Anda di halaman 1dari 26

PERPAJAKAN II

PERTEMUAN 1
SUBJEK PAJAK ORANG PRIBADI (OP)

A. Definisi Subjek Pajak


Pengertian subjek pajak mengacu pada pendapat R. Mansury, PhD adalah orang
pribadi dan badan yang ditentukan oleh Undang-Undang sebagai subjek yang dituju
untuk dikenakan pajak. Sedangkan menurut Professor DR. Rochmat Soemitro SH
dinyatakan bahwa subjek pajak adalah subjek yang mungkin dikenakan pajak tetapi belum
tentu dikenakan pajak.
Yang disebut dengan subjek pajak adalah orang pribadi, badan, persekutuan atau
warisan yang belum terbagi yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
undang. Agar supaya subjek pajak dikenakan pajak maka harus dipenuhi syarat-syarat
objektif. Syarat objektif yang dimaksud adalah persyaratan penghasilan telah memenuhi
objek pengenaan PPh dan diwajibkan untuk dilakukan pemotongan/pemungutan.

B. Subjek PPh
Pengertian mengenai Subjek dan Non-Subjek Pajak mengacu kepada ketentuan dan
peraturan perpajakan, yaitu mengacu kepada Pasal 2 Undang-Undang Pajak Penghasilan
dimana dinyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak penghasilan adalah:
a. 1. Orang pribadi;
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu Mekanisme
perpajakan di
kesatuan menggantikan yang berhak;
BUT
b. Badan; dan dipersamakan
c. Bentuk usaha tetap. dengan badan

Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewaris. Sejak saat
itu pemenuhan kewajiban perpajakannya melekat pada warisan tersebut. Kewajiban
pajak subjektif warisan berakhir pada saat warisan tersebut dibagi kepada para ahli waris.
Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya beralih kepada para ahli waris.

SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II

C. Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri


Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. R. Mansury, PhD mengemukakan bahwa dalam konteks perpajakan internasional,
subjek pajak itu sebagai “persons” atau orang-orang. Orang yang dituju untuk dikenakan
pajak menurut Model-Model Tax Treaty tersebut dapat diambil menjadi dua kelompok,
yaitu:
a. Orang pribadi – individual, dan
b. Badan, yang disebutkan dalam OECD Model sebagai “legal person, company, any
other body of persons (partnership or assocciation) or any entity which is trated as a
body corporate for tax purpose”.
Bentuk usaha tetap (BUT) dimasukkan sebagai “any entity is treated as a body
corporate for tax purpose ”. Oleh karena itu perlakuan perpajakan atas BUT adalah sama
dengan perlakuan perpajakan atas Wajib Pajak badan dalam negeri. Selanjutnya DR R
Mansury mengemukakan bahwa subjek pajak internasional itu ada dua kelompok, yaitu:
a. Subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan (menerima atau memperoleh)
penghasilan dari sumber-sumber di luar negeri, dan
b. Subjek pajak luar negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber-sumber
di Indonesia.
Adapun sistem perpajakan di Indonesia membagi subjek pajaknya menurut UU PPh
menjadi dua, yakni Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Subjek Pajak Luar Negeri
(SPLN).
1. Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN)
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (3), yang dimaksud
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) adalah:
a. Orang Pribadi (OP) yang:
1) Bertempat tinggal di Indonesia
2) Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
3) Dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.

SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II

Penjelasan dalam Undang-Undang tersebut adalah sebagai berikut:


Ayat (3)

Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada
saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia dan berakhir pada saat bentuk usaha
tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia.
R. Mansury, Ph.D menegaskan jadi ada tiga golongan subjek pajak dalam negeri,
yaitu: orang pribadi, badan dan warisan. Ketiga-tiganya dengan syarat-syarat tertentu.
Profesor DR Rochmat Soemitro SH menjelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah
orang atau badan atau warisan yang belum terbagi yang mempunyai tempat kedudukan
atau tempat tinggal di Indonesia. Apabila subjek pajak memenuhi syarat-syarat objektif,
atau lazimnya disebut memenuhi kewajiban pajak objektif, maka subjek itu akan
dikenakan pajak dan menjadi wajib pajak.

SPDN OP memiliki kewajiban pajak subjektif yang dimulai pada saat OP tersebut
dilahirkan, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada
saat meninggal atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Sedangkan untuk
SPDN Badan kewajiban subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi
bertempat kedudukan di Indonesia.

2. Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)


Pengertian mengenai subjek pajak luar negeri mengacu pada Pasal 2 ayat (4)
Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah:
a. OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia, dan
b. OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, OP yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan Badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap
(BUT) di Indonesia.

SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II

SPLN OP dan SPLN Badan memiliki kewajiban pajak subjektif yang dimulai pada
saat OP atau Badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana
melalui BUT atau pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
BUT atau pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Oleh karena itu terdapat perubahan status Subjek Pajak menjadi Wajib Pajak Dalam
Negeri atau Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dimana WPLN bisa WPLN yang mempunyai
BUT di Indonesia maupun yang tidak mempunyai BUT di Indonesia. Selain itu ada WPLN
yang pengenaan pajaknya diatur khusus dalam Pasal 15 UU PPh yaitu WPLN yang
mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
SPDN OP yang merupakan warga negara Indonesia berubah statusnya menjadi
SPLN bila bekerja di LN lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan dapat
menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai
penduduk LN yang dapat berupa:
a. Green card;
b. Identity card;
c. Student card;
d. Pengesahan alamat di LN pada paspor oleh Kantor Perwakilan RI di LN;
e. Surat keterangan dari KBRI atau Kantor Perwakilan RI di LN; atau
f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.
Dengan perubahan status tersebut, penghasilan yang diterima sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan di luar Indonesia dan penghasilan lainnya yang bersumber dari
Indonesia tidak dikenakan pajak di Indonesia.
Subjek Pajak berubah menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau
memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Status
Wajib Pajak dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Wajib Pajak Luar
Negeri (WPLN). Status ini akan menentukan bagaimana pengenaan pajak dilakukan.
Untuk WPDN karena dianut konsep World Wide Income, maka WPDN dikenai pajak atas
penghasilan yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri. Sedangkan untuk WPLN
karena mengacu pada asas sumber maka pengenaan pajaknya hanya akan dikenakan
terhadap penghasilan yang bersumber dari dalam negeri. Pasal 26 UU PPh mengatur
pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang berada di Indonesia dengan tarif dasar 20% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP
Pasal 26 terdiri dari 3 jenis:
a. Jumlah bruto;
b. Perkiraan penghasilan netto;
c. Penghasilan setelah dikurangi pajak (earning after tax).

SUPLEMEN REGADASATYA
PERPAJAKAN II

Dalam hal ketentuan Perjanjian Perhitungan Pajak Berganda (P3B) mengatur


berbeda dari yang tertulis di Pasal 26, maka yang berlaku adalah ketentuan P3B sebagai
lex spesialis dari UU PPh. Namun perlu diperhatikan bahwa P3B tidak mengatur aspek
pemajakan terkait objek-objek penghasilan yang dikenakan maupun yang tidak dikenakan
pajak, melainkan mengatur pembatasan hak pemajakan suatu negara atas penghasilan
yang diterima oleh WPLN yang bersumber dari negara tersebut.
Sifat pengenaan pajak dalam Pasal 26 UU PPh adalah final, kecuali bagi penghasilan
yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh dan pemotongan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh OP atau Badan LN yang berubah status menjadi
WPDN atau BUT. Pasal 26 ayat (1) UU PPh menjelaskan bahwa pemotongan pajak 20%
dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. Dividen;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. Hadiah dan penghargaan;
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.

D. Status Subjek Pajak bagi WNI yang diluar negeri


Pada dasarnya, Orang Pribadi WNI merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri
(SPDN). Hal ini ditunjukkan dengan kewajiban pajak subjektif yang melekat
kepadanya.
WNI akan berubah status dari SPDN menjadi SPLN apabila :
1. Bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
2. Memperoleh penghasilan dari luar negeri
3. Telah dikenakan dan membayar pajak di luar negeri dan tidak memperoleh
penghasilan dari dalam negeri

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

Status Subjek Pajak OP Sumber penghasilan dari Sumber penghasilan dari


WNI luar Indonesia Indonesia
Subjek Pajak Luar Negeri Tidak dikenakan pajak Dikenakan pajak
(SPLN) penghasilan di Indonesia penghasilan sesuai
ketentuan perundang-
undangan di bidang
perpajakan yang berlaku
Subjek Pajak Dalam Negeri Dikenakan pajak Dikenakan pajak
(SPDN) penghasilan sesuai penghasilan sesuai
ketentuan perundang- ketentuan perundang-
undangan di bidang undangan di bidang
perpajakan yang berlaku perpajakan yang berlaku

E. Timbul dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif

Subjek Pajak Mulainya kewajiban Berakhirnya kewajiban


subyektif subyektif

A Subyek Pajak Dalam Negeri

Orang Pribadi Saat dilahirkan, berniat Saat meninggal dunia atau


tinggal di Indonesia atau meninggalkan Indonesia

sejak hari pertama berada di untuk selama-lamanya.


Indonesia.

Badan Saat badan tersebut Saat badan tersebut


didirikan atau bertempat dibubarkan atau tidak lagi
kedudukan di Indonesia berkedudukan di
Indonesia.

Warisan yang Saat timbulnya warisan Saat warisan tersebut dibagi

belum terbagi yang belum terbagi (pewaris kepada ahli warisnya.


meninggal).

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
B Subjek Pajak Luar Negeri

Orang Pribadi Saat orang pribadi Saat tidak lagi


menjalankan usaha atau menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan atau melakukan kegiatan atau
menerima/memperoleh menerima/memperoleh
penghasilan dari Indonesia penghasilan dari
Indonesia.

Badan Saat Badan Saat tidak lagi


menjalankan usaha menjalankan usaha atau
atau melakukan melakukan kegiatan atau
kegiatan atau
Menerima atau Menerima atau
memperoleh penghasilan memperoleh penghasilan
dari Indonesia dari Indonesia.

