Anda di halaman 1dari 181

PPh Badan

Brevet AB Terpadu
IAI SUMSEL 2017

1
PROFILE
PROFILE

Nama : Amri Utama SE.,MM


Tpt/Tgl.lahir : Lubuk Linggau/ 17-08-1977
Pendidikan Dinas : STAN Lulus 1997
Alamat : Jl. Angkatan 66 Lr. Rajawali 1 No. 2005 A
Palembang
Kantor Dinas : KPP Palembang Utara 1997 - 2002
KPP Palembang Ilir Barat 2002 - 2007
KPP Madya Palembang 2007- 2010
KPP Pratama Sekayu 2010 - 2013
KPP Pratama Kayu Agung 2013 - 2015
Kanwil DJP Sumsel Babel 2015 – Sekarang

Diluar Kedinasan : Instruktur di IAI Sumsel


Politeknik Sriwijaya Palembang
Politeknik Keuangan Negara (STAN) Palembang
Dilpolma III fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya

Blog : https://amriutama.blogspot.co.id/

No. HP : 081367226655
2
MATERI
DIDOWNLOAD
DI SINI

3
Sesi 1: Karakteristik Pajak Penghasilan

1. Pajak Langsung
Penanggung jawab pajak = Pemikul beban pajak Kecuali
PPh Pemotongan Pemungutan

2. Subjektif
PPh tergantung pada ada atau tidak adanya penghasilan

3. Menggunakan “Pelunasan dlm thn berjalan”


PPh akhir tahun (PPh Psl.29) = PPh terhutang - PPh dibayar dlm
tahun berjalan.
PPh tahun berjalan dapat berupa : PPh Psl. 22, 23, 24, 25, PPh
Psl.26 ay (5).
4
Subjek Pajak Penghasilan (Psl 2 UU PPh)

5
Subjek Pajak Dalam negeri

6
Subjek Pajak Luar negeri

7
Subjek Pajak BADAN (Psl 2 UU PPh)

Badan adalah :
- sekumpulan orang dan/atau modal
- merupakan kesatuan
- baik yg melakukan usaha maupun yg tidak melakukan usaha
- meliputi :

8
Subjek Pajak BADAN(Psl 2 UU
PPh)
Status Badan Hukum

Badan Hukum Tidak Badan Hukum

Pemisahan harta Kekayaan

Misal PT Misal CV

Pemisahan harta PT dan Pemegang Saham Tidak ada pemisahan

9
Subjek Pajak BADAN (Psl 2 UU PPh)

BUMN & BUMD :


- merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan
bentuknya
- sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya
lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pem Pusat
dan Pem Daerah yg menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan unt memperoleh penghasilan merupakan subjek
pajak

Unit dari badan pemerintah yang tidak termasuk Subjek Pajak :


- Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku,
- Dibiayai dengan dana APBN dan APBD,
- Penerimaan negara dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
- Pembukuan diperiksa oleh aparat fungsional negara
10
Subjek Pajak PPh (Psl 2 UU PPh)

Bentuk Usaha Tetap (BUT) (Psl 2 ayat (1.c & 5))


adl bentuk usaha yg dipergunakan oleh :
• OP yg tdk bertempat tinggal di Indonesia,
• OP yg berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan, dan
• badan yg tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia

untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia,

yang dapat berupa: …

11
Bentuk Usaha Tetap (Psl 2 ayat (1.c & 5) UU PPh)

dapat berupa:
• tempat kedudukan manajemen;
• cabang perusahaan;
• kantor perwakilan;
• gedung kantor;
• pabrik;
• bengkel;
• gudang;
• ruang untuk promosi dan penjualan;
• pertambangan dan penggalian sumber alam;
• wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
• perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;

12
Bentuk Usaha Tetap (Psl 2 ayat (1.c & 5) UU PPh)

• proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;


• pemberian jasa dlm bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
• orang atau badan yg bertindak selaku agen yg kedudukannya tidak bebas;
• agen atau pegawai dari perusahan asuransi yg tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yg menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
• komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yg dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.

13
Klasifikasi Subjek PPh (Psl 2 UU PPh)

Uraian SPDN SPLN


Definisi badan yg didirikan atau badan yg tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di bertempat kedudukan di Indonesia,
Indonesia yang : menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia melalui
BUT atau tidak

Kewajiban Subjektif Dimulai saat didirikan atau Dimulai secara otomatis saat
bertempat kedudukan di
menjalankan usaha melalui BUT
Indonesia
Berakhir pada saat tidak lagi menjalan
Berakhir saat dibubarkan
usaha melalui BUT di Indonesia atau
atau tidak lagi
bertempat kedudukan di tidak lagi menerima atau memperoleh
Indonesia penghasilan dari Indonesia

14
Klasifikasi Subjek PPh (Psl 2 UU PPh)

Uraian SPDN SPLN


Objek Pajak Penghasilan yang diterima Penghasilan yang berasal dari sumber
dari Indonesia dan luar penghasilan di Indonesia
Indonesia

Penghasilan Netto dengan


Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan bruto dengan tarif
tarif umum
sepadan

Kewajiban Pelaporan Tidak Wajib, pengenaan PPh dengan


Menyampaikan SPT mekanisme PPh Final
Tahunan

15
PENGECUALIAN Subjek PPh (Psl 3 UU PPh)

1. Badan Perwakilan Negara Asing


2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yg diperbantukan kepada mereka sepanjang :
a. bukan WNI;
b. di Indonesia tdk menerima/ memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya
di Indonesia, serta negara ybs memberikan timbal balik

3. Organisasi International dengan syarat:


a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia, contoh UNESCO, UNICEF,WHO

16
Manakah yang bukan termasuk Subjek Pajak Dalam Negeri ??

17
18
Pengertian Penghasilan (Psl 4(1) UU PPh)

 setiap tambahan kemampuan ekonomis yg


diterima atau diperoleh Wajib Pajak
 baik berasal dari Indonesia maupun luar
negeri
 yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak
 dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Baik Benefit In Cash maupun Benefit In Kind
19
KATEGORI PENGHASILAN
1. Penghasilan dari usaha dan kegiatan sering
disebut active income.

2. Penghasilan dari modal berupa harta


gerak ataupun tak gerak seperti bunga,
deviden, royalti, sewa, dan keuntungan
penjualan harta, (Passive Income)

3. Penghasilan lain-lain seperti pembebasan


utang dan hadiah sering disebut Other
Income.

20
CARA PENGENAAN
Penghasilan

Bukan Objek
Objek Pajak
Pajak

Objek Pajak
Objek Pajak
PPh Tidak Final
PPh Final
(tarif umum)

21
22
CARA PENGENAAN
• Jumlah seluruh penghasilan =A

• Dikurangi penghasilan yang bukan objek pajak = B

• Dikurangi Penghasilan yang menjadi Objek Final = C

• Penghasilan Tidak Final = A-B-C

23
Objek Pajak PPh Badan
1. Laba usaha;
2. Sewa dan penghasilan lan sehubungan dengan penggunaan harga
misal sewa mobil, sewa rumah, sewa gudang,sewa alat berat
3. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk keuntungan karena :
1) pengalihan harta kpd perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sbg pengganti saham / penyertaan
modal;
2) pengalihan harta kpd pemegang saham, sekutu, atau anggota yg diperoleh perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya;
3) likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dlm bentuk apa pun;
4) pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yg diberikan kpd keluarga sedarah
dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Per Men Keu, sepanjang tdk ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
5) penjualan / pengalihan sebagian / seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
24
Objek Pajak PPh Badan

25
Objek Pajak PPh Badan

26
Objek Pajak PPh Badan

27
Objek Pajak PPh Badan

28
Objek Pajak : Penghasilan (Psl 4(1) UU PPh)

4. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian


utang;
5. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
Termasuk pengertian deviden:
a. Pembagian laba
b. Pemberian saham bonus
c. Pembagian laba dlm bentuk saham
d. Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran
e. Pengeluaran pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya
perusahaan
f. Pembayaran bunga yang melebihi kewajaran.
g. SHU kepada anggotakoperasi
h. Pengeluaran perusahaan untuk kepentingan pribadi pemegang saham yang
dibebankan oleh perusahaan
29
Objek Pajak : Penghasilan (Psl 4(1) UU PPh)

6. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;


a. Hak atas harta tak berwujud misal hak paten
b. Hak atas harta berwujud, misal hak atas alat industri
c. Informasi
7. Hadiah dari undian, pekerjaan kegiatan atau penghargaan
8. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya misal PBB
9. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
10.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali s/d jml
tertentu yg ditetapkan dgn Peraturan Pemerintah;

