Anda di halaman 1dari 8

Bab 4.

Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

4.1. Pengertian Subjek Pajak

Menurut (Mansury, 2002) Subjek Pajak itu adalah subjek hukum yang oleh Undang-undang pajak diberi
kewajiban perpajakan. Subjek Pajak itu pada umumnya merupakan subjek hukum berdasarkan cabang
hukum lain di luarnya hukum pajak, yang kemudian diatur dalam Undang-undang pajak, dan dinyatakan
sebagai Subjek Pajak. Hal itu dapat dimengerti sebab subjek hukum oleh hukum diakui mempunyai hak dan
kewajiban di hadapan hukum, sehingga Undang-undang pajak hanya menegaskan hak-hak dan
kewajibannya sehubungan dengan perpajakan. Hal yang demikian, juga menunjukkan, bahwa hukum pajak
itu merupakan bagian dari keseluruhan sistem hukum atau tata hukum di Indonesia.
Seperti telah dijelaskan pada Bab I, Menurut Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1983, sebagaimana telah dirubah dan
disempurnakan terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan, ”Pajak Penghasilan dikenakan
terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak”.

Subjek Pajak adalah orang atau badan yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak.

Pajak penghasilan adalah pajak subjektif sehingga untuk dapat mengenakan PPh yang pertama kali dilihat
adalah kondisi subjeknya, apakah termasuk subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri atau bukan
subjek pajak. Kemudian subjek pajak tersebut dilihat apakah menerima atau memperoleh penghasilan atau
tidak. Subjek Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut “Wajib Pajak”. Setelah itu baru
dilihat apakah penghasilan yang dterima tersebut merupakan objek pajak yang dikenakan PPh Final, Tidak
Final, maupun bukan objek pajak. Dengan perkataan lain wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, yang
telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Dalam Pasal 2 ayat (1) UU PPh dijelaskan, bahwa yang menjadi subjek pajak dalam Pajak Penghasilan
adalah :
a. Orang Pribadi (Perseorangan) ;
b. Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan.
c. Badan ;
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Dalam pembahasan mengenai PPh Orang Pribadi, maka yang dibahas adalah hanya subjek pajak Orang
Pribadi dan Warisan yang belum terbagi. Sedangkan Subjek Badan dan BUT akan dibahas dalam materi
PPh Badan.

a) Orang Pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar
Indonesia.

b) Warisan yang belum terbagi, sebagai satu kesatuan


Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi
sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal
dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

Contoh:
Kadek Mulyadi adalah Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki usaha berupa 2 unit SPBU dan 4 unit
rumah kontrakan. Randy Jatnika menikah dan mempunyai 2 orang anak kandung, yaitu
Krishnawardana dan Krishnawardani. Pada tanggal 23 Agustus 2011, Kadek Mulyadi meninggal
dunia, dan warisan belum dibagi kepada para ahli waris. Warisan yang belum terbagi berupa 2
unit SPBU dan 4 unit rumah kontrakan tersebut ditunjuk sebagai subjek pajak pengganti Kadek
Mulyadi, sehingga pengenaan PPh atas penghasilan yang berasal dari usaha SPBU dan rumah
kontrakan tetap dapat dilaksanakan.

8
Subjek Pajak orang Pribadi Dalam Negeri

Pasal 2 ayat (3) menyatakan : “Subjek Pajak Dalam Negeri adalah Orang Pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia”.
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang
bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah
seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.
Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus
berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
Contoh :
- Made lahir dan tinggal selama hidupnya di Indonesia, maka ia adalah subjek pajak dalam negeri
- Mr. Hendrick bolak-balik Indonesia-Amerika selama 1 tahun tapi lebih lama berada di Indonesia (183
hari lebih), maka Mr Hendrick juga merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri
- Mr Wang mulai bekerja di Indonesia bulan Desember 2011, tapi berniat untuk menetap di Indonesia,
maka untuk tahun 2011 Mr Wang dianggap sudah Subjek Pajak Dalam Negeri.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, dianggap sebagai subjek
pajak dalam negeri dengan mengikuti status pewaris dimana pemenuhan kewajiban perpajakan
digantikan oleh warisan tersebut. Selanjutnya bila warisan tersebut telah terbagi, maka kewajiban
perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri yang
tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak
dianggap sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi dimaksud melekat pada objeknya.

Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri

Selanjutnya Pasal 2 ayat (4), UU PPh , menjelaskan pengertian subjek pajak luar negeri yaitu :
a. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari, dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dan menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik tidak melalui ataupun
melalui bentuk usaha tetap.

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, maka orang pribadi tersebut adalah subjek pajak luar negeri. Apabila
penghasilan yang diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi
tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi tersebut statusnya tetap sebagai
subjek pajak luar negeri.

Dengan demikian bentuk usaha tetap menggantikan orang pribadi sebagai subjek pajak luar negeri dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Khusus Bentuk Usaha Tetap (BUT), perlakuan
perpajakannya, dan ketentuan yang diterapkan dipersamakan dengan Wajib Pajak Dalam Negeri, seakan-
akan terdapatnya pengertian yang tidak konsisten terhadap subjek pajak luar negeri

9
Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka
pengenaan pajaknya dikenakan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut. Berkenaan dengan
pengenaan pajaknya, maka perlu ditetapkan tempat tinggal orang pribadi. Berdasarkan ketentuan Pasal 2
ayat (6), UU No. 36 Tahun 2008, hal tersebut ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan
yang sebenarnya.
Jadi Subjek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri adalah Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 1 bulan, tapi memperoleh
penghasilan dari Indonesia.

Contoh 1 :
Mr X tidak pernah ke Indonesia tapi membeli saham PT Astra International di BEJ melalui brokernya di New
York. Bila PT Astra International membagi Deviden kepada Mr X, Deviden tersebut akan tetap dipotong
pajak dan dikenakan tarif PPh Luar Negeri

Contoh 2 :
Mr Y bekerja di Indonesia selama 2 bulan. Karena Mr Y tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari maka atas
gaji Mr Y tidak dipotong PPh Pasal 21 tetapi pasal 26. (asumsi Negara asal Mr toh tidak memiliki tax treaty
dengan Indonesia).

Apabila Orang Pribadi Luar Negeri memiliki usaha di Indonesia dengan nama pribadi lebih dari 183 hari
maka usaha tersebut akan berstatus sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT). BUT tersebut akan dikenakan
pajak seperti Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. Untuk yang menjalankan usaha sebagai BUT akan dibahas
dalam materi PPh Badan

Contoh 3 :
Mr. Z berdomisili di Singapura tetapi membuka jasa konsultan di Indonesia berupa kantor cabang. Mr Z
dapat diartikan sebagai BUT Orang Pribadi yang menjalankan usaha di Indonesia tetapi tidak bertempat
tinggal di Indonesia. Batasan 183 hari adalah batasan waktu (time test) yang digunakan untuk
memutuskan status wajib pajak jika antara Indonesia dan Negara asal WP Luar Negeri belum ada tax treaty.
Bila antara Indonesia dan Negara asal tersebut telah mempunyai tax treaty maka batasan waktu yang
digunakan didasarkan ketetapan dalam tax treaty.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri adalah
sebagai berikut :

No. Uraian Subjek Pajak(WP) DN Subjek Pajak LN

Ruang lingkup Hanya Penghasilan dari


1. Meliputi Penghasilan Seluruh dunia.
Penghasilan Indonesia.
Kewajiban memiliki
2.. Wajib memiliki NPWP. Tidak Wajib memiliki NPWP.
NPWP
Kewajiban Terdapat kewajiban menyampaikan baik
3. Tidak ada kewajiban SPT.
menyampaikan SPT SPT Masa maupun SPT Tahunan.
Penghasilan yg
4. Penghasilan Kena Pajak bagi WP Penghasilan Bruto.
dikenakan Pajak
a. Dikenakan Tarif Pasal 17, yaitu :
- Tarif tunggal 25% - WP Badan. Dikenakan Tarif Khusus Psl 26,
5. Tarif. - 5%, 15%, 25%, dan 30% WP OP Atau seseuai dengan Tarif
b. Dikenakan Tarif PPh. Final (Psl 4 menurut P3B (Tax-Treaty).
ayat 2.
Merupakan angsuran dari PPh yang Merupakan pembayaran yang
Pembayaran Pajak
6. terutang pada akhir tahun, kecuali yang Final
Tahun Berjalan.
Final kecuali yang berubah status.
Subjek Pajak Orang
7. Dapat pengurangan beban PTKP Tidak dapat pengurang PTKP.
Pribadi

10
No. Uraian Subjek Pajak(WP) DN Subjek Pajak LN

Keberatan dan Tidak mempunyai hak


8. Mempunyai Hak dimaksud.
Banding dimaksud
Pembukuan dan
9. Diwajibkan menyelenggarakan. Tidak terdapat kewajiban tsb.
Pencatatan

