Anda di halaman 1dari 17

SUBJEK PAJAK

PENGHASILAN BADAN
KELOMPOK 1
Aryani Gustina Siregar
Faiz Hamza Burhani
Gigih Tafta Churyanto
Izzati Nisfu Rahmahtillah
Ni Kadek Ayu Riskyana
Venura Arza Andhara
PENGERTIAN BADAN
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.

(Pasal 2A ayat (1) UU PPh)


SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BADAN
Subjek PPh
Badan Dalam
Negeri
Subjek PPh
Melalui BUT
Badan
Subjek PPh
Badan Luar
Negeri
Tidak Melalui
BUT
SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BADAN
DALAM NEGERI
Didirikan di Indonesia Bertempat Kedudukan di Indonesia
Tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap, yang pendirian a) Mempunyai tempat kedudukan berada di
atau pembentukannya: Indonesia sebagaimana tercantum dalam akta
a) Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di pendirian badan,
Indonesia, b) Mempunyai kantor pusat di Indonesia,
b) Didaftarkan di Indonesia berdasarkan ketentuan c) Mempunyai tempat kedudukan pusat administrasi
perundang-undangan di Indonesia, atau dan/atau pusat keuangan di Indonesia,
c) Di dalam wilayah hukum Indonesia. d) Mempunyai tempat kantor pimpinan yang berada
di Indonesia yang melakukan pengendalian,
e) Pengurusnya melakukan pertemuan di Indonesia
untuk membuat keputusan strategis, atau
f) Pengurusnya bertempat tinggal atau berdomisili di
Indonesia.

Pasal 14 & 15 PER-43/PJ/2011


SUBJEK PAJAK PENGHASILAN BADAN
LUAR NEGERI
Subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, baik yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT maupun
memperoleh penghasilan tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT

(Pasal 2A ayat (4) UU PPh)


BENTUK USAHA TETAP (BUT)
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh:
• Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,  SPLN
Orang Pribadi atau
• Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia  SPLN Badan,
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Kewajiban Pajak Subjektif BUT:
• Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau kegiatan
melalui suatu Bentuk Usaha Tetap.
• Berakhir pada saat orang pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau
kegiatan melalui suatu Bentuk Usaha Tetap

(Pasal 2A ayat (5) UU PPh)


NON SUBJEK PAJAK
(BADAN PEMERINTAH)
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD;
3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;

(Pasal 2A ayat (3) UU PPh)


NON SUBJEK PAJAK
(INTERNASIONAL)
1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
• Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;dan
• Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota;

(Pasal 3 ayat (1) UU PPh)


PERBEDAAN WP DALAM DAN LUAR NEGERI
Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan, baik Dikenakan pajak hanya atas penghasilan
yang diterima maupun diperoleh dari yang berasal dari sumber penghasilan di
Indonesia dan dari luar Indonesia. Indonesia.

Dikenakan pajak berdasarkan Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan


penghasilan neto. bruto.

Tarif pajak yang digunakan adalah tarif Tarif pajak yang digunakan adalah tarif
umum (Tarif UU PPh Pasal 17). sepadan (tarif UU PPh Pasal 26).

Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib menyampaikan SPT.


TIMBUL DAN BERAKHIRNYA KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
Jenis Subjek Kewajiban Pajak Kewajiban Pajak
Pajak Subjektif Dimulai Subjektif Berakhir

Dalam Negeri- Saat didirikan atau Saat dibubarkan atau tidak


bertempat kedudukan di lagi bertempat kedudukan
Badan Indonesia. di Indonesia.

Saat tidak lagi


Luar Negeri Saat menjalankan usaha
menjalankan usaha atau
atau melakukan kegiatan
Melalui BUT melakukan kegiatan
melalui BUT di Indonesia.
melalui BUT di Indonesia.