30
Objek Pajak : Penghasilan (Psl 4(1) UU PPh)

11.keuntungan selisih kurs mata uang asing;


12. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
13. premi asuransi;
14. iuran yg diterima perkumpulan dari anggotanya yg terdiri dari
WP yang menjalankan usaha /pekerjaan bebas;
15. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak;
16. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
17. imbalan bunga sbgmn dimaksud dlm UU yg mengatur
mengenai KUP; dan
18. surplus Bank Indonesia.
31
Pengecualian Objek Pajak (Psl 4(3) UU PPh)
1. bantuan atau sumbangan
2. harta hibahan yg diterima oleh
a. badan keagamaan
b. badan pendidikan dan
c. badan sosial termasuk yayasan, badan,koperasi, atau orang pribadi
yg menjalankan usaha mikro dan kecil, yg ketentuannya diatur dgn
atau berdasarkan Per Men Keu, sepanjang tidak ada hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
3. harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sbg pengganti saham atau
sbg pengganti penyertaan modal;

32
TIDAK TERMASUK Objek Pajak (Psl 4(3) UU PPh)

4. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan


terbatas sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yg memberikan dividen paling rendah 25% dari
jumlah modal yg disetor;

33
Sisipan : psl 4 (3.f) UU PPh  Bukan Obyek Pajak

PT (WP DN)
badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah,

Penyertaan minimal 25 %
badan usaha
yg didirikan & bertempat
kedudukan di Indonesia

koperasi

Penyertaan saham
Dividen dari Cad Laba Ditahan,
Bukan Obyek PPh
34
Contoh
• PT MNC VISION akan melakukan pembayaran
deviden kepada pemegang saham dengan
rincian pemegang saham sebagai berikut:
• 30 % saham dimiliki oleh PT ABC
• 10% saham dimiliki oleh PT DEF
• 25% saham dimiliki oleh PT DOR
• 24 % saham dimiliki oleh PT ABD
• 11% dimiliki oleh Tn Amir....
Bagaimana perlakuan pajak atas pembayaran
deviden tersebut??

35
TIDAK TERMASUK Objek Pajak (Psl 4(3) UU PPh)
5. Penghasilan danna pensiun berupa:
a. uran yang diterima atau diperoleh pemberi kerja maupun pegawai;
b. penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yg ditetapkan dgn Kep Menteri Keuangan;
6. bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yg
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
7. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yg didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dgn syarat badan pasangan usaha tsb :
1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yg menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yg diatur dengan atau berdasarkan Per Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

36
TIDAK TERMASUK Objek Pajak (Psl 4(3) UU PPh)
5. Penghasilan dana pensiun berupa:
a. iuran yang diterima atau diperoleh pemberi kerja maupun
pegawai;
b. penghasilan dari modal yg ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yg ditetapkan dgn Kep Menteri Keuangan;
6. bagian laba yg diterima atau diperoleh anggota dari:
a. perseroan komanditer yg modalnya tidak terbagi atas saham-
saham,
b. persekutuan,
c. perkumpulan,
d. firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;

37
TIDAK TERMASUK Objek Pajak (Psl 4(3) UU PPh)

8. Surplus bank Indonesia selama jangka waktu 5 tahun sejak UU PPh


9. sisa lebih yg diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
dengan syarat:
a.bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan,
b.telah terdaftar pada instansi yg membidanginya,
c. ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
d.dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tsb

38
39
Penghasilan Objek PPh FINAL
PERTIMBANGAN PENGENAAN PPh FINAL

1. Perlu dorongan dalam rangka perkembangan


investasi
2. Kesederhanaan pemotongan pajak
3. Berkurangnya beban administrasi
4. Pemerataan dalam pengenaan pajak
5. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter
40
Jenis Penghasilan PPh FINAL

1. PENGHASILAN DARI BUNGA DEPOSITO DAN


PP No. 131 TAHUN 2000
TABUNGAN SERTA DISKONTO SBI (20 % X BRUTO)
2. PENGHASILAN DARI HADIAH UNDIAN
PP No. 132 TAHUN 2000
(25 % X BRUTO)
3. PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK
ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN PP 34 Tahun 2016
(2,5 % X NILAI PENGALIHAN)

4. PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN


PP No. 14 TAHUN 1997
SAHAM DI BURSA EFEK (0,1% dan 0,5%)

5. PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH


PP No. 5 TAHUN 2002
DAN/ATAU BANGUNAN (10 % X BRUTO)
PP No. 6 TAHUN 2002
6. PENGHASILAN BERUPA OBLIGASI YG DIPERDAGANG
Sttd P No. 16 TAHUN
KAN DI BURSA EFEK ( 0%, 5%,15 % dan 20%)
2009
7. PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI PP No. 51 TAHUN 2008
DAN JASA KONSULTAN (Plk 2%, 3%, dan 4%; Sttd PP No. 41 TAHUN
Perenc dan Pengws 4% dan 6%) 2009
41
Tambahan Objek Pajak bersifat Final

Bunga Simpanan yang dibayarkan Dikenakan tarif 10% x bunga


koperasi kepada anggota koperasi PP No 15/2009

Penghasilan dari transaksi Dikenakan tarif 2.5% x margin


derivatif berupa kontrak berjangka awal
yang diperdagangkan di bursa PP No 17/2009

Penghasilan dari dividen yang Dikenakan tarif 10% x dividen


diterima atau diperoleh oleh Orang PP No 19/2009
Pribadi Dalam Negeri

Wajib Pajak dengan peredaran PP 46 Tahun 2013


bruto tidak melebihi 4,8 M 1% dari Peredaran Bruto per bulan

42
Karakteristik FINAL & TDK FINAL
Uraian Bersifat Final Tidak Bersifat Final
Tidak digabungkan Digabungkan
Penghasilan dgn semua penghasilan dlm dgn semua penghasilan dlm
menghitung PPh keseluruhan menghitung PPh keseluruhan

PPh yg dipotong / Tidak dpt dikreditkan Dapat dikreditkan


dipungut / disetor dgn PPh terhutang atas dgn PPh terhutang atas
sendiri seluruh penghasilan seluruh penghasilan

Tidak dpt dikurangkan Dapat dikurangkan


Biaya / pengurang terhadap penghasilan bruto yg (sesuai ketentuan) thd
penghasilan dikenakan PPh yg tidak bersifat penghasilan bruto yg dikenakan
final PPh yg tidak bersifat final

Penghasilan yg Tidak mengenal Mengenal


dikenakan pajak rugi laba / rugi
43
Pendalaman Materi
1. Dari cara pengenaannya pajak penghasilan dibagi
3, kecuali:
A. Ph Objek Final
B. Ph Objek Tidak Final
C. Pajak Langsung
D. Ph Bukan Objek Pajak
2. Yang bukan merupakan objek pajak adalah
A.Laba Usaha
B. Bea Siswa
C. Sewa harta
D. Hadiah Undian

44
3. Berikut bukan merupakan subjek pajak
badan,kecuali:
A. Badan Perwakilan negara asing
B. Organisasi Internasional
C. Perwakilan Kantor Asing

4. Ph berikut dikenakan PPh Final Kecuali?


A. Hadiah undian
B. Hadiah penghargaan
C. Bunga Deposito
D. Sewa Tanah dan bangunan

45
Penilaian Persediaan (Metode
Harga Perolehan)

Metode Rata-Rata

Metode FIFO

46
Contoh perhitungan
TGL Transaksi Jumlah brg @ Jumlah

1/1 Persediaan awal 100 9

3/1 Pembelian 100 12

7/1 Pembelian 100 11,25

11/1 Penjualan 100

15/1 Penjualan 100

47
METODE RATA-RATA
Didapat harga Hrg rata2 Nilai Persediaan

100 9 9 100X9= 900

100x12= 1.200 1.200 +900=2.100 2.100/200= 10,5 200x10,5= 2.100

100x11,25= 1.125 +2.100=3.325 3.325/300= 10,75 300x10,75= 3.225


1.125
Penjualan 100x10,75= 1.075 200x10,75= 2.150

Penjualan 100x10,75= 1.075 100x10,75= 1.075

48
METODE FIFO
Didapat harga Nilai Persediaan

100 9 100X9= 900

100x12= 1.200 100X9= 900


100x12= 1.200

100x11,25= 1.125 100X9= 900


100x12= 1.200
100x11,25= 1.125
Penjualan 100x12= 1.200
100X9= 900 100x11,25= 1.125

