PERTEMUAN 1
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI (OP)
B. Subjek PPh
Pengertian mengenai Subjek dan Non-Subjek Pajak mengacu kepada ketentuan dan
peraturan perpajakan, yaitu mengacu kepada Pasal 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan
dimana dinyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah:
a. 1. Orang pribadi;
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu Mekanisme
perpajakan di
kesatuan menggantikan yang berhak;
BUT
b. Badan; dan dipersamakan
c. Bentuk usaha tetap. dengan badan
Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewaris. Sejak saat
itu pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat pada warisan tersebut. Kewajiban
pajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada para ahli waris.
Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya beralih kepada para ahli waris.
SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II
SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II
Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada
saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia dan berakhir pada saat bentuk usaha
tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia.
R. Mansury, Ph.D menegaskan jadi ada tiga golongan subjek pajak dalam negeri,
yaitu: orang pribadi, badan dan warisan. Ketiga-tiganya dengan syarat-syarat tertentu.
Profesor DR Rochmat Soemitro SH menjelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah
orang atau badan atau warisan yang belum terbagi yang mempunyai tempat kedudukan
atau tempat tinggal di Indonesia. Apabila subjek pajak memenuhi syarat-syarat objektif,
atau lazimnya disebut memenuhi kewajiban pajak objektif, maka subjek itu akan
dikenakan pajak dan menjadi wajib pajak.
SPDN OP memiliki kewajiban pajak subjektif yang dimulai pada saat OP tersebut
dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada
saat meninggal atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sedangkan untuk
SPDN Badan kewajiban subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi
bertempat kedudukan di Indonesia.
SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II
SPLN OP dan SPLN Badan memiliki kewajiban pajak subjektif yang dimulai pada
saat OP atau Badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana
melalui BUT atau pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT atau pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Oleh karena itu terdapat perubahan status Subjek Pajak menjadi Wajib Pajak Dalam
Negeri atau Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dimana WPLN bisa WPLN yang mempunyai
BUT di Indonesia maupun yang tidak mempunyai BUT di Indonesia. Selain itu ada WPLN
yang pengenaan pajaknya diatur khusus dalam Pasal 15 UU PPh yaitu WPLN yang
mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
SPDN OP yang merupakan warga negara Indonesia berubah statusnya menjadi
SPLN bila bekerja di LN lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan dapat
menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai
penduduk LN yang dapat berupa:
a. Green card;
b. Identity card;
c. Student card;
d. Pengesahan alamat di LN pada paspor oleh Kantor Perwakilan RI di LN;
e. Surat keterangan dari KBRI atau Kantor Perwakilan RI di LN; atau
f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
Dengan perubahan status tersebut, penghasilan yang diterima sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan di luar Indonesia dan penghasilan lainnya yang bersumber dari
Indonesia tidak dikenakan pajak di Indonesia.
Subjek Pajak berubah menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Status
Wajib Pajak dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Wajib Pajak Luar
Negeri (WPLN). Status ini akan menentukan bagaimana pengenaan pajak dilakukan.
Untuk WPDN karena dianut konsep World Wide Income, maka WPDN dikenai pajak atas
penghasilan yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Sedangkan untuk WPLN
karena mengacu pada asas sumber maka pengenaan pajaknya hanya akan dikenakan
terhadap penghasilan yang bersumber dari dalam negeri. Pasal 26 UU PPh mengatur
pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang berada di Indonesia dengan tarif dasar 20% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP
Pasal 26 terdiri dari 3 jenis:
a. Jumlah bruto;
b. Perkiraan penghasilan netto;
c. Penghasilan setelah dikurangi pajak (earning after tax).
SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
B Subjek Pajak Luar Negeri
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
nomor 3, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia
Latihan Soal
Karen seorang Warga Negara Indonesia, dia bekerja di Korea lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan. Penghasilan Karen bersumber dari pekerjaannya di Korea
saja, dari penghasilan yang diperoleh dari Korea tersebut, Karen sudah dikenakan dan
dipotong pajak disana. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa Karen:
A. Bukan merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan dikenakan PPh lagi di Indonesia
B. Merupakam Wajib Pajak dalam negeri dan tidak perlu melaporkan SPT Tahunannya
C. Bukan merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri dan tidak dikenakan PPh lagi di
Indonesia
D. Merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri dan tidak dikenakan PPh lagi di Indonesia
namun perlu melaporkan SPT Tahunannya
Jawaban : C
- Indra Sugiarto -
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
Pertemuan 2
Objek Pajak Penghasilan
A. Pengertian Penghasilan
Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh, penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
a) Setiap tambahan kemampuan ekonomis
Jumlah neto (penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya terkait untuk
memperoleh penghasilan tersebut)
Seluruh penghasilan digabungkan (kecuali yang dikenakan pajak final dan
yang bukan objek pajak), termasuk kerugian
Ukuran terbaik dalam menentukan gaya pikul wajib pajak
Tambahan kemampuan ekonomis yang sudah terealisasi
Pengertian penghasilan tidak melihat sumbernya maupun pemakaian
penghasilan tersebut, melainkan menekankan pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis.
b) Yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Stelsel pengakuan penghasilan yaitu stelsel kas, stelsel akrual, dan stelsel
campuran
Jika melakukan pencatatan → stelsel kas murni
Jika melakukan pembukuan → stelsel kas campuran atau stelsel akrual
c) Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
Sumber penghasilan tidak dibatasi
bagi SPDN, objek pajaknya penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan
Luar Indonesia
Bagi SPLN (asas sumber), objek pajaknya hanya penghasilan darI Indonesia
d) Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan.
e) Dengan nama dan dalam bentuk apapun
Penghasilan tidak terikat pada apa yang tertulis pada pembukuan/pencatatan
yang disusun oleh WP, tapi lebih menekankan pada sifat atau hakikatnya.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
Catatan: pastikan paham mengenai penghasilan final dan yang bukan objek pajak,
selain itu berarti terkena pajak akhir tahun.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
5) Penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
Catatan: bunga tabungan, deposito, bersifat final
c. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asiransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
Catatan: dividen yang diterima orang pribadi bersifat final
d. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak
e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta.
Catatan: dewa tanah dan bangunan bersifat final.
4. Penghasilan Lain-lain
a. Hadiah
b. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
Contoh: PBB yang telah dikurangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak,
karena suatu hal diterima kembali.
c. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
d. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PP 130 Tahun 2000, utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya
tidak lebih dari Rp350.000.000,00, termasuk Kukesra, KUT, KPRSS.
e. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
f. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
g. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
h. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
i. Surplus Bank Indonesia.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
Biaya 3M ( untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) tidak
dapat dikurangkan
Tetap dikenakan pajak bersifat final walaupun rugi usaha
Mekanisme pelunasannya biasanya dipotong/dipungut oleh pihak lain
2. Pertimbangan dalam mengenakan PPh Final terhadap penghasilan tertentu:
Mendorong investasi dan tabungan masyarakat;
Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun DJP;
Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
Memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
3. Objek PPh Final
a. Penghasilan Tertentu sdd Pasal 4 ayat (2) UU PPh
1) Bunga deposito/tabungan, bunga obligasi dan SUN, bunga simpanan
anggota koperasi
2) Hadiah undian
3) Penjualan saham di BEI
4) Penghasilan dari pengaliha ha katas tanah dan/atau bangunan, sewa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate
5) Dividen/SHU koperasi yang diterima WPOP DN
b. Penghasilan bagi WP tertentu yang penghasilan netonya dihitung dengan norma
penghitungan khusus (NPK) sdd Pasal 15 UU PPh
1) Penghasilan WP bidang usaha pelayaran dalam negeri
2) Penghasilan WP bidang usaha pelayaran dan penerbangan luar negeri
3) Peredaran bruto kantor perwakilan dagang asing (KPDA)
4) Penghasilan dari usaha Jasa Maklon Iternational di bidang Produksi mainan
anak-anak (ada hubungan istimewa dengan pengguna jasa)
c. Dividen yang diterima oleh WPOP DN yang pengenaan pajaknya bersifat final
diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
d. Penghasilan berupa selisih lebih revaluasi aktiva tetap yang pengenaan pajaknya
bersifat final diatur dalam pasal 19 UU PPh
e. Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang diatur dalam pasal 21
UU PPh
1) Uang manfaat pension, JHT yang dibayarkan sekaligus
2) Uang pesangon yang dibayarkan sekaligus
3) Honorarium dan imbalan lain atas beban APBN/D yang diterima PNS,
anggota TNI, Polri, dan pensiunan
f. Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang diatur dalam pasal 22
UU PPh
1) Penjualan BBM, BBG, dan pelumas dari produsen/importer kepada penyalur
g. PPh 8 ayat 2
Penghasilan istri semata dari satu pemberi kerja
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
D. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak
Pasal 4 ayat (3) UU PPh menetapkan jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan
sebagai objek pajak atau bersifat negative list. Dengan adanya negative list ini berarti
penghasilan di luar Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini adalah objek pajak.
Sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai
objek pajak adalah sebagai berikut :
a. Bantuan atau sumbangan dan hibah
- Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan/lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh badan/lembaga
yang disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarakn PP 18 tahun 2009.
- Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk
yayasan, koperasi, atau OP yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuan lebih lanjut diatur berdasarkan PP sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harta
- termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/
penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan
Sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh:
- bukan WP, contoh : WHO di Jakarta
- WP yang dikenakan pajak secara final, contoh : perusahaan jasa konstruksi
- WP yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) seperti
pada pasal 15 UU PPh, contoh: perusahaan pelayaran dalam negeri
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
- sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
f. Dividen/bagian laba
Yang diterima atau diperoleh PT WPDN, koperasi, BUMN/BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
1) Dividen cadangan laba ditahan.
2) Bagi PT, BUMN/D kepemilikan minimal 25%
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension
Yang pendiriannya telah disahkan MenKeu, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension
- sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan KMK.
i. Bagian laba
Yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
j. Dihapus
k. Penghasilan yang diterima / diperoleh perusahaan modal ventura
Berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha/kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut :
1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau menjalankan usaha
atau kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur bedasarkan PMK
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK yaitu
penghasilan berupa beasiswa yang diterima WNI dari Wajib Pajak pemberi beasiswa
dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang dilaksanakan di
dalam/luar negeri. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika penerima beasiswa
mempunyai hubungan istimewa dengan :
Pemilik
Komisaris
Direksi
Pengurus
m. Sisa lebih yang diterima/ diperoleh badan/lembaga nirlaba
Yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada WP tertentu
Yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
1) Yang dimaksud BPJS adalah JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, ASKES, dan
badan hokum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jamian sosial
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
2) Yang dimaksud WP tertentu :
a) WP yang tidak mampu dibawah garis kemiskinan dengan kriteria yang
ditetapkan BPS
b) WP yang sedang mengalami bencana alam tsunami, banjir, gunung
meletus, dll
c) WP yang tertimpa musibah tertimpa kecelakaan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya.
Hidupkanlah dalam
pikiranmu bahwa proses
adalah suatu hal yang
kamu hargai.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
PERTEMUAN 3
PENGHASILAN NETTO, PTKP, TARIF, DAN KREDIT PAJAK
A. Penghasilan Netto
1. Penghasilan Neto dari Pekerjaan dalam Hubungan Kerja
Untuk menghitung besarnya penghasilan netto karyawan, maka yang perlu
dihitung adalah komponen dari penghasilan tersebut: yaitu penghasilan bruto dan
pengurang penghasilan bruto (biaya).
a. Penghasilan Bruto
Sumber data penghasilan bruto seorang karyawan yang bekerja pada
pemberi kerja biasanya berupa Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, yaitu Formulir
1721-A1 (Bukti Pemotongan PPh Ps 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun
atau THT/JHT) , Formulir 1721-A2 (Bukti Pemotongan PPh Ps 21 bagi PNS atau
anggota TNI/POLRI atau pejabat negara dan pensiunan), atau Formulir 1721-VI
(Bukti Pemotongan PPh Ps 21 (tidak final) atau Ps 26).
1) Formulir 1721-A1. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Gaji/Pensiun atau THT/JHT
b) Tunjangan PPh
c) Tunjangan lainnya, uang lembur, dan sebagainya
d) Honorarium dan imbalan lain sejenisnya
e) Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
f) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
dipotong PPh 21
g) Tantiem, bonur, gratifikasi, jasa produksi dan THR
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
dikenakan pemotongan PPh Ps 21 adalah jumlah yang sebenarnya diterima
dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Ps 21, serta yang bukan
Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Ps 21
sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan.
2) Formulir 1721-A2. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Gaji pokok/Pensiun
b) Berbagai jenis tunjangan
c) Penghasilan tetap dan teratur lainnya yang pembayaran terpisah
dengan gaji. Missal THR.
3) Formulir 1721-VI. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Honorarium untuk pegawai tetap
b) Jasa produksi, tantiem, bonus atau imbalan kepada mantan pegawai
c) Penarikan dana pensiun oleh pegawai
d) Imbalan kepada peserta kegiatan (pegawai sendiri).