4.2. Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan

Berkenaan dengan pengenaan pajaknya, maka perlu ditetapkan tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (6), UU No. 36 Tahun 2008, hal tersebut ditentukan
oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

Penjelasan pasal dan ayat tersebut menerangkan bahwa penentuan tempat tinggal orang pribadi atau
tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai
yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut,
termasuk Kantor Pelayanan Pajak mana yang menerbitkan NPWP nya. Pada dasarnya tempat tinggal orang
pribadi atau tempat kedudukan badan, ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian
penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang
bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal
seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut antara lain domisili, alamat tempat tinggal keluarga,
tempat menjalankan usaha pokok, atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan
pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.

Keputusan tentang tempat tinggal orang pribadi dan tempat kedudukan badan dimaksud, ditetapkan
dalam keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep 701/PJ./2001, Tgl 16 November 2001, yang isinya antara
lain Tempat tinggal orang pribadi menurut keadaan yang sebenarnya yaitu :
a. Rumah tetap orang pribadi berada, yaitu rumah tempat orang pribadi tinggal beserta keluarganya
bertempat tinggal sebagaimana tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP)
b. Rumah tetap orang pribadi tempat pusat kepentingan pribadi dan ekonominya dilakukan, dalam
hal orang pribadi mempunyai rumah tetap sebagaimana dimaksud huruf (a), didua tempat atau
lebih wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak.
c. Tempat orang pribadi lebih lama tinggal, dalam hal rumah tetap tempat tinggal pusat kepentingan
pribadi dan ekonomi dilakukan sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) tidak dapat ditentukan.
d. Dalam hal tempat tinggal orang pribadi berada dalam dua atau lebih wilayah kerja Kantor
Pelayanan Pajak, tetapi dalam satu wilayah kerja Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak,
penentuan tempat tinggal dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas
nama Direktur Jenderal Pajak.
e. Dalam hal tempat tinggal orang pribadi berada dalam dua atau lebih wilayah kerja Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak, penentuan tempat tinggal dilaksanakan oleh Direktur Pajak Penghasilan
atas nama Direktur Jenderal Pajak.

4.3. Kewajiban Pajak Subjektif.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif, yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak
yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek
pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di
Indonesia. Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia
berada di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

11
Pengertian meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata
pada saat orang pribadi tersebut meninggalkan Indonesia. Apabila pada saat ia meninggalkan Indonesia
terdapat bukti-bukti yang nyata mengenai niatnya untuk meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,
maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi subjek pajak dalam negeri.

Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban
pajak subjektifnya dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia dan berakhir pada
saat bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, yang tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah subjek pajak
luar negeri sepanjang orang pribadi tersebut mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia.
Hubungan ekonomis dengan Indonesia dianggap ada apabila orang pribadi tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi tersebut dimulai pada saat orang pribadi mempunyai hubungan
ekonomis dengan Indonesia, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-sumber di
Indonesia dan berakhir pada saat orang pribadi tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomis
dengan Indonesia. Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi dimulai pada saat timbulnya
warisan yang belum terbagi tersebut, yaitu pada saat meninggalnya pewaris. Sejak saat itu pemenuhan
kewajiban perpajakannya melekat pada warisan tersebut. Kewajiban pajak subjektif warisan berakhir pada
saat warisan tersebut dibagi kepada para ahli waris. Sejak saat itu pemenuhan kewajiban perpajakannya
beralih kepada para ahli waris.

Dapat terjadi orang pribadi menjadi subjek pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak penuh,
misalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada pertengahan tahun pajak, atau yang
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang
dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.
Saat mulai dan saat berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak dalam negeri adalah sebagai
berikut:

Kewajiban Pajak Subjektif


Subjek Pajak Dalam Negeri
Saat Dimulai Saat Berakhir
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal
Pada saat lahir di Indonesia.
di Indonesia.

b. Orang pribadi yang berada di


Sejak hari pertama berada Meninggal dunia atau
Indonesia lebih dari 183 hari dalam
di Indonesia. meninggalkan Indonesia untuk
jangka waktu 12 bulan.
selama-lamanya
c. Orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan Berniat untuk bertempat
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
tinggal di Indonesia.
Pada saat timbulnya
d. Warisan yang belum terbagi sebagai
warisan yang belum terbagi Pada saat warisan selesai
satu kesatuan menggantikan yang
yaitu pada saat dibagi kepada para ahli waris.
berhak.
meninggalnya pewaris