Penjualan 100x11,25= 1.125


100X12= 1.200 49
Mereka Kita Coba
Paham Soal
Belum Ya... yukkkk

50
Latihan
TGL Transaksi Jumlah brg @ Jumlah

1/1 Persediaan awal 100 100.000

3/1 Pembelian 100 98.000

11/1 Pembelian 150 101.000

12/1 Penjualan 70

51
METODE RATA-RATA
Didapat harga Hrg rata2 Nilai Persediaan

100 100.000 100.000 100X100.000=


10.000.000
100x98.000= 9.800.000+10.000.00 19.800.000/200= 200x99.000=
9.800.000 0=19.800.000 99.000 19.800.000

150x101.000 15.150.000+19.800.0 34.950.000/350= 350x99.857=


= 15.150.000 00=34.950.000 99.857 34.950.000

Penjualan 70x 99.857 280x99.857=


99.857=6.989.990 27.959.960

52
METODE FIFO
Didapat harga Nilai Persediaan

100 100.000 100X100.000=


10.000.000
100x98.000= 9.800.000 100X100.000=
10.000.000
100x98.000= 9.800.000
150x101.000= 15.150.000 100X100.000=
10.000.000
100x98.000= 9.800.000
150x101.000=
15.150.000
Penjualan 70x 30X100.000= 3.000.000
100.000= 100x98.000= 9.800.000
7.000.000 150x101.000=
15.150.000
53
Sesi 2: PENILAIAN HARTA & PENYUSUTAN

54
PENILAIAN HARTA
• Tidak ada hub istimewa: harga perolehan
Jual Beli
• Ada hub istimewa: Jumlah yg seharusnya dikeluarkan

Tukar Menukar • Harga Pasar

Likuidasi,penggabungan
• Harga pasar
dsb

• Tdk ada hub usaha: Nilai perolehan


Hibah, bantuan
• Ada hub: Nilai Pasar

Setoran Modal • Nilai Pasar

55
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh
1. Dilakukan thd pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali
tanah;
2. untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
(3MP);
3. mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun;
4. metode penyusutan yg diperbolehkan adalah:
a. sama besar (metode garis lurus / straight-line method);
b. menurun (metode saldo menurun / declining balance
method).

56 02
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh
5. Masa manfaat & tarif penyusutan ditetapkan sbb :
Kelompok Harta Tarif penyusutan
Berwujud Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan
• Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
• Kelompok 2 8 Tahun 12,5 % 25 %
• Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
• Kelompok 4 20 Tahun 5% 10 %
II. Bangunan
 Permanen 20 Tahun 5%
 Tidak Permanen 10 Tahun 10 %

57 02
58
59
60
61
62
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh

Contoh metode saldo menurun :


Sebuah mesin dibeli bln Januari 2014 dgn harga perolehan Rp 150.000.000,-
Masa manfaat mesin tsb : 4 tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan
50% , maka penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut :

Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku


Harga Perolehan 150,000,000.00
2014 50% 75,000,000.00 75,000,000.00
2015 50% 37,500,000.00 37,500,000.00
2016 50% 18,750,000.00 18,750,000.00
2017 Sekaligus 18,750,000.00 0.00

Contoh metode garis lurus :


Sebuah gedung harga perolehannya Rp 100.000.000,- masa manfaat 20 tahun,
penyusutan tiap tahun sebesar Rp. 5.000.000,- (Rp 100.000.000,-
63 : 20) 02
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh
6. dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran,
kecuali untuk harta yg masih dalam proses pengerjaan  dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan harta tsb
Contoh 1.
Sebuah mesin diperoleh pd bulan Juli 2013 dgn harga perolehan Rp 100.000.000,-
Masa manfaat mesin tsb : 4 tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%, metode
penyusutan saldo menurun, maka penghitungan penyusutannya adalah sbb :
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
Harga Perolehan 100,000,000.00
2013 1/2 x 50% 25,000,000.00 75,000,000.00
2014 50% 37,500,000.00 37,500,000.00
2015 50% 18,750,000.00 18,750,000.00
2016 50% 9.375.000.00 9.375.000.00.00
2017 Disusutkan 9.375.000.00 0
sekaligus
Contoh 2.
Pengeluaran unt pembangunan gedung adalah Rp100.000.000,00. Pembangunan dimulai pada
bulan Oktober 2015 dan selesai unt digunakan pd bln Maret 2016. Penyusutan atas harga
perolehan bangunan gedung tsb dimulai pd bln Maret tahun pajak 2016.
64 02
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh
7. WP diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta
tersebut digunakan untuk 3MP atau pada bulan harta yg
bersangkutan mulai menghasilkan  hrs dgn persetujuan Direktur
Jenderal Pajak
Contoh
PT X yg bergerak di bidang perkebunan membeli traktor pada tahun
2008. Perkebunan tsb mulai menghasilkan (panen) pd tahun 2009.
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, penyusutan traktor tsb dpt dilakukan
mulai 2009.

8. Apabila WP melakukan penilaian kembali (sesuai Psl 19), maka dasar


penyusutannya adl nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva

65 02
PENYUSUTAN – Pasal 11 UU PPh
9. Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta :
- nilai sisa buku  dibebankan sebagai kerugian
- harga jual atau penggantian asuransi  penghasilan
pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.

10. Penyusutan Telepon Seluler Yang dibawa Pulang Pegawai Tertentu


50% X Biaya Perolehan  Aktiva Kelompok I

11. Penyusutan Kendaraan Dinas Yang dibawa Pulang Pegawai Tertentu


50% X Biaya Perolehan (Perbaikan besar)  Aktiva Kelompok
PMK-96/PMK.03/2009

12. Kelompok harta berwujud sesuai dgn masa manfaat diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan
66 02
HARTA YG TDK DAPAT DISUSUTKAN

• Tanah
Tanah hak milik, termasuk tanah yang berstatus hak guna
bangun, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali.

Kecuali:
Tanah bisa saja disusutkan dan dibebankan menjadi biaya
usaha apabila tanah tersebut berkurang karena
penggunaannya untuk memperoleh penghasilan.
Misalnya tanah yang dipergunakan oleh perusahaan genteng,
keramik atau batu bata untuk memproduksi genteng, keramik
dan batu batanya

67
HARTA YG TDK DAPAT DISUSUTKAN

• Harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan,


tetapi menurut PPh tidak dapat disusutkan adalah ;
1. Aktiva yang merupakan natura dan kenikmatan bagi
pegawai (rumah dinas /mess karyawan) bagi Wajib Pajak
yang tidak mendapat penetapan sebagai pengusaha di
daerah terpencil
2. Aktiva yang masih status leasing dengan Hak Opsi
3. Harta yang dimiliki WP yang tidak digunakan untuk 3 M
penghasilan obyek PPh.
4. Meski asset yang kita miliki kita gunakan dalam kegiatan
usaha atau terkait 3M, tetapi apabila penghasilan dari
kegiatan usaha kita itu dikenakan PPh bersifat final, maka
penyusutan asset itu pun tidak boleh dibebankan sebagai
biaya.

68
AMORTISASI – Pasal 11A UU PPh
1. Dilakukan thd pengeluaran unt pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta tak berwujud dan
pengeluaran lain termasuk biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill);
2. untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
(3MP);
3. mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun;
4. metode penyusutan yg diperbolehkan adalah:
a. sama besar (metode garis lurus / straight-line method);
b. menurun (metode saldo menurun / declining balance
method).
5. dimulai pd bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk
bidang usaha tertentu yg diatur lebih lanjut dgn Per Men Keu
69 02
Muhibah (Goodwill)
• adalah semua kelebihan yang terdapat
dalam suatu usaha seperti letak perusahaan yang
baik, nama yang terkenal, pimpinan yang ahli, dan
lain-lain.
• Goodwill akan timbul jika ada aktifitas suatu entitas
bisnis membeli entitas lain, dimana harga yang
dibayarkan lebih besar dari harga/kekayaan bersih
perusahaan yang dibeli
• Nilai tersebut diikutsertakan dalam
menetapkan harga satu perusahaan, yang baru
dapat diperhitungkan pada saat perusahaan dijual

70
Contoh
• PT Andalas ingin membeli PT. PSx Nilai PT PSx
berdasarkan neraca memiliki aset 100 M, dengan rincian
Nilai Liabilitas 20 M dan Equity 80 M.
• Karena PT PSx sdh terkenal dan memiliki lokasi strategis,
maka PT PSx jual mahal, mereka akhirnya sepakat
diharga 105 M.
• Maka, selisih harga inilah yang dinamakan Goodwill
• Pencatatan secara akuntansi:
• Aset 100 M
• Goodwill 5M
• Kas 85
• Liabilitas 20

71
AMORTISASI – Pasal 11A UU PPh
6. Masa manfaat & tarif penyusutan ditetapkan sbb :
Kelompok Harta Masa Manfaat Tarif penyusutan
Tidak Berwujud Garis Lurus Saldo Menurun
• Kelompok 1 4 Tahun 25 % 50 %
• Kelompok 2 8 Tahun 12,5 % 25 %
• Kelompok 3 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
• Kelompok 4 20 Tahun 5% 10 %

7. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan


pengeluaran lain yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di
bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dgn
menggunakan metode satuan produksi

72 02
AMORTISASI – Pasal 11A UU PPh
8. Amortisasi atas pengeluaran unt memperoleh hak penambangan
selain yang dimaksud pada angka “7” di atas, hak pengusahaan
hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya
yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, menggunakan
metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun.

