Anda di halaman 1dari 53

CORPORATE

INCOME TAX
Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA)
Universitas Gunadarma
Gd 4 Lt 5 EXT: 441
PAJAK PENGHASILAN
(PPH)

Pajak penghasilan (PPh) dikenakan terhadap subjek pajak


atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam tahun pajak.
• PPh dapat dikenakan atas bagian tahun pajak jika
kewajiban subjektif mulai dari bagian tahun.
• Tahun pajak adalah tahun takwim. Jika tahun buku tidak
sama, dapat menggunakan tahun buku asalkan berdurasi
12 bulan.
SUBJEK PAJAK
PASAL 2 AYAT 1 DAN 1A

Orang Pribadi (OP)

Badan

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,


bersifat menggantikan yang berhak
Bentuk Usaha Tetap (BUT), merupakan Subjek
Pajak yang perlakuan pajaknya dipersamakan
dengan subjek pajak badan.
SUBJEK PAJAK
PASAL 2 AYAT 2

DALAM LUAR
NEGERI NEGERI
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
PASAL 2 AYAT (3)
Orang Pribadi (OP) :
Bertempat tinggal/berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan, atau
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal
di Indonesia

Badan :
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
 Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan
 Pembiayaan Bersumber dari APBN/APBD
 Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/APBD
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

Warisan Yang Belum Terbagi :


Menggantikan yang berhak
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
PASAL 2 AYAT (4)

Orang Pribadi (OP) :


Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia/ berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.

Badan :
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Menerima atau memperoleh


penghasilan dari Indonesia bukan
Menjalankan usaha atau kegiatan
dari menjalankan usaha atau
melalui BUT di Indonesia.
kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
BENTUK USAHA TETAP
PASAL 2 AYAT (5)

Bentuk usaha yang dipergunakan oleh:

Orang pribadi
Badan sebagai
sebagai
subjek pajak LN
subjek pajak LN

Untuk menjalankan usaha atau kegiatan di


Indonesia.
Lanjutan…
BENTUK USAHA TETAP
PASAL 2 AYAT (5)

a. Tempat kedudukan manajemen; m.Pemberian jasa, sepanjang


b. Cabang perusahaan; dilakukan lebih dari 60 (enam
c. Kantor perwakilan; puluh) hari dalam jangka waktu
d. Gedung kantor; 12 (dua belas) bulan;
e. Pabrik; n. Orang atau badan selaku agen
f. Bengkel; yang kedudukannya tidak bebas;
g. Gudang; o. Agen atau pegawai dari
h. Ruang untuk promosi dan perusahan asuransi yang tidak
penjualan; didirikan dan berkedudukan di
i. Pertambangan dan penggalian Indonesia yang menerima premi
sumber alam; asuransi atau menanggung risiko
j. Wilayah kerja pertambangan di Indonesia; dan
minyak dan gas bumi; p. Komputer, agen elektronik, atau
k. Perikanan, peternakan, pertanian, peralatan otomatis yang dimiliki,
perkebunan, atau kehutanan; disewa, atau digunakan oleh
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau penyelenggara transaksi
proyek perakitan; elektronik untuk menjalankan
TEMPAT TINGGAL / KEDUDUKAN WP
PASAL 2 AYAT (6)

Tempat
Tempat Tinggal
Kedudukan
Orang Pribadi
Badan

Ditetapkan oleh Dirjen Pajak

Menurut keadaan yang sebenarnya.


SAAT MULAI DAN AKHIR KEWAJIBAN SUBJEKTIF
PASAL 2A AYAT (1), (2), (3), (4), DAN (5)

Subjek Pajak Dalam Negeri


ORANG WARISAN YANG BELUM
BADAN TERBAGI
PRIBADI
Mulai: Mulai: Mulai:
- Saat dilahirkan. Saat didirikan Saat timbulnya warisan.
- Saat berada atau
atau berkedudukan di
berniat tinggal Indonesia
di Indonesia.
Berakhir: Berakhir: Berakhir:
- Saat meninggal. Saat dibubarkan Saat warisan selesai
- Meninggalkan atau tidak lagi
Indonesia untuk berkedudukan di dibagikan.
selamanya. Indonesia.
SAAT MULAI DAN AKHIR KEWAJIBAN SUBJEKTIF
PASAL 2A AYAT (1), (2), (3), (4), DAN (5)