Contoh 1 :

Mr Groham menandatangani kontrak kerja di Indonesia selama 1 tahun. Maka pada saat
penandatanganan kontrak tersebut, Mr Groham dianggap sudah berniat untuk bertempat tinggal di
Indonesia dan sudah merupakan subjek pajak dalam negeri. Kewajiban pajak subjektif Mr Groham berakhir
pada saat yang bersangkutan meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

12
Misal belum genap 1 tahun bekerja di Indonesia Mr Groham sudah meninggal, maka kewajiban pajak
subjektifnya berakhir.

Contoh 2 :

Tuan Wayan Wartawan, meninggal dan mewariskan “UD Maju” kepada ahli warisnya. Pada saat meninggal
itulah “UD Maju” menjadi subjek pajak. Setelah UD Maju habis dibagi kepada ahli waris Tuan Wayan
wartawan, saat itulah kewajiban pajak subjektif “UD Maju” berakhir.

Saat mulai dan saat berakhirnya kewajiban pajak subjektif bagi subjek pajak luar negeri adalah sebagai
berikut:

Kewajiban Pajak Subjektif


Subjek Pajak Luar Negeri
Saat Dimulai Saat Berakhir

a Orang pribadi yang tidak bertempat Pada saat orang pribadi atau Pada saat tidak lagi
tinggal di Indonesia badan tersebut menjalankan menjalankan usaha atau
b. Orang pribadi yang berada di usaha atau melakukan melakukan kegiatan melalui
Indonesia tidak lebih dari 183 hari kegiatan melalui BUT BUT
dalam jangka waktu 12 bulan.

a. Orang pribadi yang tidak bertempat Pada saat orang pribadi Pada saat tidak lagi
tinggal di Indonesia. tersebut menerima atau Menerima atau memperoleh
memperoleh penghasilan penghasilan dari Indonesia
b Orangpribadi yang berada di Indonesia dari Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan.

Contoh 1:
Mr White menjual saham PT Astra International kepada pihak lain. Saat sahamnya tersebut dijual ia bukan
lagi wajib pajak luar negeri.

Contoh 2 :
Mr Yew menutup usaha jasa konsultan atas nama pribadinya di Indonesia. Saat itu ia bukan lagi Wajib
Pajak Luar Negeri

4.4. Orang-Orang Yang Dikecualikan sebagai Subjek Pajak

Terdapat beberapa orang yang walaupun tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 1 tahun tetapi tidak
dianggap sebagai subjek pajak sehingga tidak dikenakan pajak (Pasal 3 UU PPh) yaitu :
1. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
2. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

Sesuai dengan kelaziman yang berlaku secara Internasional, bahwa badan perwakilan negara asing beserta
pejabat-pejabatnya, serta orang yang diperbantukan, serta tinggal bersama mereka dengan syarat bukan
WNI, tidak melakukan kegiatan lain, serta negara asing tersebut memberikan perlakuan yang sama (azas
timbal balik), dikecualikan sebagai subjek pajak. Pengecualian tersebut tidak berlaku, apabila mereka
memperoleh penghasilan lain di Indonesia, diluar jabatannya atau mereka adalah WNI.

13
Dengan demikian apabila pejabat perwakilan suatu negara asing, memperoleh penghasilan lain diluar
jabatannya, maka ia termasuk subjek pajak yang dapat dikenakan pajak atas penghasilan tesebut. Namun
apabila negara asal pejabat tersebut memberikan pembebasan pajak kepada perwakilan Indonesia, atas
penghasilan lain diluar tugas dan jabatannya, maka kembali lagi berlaku azas timbal balik.

Selanjutnya dikemukakan bahwa Pejabat organisasi Internasional bukan merupakan subjek pajak
penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut ;
a. Indonesia menjadi anggota organisasi didalamnya dan;
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
pemberian pinjaman kepada Pemerintah yang dananya berasal dari iuran anggota.