Contoh:
Pengeluaran unt memperoleh hak pengusahaan hutan, yg mempunyai
potensi 10.000.000 (sepuluh juta) ton kayu, sebesar Rp 500.000.000,-
diamortisasi sesuai dgn % satuan produksi yg direalisasikan dlm thn yg
bersangkutan.
Jika dlm 1 tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton
yang berarti 30% dari potensi yang tersedia,
maka walaupun jml produksi pd thn tsb mencapai 30% dari jml potensi yg
tersedia, besarnya amortisasi yg diperkenankan unt dikurangkan dari
penghasilan bruto pada tahun tsb adl 20% dari pengeluaran atau
Rp100.000.000,- 73 02
AMORTISASI – Pasal 11A UU PPh
9. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sbgmn
dimaksud di atas, nilai sisa buku  sebagai kerugian dan
jml yg diterima sbg penggantian  penghasilan
Contoh :
PT X memperoleh hak penambangan minyak & gas bumi di suatu lokasi Rp500
juta Taksiran jml kandungan minyak di daerah tersebut 200 juta barel.
Setelah produksi minyak & gas bumi mencapai 100 juta barel,
PT X menjual hak penambangan tsb kpd pihak lain dgn harga Rp300 juta.
Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tsb sbb :
Harga perolehan Rp 500.000.000,-
Amortisasi yg telah dilakukan100 juta /200 juta barel (50%) Rp 250.000.000,-
Nilai buku harta Rp 250.000.000,-
Harga jual harta Rp 300.000.000,-

Dgn demikian nilai sisa buku Rp 250.000.000,00 dibebankan sebagai kerugian


dan sebesar Rp 300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan
74 02
AMORTISASI – Pasal 11A UU PPh
10. Biaya Pendirian, biaya perluasan modal, dan pre-operating expense
pengeluaran sebelum operasi  manfaat > 1 tahun
dikapitalisasi  amortisasi

11. Amortisasi atas Software komputer(Kep-316/PJ./2002, 17 Juni 2002


a. Aplikasi umum  dibiayakan, termasuk biaya upgrade (kel I)
b.Aplikasi Khusus  biaya upgrade ditambahkan ke sisa nilai buku
 amortisasi dimulaui pada bulan dilakukan upgrade

75 02
Pedalaman Materi
Beberapa transaksi PT Maknyuss di tahun 2016 adalah sebagai
berikut:
1. Menjual mobil kepada PT ABC seharga Rp 35.000.000
dengan nilai buku 20.000.000
2. Menjual mobil sejenis kepada Direktur seharga 30.000.000
3. Menerima pembayaran atas sewa tanah kepada PT Harimau
Rp 70.000.000
4. Membayar deviden dari cadangan laba ditahan kepada :
a. Tuan Ali ( 30% saham) Rp 30.000.000
b. PT Mana Lagi ( 24% saham) Rp 24.000.000
c. PT Sinar Mus ( 30% saham) Rp 30.000.000
d. PT Harapan ( 16% saham) Rp 16.000.000
6. Mendapatkan hadiah undian BRITAMA uang tunai 100 juta
7. Membeli aktiva berupa Mesin senilai 100 juta yang masuk
kelompok I pada tanggal 30 April 2016.(metode garis lurus)
8. Goodwill atas pembelian PT . Nescafe tanggal 15 Agustus
2016 Rp 200 jt dicatat dengan masa manfaat 9 tahun

76
Pedalaman Materi

77
Sesi 3: BIAYA YG DPT
DIKURANGKAN
( DEDUCTIBLE EXPENSE)

78
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh
adl biaya unt mendapatkan, menagih, & memelihara penghasilan,
termasuk :
a. biaya yg langsung / tdk langsung berkaitan dgn kegiatan usaha, a.l. :
1) biaya pembelian bahan;
2) biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunj yg diberikan dlm bentuk uang;
3) bunga, sewa, dan royalti;
4) biaya perjalanan;
5) biaya pengolahan limbah;
6) premi asuransi;
7) biaya promosi dan penjualan  diatur dgn Peraturan Menteri
Keuangan;
8) biaya administrasi; dan
9) pajak kecuali Pajak Penghasilan.
02
79
Pengeluaran 3 M atas penghasilan yang bukan objek pajak tidak dapat
dibebankan sebagaio biaya.
Contoh:
1. Penghasilan Yay. Dapensri selama tahun 2016 :
a. Penghasilan objek pajak Rp 300.000.000
b. Penghasilan bukan objek pajak Rp 200.000.000
Jika biaya selama 2016 adalah sebesar Rp 150.000.000
Maka:
Biaya yang boleh dibebankan: 3/5 x Rp 150.000.000

2. PT Nusa meminjam kepada bank Mandiri sebesar 2 M untuk membeli saham


di PT Sinar Mas dengan kepemilikan 30%.
Maka:
Bunga yang dibayar tidak boleh dibebankan sebagai biaya, karena Penghasilan
PT Nusa BUKAN OBJEK PAJAK.
80
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh
b. penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan atas
biaya lain yg mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun (sesuai
Pasal 11 & 11A UU PPh)
c. iuran kepada dana pensiun yg pendiriannya telah disahkan oleh Men
Keu;
d. kerugian krn penjualan atau pengalihan harta yg dimiliki dan
digunakan dlm perusahaan atau yg dimiliki unt mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian & pengembangan perusahaan
yg dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
81 02
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh
h. piutang yg nyata-nyata tidak dapat ditagih dgn syarat:
1) telah dibebankan sebagai biaya dlm laporan laba rugi komersial;
2) WP harus menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt ditagih kpd DJP; dan
3) telah diserahkan penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi
pemerintah yg menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur dan debitur yg bersangkutan; atau telah dipublikasikan dlm
penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jml hutang tertentu;
4) syarat sbgmn dimaksud angka 3) tidak berlaku unt penghapusan piutang
tak tertagih debitur kecil sbgmn dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf k UU
PPh;
yg pelaksanaannya diatur lebih lanjut berdsrkan Per Men Keu;
82 02
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh
i. Imbalan dalam bentuk natura seperti: (KMK-83/PMK.03/2009

a. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai

b. Imbalan natura daerah tertentu

c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan


dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan
kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya

j. biaya pembangunan infrastruktur sosial yg ketentuannya diatur


dengan Peraturan Pemerintah;

k. sumbangan fasilitas pendidikan yg ketentuannya diatur dgn


Peraturan Pemerintah; dan

l. sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuannya diatur


dgn Peraturan Pemerintah. 83 02
m. sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional yg
ketentuannya diatur dgn Peraturan Pemerintah;
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh
n. sumbangan dlm rangka penelitian dan pengembangan yg dilakukan
di Indonesia yg ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

o. Pembentukan dana cadangan untuk Wajib Pajak:


1) cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yg menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yg
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5) cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6) cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
84 02
Aturan Terkait Sumbangan (PMK-
76/PMK.03/2011
• Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya
• pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak
menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan
diberikan
• didukung oleh bukti yang sah
• lembaga yang menerima sumbangan Nomor Pokok
Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai
subjek pajak
• Nilai sumbangan tidak melebihi 5% (lima persen) dari
penghasilan neto fiskal Tahun Pajak sebelumnya

85
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN – Pasal 6(1) UU PPh

p. Biaya pulsa untuk pegewai tertentu sebesar 50% dari total biaya
yang dikeluarkan.

q. Biaya pemeliharaan kendaraan sedan dan sejenis untuk pegawai


tertentu sebesar 50% dari jumlah pemeliharaan

86 02
BIAYA YG DPT DIKURANGKAN tamb unt BUT – Pasal 5 UU PPh

Pengurang penghasilan bruto bagi BUT selain sbgmn diuraikan di


atas termasuk :
 Biaya administrasi yg dikeluarkan oleh kantor pusat sepanjang
digunakan unt menunjang usaha atau kegiatan BUT di
Indonesia;
 Jenis serta besarnya biaya yg boleh dikurangkan tsb
ditetapkan oleh Dirjen Pajak