C. Bentuk Usaha Saat BUT tersebut Saat BUT tersebut tidak


Tetap (BUT) mulai berada di lagi berada di
Indonesia Indonesia

F. Non-Subjek Pajak Orang Pribadi


Adapun beberapa yang tidak digolongkan sebagai subjek pajak yang didasarkan
atas Pasal 3 UU PPh, antara lain sebagai berikut :
1. Kantor perwakilan asing
2. Pejabat pejabat perwakilan diplomatic dan konsultan atau pejabat pejabat lain dari
Negara asing dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
dan bertempat tinggal bersama dengan mereka, dengan syarat bukan WNI dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan memberlakukan timbal balik
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
nomor 3, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha kegiatan atau
pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

G. Perbedaan Pemajakan bagi SPDN dan SPLN

Uraian SPDN SPLN


Penghasilan yang Diterima di Indonesia Diterima dari Indonesia
dikenakan pajak maupun di luar negeri
DPP Penghasilan neto Penghasilan bruto
Tarif Tariff umum Tariff sepadan (P3B)
SPT Tahunan Wajib SPT tahunan Tidak wajib SPT tahunan

Latihan Soal
Karen seorang Warga Negara Indonesia, dia bekerja di Korea lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan. Penghasilan Karen bersumber dari pekerjaannya di Korea
saja, dari penghasilan yang diperoleh dari Korea tersebut, Karen sudah dikenakan dan
dipotong pajak disana. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa Karen:
A. Bukan merupakan Wajib Pajak dalam negeri dan dikenakan PPh lagi di Indonesia
B. Merupakam Wajib Pajak dalam negeri dan tidak perlu melaporkan SPT Tahunannya
C. Bukan merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri dan tidak dikenakan PPh lagi di
Indonesia
D. Merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri dan tidak dikenakan PPh lagi di Indonesia
namun perlu melaporkan SPT Tahunannya

Jawaban : C

Jangan beri makan


ketakutanmu dengan
semangkuk rasa minder.

- Indra Sugiarto -

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

Pertemuan 2
Objek Pajak Penghasilan

A. Pengertian Penghasilan
Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh, penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk
apapun.
a) Setiap tambahan kemampuan ekonomis
 Jumlah neto (penghasilan bruto dikurangi biaya-biaya terkait untuk
memperoleh penghasilan tersebut)
 Seluruh penghasilan digabungkan (kecuali yang dikenakan pajak final dan
yang bukan objek pajak), termasuk kerugian
 Ukuran terbaik dalam menentukan gaya pikul wajib pajak
 Tambahan kemampuan ekonomis yang sudah terealisasi
 Pengertian penghasilan tidak melihat sumbernya maupun pemakaian
penghasilan tersebut, melainkan menekankan pada adanya tambahan
kemampuan ekonomis.
b) Yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
 Stelsel pengakuan penghasilan yaitu stelsel kas, stelsel akrual, dan stelsel
campuran
 Jika melakukan pencatatan → stelsel kas murni
 Jika melakukan pembukuan → stelsel kas campuran atau stelsel akrual
c) Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
 Sumber penghasilan tidak dibatasi
 bagi SPDN, objek pajaknya penghasilan yang bersumber dari Indonesia dan
Luar Indonesia
 Bagi SPLN (asas sumber), objek pajaknya hanya penghasilan darI Indonesia
d) Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan.
e) Dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Penghasilan tidak terikat pada apa yang tertulis pada pembukuan/pencatatan
yang disusun oleh WP, tapi lebih menekankan pada sifat atau hakikatnya.

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

Dikenakan Pajak dengan Tarif


Umum
Objek Pajak
Dikenakan Pajak dengan Tarif
Khusus dan Bersifat Final
Penghasilan

Tidak digabungkan dengan


Bukan Objek Pajak Penghasilan yang dikenakan
Pajak dengan Tarif Umum

Catatan: pastikan paham mengenai penghasilan final dan yang bukan objek pajak,
selain itu berarti terkena pajak akhir tahun.

B. Objek Pajak Penghasilan Terutang Akhir Tahun


1. Penghasilan dari Pekerjaan
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh.
Termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pension, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditetukan lain dalam UU
PPh.
b. Hadiah dari pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.
Catatan: hadiah undian bersifat final.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan
a. Laba usaha
b. Premi asuransi
3. Penghasilan dari Investasi
a. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk:
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garos
keturunan lurus sati derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan
social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuan lebih lanjut dengan PMK No.
245/PMK.03/2008, sepanjang tidak ada hubungan engan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
5) Penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda
turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan.
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
Catatan: bunga tabungan, deposito, bersifat final
c. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahaan asiransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
Catatan: dividen yang diterima orang pribadi bersifat final
d. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak
e. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta.
Catatan: dewa tanah dan bangunan bersifat final.