Subjek Pajak Luar Negeri


ORANG
BADAN
PRIBADI
Mulai: Mulai:
Saat Saat melakukan usaha/
menerima/memperoleh kegiatan melalui BUT di
penghasilan dari Indonesia. Indonesia.
Berakhir: Berakhir:
Saat tidak lagi menerima Saat tidak lagi
penghasilan dari Indonesia. menjalankan usaha
melalui BUT di Indonesia.
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
PASAL 2A AYAT (6)

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang berada atau bertempat


tinggal di Indonesia

Hanya meliputi sebagian dari tahun


pajak

Bagian tahun pajak tersebut menggantikan


tahun pajak.
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3

a. Kantor perwakilan negara asing;


b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal
bersama mereka dengan syarat :
- Bukan warga negara Indonesia; dan
- Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya
tersebut; serta
- Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu, dengan
syarat:
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota;
DEFINISI PENGHASILAN
PASAL 4 AYAT (1)

Merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis


yang:
 Diterima atau diperoleh wajib pajak.
 Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
 Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak.

Dengan nama dan dalam bentuk apapun


KLASIFIKASI UMUM
PENGHASILAN

Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan


pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan sebagainya.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

Penghasilan dari modal berupa harta gerak ataupun tidak


gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan
keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha
Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan
hadiah.
KETENTUAN KHUSUS ATAS PENGHASILAN

Semua penghasilan digabungkan dalam satu tahun


pajak.
Jika menderita kerugian dikompensasikan dengan
penghasilan lain kecuali kerugian dari luar negeri.

Untuk penghasilan dikenakan final atau dikecualikan


dari objek pajak tidak boleh digabungkan.
PENGHASILAN YANG
MERUPAKAN OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk:
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
anjutan… PENGHASILAN YANG
MERUPAKAN OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,
bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
anjutan… PENGHASILAN YANG
MERUPAKAN OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
h. Royalti;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
anjutan… PENGHASILAN YANG
MERUPAKAN OBJEK PAJAK
PENGHASILAN
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
PENGHASILAN YANG
DIKENAKAN PPH FINAL
PASAL 4 AYAT (2)
Pajak yang terutang dan dibayarkan
seketika penghasilan
PPH diperoleh atau diterima. Pemotongan
FINAL dilakukan oleh
pemberi penghasilan, atau pihak lain yang
ditentukan.
Ketika dilakukan penghitungan pajak terutang di akhir tahun,
penghasilan yang dikenakan pajak final bukan sebagai
penambah penghasilan dan pajak final tidak dapat menjadi
kredit pajak.

Pajak Final = Pajak Selesai Dengan Pembayaran Tersebut


anjutan…
PENGHASILAN YANG
DIKENAKAN PPH FINAL
PASAL 4 AYAT (2)