87 02
BIAYA YG TIDAK DAPAT
DIKURANGKAN
( NON DEDUCTIBLE EXPENSE)

88
a. pembagian laba dgn nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yg dibayarkan oleh perusahaan
BIAYA YGkepada
asuransi TIDAK DPT DIKURANGKAN
pemegang polis, dan pembagian– Pasal 9 UU PPh
sisa hasil
usaha koperasi;
b. biaya yg dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. penggantian atau imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau
jasa yg diberikan dlm bentuk natura dan kenikmatan, misal
fasilitas menempati rumah dinas tanpa biaya, yang bagi
penerima bukan penghasilan.
d. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali yang
dapat dibiayakan oleh Wajib Pajak tertentu.
e. jumlah yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang
saham atau kepada pihak yg mempunyai hubungan istimewa
sebagai imbalan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan;

02
89
BIAYA YG TIDAK DPT DIKURANGKAN – Pasal 9 UU PPh

f. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan dan warisan

Jenis Hub usaha, pekerjaan, penguasaan


Penghasilan
Ada Hubungan Tidak Ada Hubungan

Pemberi Penerima Pemberi Penerima

Bantuan,Sum Deductible Objek Pajak Non Non Objek


bangan Expense Deductible Pajak
Expens

Harta hibah Deductible Objek Pajak Non NonObjek


diterima Expense Deductible Pajak
pengushaa Expens
kecil
90 02
BIAYA YG TIDAK DPT DIKURANGKAN – Pasal 9 UU PPh

g. Pajak Penghasilan
h. gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yg modalnya tdk terbagi atas saham;
i. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yg berkenaan dgn pelaksanaan perundang-undangan
di bidang perpajakan.

91 02
Perlakuan Bunga
Pinjaman
Pihak ke-3
MEMBIAYAKAN
BEBAN BUNGA

DEPOSITO BANK

DIPOTONG PPh
FINAL

92
Bunga Pinjaman

Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE - 46/PJ.4/1995

• Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya atau


lebih kecil dibanding jumlah rata-rata deposito atau
tabungan
maka : seluruh bunga tidak dapat dibebankan sebagai
biaya.
• Apabila jumlah rata-rata pinjaman > jumlah rata-rata
dana yang ditempatkan dalam bentuk deposito atau
tabungan lainnya, maka :

bunga yang boleh dibebankan :


bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata
pinjaman yang melebihi jumlah rata-rata dana yang
ditempatkan sebagai deposito berjangka atau
tabungan lainnya

93
SE-46/PJ.4/1995 tgl 5/10/1995
Contoh 1: Pinjaman > Deposito:
Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun =Rp 150.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito dalam 1 tahun =Rp 40.000.00000
Bunga pinjaman seluruhnya =Rp 30.000.000,00
Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya

= {(150 juta - 40 juta) / 150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta.

Contoh 2: Pinjaman < Deposito:


Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun =Rp 130.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito dalam 1 tahun =Rp 140.000.00000
Bunga pinjaman seluruhnya =Rp 30.000.000,00

Maka Bunga pinjaman tidak dapat dikurangkan sebagai biaya

94
Debt to Equity Ratio (DER)
perbandingan antara utang dan modal

PMK-169/PMK.010/2015

Wajib Pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di


Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham

Besarnya perbandingan antara utang dan modal adalah (4:1)

Besarnya biaya pinjaman sesuai dengan perbandingan utang


dan modal

95
Pengecualiandari ketentuan
Debt to Equity Ratio (DER)

Wajib Pajak bank

Wajib Pajak lembaga pembiayaan

Wajib Pajak asuransi dan reasuransi

Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan yang terikat


kontrak bagi hasil,

Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri

Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur

96
• Contoh:
• Total Modal PT ABC Rp 760.000.000.000
• Rata-rata pinjaman Rp 4.562.500.000.000

97
SE Dirjen Pajak No. SE - 27/PJ.22/1986
• Benar-benar dikeluarkan
(formal)
• ada hubungannya dengan
kegiatan usaha wajib pajak
(material)
• Dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh, yang memuat:
o nomor urut,
o tanggal dan jenis entertainment,
o nama tempat,
o alamat,
o jumlah,
o Relasi usaha yang berisi:
o Nama relasi,
o posisi,
o nama perusahaan,
o jenis usaha.
99
PERLAKUAN BIAYA
TERKAIT PPh
FINAL DAN TIDAK FINAL
( JOINT COST)

100
WAJIB MELAKUKAN PEMBUKUAN
TERPISAH

Memiliki usaha yang dikenai PPh final


dan tidak final

Menerima penghasilan dari objek pajak


dan bukan objek pajak

Mendapatkan dan tidak mendapatkan


fasilitas pepajakan pasal 31 A
101
PERLAKUAN BIAYA BERSAMA

Biaya Tidak bisa Dihitung


bersama dipisahkan?? Proporsional

102
CONTOH PERHITUNGAN

• Menyewakan Tenant Mall


PT .OPI • Memiliki OPI Mart
MALL

• Sewa tenan: 3.000.000.000


Peredaran • Omset OPI Mart: 1.000.000.000
Usaha • Biaya bersama: 200.000.000

Pembebanan • OPI mart:(1.000.000.000/4.000.000) X 200 jt


Biaya
103
Biaya Tenaga Kerja
Bagi Perusahaan Deductible Expense
Bagi Karyawan Taxable Income
• Gaji pokok, uang lembur, THR
• Tunjangan : makan, transportasi, PPh 21, pengobatan,
perumahan
• Premi asuransi pegawai dibayar perusahaan
• Penggantian pengobatan, pemberian uang sewa
rumah, uang cuti
• Pemberian uang, selain pembagian laba
Bagi Perusahaan Non Deductible Expense
Bagi Karyawan Taxable Income
PEMBAGIAN LABA dalam bentuk :
• Jasa produksi
• Jasa prestasi
• Tantiem
• Gatifikasi
• Bonus
104
Biaya Tenaga Kerja
Bagi Perusahaan Non Deductible Expense
Bagi Karyawan Non Taxable Income

• Pemberian dalam bentuk natura/ kenikmatan


• Pemberian pakaiaan, kecuali berkaitan dengan
keamanan atau keselamatan pekerjaan
• Pengobatan cuma-cuma
• Cuti ditanggung perusahaan
• PPh 21 ditanggung perusahaan
• Penyusutan, biaya perbaikan, biaya
pemeliharaan serta bahan bakar atas
kendaraan perusahaan yang dikuasai dan
dibawa pulang pegawai tertentu (50%)
• Penyusutan, biaya pulsa, perbaikan dan
pemeliharaan ponsel pegawai tertentu (50%)

105
Biaya Tenaga Kerja
Bagi Perusahaan Deductible Expense
Bagi Karyawan Non Taxable Income
• Natura dan kenikmatan di daerah tertentu
o Tempat tinggal
o Pelayanan kesehatan
o Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya,
o Pengangkutan
o Olah raga kecuali sarana olah raga golf,
boating dan pacuan kuda
• Natura dan kenikmatan sehubungan dengan
keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan
o Dalam rangka dan kerkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan
o Berkenaan dengan situasi lingkungan

106
RANGKUMAN
DEDUCTIBLE & NON
DEDUCTIBLE EXPENSE

107
108
109
110
111
112
113
Hubungan Istimewa

114
Hubungan Istimewa Tipe I

Pengusaha mempunyai penyertaan


langsung atau tidak langsung
sebesar 25 % atau lebih pada
pengusaha lain.
50 %
PT. RCTI PT. Global TV

25 % 50 %
(tidak langsung) PT. INDOVISION

115
HUBUNGAN ISTIMEWA TIPE 2

Hubungan antara pengusaha


dengan penyertaan 25 % atau lebih
pada dua pengusaha atau lebih.

30%
PT. RCTI PT. MNC FINANCE
(TV) (JASA KEUANGAN)

40 % Hubungan
PT. INDOVISION Istimewa
(TV KABEL)

116
Tipe 3

Tenaga Ahli
PT. Rekayasa PT. Pancang Buana
(Teknologi Pengecoran Beton) (Produsen Pilar Beton)

Hubungan Istimewa

117
Contoh

Hubungan istimewa Tipe IV

Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun


semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
atau kesamping satu derajat.