4. Penghasilan Lain-lain
a. Hadiah
b. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
Contoh: PBB yang telah dikurangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak,
karena suatu hal diterima kembali.
c. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
d. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
PP 130 Tahun 2000, utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya
tidak lebih dari Rp350.000.000,00, termasuk Kukesra, KUT, KPRSS.
e. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
f. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak
g. Penghasilan dari usaha berbasis syariah
h. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
i. Surplus Bank Indonesia.

C. Penghasilan yang Merupakan Objek Pajak Bersifat Final


1. Karakteristik Pajak Penghasilan Bersifat Final
Karakteristik penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final antara lain;
 Penghasilan objek PPh Final tidak digabungkan dengan penghasilan yang
dikenakan tarif umum
 Tarif pajaknya bersifat khusus
 Pajaknya terutang setiap terjadi transaksi
 PPh final tidak dapat dikreditkan

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
 Biaya 3M ( untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan) tidak
dapat dikurangkan
 Tetap dikenakan pajak bersifat final walaupun rugi usaha
 Mekanisme pelunasannya biasanya dipotong/dipungut oleh pihak lain
2. Pertimbangan dalam mengenakan PPh Final terhadap penghasilan tertentu:
 Mendorong investasi dan tabungan masyarakat;
 Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
 Berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun DJP;
 Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
 Memerhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
3. Objek PPh Final
a. Penghasilan Tertentu sdd Pasal 4 ayat (2) UU PPh
1) Bunga deposito/tabungan, bunga obligasi dan SUN, bunga simpanan
anggota koperasi
2) Hadiah undian
3) Penjualan saham di BEI
4) Penghasilan dari pengaliha ha katas tanah dan/atau bangunan, sewa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate
5) Dividen/SHU koperasi yang diterima WPOP DN
b. Penghasilan bagi WP tertentu yang penghasilan netonya dihitung dengan norma
penghitungan khusus (NPK) sdd Pasal 15 UU PPh
1) Penghasilan WP bidang usaha pelayaran dalam negeri
2) Penghasilan WP bidang usaha pelayaran dan penerbangan luar negeri
3) Peredaran bruto kantor perwakilan dagang asing (KPDA)
4) Penghasilan dari usaha Jasa Maklon Iternational di bidang Produksi mainan
anak-anak (ada hubungan istimewa dengan pengguna jasa)
c. Dividen yang diterima oleh WPOP DN yang pengenaan pajaknya bersifat final
diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) UU PPh
d. Penghasilan berupa selisih lebih revaluasi aktiva tetap yang pengenaan pajaknya
bersifat final diatur dalam pasal 19 UU PPh
e. Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang diatur dalam pasal 21
UU PPh
1) Uang manfaat pension, JHT yang dibayarkan sekaligus
2) Uang pesangon yang dibayarkan sekaligus
3) Honorarium dan imbalan lain atas beban APBN/D yang diterima PNS,
anggota TNI, Polri, dan pensiunan
f. Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final yang diatur dalam pasal 22
UU PPh
1) Penjualan BBM, BBG, dan pelumas dari produsen/importer kepada penyalur
g. PPh 8 ayat 2
Penghasilan istri semata dari satu pemberi kerja

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
D. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak
Pasal 4 ayat (3) UU PPh menetapkan jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan
sebagai objek pajak atau bersifat negative list. Dengan adanya negative list ini berarti
penghasilan di luar Pasal 4 ayat (3) UU PPh ini adalah objek pajak.
Sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai
objek pajak adalah sebagai berikut :
a. Bantuan atau sumbangan dan hibah
- Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan/lembaga amil zakat yang disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh badan/lembaga
yang disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarakn PP 18 tahun 2009.
- Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk
yayasan, koperasi, atau OP yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuan lebih lanjut diatur berdasarkan PP sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
b. Warisan
c. Harta
- termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham/
penyertaan modal.
d. Penggantian atau imbalan
Sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari WP atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh:
- bukan WP, contoh : WHO di Jakarta
- WP yang dikenakan pajak secara final, contoh : perusahaan jasa konstruksi
- WP yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) seperti
pada pasal 15 UU PPh, contoh: perusahaan pelayaran dalam negeri
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
- sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
f. Dividen/bagian laba
Yang diterima atau diperoleh PT WPDN, koperasi, BUMN/BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
1) Dividen cadangan laba ditahan.
2) Bagi PT, BUMN/D kepemilikan minimal 25%

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension
Yang pendiriannya telah disahkan MenKeu, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai.
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension
- sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang
ditetapkan KMK.
i. Bagian laba
Yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif
j. Dihapus
k. Penghasilan yang diterima / diperoleh perusahaan modal ventura
Berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan
usaha/kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan tersebut :
1) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau menjalankan usaha
atau kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur bedasarkan PMK
2) Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK yaitu
penghasilan berupa beasiswa yang diterima WNI dari Wajib Pajak pemberi beasiswa
dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang dilaksanakan di
dalam/luar negeri. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika penerima beasiswa
mempunyai hubungan istimewa dengan :
 Pemilik
 Komisaris
 Direksi
 Pengurus
m. Sisa lebih yang diterima/ diperoleh badan/lembaga nirlaba
Yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS kepada WP tertentu
Yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
1) Yang dimaksud BPJS adalah JAMSOSTEK, TASPEN, ASABRI, ASKES, dan
badan hokum lainnya yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jamian sosial

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
2) Yang dimaksud WP tertentu :
a) WP yang tidak mampu dibawah garis kemiskinan dengan kriteria yang
ditetapkan BPS
b) WP yang sedang mengalami bencana alam tsunami, banjir, gunung
meletus, dll
c) WP yang tertimpa musibah tertimpa kecelakaan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya.

