam negeri

Bentuk usaha tetap dalam sistem perpajakan Indonesia menempati suatu kedudukan
yang khusus karena di samping pemajakan atas bentuk usaha tetap tersebutagak berbeda
dibandingkan dengan pemajakan atas wajib pajak pada umumnya, jugadalam kaitannya
dengan perjanjian perpajakan (tax treaty), ada tidaknya suatu bentuk usaha tetap sangat
menentukan dapat atau tidaknya suatu negara sumber mengenakanpajak atas laba usaha
yang diperoleh suatu perusahaan yang berkedudukan di luar negeri.

Dalam melakukan investasi langsung di Indonesia, investor asing dapat


melakukannya dalam bentuk joint venture dengan perusahaan asing lainnya dan
perusahaan lokal. Umumnya, perusahaan ini berbentuk penanaman modal asing dan
berbadan hukum Indonesia sehingga perusahaan penanam modal asing adalah wajib pajak
dalam negeri (resident tax payer).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap ?
2. Bagaimanakah penentuan laba Bentuk Usaha Tetap ?
3. Bagaimana perlakuan perpajakan terhadap Bentuk Usaha Tetap sebagai wajib pajak
penghasilan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap.
2. Untuk mengetahui penentuan laba Bentuk Usaha Tetap.
3. Untuk mengetahui perlakuan perpajakan terhadap Bentuk Usaha Tetap.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penelitian Terdahulu
Tim Penulis Tax Center UNPAD (2007) menulis makalah dengan judul “Pemahaman
Dasar tentang Bentuk Usaha Tetap (A Permanent Establishment )”. Berdasarkan makalah
yang ditulis didapatkan hasil bahwa BUT merupakan bentuk usaha yang dipergunakan
oleh subyek pajakluar negeri (non resident payer) baik orang peribadi atau badan untuk
mnejalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. BUT merupakan bukan wajib
pajak dalam negeri. BUT memiliki 4 tipe yaitu (i) BUT fasilitas fisik (asset type), (ii)
BUT aktivitas (activity type), (iii) BUT keagenan (agency type), dan (iv) BUT asuransi
(insurance type).

Win Javadd (2017) menulis makalah dengan judul “Bentuk Usaha Tetap”.
Berdasarkan makalah yang ditulis didapatkan hasil bahwa Bentuk usaha tetap (BUT)
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh SPLN (baik orang pribadi atau badan) untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Suatu bentuk usaha tetap
mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business) yaitu fasilitas
yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-mesin, peralatan, gudang dan
komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha tersebut bersifat permanen
dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia.

Nasikhudin (2014) menulis makalah dengan judul “Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan
Kedudukanya Dalam Sistem Perpajakan Indonesia”. Berdasarkan makalah yan ditulis
didapatkan hasil bahwa BUT merupakan subjek pajak luar negeri yang menjalankan
usahanya di Indonesia dan kedudukannya di UU dipersamakan dengan subjek pajak
badan. Mengingat kedudukan BUT dipersamakan dengan Wajib Pajak badan dalam
negeri, maka penghasilan BUT yang menjadi objek PPh adalah sebagaimana diatur dalam
UU PPh.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Teori Pendukung

3.1.1 Bentuk Usaha Tetap


Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih 183 hari (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas), dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.
Tempat usaha tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia.

Sesuai Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang


Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
(selanjutnya disebut UU PPh), BUT diartikan sebagai bentuk usaha yang
dipergunakan oleh subyek pajak luar negeri (non resident tax payer) baik orang
pribadi maupun badan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.

Perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar


Indonesia dianggap mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia apabila
perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan, atau agennya di
Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang
mengakibatkan risiko tersebut terjadi Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di
Indonesia.

Bentu Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

» BUT dapat berupa :

1. Tempat kedudukan manajemen


2. Cabang perusahaan
3. Kantor perwakilan
4. Gedung kantor
5. Pabrik
6. Bengkel
7. Gudang
8. Ruang untuk promosi dan penjualan
9. Pertambangan dan penggalian sumber alam
10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas
15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia
16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.

Bentuk Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan baik yang berasal dari
usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya.
Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di
Indonesia.

3.1.2 Subjek Pajak Penghasilan BUT


Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi
Wajib Pajak karena menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif
dan objektif.
Wajib Pajak luar negeri :
 Dikenakan pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber
penghasilan di Indonesia.
 Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
 Tarif pajak yang dipergunakan adalah tidak sepadan (tarif UU PPh pasal
26)
 Tidak wajib menyampaikan SPT
Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT dimulai saat menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
Sedangkan Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT dimulai saat menerima
atau memperoleh penghasilan di Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3.1.3 Objek Pajak Penghasilan BUT


Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah :

1. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau
dilakukan BUT di Indonesia. Sebagai contoh, New York Bank mempunyai
cabang di Jakarta (New York Bank-Indonesia). Apabila New York Bank
memperoleh penghasilan berupa bunga atas pinjaman yang diberikan tanpa
melalui New York Bank Indonesia, maka penghasilan bunga tersebut tetap
dianggap sebagai penghasilan BUT (New York Bank Indonesia).
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai. Sebagai contoh, Communitel Ltd. yang bergerak
dalam usaha penjualan satelit komunikasi mempunyai cabang di Jakarta
dengan nama Communitel Indonesia. Apabila Communitel Indonesia
memperoleh laba melalui usaha penjualan satelit komunikasi, maka atas
laba penjualan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan sebagai pajak atas
penghasilan Wajib Pajak BUT.