- Ayah - Mertua
- Ibu - Anak Tiri
- Anak

Sedarah Kakak/Adik Ipar Semenda

118
Kewenangan danMetode DJP atas Transaksi
Hub Istimewa

Pasal 18 ayat 3 UU PPh


• Menentukan kembali penghasilan kena pajak

Metode:
• Perbandingan harga dgn phk independen
• Harga pejualan kembali
• Biaya Plus
• Pembagian laba
• Laba Bersih Transaksional

119
Pinjaman Tanpa Bunga dari pemegang Saham

Berasal dari dana milik pemegang saham dan bukan milik


pihak lain

Modal yang harus disetor pemegang saham telah disetor


seluruhnya

Pemegang saham tidak dalam kondisi merugi

Perusahan sedang mengalami kesulitan keuangan

120
Kompensasi Kerugian

121
KOMPENSASI KERUGIAN

Apabila Kerugian tsb dapat


dikompensasikan dengan
Penghasilan Bruto (-) Penghasilan mulai tahun
pengurang yg diperkenankan pajak berikutnya
didapat Kerugian berturut-turut s/d 5 tahun.

Pasal 6 ayat (2)

122
KOMPENSASI KERUGIAN

KOMPENSASI KERUGIAN 5 (LIMA) TAHUN

CONTOH

Laporan Laba Rugi PT MNCD mulai tahun 2004 adalah sbb :


2004 : RUGI FISKAL (1.100.000)
2005 : RUGI FISKAL ( 300.000)
2006 : RUGI FISKAL ( 150.000)
2007 : LABA FISKAL 100.000
2008 : LABA FISKAL 200.000
2009 : LABA FISKAL 300.000
2010 : LABA FISKAL 400.000
2011 : LABA FISKAL 500.000
123
Tahun Pjk Laba(Rugi) Kompensasi Kerugian

2004 2005 2006

2004 (1.100.000)

2005 (300.000) (1.100.000)

2006 (150.000) (1.100.000) (300.000)

2007 100.000 (1.000.000) (300.000) (150.000)

2008 200.000 (800.000) (300.000) (150.000)

2009 300.000 (500.000) (300.000) (150.000)

2010 400.000 - (50.000)

2011 500.000 -

124
KAMU Masih
Bingung ???

125
LATIHAN KOMPENSASI KERUGIAN

PT. A Tahun 2009 menderita kerugian Fiskal (Rp 1.200.000.000,- )


Dalam 5 tahun berikutnya Rugi- Laba Fiskal PT. A sbb :

2010 : LABA FISKAL Rp 200.000.000.-


2011 : RUGI FISKAL Rp 600.000.000.-
2012 : LABA FISKAL NIHIL
2013 : LABA FISKAL Rp 100.000.000.-
2014 : LABA FISKAL RP 800.000.000.-
2015 : LABA FISKAL RP 400.000.000.-
2016 : LABA FISKAL RP 500.000.000.-

126
Tahun Laba(Rugi) Kompensasi Kerugian
2009 2011
2009 (1.200.00.000)
2010 200.00.000) (1.000.000.000)

2011 (600.000.000) (1.000.000.000)


2012 NIHIL (1.000.000.000) (600.000.000)
2013 100.000.000 (900.000.000) (600.000.000)
2014 800.000.000 (100.000.000) (600.000.000)
2015 400.000.000 (200.000.000)
2016 500.000.000 -
Sisa Rugi fiskal tahun 2009 Rp100.000.000,00 pada akhir tahun 2014 tidak boleh
dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015,
sedangkan rugi fiskal tahun 2011 Rp300.000.000,00 hanya boleh dikompensasikan dgn
laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai
sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016

127
Penghasilan Kena Pajak

128
Skema Rekonsiliasi Fiskal

Dokumen Jurnal Buku Trial


Sumber Umum Besar Balance

Laporan Laporan
Rekonsiliasi
Keuangan Keuangan Fiskal
Fiskal
Komersial (SPT PPh Badan)
(Profit/Loss)
Koreksi
Fiskal

Perbedaan Perbedaan
PSAK 46
Temporer/waktu Permanen/Tetap
129
KOREKSI FISKAL
Latar Belakang

Adanya perbedaan perlakuan terhadap penghasilan dan pengurang


penghasilan menurut Laporan Keuangan Komersial (SAK) dan Peraturan
Perpajakan

Jenis Koreksi Fiskal


- Koreksi Positip (+) : menambah Penghasilan Kena Pajak

- Koreksi Negatip (-) : mengurangi Penghasilan Kena Pajak

Mari kita lihat Tabel Berikut ini:

130
Jenis Koreksi Fiskal Lap. Komersil Lap Fiskal

Koreksi positif Penghasilan < Penghasilan


(Menambah PKP)

Biaya > Biaya

KoreksiNegatif Penghasilan > Penghasilan


(Mengurangi PKP)

Biaya < Biaya

131
Koreksi • Penghasilan PPh Final
Penghasilan • Penghasilan Bukan Objek
Pajak

• Berhubungan dengan usaha


Biaya • Didukung bukti yang valid
• Jumlah wajar

132
WAJIB PAJAK BADAN

Pembukuan
Laporan R/L

Laba Komersial

Penghasilan Biaya

Bukan Objek Objek Pajak Objek Pajak Deductible Non Deductible


Pajak Final Tidak Final

KOREKSI
FISKAL

LABA FISKAL
POSITIF NEGATIF
Berakibat Berakibat Dasar
menambah Laba mengurangi Perhitungan
Fiskal Laba Fiskal Pajak
Penghasilan
Di SPT Tahunan
133
JENIS KOREKSI FISKAL
1. Beda Tetap
Perbedaan perlakuan di Lap Keu Komersial (SAK) dan Peraturan Perpajakan bersifat
tetap

a. Dividen yg diterima PT, Koperasi, BUMN/ BUMD atas penyertaan modal pd


badan usaha di Indonesia , dgn syarat dividen yg diterima PT, BUMN,
BUMD berasal dari cad laba yg ditahan dankepemilikan saham paling
rendah 25%
• Komersial : obyek kena pajak
• Fiskal : bukan obyek kena pajak

b. Bunga Tabungan / Deposito


• Komersial : penghasilan yg digabung dgn penghasilan lain
• Fiskal : bersifat final – tdk digabung dgn penghasilan lain

a. Sumbangan, Fringe Benefit, PPh dll


• Komersial : boleh dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan
• Fiskal : tidak boleh dibebankan sebagai biaya pengurang
penghasilan 134
KOREKSI FISKAL
Contoh : Beda Tetap

Cfm. Cfm.
URAIAN Koreksi Fiskal Keterangan
Komersial Fiskal
Penerimaan Deviden dari
PT. ABCD (penyertaan Bukan Obyek Pajak
150.000.000 (150.000.000) -
40%)
Dikenakan PPh
Bunga Deposito 160.000.000 (160.000.000)
- Final
Sumbangan HUT RI & ABRI 20.000.000 20.000.000 Psl.9
-
Bantuan ke Panti Asuhan 10.000.000 10.000.000 Psl.9
-

135
JENIS KOREKSI FISKAL
2. Beda Waktu

Perbedaan perlakuan antara Akuntansi Komersial (SAK) dan Peraturan


Perpajakan menyangkut saat (waktu) pengakuannya yang berbeda.

 Pengakuan biaya penyusutan – perbedaan tarif


 Penilaian persediaan – perbedaan metode
 Pengahukuan penghapusan piutang – perbedaan persyaratan
 dll

136
KOREKSI FISKAL

Contoh : Beda Waktu

Cfm. Koreksi
URAIAN Cfm. Fiskal Keterangan
Komersial Fiskal
Penyusutan - Aktiva
250.000.000 300.000.000 (50.000.000) Beda tarif
Pabrik
Pemakaian Bahan Beda
800.000.000 760.000.000 40.000.000
(HPP) metode
persyaratan
Penghapusan
90.000.000 70.000.000 20.000.000 blm
Piutang
terpenuhi

137
Pendalaman Materi

138
139
140
141
142
143
Tarif PPh BADAN & BUT (Psl 17 & 31E UU PPh)

1. Tarif : 25 % ( Psl 17 ayat 1 b)

WP Badan DN yg berbentuk PT yg paling sedikit 40% dari jumlah


keseluruhan saham yg disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dpt memperoleh tarif sebesar
5% lebih rendah daripada tarif tsb di atas
2.
Syarat Lainnya:
1. Jumlah saham publik 40% atau lebih dan paling sedikiti dimiliki 300
pihak
2. Masing2 Pihak hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% Psl 17 2b)
WP Badan DN dgn peredaran bruto s/d Rp 50 milyar mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tsb pd no.1 di atas yang
3.
dikenakan atas PKP dari bagian peredaran bruto s/d Rp 4,8 milyar
(Psl 17 31 E)
Contoh : … 144
PT. ABD melaporkan Peredaran Usaha dalam SPT
Tahunan 2016 sebesar Rp 60 Miliar dengan

Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 1.400.000.000

X 1.400.000.000 = Rp 350.000.000

145
PT. Unilever Tbk melaporkan Peredaran Usaha dalam SPT
Tahunan 2016 sebesar Rp 60 Miliar dengan

Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 1.400.000.000

( - 5% ) X 1.400.000.000 = Rp 2800.000.000

146
Omzet sampai dengan 4,8 M
Mendapatkan
fasilitas • pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pasal 17
pengurangan Sisa omzet yang telah dikurangi bagian 4,8
tarif M
• tetap menggunakan tarif pasal 17

Bagian Omzet Tarif Pajak


Bagian omzet s.d. 4,8 M 12.5%
Bagian omzet 4,8 s.d. 50 M 25 %

(Pasal 31E UU PPh ) 147


Tarif Pasal 31E
Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2016 Rp 4.500.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak Rp 500.000.000,-
Penghitungan pajak yang terutang :
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yg diperoleh dari peredaran bruto tsb
dikenakan tarif sebesar 50% dari tarif PPh Badan yg berlaku karena
jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,-
Pajak Penghasilan yg terutang:
50% x 25% x Rp 500.000.000,- = Rp 62.500.000,-

148
Contoh 2:
Tarif Pasal 31E
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2016 Rp 30.000.000.000,-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 3.000.000.000,-
Penghitungan Pajak Penghasilan yg terutang :
a. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yg memperoleh fasilitas :
Rp 4.800.000.000,- x Rp 3.000.000.000,- = Rp 480.000.000,-
Rp. 30.000.000.000,-
b. Jumlah PKP dari bagian peredaran bruto yg tidak memperoleh fasilitas :
Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang :
50% x 25% x Rp 480.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
25% x Rp 2.520.000.000,00 = Rp 630.000.000,00
Jumlah PPh yang terutang Rp 690.000.000,00

149
PT X tahun 2016
Peredaran Usaha (Omzet) Rp. 48.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 4.000.000.000

Uraian Omzet PKP Tarif PPh


4,8 M
Fasilitas 4,8 M 400.000.000 12,5% 50.000.000
X 4M
48 M

Tarif 4,8 M s.d 48 M (4.000.000.000 - 25% 900.000.000


biasa (sisanya) 400.000.000
Total 48.000.000.000 4.000.000.000
Jumlah PPh Terutang 950.000.000

150
Penerapan PPf Final PP 46
Thn 2013
Wajib Pajak Yang memiliki Peredaran
bruto tertentu:
• WP Orang Pribadi dan WP Badan tidak
termasuk BUT
• Penghasilan dari usaha, tidak termasuk
Pekerjaan Bebas dengan peredaran usaha
TIDAK MELEBIHI 4,8 M dalam 1 tahun
pajak
151
Tidak Termasuk WP Badan
• Belum beroperasi secara komersial
• Pererasan usaha setelah beroperasi komesial melebihi 4,8
Miliar

Tarif
• 1%

Peredaran Bruto
• Misal untuk tahun 2015 omset < 4,8M, maka untuk tahun
2016 WP membayar PPh Final 1%.
• Jika di Thn 2016 omset telah melewati 4,8 M, WP tetap
membayar PPh Final sampai akhir 2017
• Untuk Tahun 2017 WP dikenakan PPh Tarif Pasal 17

152
Dasar Pengenaan Pajak

• Jumlah Peredaran bruto Tiap Bulan


• PPh terutang dihitung 1% x Peredaran Bruto
• Untuk WP Baru: Jumlah Omset bulan pertama
disetahunkan

Kompensasi kerugian atas penghasilan


lainnya
• 5 tahun mulai tahun pajak berikutnya
• Tahn Pajak dikenakan PPh Final tetap dihitung
• Kerugian yang terjadi pada tahun pajak dikenakan PPh
Final tidak dapat dikompensasikan

153
CONTOH PERHITUNGAN

1. Peredaran Bruto CV. Ando tahun 2014 sebesar Rp


3.400.000.000
Maka untuk tahun 2015 CV. Ando harus membayar
1% dari Peredaran Bruto tiap bulan
2. Januari 2015 omset CVAndo 900.0000.000
PPh Final = 1% x 900.000.000= 90.000.000.
3. Jika Omset CVAndo s.d. bulan Nopember 2015
sebesar 6 M,
Maka s.d. Desember 2015 tetap membayarPPh Final
4. Untuk tahun 2016 CV Ando dikenakan PPh Psl 17

154
CONTOH PERHITUNGAN

1. CV. Ando terdaftar pada bulan September 2017


dengan peredaran usaha sebesar Rp 600.000.000
Penghasilan BrutoSeptember 2017 di setahunkan:
12/1 x Rp 600.000.000 = 7.200.000.000,-
Maka untuk tahun 2017 PPh Final

155
Norma Penghitungan khusus
Penerima Penghasilan Norma penghitungan

Perusahaan Pelayaran Dalam 4%


Negeri

Perusahaan Penerbangan Dalam 6%


Negeri

Perusahaan Penerbangan Luar 6%


Negeri

Kantor Perwakilan Dagang 1%

156
KREDIT PAJAK BAGI
WP BADAN DALAM NEGERI DAN BUT

PEMUNGUTAN PPh DARI KEGIATAN DI BIDANG IMPOR


PASAL 22 ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN

PEMOTONGAN PPh DARI


DIVIDEN,BUNGA,ROYALTI,SEWA,
PASAL 23
HADIAH DAN PENGHARGAAN,
DAN IMBALAN LAIN

PAJAK YG DIBAYAR ATAU TERUTANG ATAS


PASAL 24 PENGHASILAN DARI LUAR NEGERI YANG BOLEH
DIKREDITKAN

PASAL 25 PEMBAYARAN YG DILAKUKAN OLEH WAJIB PAJAK


SENDIRI

PASAL 26 PEMOTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN SP LN YG


AYAT (5) MENJADI SP DN (TDK BERSIFAT FINAL)

TIDAK BOLEH SANKSI ADMINISTRASI BERUPA


BUNGA, DENDA DAN KENAIKAN
DIKREDITKAN
SERTA SANKSI PIDANA BERUPA DENDA
157
PPh Pasal 24

Pilih yang terkecil antara:


• Pajak yang dipotong di luar negeri; atau
• Max.Kedit Pajak Luar Negeri (MKPLN)

Pengh. LN
MKPLN = X PPh Terutang
PKP
CONTOH PERHITUNGAN
1. Berikut Penghasilan netto PT. Ando selama tahun 2014:
a. Dari Indonesia : 8.000.000.000
b. Dari Singapura : 2.000.000.000 PPh dibayar: 800.000.000
c. Di Malaysia Rugi

Penghitungan PPh Pasal 24 adalah sbb:


Ph Netto dlm negeri 8.000.000.000
Ph dari Singapura 2.000.000.000
Total PKP 10.000.000.000
PPh terutang 25% x 10.000.000.000= 2.500.000.000

Batas maksimal kredit Pajak dari Singapura:


2.000.000.000
10.000.000.000 x 2.500.000.000 = 500.000.000

159
ANGSURAN PPh PASAL 25
ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 25 ayat (1)

BESAR ANGSURAN PPh PASAL 25 SETIAP BULAN

PPh TERUTANG MENURUT


SPT TAHUNAN PPh THN PAJAK YG LALU

DIKURANGI

PPh YANG PPh YANG


DIPOTONG ATAU TERUTANG ATAU DIBAYAR
DIPUNGUT : DI LUAR NEGERI YANG BOLEH
PPh PSL 21 DIKREDITKAN
PPh PSL 22 (PPh PSL 24)
PPh PSL 23
DIBAGI

12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN


161
DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
CONTOH PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh 25

PPh TERUTANG MENURUT SPT TAHUNAN PPh 2011 SEBESAR Rp 50.000.000,00


DIKURANGI :
a. PPh YG DIPUNGUT PIHAK LAIN Rp 10.000.000,00
(PPh PSL. 22)
b. PPh YANG DIPOTONG PIHAK LAIN Rp 17.500.000,00
(PPh PSL 23)
c. KREDIT PPh LUAR NEGERI Rp 7.500.000,00
(PPh PSL. 24)
JUMLAH KREDIT PAJAK (Rp 35.000.000,00)
PPh KB /PPh Pasal 29 Rp 15.000.000,00

BERAPA BESARNYA ANGSURAN YG HRS DIBAYAR SENDIRI SETIAP BULAN UTK


THN 2012 ?