1. Bunga deposito
2. Hadiah undian
3. Bunga simpanan koperasi
4. Bunga Obligasi
5. Penjualan Saham di Bursa Efek
6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan
7. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
8. Jasa Konstruksi
Tidak digunakan untuk
DIKOREKSI
menghitung Penghasilan
FISKAL
Kena Pajak
PENGHASILAN TIDAK
TERMASUK OBJEK PAJAK
a. Bantuan sumbangan, termasuk zakat.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat
c. Harta hibahan yang diterima oleh badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial dan atau pengusaha kecil termasuk
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
d. Warisan
e. Harta termasuk setoran tunai sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal (Pasal 2 Ayat (1))
f. Natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
anjutan…
PENGHASILAN TIDAK
TERMASUK OBJEK PAJAK
g. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
(asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa)
h. Deviden atau laba yang diterima Perseroan Terbatas sebagai
WPDN, koperasi, BUMN atau BUMD, dengan syarat :
1. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan
2. Kepemilikan saham pada badan yang memberikan
deviden paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor, dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan tersebut.
i. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
j. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
(pada huruf h) dalam bidang-bidang tertentu
anjutan…
PENGHASILAN TIDAK
TERMASUK OBJEK PAJAK
k. Laba yang diperoleh anggota dari Perseroan Komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma dan kongsi
l. Bunga obligasi yang diperoleh Perusahaan Reksadana selama
5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian
izin usaha
m. Penghasilan yang diperoleh Perusahaan Modal Ventura dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
di Indonesia, dengan syarat :
1. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor usaha yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di BEI
BIAYA YANG MERUPAKAN
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan (biaya pembelian bahan, upah, gaji, honorarium,
bonus, gratifikasi dan tunjangan dalam bentuk uang, bunga,
sewa, royalti, biaya perjalanan, premi asuransi, biaya
administrasi dan pajak kecuali PPH)
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hak dan atas Biaya Lain yang mempunyai masa manfaat >1
tahun (Pasal II dan Pasal IIA)
c. Iuran dan dana pensiun
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan
e. Kerugiaan dari selisih kurs mata uang asing
anjutan…
BIAYA YANG MERUPAKAN
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial
2. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada
Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang
Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai
penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan;
3. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus;
dan
4. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan
BIAYA YANG BUKAN MERUPAKAN
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun
seperti deviden, deviden yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
b. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa
guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi,
dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
d. Premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi,
kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
anjutan…
BIAYA YANG BUKAN MERUPAKAN
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO
e. Imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan
(Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b) kecuali zakat atas
penghasilan wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan
dalam negeri kepada badan amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah
anjutan…
BIAYA YANG BUKAN MERUPAKAN
PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO
i. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib
pajak
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham
k. Sanksi administrasi (bunga, denda dan kenaikan biaya serta
sanksi pidana)
PROSES PENYUSUNAN LAPORAN
KEUANGAN FISKAL
Dokumen Jurnal Buku Neraca Laporan
Dasar Keuangan
Besar Percobaan
Komersial

Dicocokkan Koreksi Fiskal

Laporan
Buku Tambahan
Keuangan
Fiskal
KOREKSI FISKAL

Koreksi atas laba yang diperhitungan


secara komersil sesuai dengan ketentuan
perpajakan untuk menghasilkan laba
secara fiskal, dimana koreksi tersebut
akan menyebabkan bertambah atau
berkurangnya laba sebagai akibat dari
adanya perbedaan pengakuan
penghasilan, biaya, metode, manfaat,
dan umur ekonomis harta.
KOREKSI FISKAL POSITIF
Koreksi Fiskal Positif merupakan koreksi yang mengakibatkan
laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang, sehingga pajak
penghasilan terutang pun bertambah.
Penyebab koreksi fiskal positif diantaranya:
a) Biaya yang dibebakan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang
yang menjadi tanggungannya
b) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh WP
c) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
e) Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan
f) Pajak penghasilan
g) Gaji yang dibayarkan kepada pemilik
h) Sanksi administrasi
i) Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/ amortisasi fiskal
j) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek
Pajak
KOREKSI FISKAL NEGATIF
Koreksi Fiskal Negatif merupakan koreksi yang mengakibatkan
laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah, sehingga
jumlah pajak penghasilan terutang berkurang.
Penyebab koreksi fiskal negatif diantaranya:
a. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan
penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak tetapi
termasuk dalam peredaran usaha
b. Selisih penyusutan/amortisasi komersial dibawah
penyusutan atau amortisasi fiskal
BEDA TETAP DAN BEDA SEMENTARA

BEDA TETAP (PERMANENT


DIFFERENT)

Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena


pajak yang disebabkan ketentuan perpajakan dan tidak
akan menimbulkan permasalahan akuntansi serta tidak
memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan
masa mendatang.
Koreksi karena Beda Tetap terjadi karena:
1. Penghasilan yang telah dipotong PPh final
2. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
3. Pengeluaran yang termasuk dalan non deductible expense
(pasal 9 ayat 1 UU PPh) dan tidak termasuk dalam
deductible expense (pasal 6 ayat 1 UU PPh)
BEDA TETAP DAN BEDA SEMENTARA