Hidupkanlah dalam
pikiranmu bahwa proses
adalah suatu hal yang
kamu hargai.

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

PERTEMUAN 3
PENGHASILAN NETTO, PTKP, TARIF, DAN KREDIT PAJAK

A. Penghasilan Netto
1. Penghasilan Neto dari Pekerjaan dalam Hubungan Kerja
Untuk menghitung besarnya penghasilan netto karyawan, maka yang perlu
dihitung adalah komponen dari penghasilan tersebut: yaitu penghasilan bruto dan
pengurang penghasilan bruto (biaya).
a. Penghasilan Bruto
Sumber data penghasilan bruto seorang karyawan yang bekerja pada
pemberi kerja biasanya berupa Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, yaitu Formulir
1721-A1 (Bukti Pemotongan PPh Ps 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun
atau THT/JHT) , Formulir 1721-A2 (Bukti Pemotongan PPh Ps 21 bagi PNS atau
anggota TNI/POLRI atau pejabat negara dan pensiunan), atau Formulir 1721-VI
(Bukti Pemotongan PPh Ps 21 (tidak final) atau Ps 26).
1) Formulir 1721-A1. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Gaji/Pensiun atau THT/JHT
b) Tunjangan PPh
c) Tunjangan lainnya, uang lembur, dan sebagainya
d) Honorarium dan imbalan lain sejenisnya
e) Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
f) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
dipotong PPh 21
g) Tantiem, bonur, gratifikasi, jasa produksi dan THR
Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya yang
dikenakan pemotongan PPh Ps 21 adalah jumlah yang sebenarnya diterima
dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh Ps 21, serta yang bukan
Wajib Pajak namun tidak dikecualikan untuk memotong PPh Ps 21
sehubungan dengan pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan.
2) Formulir 1721-A2. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Gaji pokok/Pensiun
b) Berbagai jenis tunjangan
c) Penghasilan tetap dan teratur lainnya yang pembayaran terpisah
dengan gaji. Missal THR.
3) Formulir 1721-VI. Yang termasuk penghasilan bruto:
a) Honorarium untuk pegawai tetap
b) Jasa produksi, tantiem, bonus atau imbalan kepada mantan pegawai
c) Penarikan dana pensiun oleh pegawai
d) Imbalan kepada peserta kegiatan (pegawai sendiri).

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
b. Pengurang Penghasilan Bruto
1) Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun
Biaya Jabatan diperuntukkan bagi pegawai tetap atau karyawan aktif,
sedangkan biaya pensiun untuk karyawan yang telah berhenti bekerja. Jumlah
biaya jabatan untuk penghasilan dari setiap pemberi kerja adalah sebesar
5% dari penghasilan bruto dengan jumlah setinggi-tingginya Rp 6.000.000
dalam setahun atau Rp 500.000 dalam sebulan.
Jumlah biaya pensiun adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto, dengan
jumlah setinggi-tingginya Rp 2.400.000 dalam setahun atau Rp 200.000
dalam sebulan.
2) Iuran Pensiun/THT/JHT
Merupakan iuran pensiun yang terikat pada gaji yang dibayarkan oleh
wajib pajak yang bersangkutan, baik melalui pemberi kerja maupun secaran
langsung kepada dana pensiun yang disetujui Menteri Keuangan.

Ph Neto dari Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan


= Ph Bruto – Pengurang Ph bruto

2. Penghasilan Neto dari Kegiatan Usaha :


a. Bila Omset WPOP Rp 4,8 Milyar keatas (wajib pembukuan), dihitung dari laba
neto kemersial setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal. Pembahasan lengkap akan
dibahas pada PPh Badan
b. Bila Omset kurang dari Rp 4,8 Milyar, tidak perlu menghitung penghasilan Neto
sebab sudah dikenai PPh Final (0,5% dari omset). WPOP ini dikecualikan dari
kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.
PPh fina hanya berlaku maksimal 7 tahun.
3. Penghasilan Neto dari Pekerjaan Bebas
Bagi WPOP yang melakukan pekerjaan bebas ada dua kemungkinan :
a. Omset lebih dari Rp 4,8 Milyar, maka wajib melakukan pembukuan. Perhitungan
penghasilan neto sama seperti OP yang melakukan kegiatan usaha.
b. Omset kurang dari Rp 4,8 Milyar :
1) Bila memilih pembukuan, maka penghasilan neto juga didasarkan pada
angka-angka laporan keuangan.
2) Bila wajib pencatatan, maka penghasilan neto dihitung menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN). Jadi, berbeda dengan yang
melakukan kegiatan usaha, sebab pekerjaan bebas tidak dipengaruhi oleh
hadirnya PP23/2018 (PPh Final 0,5%)
Mekanisme penentuan penghasilan neto dari pekerjaan bebas dengan
menggunakan NPPN diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-
17/PJ/2015.
Syarat WP Orang Pribadi dapat menggunakan NPPN apabila:
1) jumlah peredaran bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas kurang dari
Rp4.800.000.000,00 setahun;