162
ANGSURAN BULANAN UNTUK BULAN SEBELUM BATAS WAKTU
PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
Pasal 25 ayat (2)

SAMA BESARNYA DENGAN :


- Angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu

CONTOH :

- SPT TAHUNAN PPh 2011 DISAMPAIKAN MARET 2012 ANGSURAN PPh DESEMBER
2011 Rp 1.000.000,00. BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI 2012 DAN
PEBRUARI 2012 SEBESAR Rp 1.000.000,00

• - APABILA BULAN SEPTEMBER 2011 DITERBITKAN KEPUTUSAN PENGURANGAN


ANGSURAN PAJAK MENJADI NIHIL SEHINGGA ANGSURAN PAJAK SEJAK OKTOBER
2011 S.D DESEMBER 2011 MENJADI NIHIL

• - BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI 2012 DAN PEBRUARI 2012 YAITU
NIHIL 163
ANGSURAN PPh PASAL 25
APABILA DALAM TAHUN BERJALAN
DITERBITKAN skp UNTUK TAHUN
PAJAK YANG LALU
Pasal 25 ayat (4)

ANGSURAN PAJAK DIHITUNG KEMBALI BERDASARKAN skp TAHUN PAJAK YANG LALU,
BERLAKU MULAI BULAN BERIKUTNYA SETELAH BULAN PENERBITAN skp

CONTOH :

- BERDASARKAN SPT TAHUNAN PPH 2011, BESARNYA ANGSURAN PAJAK RP.


1.250.000,00
- JUNI 2012 DITERBITKAN SKP TAHUN 2011 MENGHASILKAN ANGSURAN SETIAP
BULAN RP. 2.000.000,00

* ANGSURAN PAJAK MULAI JULI 2012 SEBESAR Rp 2.000.000,00

164
ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN
BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU
Pasal 25 ayat (6)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
BERWENANG

MENETAPKAN ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN APABILA :

WP BERHAK ATAS KOMPENSASI KERUGIAN

WP MEMPEROLEH PENGHASILAN TIDAK TERATUR

SPT TAHUNAN PPh TAHUN YG LALU DISAMPAIKAN SETELAH LEWAT


BATAS WAKTU YG DITENTUKAN

WP MEMBETULKAN SENDIRI SPT THNAN PPh YG MENGAKIBATKAN


ANGSURAN BULANAN LEBIH BESAR DARI ANGSURAN BULANAN
SEBELUM PEMBETULAN
WP DIBERIKAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN
SPT TAHUNAN PPh

TERJADI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU KEGIATAN WP165


PPh Pasal 25

Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu


penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya
angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Apabila terdapat kompensasi rugi, maka penghasilan neto sebagai dasar


Perhit. PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar pengh.
neto dengan memperhitungkan sisa rugi yang belum dikompensasi

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak ybs,


maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan penghasilan neto
seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur.

PPh Pasal 25 yang terlambat lapor, maka anguran sama dengan SPT Tahun
Lalu dan bersifat sementara sampai SPT Tahunan dilaporkan

Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang lalu,
maka PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, &
berlaku mulai bulan berikutnya setelah diterbitkannya SKP
166
PPh Pasal 25

Jika WP membetulkan sendiri sehingga angsuran PPh Pasal 25 lebih besar,


Maka berlaku surut sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahn.

Jika WP diberikan perpanjangan, maka mulai batas waktu penyampaian


SPT Tahunan sampai bulan sebelum disampaikan SPT sama besarnya dgn
Angsuran berdasarkan SPT Tahunan sementara

Apabila terjadi perubahan kegiatan usaha:


1. Penurunan kegiatan usaha WP dapat mengajukan penurunan angsuran
2. Jika terjadi peningkatan dan PPh diperkiran naik sampai150% , maka
angsuran PPh pasal 25 harus dihitung kembali.

167
ANGSURAN PPh PASAL 25
BAGI WP TERTENTU
MENTERI KEUANGAN
PERMENKEU No. 255/PMK.03/2008
BERWENANG

MENETAPKAN PENGHITUNGAN BESARNYA ANGSURAN PPh


PASAL 25 BAGI :
 Wajib Pajak baru
 Wajib Pajak Bank
 Wajib Pajak Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi
 Badan Usaha Milik Negara
 Badan Usaha Milik Daerah
 Wajib Pajak Masuk Bursa
 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha tertentu
 Wajib Pajak Lainnya 168
ANGSURAN PPh PASAL 25
Permenkeu No.255/PMK.03/2008

Orang Pribadi Menggunakan Pembukuan :


(Penghasilan Neto Sebulan dari Pembuk* x 12) – PTKP x Tarif Umum
12

Orang Pribadi menggunakan pencatatan atau Pembukuan Namun tdk


Dapat Dihitung Besarnya Penghasilan Neto Setiap Bulan :
WAJIB (Penghasilan Neto Sebulan dari NPPN** x 12) – PTKP x Tarif Umum
PAJAK 12

BARU Badan :
(Penghasilan Neto Sebulan dari Pembuk* x 12) x Tarif Umum
12

Badan Yg Mempunyai Kewajiban Membuat Laporan Berkala:


(Proyeksi LR*** Fiskal Lap. berkala Ke-1 Yg Disetahunkan) x Tarif Umum
12

WP Bank
& SGU (LR* Fskl Lap.Triwulan Terakhir yg Disetahunkan- PPh Ps 24) x Tarif Umum
Dengan 12
Hak Opsi
*Pembuk = Pembukuan
**NPPN = Norma Penghitungan Penghasilan Neto
***LR = Laba Rugi 169
ANGSURAN PPh PASAL 25
Permenkeu No.255/PMK.03/2008

(LAPORAN LABA RUGI FISKAL RKAP* PPh PASAL 22 ATAU


BUMN/BUMD PPh PASAL 23 ATAU PPh PASAL 24) x TARIF UMUM : 12

WP Masuk Bursa
& WP Lainnya (LABA RUGI FISKAL LAPORAN BERKALA TERAKHIR
Yg DiWajibkan PPh PASAL 22 ATAU PPh PASAL 23 ATAU PPh PASAL 24) x
Membuat Laporan TARIF UMUM : 12
Berkala

WP Orang Pribadi 0,75% X JUMLAH BRUTO SETIAP BULAN DARI MASING-


MASING TEMPAT USAHA
Pengusaha tertentu

*RKAP = Rencana Kerja & Anggaran Pendapatan.


RKAP Yg Dimaksud adalah RKAP Yg Disahkan
Rapat Umum Pemegang saham, Jika RAKP Belum
Disahkan maka Angsuran PPh Pasal 25 Sama
Dengan Angsuran PPh Pasal 25 Bulan Terakhir
170
Tahun Pajak Sebelumnya
BAGAIMANA JUMLAH SELURUH XXXX
MENGHITUN PENGHASILAN
BIAYA BRUTO
XXX
G PAJAK? (-)
JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL X
XXX
KOREKSI FISKAL X
POSITIF XXX
NEGATIF X
(XXX (+)
PENGHASILAN NETO FISKAL XXX
)
KOMPENSASI KERUGIAN X
XXX
PENGHASILAN KENA PAJAK X (-)
XXX
PPh TERUTANG X
XXX
KREDIT PAJAK X
XXXX
DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK XXXX
KETIGA
TELAH DIBAYAR SENDIRI XXXX (+)
JUMLAH KREDIT PAJAK XXXX
(-)
KURANG/LEBIH BAYAR XXXX
171
PPh Akhir Tahun (Psl 29) BADAN

PPh Kurang Bayar = PPh terhutang – Kredit Pajak  PPh terhutang > Kredit Pajak
PPh Lebih Bayar = PPh terhutang – Kredit Pajak  PPh terhutang < Kredit Pajak
PPh Nihil = PPh terhutang – Kredit Pajak  PPh terhutang = Kredit Pajak

Kredit Pajak :
• PPh Pasal 22
• PPh Pasal 23
• PPh Pasal 24
• PPh Pasal 25 (termasuk Pokok STP)
• PPh Pasal 26 (5)

172
Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25

Pokok Pajak …….. 2.000.000 Dapat


dikreditkan
Sanksi Admin……. 80.000
Jumlah …………… 2.080.000

Tdk dpt
Dikreditkan maupun
dibiayakan
PPh Akhir Tahun (Psl 29)

Contoh

Pajak Penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00

Kredit pajak:
Pemungutan pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 15.000.000,00
Pemotongan pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00

Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar (PPh Psl 29) Rp 35.000.000,00

174
Perlakuan Perpajakan
Kawasan ekonomi Khusus

PMK-104/PMK.010/2016
KEK TANJUNG API-API

Anda mungkin juga menyukai