Luar Negeri Saat menerima atau Saat tidak lagi menerima


Tidak Melalui memperoleh penghasilan atau memperoleh
BUT dari Indonesia. penghasilan dari Indonesia.
CONTOH KASUS
Perusahaan TYOTA asal Jepang diminta oleh perusahaan mobil nasional PT. ESEMKA untuk
bekerja sama mendesain mobil keluaran terbaru PT. ESEMKA. Setelah desain mobil selesai PT.
ESEMKA memberi imbalan kepada perwakilan TYOTA, lalu mereka kembali ke Jepang.
Sejak kerja sama itu selesai, pihak TYOTA melihat ada peluang bisnis yang lumayan
menguntungkan di Indonesia (a). Maka dari itu, mereka memiliki beberapa pilihan untuk
melebarkan sayap perusahaan mereka, yaitu :
b. Dengan mendirikan cabang TYOTA di Indonesia
c. Mendirikan PT TYOTA di Indonesia
d. Menanamkan modal pada PT. ESEMKA karena melihat prospek bisnis PT ESEMKA yang
semakin menjanjikan.
e. Menambah penanaman modal pada PT PERKASA yang sebelumnya telah dimiliki modal
sebesar 20% ditambah hingga kepemilikannya menjadi 51%.
ANALISIS DAN SOLUSI
a. Perusahaan TYOTA bekerja sama dengan PT. Esemka
Analisis :
Dari penghasilan yang diterima atas kerja sama TYOTA dengan PT
ESEMKA tersebut, maka TYOTA menerima penghasilan dari Indonesia
dengan tanpa melalui kegiatan Bentuk Usaha Tetap.
Solusi :
Atas penghasilan yang diterima oleh TYOTA dari kerja sama dengan
PT ESEMKA, maka TYOTA merupakan subjek pajak luar negeri. Kewajiban
pajak subjektif dimulai saat TYOTA melakukan usaha/kegiatan kerja sama
dengan PT ESEMKA dan berakhir pada saat TYOTA telah selesai melakukan
usaha kerja sama dengan PT ESEMKA.
b. Mendirikan cabang TYOTA di Indonesia
Analisis :
Dengan mendirikan cabang TYOTA di Indonesia,
berarti TYOTA akan menerima/memperoleh penghasilan
dari Indonesia melalui kegiatan BUT.
Solusi :
Dengan didirikannya cabang TYOTA di Indonesia,
maka TYOTA merupakan subjek pajak luar negeri. Kewajiban
pajak subjektifnya timbul pada saat mulai melakukan
usaha/kegiatan bisnis di Indonesia dan berakhir ketika tidak
lagi melakukan usaha/kegiatan bisnis.
c. Mendirikan PT. TYOTA di Indonesia
Analisis :
Jika TYOTA mendirikan PT TYOTA di Indonesia berarti
PT TYOTA merupakan perusahaan yang sejak awal didirikan
di Indonesia.
Solusi :
Jika TYOTA mendirikan perusahaan di Indonesia
dalam bentuk PT TYOTA, maka PT TYOTA tersebut
merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Kewajiban
subjektifnya timbul sejak PT TYOTA didirikan dan berakhir
ketika PT TYOTA dibubarkan.
d. Menanamkan modal di PT. ESEMKA
Analisis :
Dengan menanam modal di PT ESEMKA berarti
TYOTA menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia
dengan tidak melalui BUT.
Solusi :
Jika TYOTA menanam modal di PT ESEMKA, maka
TYOTA merupakan subjek pajak luar negeri yang kewajiban
subjektifnya dimulai ketika mulai menyetorkan modal di PT
ESEMKA dan berakhir ketika TYOTA sama sekali tidak
memiliki modal pada PT ESEMKA.
e. Menambah penanaman modal di PT PERKASA yang
sebelumnya telah dimiliki modal sebesar 20% ditambah
hingga kepemilikannya menjadi 51%.
Analisis :
Jika PT TYOTA menanamkan modal pada
perusahaan PT PERKASA lebih dari 51% maka PT PERKASA
menjadi anak perusahaan dari PT TYOTA.
Solusi :
Apabila TYOTA memiliki anak perusahaan di
Indonesia dalam hal ini PT PERKASA, maka PT PERKASA
merupakan subjek pajak badan dalam negeri. Kewajiban
subjektifnya timbul sejak PT PERKASA didirikan dan
berakhir ketika PT PERKASA dibubarkan.

Anda mungkin juga menyukai