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
2) memberitahukan penggunaan Norma kepada Direktur Jenderal Pajak paling
lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
Ketentuan tentang NPPN yang diatur antara lain :
1) daftar Persentase NPPN dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
a) 10 ibukota provinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
b) Ibukota provinsi lainnya;
c) Daerah Lainnya.
2) Perhitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu
jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis
usaha atau pekerjaan bebas dengan memperhatikan pengelompokan wilayah
tersebut.
3) Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha
atau pekerjaan bebas adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-
masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung sebagaimana poin 2)
diatas.
4) Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka
persentase NPPN dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 tahun pajak.

Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto x Norma

Contoh perhitungan Penghasilan neto menggunakan NPPN


 Tuan Budi adalah seorang aktor yang tinggal di Jakarta, dengan peredaran
usaha selama tahun 2018 sebesar Rp 1 Milyar. Selain itu, ia juga berprofesi
sebagai pengacara dengan menjalankan usaha kantor hukum di Yogyakarta.
Peredaran usaha dari usaha kantor hukum selama tahun 2018 adalah sebesar
Rp 500 juta. Ia telah menyampaikan ke DJP untuk menggunakan NPPN.
Karena penghasilan sebagai aktor dan kantor hukum tersebut tidak melebihi
Rp 4,8 milyar, maka ia boleh menggunakan NPPN.
Persentase penghasilan neto untuk seorang aktor di Jakarta adalah sesuai
dengan norma KLU 90002 untuk 10 ibu kota provinsi yaitu 52% (angka
hanya contoh, bukan sebenarnya menurut Per-17/PJ/2015), sedangkan
persentase penghasilan neto untuk kantor hukum di Yogyakarta adalah sesuai
dengan norma KLU 69200 untuk kota provinsi lainnya yaitu sebesar 48%.
Penghasilan Neto Tuan Budi dihitung sebagai berikut :
 Ph Neto profesi aktor: 52% x Rp 1 milyar = Rp 520.000.000
 Ph Neto profesi kantor Hukum: 48% x Rp 500juta = Rp 240.000.000
Jumah Ph neto dari pekerjaan bebas yang dilaporkan = Rp 760.000.000

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

4. Penghasilan Neto Dalam negeri Lainnya


Penghasilan neto dalam negeri lainnya berupa :
a. bunga,
b. royalti,
c. sewa,
d. keuntungan dari penjualan/pengalihan harta,
yang dimaksud dengan keuntungan dari penjualan/pengalihan harta ialah
penghasilan yang diterima/diperoleh WP sendiri dan anggota keluarganya
sehubungan dengan penjualan/pengalihan, termasuk:
1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, kecuali yang dialihkan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
diantara pihak-pihak yang bersangkutan;
3) keuntungan karena penjualan harta pribadi, misalnya saham yang
tidak diperdagangkan di bursa efek.
e. hadiah dan penghargaan,
4) Hadiah Undian;
5) Hadiah dan penghargaan perlombaan;
6) Penghargaan atas prestasi tertentu, misal penemuan benda purbakala,
penghargaan dalam menjualkan suatu produk;
7) Hadiah sehubungan dengan pekerjaan pemberian jasa dan kegiatan
lainnya yang tidak melalui cara undian atas perlombaan.
Yang dilaporkan sebagai penghasilan neto dalam negeri lainnya
adalah poin 2), 3), dan 4) sedangkan poin 1) merupakan penghasilan
final.
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau penghargaan yang
dikenakan pajak adalah hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa,
sepanjang :
- Diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi
- Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat
pembelian barang/jasa.
f. penghasilan lain-lain seperti penerimaan kembali pembayaran pajak yang
telah dibebankan sebagai biaya, keuntungan karena pembebasan utang,
penerimaan dari piutang yang telah dihapuskan, keuntungan karena selisih
kurs mata uang asing, tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak.