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
b. Pengurang Penghasilan Bruto
1) Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun
Biaya Jabatan diperuntukkan bagi pegawai tetap atau karyawan aktif,
sedangkan biaya pensiun untuk karyawan yang telah berhenti bekerja. Jumlah
biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar
5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 6.000.000
dalam setahun atau Rp 500.000 dalam sebulan.
Jumlah biaya pensiun adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan
jumlah setinggi-tingginya Rp 2.400.000 dalam setahun atau Rp 200.000
dalam sebulan.
2) Iuran Pensiun/THT/JHT
Merupakan iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkan oleh
wajib pajak yang bersangkutan, baik melalui pemberi kerja maupun secaran
langsung kepada dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
2) memberitahukan penggunaan Norma kepada Direktur Jenderal Pajak paling
lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
Ketentuan tentang NPPN yang diatur antara lain :
1) daftar Persentase NPPN dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
a) 10 ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b) Ibukota provinsi lainnya;
c) Daerah Lainnya.
2) Perhitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu
jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis
usaha atau pekerjaan bebas dengan memperhatikan pengelompokan wilayah
tersebut.
3) Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha
atau pekerjaan bebas adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-
masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung sebagaimana poin 2)
diatas.
4) Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka
persentase NPPN dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 tahun pajak.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
Contoh:
1) Tuan Robert memperoleh royalti atas penggunaan hak Industrial oleh PT ABC. PT
ABC membayar royalti sebesar Rp. 100.000.000 pada bulan Agustus 2018.
Mekanisme yang umum dan seharusnya berlaku sesuai ketentuan pajak adalah:
PT ABC akan mentransfer dana sebesar Rp 85.000.000.000 ke rekening Tuan
Robert.
PT ABC akan membuatkan Bukti Pemotongan PPH Pasal 23 a.n Tuan Robert
sebesar Rp 15.000.000 (15%, tarif PPh Pasal 23 x 100 juta)
PT ABC akan menyetor pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 15.000.000
tersebut ke Kas Negara dan melaporkan dalam SPT Masa PPh pasal 23/26
Masa Agustus 2018.
Jawab :
Bagi Tuang Robert, Penghasilan Neto dari Royalti ini tetap Rp 100 juta, bukan
sejumlah neto sebesar Rp. 85 juta, sebab 15 juta merupakan Kredit Pajak yang nanti
akan diperhitungkan dengan Pajak terutang di akhir tahun. Andaikan dalam transaksi
ini terdapat “biaya transaksi” yang menjadi beban Tuan Robert, misal ongkos
transfer bank dan/atau biaya kurir mengantar cek/bilyet giro sebesar Rp. 500.000;
maka Penghasilan neto Tuan Robert adalah Rp 99,5 jura. Ia akan menerima dana
neto sebesar Rp 84,5 juta seta menerima Bukti pemotongan PPh Pasal 23 senilai 15
juta. (bukan 14.925.000 (15% x Rp 99,5 juta)).
5. Penghasilan Neto Luar Negeri
Penghasilan yang menjadi objek pajak bisa berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia (world wide income). Untuk keperluan perhitungan batas jumlah PPh
luar negeri yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan luar negeri ditentukan
sebagai berikut:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada;
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada;
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Sedangkan penentuan kapan penghasilan luar negeri diakui, artinya
digabungkan bersama-sama dengan Ph Neto Dalam Negeri ke dalam SPT
Tahunan, diatur sebagai berikut:
untuk penghasilan dari usaha, termasuk penghasilan dari cabang atau
perwakilan WPDN di luar negeri, dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut;
untuk penghasilan yang berasal dari Trust di luar negeri ditentukan sebagai
berikut:
1) dalam hal Trust di luar negeri dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust
adalah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut; dan
2) dalam hal Trust di luar negeri tidak dikenai pajak penghasilan di tingkat
Trust adalah Tahun Pajak diperolehnya atau diterimanya penghasilan
tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;
Trust adalah skema, pengaturan, atau hubungan berdasarkan
perjanjian tertulis antara orang atau badan yang bertindak selaku
pendiri dan orang atau badan yang bertindak selaku pemegang
kepemilikan atas suatu harta dengan kewajiban untuk mengelola harta
tersebut untuk kepentingan penerima manfaat.
untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut;
untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan.