Organisasi Internasional yang berbentuk kerjasama tehnik dan atau kebudayaan bukan merupakan subjek
pajak, Pajak Penghasilan apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Kerjasama tehnik tersebut memberi manfaat pada negara/Pemerintah Indonesia;
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

Organisasi Internasional dan pejabat perwakilan organisasi Internasional yang tidak memenuhi syarat
tersebut diatas, dikenakan Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya seorang
pejabat perwakilan organisasi Internasional diluar tugas pokoknya contoh menjadi pengajar bahasa asing di
lembaga kursus swasta, atau pembicara pada suatu seminar, kemudian mendapat honor, maka honor
tersebut dikenakan pemotongan PPh Psl 21, atau Pasal 26, oleh penyelenggaranya.

Mengenai Organisasi Internasional yang dikecualikan sebagai subjek pajak, seperti dimaksud diatas, adalah
Organisasi international adalah yang tercantum dalam KMK No.574/KMK.04/2000 jo KMK
230/KMK.03/2001 jo KMK Np.243/KMK.03/2003 jo PMK 252/PMK.03/2008.

Contoh :
I. Badan-Badan Internasional dari PBB (terdapat 15 organisasi)
II. Colombo Plan ( ada 8 organisasi)
III. Kerjasama Tehnik (terdapat 18 kerjasama tehnik)
IV. Kerjasama Kebudayaan (ada 4 kerjasama kebudyaan)
V. Organisasi –Organisasi Internasional lainnya (terdapat 54 badan)
VI. Organisasi Swasta Internasional ( terdapat 18 organisasi).

Apabila ada organisasi internasional, tapi tidak termasuk dalam daftar dimaksud, maka organisasi
internasional tersebut menjadi subjek pajak.

Pejabat perwakilan organisasi internasional adalah pejabat yang diangkat atau ditunjuk langsung oleh
induk organisasi internasional yang bersangkutan untuk menjalankan tugas atau jabatan pada kantor
perwakilan organisasi internasional tersebut di Indonesia.

Organisasi International dan atau pejabat-pejabat perwakilan organisasi international yang telah
ditetapkan sebagai bukan subjek pajak penghasilan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dapat ditinjau
kembali apabila tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

4.5. Subjek Pajak yang memiliki Hubungan Istimewa

Terdapat subjek pajak-subjek pajak orang pribadi yang dianggap memliki hubungan istimewa satu sama
lain. Hubungan istimewa tersebut timbul jika subjek pajak orang pribadi memiliki hubungan keluarga baik
sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat (sesuai dengan
pasal 18 ayat 4 UU PPh).

Yang dimaksud dengan :


- Hubungan Sedarah : ayah, Ibu, dan Anak (Garis Keturunan Lurus 1 derajat) serta Saudara Kandung
atau Saudara Tiri (Garis Keturunan ke Samping 1 derajat)

14
- Hubungan Semenda : Mertua dan Anak Tiri (Garis Keturunan Lurus 1 Derajat) serta Kakak Ipar dan
Adik Ipar (Garis Keturunan Kesamping 1 Derajat)

Status hubungan istimewa diatas akan berpengaruh pada 2 hal, yaitu :


a. Penggabungan penghasilan anak yang belum dewasa dengan penghasilan orang tuanya. Pasal 8 ayat
(4) UU PPh mendefinisikan anak yang belum dewasa sebagai anak yang berumur kurang dari 18 tahun
dan belum menikah.
b. Keuntungan atas jual beli aktiva tetap diantara Orang Pribadi yang memiliki hubungan istimewa
dihitung dengan cara mengurangkan harga pasar wajar aktiva tersebut dengan nilai bukunya. Harga
Pasar disini adalah nilai yang seharusnya diterima dalam transaksi normal (arm length transaction).

Contoh Hubungan Istimewa pada UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 :

Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pemberi kerja yang
memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan seluruh atau sebagian
penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tersebut ke dalam bentuk biaya atau pengeluaran
lainnya yang dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia tersebut.

Dasar Hukum :
 Keputusan Dirjen Pajak Nomor : 701/PJ.2001, Tgl 16 Nopember 2001 tentang Penentuan
Tempat Tinggal Orang Pribadi dan Tempat Kedudukan Badan
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : KMK No.574/KMK.04/2000 jo KMK 230/KMK.03/2001
jo KMK Np.243/KMK.03/2003 Tentang Organisasi-Organisasi International dan Pejabat
Perwakilan Organisasi International Yang Tidak termasuk Sebagai Subjek Pajak Penghasilan.
 PMK No. 215/PMK.03/2008 stdd 166/PMK.011/2012, Penetapan Organisasi-organisasi
International dan Pejabat- Pejabat Perwakilan Organisasi International yang tidak termasuk
Subjek PPh.

15

Anda mungkin juga menyukai