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya = Penghasilan Bruto-nya

Contoh:
1) Tuan Robert memperoleh royalti atas penggunaan hak Industrial oleh PT ABC. PT
ABC membayar royalti sebesar Rp. 100.000.000 pada bulan Agustus 2018.
Mekanisme yang umum dan seharusnya berlaku sesuai ketentuan pajak adalah:
 PT ABC akan mentransfer dana sebesar Rp 85.000.000.000 ke rekening Tuan
Robert.
 PT ABC akan membuatkan Bukti Pemotongan PPH Pasal 23 a.n Tuan Robert
sebesar Rp 15.000.000 (15%, tarif PPh Pasal 23 x 100 juta)
 PT ABC akan menyetor pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp 15.000.000
tersebut ke Kas Negara dan melaporkan dalam SPT Masa PPh pasal 23/26
Masa Agustus 2018.
Jawab :
Bagi Tuang Robert, Penghasilan Neto dari Royalti ini tetap Rp 100 juta, bukan
sejumlah neto sebesar Rp. 85 juta, sebab 15 juta merupakan Kredit Pajak yang nanti
akan diperhitungkan dengan Pajak terutang di akhir tahun. Andaikan dalam transaksi
ini terdapat “biaya transaksi” yang menjadi beban Tuan Robert, misal ongkos
transfer bank dan/atau biaya kurir mengantar cek/bilyet giro sebesar Rp. 500.000;
maka Penghasilan neto Tuan Robert adalah Rp 99,5 jura. Ia akan menerima dana
neto sebesar Rp 84,5 juta seta menerima Bukti pemotongan PPh Pasal 23 senilai 15
juta. (bukan 14.925.000 (15% x Rp 99,5 juta)).
5. Penghasilan Neto Luar Negeri
Penghasilan yang menjadi objek pajak bisa berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia (world wide income). Untuk keperluan perhitungan batas jumlah PPh
luar negeri yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan luar negeri ditentukan
sebagai berikut:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak;
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan
tersebut bertempat kedudukan atau berada;

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada;
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Sedangkan penentuan kapan penghasilan luar negeri diakui, artinya
digabungkan bersama-sama dengan Ph Neto Dalam Negeri ke dalam SPT
Tahunan, diatur sebagai berikut:
 untuk penghasilan dari usaha, termasuk penghasilan dari cabang atau
perwakilan WPDN di luar negeri, dilakukan dalam tahun pajak
diperolehnya penghasilan tersebut;
 untuk penghasilan yang berasal dari Trust di luar negeri ditentukan sebagai
berikut:
1) dalam hal Trust di luar negeri dikenai pajak penghasilan di tingkat Trust
adalah Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut; dan
2) dalam hal Trust di luar negeri tidak dikenai pajak penghasilan di tingkat
Trust adalah Tahun Pajak diperolehnya atau diterimanya penghasilan
tersebut, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu;
Trust adalah skema, pengaturan, atau hubungan berdasarkan
perjanjian tertulis antara orang atau badan yang bertindak selaku
pendiri dan orang atau badan yang bertindak selaku pemegang
kepemilikan atas suatu harta dengan kewajiban untuk mengelola harta
tersebut untuk kepentingan penerima manfaat.
 untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut;
 untuk penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (2) UU PPh, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan
deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan.
PMK yang mengatur hal ini adalah 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan
Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Perhitungannya oleh WP dalam
negeri atas penyertaan modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain
Badan Usaha yang menjual Sahamnya di Bursa Efek.

Penghasilan Neto Luar Negeri = Penghasilan Bruto-nya

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

6. Zakat
Zakat yang dibayarkan oleh orang pribadi dapat menjadi pengurang dalam
menentukan besarnya penghasilan neto sepanjang memenuhi persyaratan tertentu.
Namun sebaliknya, zakat yang diterima oleh orang pribadi merupakan penghasilan
bukan objek pajak.

B. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Penghasilan Bruto sebulan Rp XXXX


Dikurangi
- Biaya Jabatan sebulan Rp XXXX
- Iuran Pensiun, JHT, THT yang dibayar sendiri Rp XXXX
Jumlah pengurang (Rp XXXX)
Penghasilan netto sebulan Rp XXXX

PTKP adalah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Jumlahnya


ditentukan dengan peraturan. Besarnya PTKP beberapa kali mengalami
perubahan, untuk perubahan terakir:

Uraian PTKP Setahun


Untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 54.000.000
Tambahan untuk WP kawin Rp 4.500.00
Tambahan untuk setiap anggota sedarah dan keluarga @ Rp 4.500.000
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat. Paling
banyak 3 untuk setiap keluarga.
Penghasilan istri digabung Rp 54.000.000
Ketentuan PTKP:
1. Besarnya PTKP di atas ditentukan oleh keadaan awal tahun.
2. Untuk penghasilan seorang istri digabung dilakukan dalam hal istri:
- Bukan karyawati
- Bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan pemotong
- Bekerja sebagai karyawati di tempat yang lebih dari satu.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai WP menggantikan yang berhak tidak
memperoleh pengurangan PTKP.
4. PTKP untuk WP yang berpisah masing-masing diperlakukan seperti WP tidak kawin,
sedangkan tanggungan sesuai kenyataan.
5. PTKP untuk WP yang melakukan pisah harta adalah sebesar PTKP penggabungan
penghasilan dengan istri apabila istri berpenghasilan dan digabung dengan suami.