3.1.4 Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap


Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT ada beberapa ketentuan yang harus
diperhatikan, yaitu :

1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya


yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah :
 Royalti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak
lainnya
 Imbalan sehungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya
 Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan

Sebagainya konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas, yang diterima


atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga
yang berkenaan dengan usaha perbankan.
3.1.5 Perlakuan Pajak Terhadap Bentuk Usaha Tetap
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan
pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk
Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak
untuk Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak
orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut:

 Penghasilan kena pajak (WP badan) = Penghasilan netto


 Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = Penghasilan netto-PTKP

3.1.6 Tarif Pajak


Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, mulai berlaku sejak tahun pajak
2010, diturunkan menjadi 25%.

Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif yang
berlaku.

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang
dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp 4.800.000.000,00.

Cara Menghitung Pajak

Pajak Penghasilan (bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap) setahun
dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tarif pajak
sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan
rumus sebagai berikut:

 Pajak Penghasilan (Wajib Pajak Badan)

= Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17

= Penghasilan netto x tarif pasal 17

= (Penghasilan bruto – biaya yang diperkenakan UU PPh) x tarif pasal 17

 Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)

= Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17


= (Penghasilan netto – PTKP) x tarif pasal 17

= [(Penghasilan bruto – biaya yang diperkenakan UU PPh) – PTKP] x tarif pasal 17

Catatan : Untuk keperluan penghitungan PPh yang terutang pada akhir tahun,
Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh.

3.1.7 Kasus dan Contoh Soal


Kasus tentang BUT

ABC Holding Ltd adalah suatu perusahaan yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Malaysia. Perusahaan itu menjalankan usaha di Negara Indonesia melalui makelar,
komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri yakni PT. KLM yang
bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim. Bagaimana status ABC
Holding Ltd , apakah sebagai WPDN/WPLN/BUT?

Jawab :

Sesuai Pasal 5 ayat 6 Tax Treaty Indonesia-Malaysia, yakni: “Suatu


perusahaan dari suatu Negara pihak pada Persetujuan tidak akan dianggap mempunyai
suatu bentuk usaha tetap di Negara pihak pada Persetujuan lainnya sematamata karena
perusahaan itu menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya tersebut
melalui makelar, komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang
orang dan badan tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim.

Walaupun demikian, bilamana kegiatan agen dimaksud seluruhnya atau


hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu, maka ia tidak akan dianggap
sebagai agen yang berdiri sendiri dalam arti ayat ini.” Berdasarkan Pasal 5 ayat 6 Tax
Treaty Indonesia-Malaysia tersebut, ABC Holding Ltd Malaysia tidak dianggap
mempunyai suatu bentuk usaha tetap di negara Indonesia semata-mata karena
perusahaan itu menjalankan usaha di negara Indonesia melalui PT. KLM sebagai
makelar, komisioner umum atau agen lainnya yang berdiri sendiri sepanjang PT.
KLM tersebut bertindak dalam rangka kegiatan usahanya yang lazim.

Contoh Soal

1. Peredaran bruto PT Makmur dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp4.500.000.000,00


dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp500.000.000,00. Berapa pajak
terhutang ?
Jawab : Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Makmur tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.
(50% x 25%) x Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00

2. PT X merupakan BUT X Ltd Kamboja (non treaty partner) . Pada tahun 2019 laba
Rp 6 miliar. Setelah melakukan rekonsiliasi fiskal pada laporan laba rugi,
diperoleh Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 4,5 miliar. PT X mempunyai kredit
pajak berupa PPh Pasal 21 sebesar Rp 200.000.000 dan PPh Pasal 23 sebesar Rp
140.000.000. Maka perhitungan pajak yang harus dibayar oleh BUT yaitu:

Perhitungan PPh Tahunan yang terutang


= Rp 4.500.000.000 x 25% = Rp 1.125.000.000

Perhitungan PPh Tahunan yang harus dibayar


Rp 1.125.000.000 – (Rp 200.000.000+Rp 140.000.000)
= Rp 1.125.000.000 – Rp 340.000.000
= Rp 785.000.000

Perhitungan PPh 26 atau Branch Profit Tax yang harus dibayar


= 20% x (Rp 4.500.000.000-Rp 1.125.000.000)
= 20% x Rp 3.375.000.000
= Rp 675.000.000

3. Fikri pada tahun 2019 mempunyai Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp


241.850.600,00. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau terutang
oleh Fikri adalah :
Penghasilan Kena Pajak Rp 241.850.000,00
(dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)
Pajak Penghasilan yang harus dibayar :
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 191.850.000 Rp 28.777.500,00
Jumlah Rp 31.277.500,00

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang BUT diatas dapat ditarik kesimpula bahwa BUT
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia. Dengan kata lain BUT adalah bentuk kegiatan usaha di Indonesia yang dimiliki
oleh orang atau badan luar negeri. Bentuk Usaha Tetap antara lain berkewajiban
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sebagai sarana untuk menetapkan
besarnya pajak terutang dalam suatu tahun pajak, serta pengenaan pajaknya dilaksanakan atas
Penghasilan Kena Pajak dengan menggunakan tarif umum seperti yang berlaku untuk wajib
pajak dalam negeri pada umunya.

DAFTAR PUSTAKA
Gunadi. Pajak Internasional, (Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 2007);

Agus Setiawan dan Basri Musri. Perpajakan Umum, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2006).

Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi, Penerbit Andi, 2011.

https://www.researchgate.net/publication/
329982872_Analisis_Perpajakan_Terhadap_Bentuk_Usaha_Tetap_Berbasis_Layanan_Aplik
asi

https://www.academia.edu/39909578/BENTUK_USAHA_TETAP

https://www.pajakku.com/read/6036294b5bddc138006e3318/Ketentuan-Bentuk-Usaha-
Tetap-(BUT)

https://www.academia.edu/40005668/MAKALAH_PERPAJAKAN_BUT_KEAGENAN

Anda mungkin juga menyukai