BEDA SEMENTARA
(TEMPORARY DIFFERENT)
Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena
pajak yang disebabkan oleh ketentuan perpajakan dan
memberikan pengaruh di masa mendatang dalam jangka
waktu tertentu sehingga pengaruh terhadap laba
akuntansi dan penghasilan kena pajak akhirnya menjadi
sama.
Koreksi karena Beda Sementara terjadi karena:
1. Penyisihan / Akrual dan Realisasi
4. Kompensasi rugi
2. Penyusutan 5. Rugi – Laba selisih kurs
3. Amortisasi
PERBEDAAN TEMPORER YANG BOLEH
DIKURANGKAN
Contoh:
a) Beban piutang tak tertagih
Secara komersial: metode pencadangan
Secara fiskal: PMK No. 105/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009
b) Beban pesangon
Secara komersial: metode pencadangan
Secara fiskal: pada saat pembayaran pesangon
c) Beban penyusutan:
Perbedaan timbul mungkin karena beda penggunaan metode
penyusutan atau umur manfaat ekonomis. Penyusutan fiskal harus
mengacu ke PMK No. 96/PMK.03/2009 tanggal 15 Mei 2009.
d) Lainnya:
Pembentukan atau pemupukan dana cadangan tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto (non deductible expense) kecuali: yang
sesuai dengan PMK No. 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009.
Pengeluaran untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus

DIBEBANKAN MELALUI
PENYUSUTAN DAN
AMORTISASI
KETENTUAN PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL
DIATUR DALAM
PASAL 11 DAN PASAL 11A UU PPH
KAPAN DISUSUTKAN?

1. Pada Bulan Dilakukannya Pengeluaran


2. Kecuali untuk harta yang masih dalam
proses pengerjaan, penyusutannya dimulai
pada bulan selesainya pengerjaan harta
tesebut.
3. Dengan persetujuan Dirjen Pajak, bulan
digunakannya harta tersebut untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan harta tersebut
mulai menghasilkan
KOMPENSASI KERUGIAN

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN


PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUT NYA
BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA) TAHUN
PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN
TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN, DI DAERAH
TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA
10 TAHUN
PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA PERKEBUNAN
TANAMAN KERAS DAN PERTAMBANGAN DI LUAR
DAERAH TERPENCIL, KOMPENSASI KERUGIAN
DIBERIKAN PALING LAMA 8 TAHUN
Kerugian yang diakibatkan karena penghasilan yang telah
dikenakan pajak final, tidak dapat dikompensasikan ke tahun
pajak berikutnya
Pasal 6 ayat (2) dan PP 34 Tahun 1994
40
KOMPENSASI KERUGIAN

KOMPENSASI KERUGIAN 5 (LIMA) TAHUN

CONTOH

PT. LPA TAHUN 2009 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR


Rp 1.200.000.000.- DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGI-
LABA FISKAL PT LPA. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT:

2010 : LABA FISKAL Rp 200.000.000.-


2011 : RUGI FISKAL Rp 300.000.000.-
2012 : LABA FISKAL NIHIL
2013 : LABA FISKAL Rp 100.000.000.-
2014 : LABA FISKAL RP 800.000.000.-
41
KOMPENSASI KERUGIAN
DILAKUKAN SBB:

Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 1,200,000,000)


Laba Fiskal Tahun 2010 Rp 200,000,000 +
Sisa Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 1,000,000,000)
Rugi Fiskal Tahun 2011 (Rp 300,000,000)
Sisa Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 1,000,000,000)
Laba Fiskal Tahun 2012 NIHIL +
Sisa Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 1,000,000,000)
Laba Fiskal Tahun 2013 Rp 100,000,000 +
Sisa Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 900,000,000)
Laba Fiskal Tahun 2014 Rp 800,000,000 +
Sisa Rugi Fiskal Tahun 2009 (Rp 100,000,000)
42
SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp
100.000.000.
YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR
TAHUN 2014, TIDAK BOLEH
DIKOMPENSASIKAN
SEDANGKA DENGAN LABA
FISKAL TAHUN N 2015.
:
RUGI FISKAL TAHUN 2011 Rp
300.000.000.-
HANYA DIKOMPENSASIKAN DENGAN
LABA FISKAL TAHUN 2015 DAN TAHUN
2016, KARENA JANGKA WAKTU LIMA
TAHUN DIMULAI SEJAK PASAL 6 AYAT
TAHUN (2)
2012
DAN BERAKHIR TAHUN 2016.
43
TARIF PPH BADAN
PERATURAN
LAMA
Lapisan Penghasilan Kena
Tarif
Pajak