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II

C. Tarif Pajak
Tarif PPh dikenal dengan tarif progresif yang artinya semakin besar tangkat
penghasilan dikenakan tarif semakin besar menurut lapisan PKP. Tarif pajak yang
diterapkan atas PKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri sesuai Pasal 17 UU
PPh:
Lapisan Penghasilan Tarif
5%
s.d. 50 Juta
15%
> 50 Juta s.d. 250 Juta

> 250 Juta s.d. 500 Juta 25%


30%
> 500 Juta

Dalam penerapan tarif di atas, jumlah PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan penuh.

D. Kredit Pajak
Kredit pajak adalah pajak yang telah dipotong yang dapat diperhitungkan untuk
mengurangi pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pajak Perhitungan akhir
tahun(PPH 29) Dilakukan dengan kredit pajak yang dibayar oleh WP dalam tahun
berjalan, bai melalui pembayaran sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan
pihak lain.
1. PPh pasal 25
 Angsuran PPh pasal 25 ayat 1
 Angsuran PPh pasal 25 ayat 7( WP OP pengusaha tertentu)
 Surat tagihan pajak ( Pokok Pajaknya saja )
2. PPh pemotongan/pemungutan pihak lain
 PPh Pasal 21
Kredit pajak PPh 21 berasal dari pemotongan pajak atas penghasilan dari
pekerjaan, kegiatan dan penghargaan
 PPh Pasal 22
Kredit pajak PPh 22 berasal dari pemotongan pajak atas pengadaan barang
kepada pemungut PPh, kegiatan impor dan penjualan barang tertentu
 PPh Pasal 23
Kredit pajak PPH 23 berasal dari pemotongan pajak atas penghasilan yang
berasal dari Dividen, Royalti, dan bunga

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
E. Perhitungan PPh untuk WP/OP secara umum
Si Supri berstatus belum menikah, Supri sehari hari bekerja di sebuah perusahaan yang
bernama PT.Tidak Ada Yang Abadi sebagai staff personalisasi yang tugasnya merekrut
para pegawai baru dengan penghasilan perbulan Rp. 10 Juta,Tunjangan Rp.100.000.Pada
Tahun 2007 Si Supri mendapat bonus Rp 2 Juta dan THR 1 kali gaji pokok.Premi Asuransi
kesehatan dan kematian dibayar perusahaan masing2 Rp75.000 dan Rp40.000.Iuran
pensiun dibayar perusahaan 10% gaji pokok, dibayar sendiri 3% gaji pokok.Hitunglah
PPh terutang pada tahun 2007

Penghasilan
Gaji Pokok Rp.10 Juta x 12 Bulan Rp.120.000.000
Tunjangan Rp.100.000 x 12 bulan Rp.1.200.000
Bonus Rp.2.000.000
THR Rp.10.000.000
JKM Rp.40.000 x 12 Bulan Rp.480.000
JKS Rp.75.000 x 12 Bulan Rp.900.000
Penghasilan Bruto Rp.134.580.000
Pengurang
Biaya jabatan 5% x Rp.134.580.000 Rp.6.729.000
Iuran Pensiun 3% x Rp.120.000.000 Rp.3.600.000
Penghasilan Netto Rp.124.251.000
PTKP 1 Tahun WP/OP (Rp.54.000.000)
PKP Rp.70.261.000

PPh Pasal 21= 5% x Rp.50.000.000= Rp.2.500.000


15% x Rp.20.261.000= Rp.3.039.150

PPh Terutang 2007= Rp.5.539.150

F. Status kewajiban Suami Istri


1. Kepala keluarga ( KK )
KK merupakan status perpajakkan suami istri tidak menghendaki untuk
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakkan secara terpisah.Istri dalam
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakkannya menggunakan NPWP
suami atau kepala keluarga. Dengan kata lain kewajiban suami istri dapat
digabungkan.
2. Hidup Berpisah ( HP )
Status HB muncul ketika suami dan istri tersebut dinyatakan hidup
berpisah/cerai, berdasarkan keputusan pengadilan. Dengan demikian, status ini sama
halnya dengan tidak/belum menikah, sehingga penghasilanny dikenai pajak secara
terpisah, termasuk dalam hal SPT Tahunan

SUPLEMEN BREGADASATYA
PERPAJAKAN II
3. Pisah harta dan penghasilan ( PH )
Status ini muncul apabila terdapat suami dan istri yang tidak bercerai namun
melakukan perjanjian untuk pemisahan harta dan penghasilan.Masing masing dari
mereka harus memiliki NPWP dan harus memenuhi kewajibannya secara terpisah.
4. Manajement Terpisah ( MT )
Status ini terjadi apabila Suami dan Istri yang tidak bercerai namun melakukan
perjanjian melaksanakan hak dan kewajiban perusahaan secara terpisah. Kondisi mirip
seperti PH dimana mengharuskan keduanya memiliki kepemilikan NPWP terpisah baik
suami dan istri. Pajak terutang PH dan MH dihitung berdasarkan penggabungan
penghasilan netto suami dan istri,yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai
dengan perbandingan penghasilan netto masing masing

Belajarlah sampai setan


bosan dan iblis malas
merasa gagal!

SUPLEMEN BREGADASATYA

Anda mungkin juga menyukai