PMK yang mengatur hal ini adalah 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan
Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Perhitungannya oleh WP dalam
negeri atas penyertaan modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain
Badan Usaha yang menjual Sahamnya di Bursa Efek.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
6. Zakat
Zakat yang dibayarkan oleh orang pribadi dapat menjadi pengurang dalam
menentukan besarnya penghasilan neto sepanjang memenuhi persyaratan tertentu.
Namun sebaliknya, zakat yang diterima oleh orang pribadi merupakan penghasilan
bukan objek pajak.
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
C. Tarif Pajak
Tarif PPh dikenal dengan tarif progresif yang artinya semakin besar tangkat
penghasilan dikenakan tarif semakin besar menurut lapisan PKP. Tarif pajak yang
diterapkan atas PKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sesuai Pasal 17 UU
PPh:
Lapisan Penghasilan Tarif
5%
s.d. 50 Juta
15%
> 50 Juta s.d. 250 Juta
Dalam penerapan tarif di atas, jumlah PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh.
D. Kredit Pajak
Kredit pajak adalah pajak yang telah dipotong yang dapat diperhitungkan untuk
mengurangi pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pajak Perhitungan akhir
tahun(PPH 29) Dilakukan dengan kredit pajak yang dibayar oleh WP dalam tahun
berjalan, bai melalui pembayaran sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan
pihak lain.
1. PPh pasal 25
Angsuran PPh pasal 25 ayat 1
Angsuran PPh pasal 25 ayat 7( WP OP pengusaha tertentu)
Surat tagihan pajak ( Pokok Pajaknya saja )
2. PPh pemotongan/pemungutan pihak lain
PPh Pasal 21
Kredit pajak PPh 21 berasal dari pemotongan pajak atas penghasilan dari
pekerjaan, kegiatan dan penghargaan
PPh Pasal 22
Kredit pajak PPh 22 berasal dari pemotongan pajak atas pengadaan barang
kepada pemungut PPh, kegiatan impor dan penjualan barang tertentu
PPh Pasal 23
Kredit pajak PPH 23 berasal dari pemotongan pajak atas penghasilan yang
berasal dari Dividen, Royalti, dan bunga
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
E. Perhitungan PPh untuk WP/OP secara umum
Si Supri berstatus belum menikah, Supri sehari hari bekerja di sebuah perusahaan yang
bernama PT.Tidak Ada Yang Abadi sebagai staff personalisasi yang tugasnya merekrut
para pegawai baru dengan penghasilan perbulan Rp. 10 Juta,Tunjangan Rp.100.000.Pada
Tahun 2007 Si Supri mendapat bonus Rp 2 Juta dan THR 1 kali gaji pokok.Premi Asuransi
kesehatan dan kematian dibayar perusahaan masing2 Rp75.000 dan Rp40.000.Iuran
pensiun dibayar perusahaan 10% gaji pokok, dibayar sendiri 3% gaji pokok.Hitunglah
PPh terutang pada tahun 2007
Penghasilan
Gaji Pokok Rp.10 Juta x 12 Bulan Rp.120.000.000
Tunjangan Rp.100.000 x 12 bulan Rp.1.200.000
Bonus Rp.2.000.000
THR Rp.10.000.000
JKM Rp.40.000 x 12 Bulan Rp.480.000
JKS Rp.75.000 x 12 Bulan Rp.900.000
Penghasilan Bruto Rp.134.580.000
Pengurang
Biaya jabatan 5% x Rp.134.580.000 Rp.6.729.000
Iuran Pensiun 3% x Rp.120.000.000 Rp.3.600.000
Penghasilan Netto Rp.124.251.000
PTKP 1 Tahun WP/OP (Rp.54.000.000)
PKP Rp.70.261.000
SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
3. Pisah harta dan penghasilan ( PH )
Status ini muncul apabila terdapat suami dan istri yang tidak bercerai namun
melakukan perjanjian untuk pemisahan harta dan penghasilan.Masing masing dari
mereka harus memiliki NPWP dan harus memenuhi kewajibannya secara terpisah.
4. Manajement Terpisah ( MT )
Status ini terjadi apabila Suami dan Istri yang tidak bercerai namun melakukan
perjanjian melaksanakan hak dan kewajiban perusahaan secara terpisah. Kondisi mirip
seperti PH dimana mengharuskan keduanya memiliki kepemilikan NPWP terpisah baik
suami dan istri. Pajak terutang PH dan MH dihitung berdasarkan penggabungan
penghasilan netto suami dan istri,yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai
dengan perbandingan penghasilan netto masing masing
SUPLEMEN BREGADASATYA