> 0 juta – 50 juta 10%

> Rp 50 juta – Rp 100 juta 15%

> Rp 100 juta 30%

UU PPh Pasal
TARIF PPH BADAN
PERATURAN
BARU
Tahun
2009 Tarif Pajak 28%
Tunggal

Tahun 2010 diturunkan


menjadi 25%
Tahun 2020 diturunkan
menjadi 22% UU PPh Pasal
Tahun 2022 diturunkan
CONTOH PENERAPAN
TARIF PPH BADAN

TAHUN 2019, PT. LPA-LEPMA MEMILIKI


PENGHASILAN KENA PAJAK SEBESAR
RP 118.000.000. BERAPAKAH PAJAK
PENGHASILAN TERUTANGNYA?
JAWAB

PPH TERUTANG:
25% x Rp 118.000.000 = Rp 29.500.000
KREDIT PAJAK

Kredit Pajak adalah:


Pengurang PPh terutang yang merupakan rincian kredit PPh
yang dipotong/dipungut pihak lain tidak termasuk bersifat
final dan dikenakan pajak tersendiri serta rincian
penghasilan neto dari luar negeri yang diterima WP sendiri,
isteri dan anak-anak angkat yang belum dewasa dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan, kecuali istri yang telah
hidup berpisah atau yang mengadakan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan. Dasar:
UU PPh Pasal 24
UU PPh pasal 28
PP Nomor 42 tahun 1995 jo. PP Nomor
KREDIT PAJAK

DIBAYAR DIPOTONG
SENDIRI PIHAK LAIN
PPH PASAL 21
PPH PASAL 25
PPH PASAL 22
STP PPH PASAL
25 PPH PASAL 23
(Pokoknya saja)
PPH PASAL 24
Dikreditkan berdasarkan bukti
pemotongan pajak (bukan PPh
Final)
Contoh perhitungan:
Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun yang bersangkutan.

Pajak penghasilan yang terutang Rp 80.000.000,00


Kredit pajak:
Pemotong pajak dari pekerjaan (Pasal 21) Rp 5.000.000,00
Pemungut pajak oleh pihak lain (Pasal 22) Rp 10.000.000,00
Pemotong pajak dari modal (Pasal 23) Rp 5.000.000,00
Kredit pajak luar negeri (Pasal 24) Rp 15.000.000,00
Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Pasal 25) Rp 10.000.000,00 (+)
Jumlah pajak penghasilan yang dapat dikreditkan Rp 45.000.000,00 (-)
Pajak penghasilan yang masih harus dibayar Rp 35.000.000,00
Apabila pajak yang terutang untuk satu
PPh Pasal tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
28A kredit pajak, maka setelah dilakukan
Lebih pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak
Bayar dikembalikan setelah diperhitungan dengan
utang pajak berikut sanksi-sanksinya.

Apabila pajak yang terutang untuk satu


tahun pajak ternyata lebih besar dari kredit PPh Pasal
pajak, kekurangan pembayaran pajak yang 29
terutang harus dilunasi sebelum Surat Kurang
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Bayar
disampaikan
BAGAN PAJAK PENGHASILAN (PPH BADAN)
Pembayaran dari Luar Negeri Pembayaran ke Luar Negeri

Luar Negeri Pasal 24 Pasal 26


Indonesia
WAJIB PAJAK
Pasal 23 BADAN Pasal 23

Laporan Laba / Rugi


Penghasilan xxx Pasal 4
Pasal 6 Biaya (xxx)
Laba xxx
Koreksi Fiskal xxx
Pasal 9
Penghasilan Kena Pajak xxx
Pajak Terutang xxx
Pajak dibayar dimuka (xxx) Pasal 17
Pasal 22, 23, Pajak yang harus dibayar xxx
24, 25 Pasal 29

UU PPh Pasal
PERHITUNGAN PPH SECARA UMUM

Komersial Fiskal
Penghasilan xxx xxx
Biaya ( dan bukan biaya) (xxx)(xxx)
Laba/Penghasilan netto xxx xxx
Kompensasi rugi tahun sebelumnya (xxx) Penghasilan
kena pajak (PKP) xxx
PPh terhutang (PKP x Tarif) xxx
Kredit Pajak :
- PPh 22/23/24/25 (xxx)
Kurang (lebih) bayar xxx

Penyesuaian Dilakukan
dengan Koreksi Fiskal
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai