Anda di halaman 1dari 42

PAJAK

PENGHASILAN
HUKUM PAJAK
DASAR PEMBAHASAN
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
• UU No 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
terakhir merupakan perubahan keempat dengan
Undang-undang No 36 Tahun 2008
• Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan pada BAB III

2
PAJAK PENGHASILAN
(PPH)

adalah

Pajak yang dikenakan terhadap subyek


pajak atas penghasilan yang
diterimanya atau diperolehnya dalam
tahun pajak
SUBYEK PAJAK
Pasal 2 ayat 2

SUBYEK PAJAK

DALAM NEGERI LUAR NEGERI


SUBYEK PAJAK DALAM NEGERI
Pasal 2 ayat 3

• orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau


berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
• orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia

• Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di


Indonesia

• Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,


menggantikan yang berhak
SUBYEK PAJAK LUAR NEGERI
Pasal 2 ayat 4

•Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia ,orang pribadi


yang berada di Indonesia kurang dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
•Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia

Yang menjalankan usaha Yang menerima atau memperoleh


penghasilan dari Indonesia bukan
atau melakukan kegiatan
dari menjalankan usaha atau
melalui bentuk usaha tetap di melakukan kegiatan melalui bentuk
Indonesia usaha tetap diIndonesia.
BENTUK USAHA TETAP
Pasal 2 ayat 5

BENTUK USAHA YANG DIPERGUNAKAN


OLEH

ORANG PRIBADI
SEBAGAI SUBYEK BADAN SEBAGAI
PAJAK LN SUBYEK PAJAK LN

UNTUK MENJALANKAN USAHA ATAU MELAKUKAN


KEGIATAN DI INDONESIA
BENTUK USAHA TETAP
Pasal 2 ayat 5

Dapat
berupa

• Tempat kedudukan manajemen


• Cabang perusahaan
• Kantor perwakilan
• Gedung kantor, Pabrik, Bengkel
• Pertambangan dan penggalian sumber alam
• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
• Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
• Pemberian jasa dilakukan lebih dari 60 (enampuluh) hari dalam jangka waktu 12
(duabelas) bulan
• Agen yang kedudukannya tidak bebas
• Agen yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia
PERBEDAAN WP DLM NEGERI DAN WP LUAR NEGERI

WAJIB PJK DLM NEGERI WAJIB PJK LUAR NEGERI

▪ Dikenakan pjk atas penghasilan baik yg ▪ Dikenakan pajak hanya atas penghasilan
diterima /diperoleh dari indonesia dan yg berasal dr sumber penghasilan di
dari luar Indonesia Indonesia
▪ Dikenakan pjk berdasarkan penghasilan ▪ Dikenakan pjk berdsrkan penghasilan
netto bruto
▪ Tarif pjk yg digunakan adalah tarif umum ▪ Tarif pjk yg digunakan adalah tarif
▪ Wajib menyampaikan SPT sepadan
▪ Tidak Wajib menyampaikan SPT
KEWAJIBAN PAJAK SUBYEKTIF
Pasal2A ayat1,2,3,4,5

MULAI BERAKHIR

Subjek Pajak Dalam Negeri Orng Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri Orng Pribadi
▪ Saat dilahirkan ▪ Saat meninggal
▪ Saat berada di Indonesia /bertempat tinggal ▪ Saat Meninggalkan Indonesia untuk selama-
di Indonesia lamanya

Subjek Pajak Dalam Negeri Badan


▪ Saat didirikan/bertempat kedudukan di Subjek Pajak Dalam Negeri Badan
Indonesia ▪ Saat dibubarkan/tdk lagi bertempat
kedudukan di Indonesia
KEWAJIBAN PAJAK SUBYEKTIF
Pasal2A ayat1,2,3,4,5 lanjutan

MULAI BERAKHIR

Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT: Subjek Pajak Luar Negeri Melalui BUT :
▪ Saat menjalankan usaha /melakukan ▪ Saat tidak lagi melakukan usaha/kegiatan
kegiatan melalui BUT di Indonesia. melalui BUT di Indonesia
▪ Saat menerima atau memperoleh ▪ Saat tdk lagi menerima /memperoleh
penghasilan dari Indonesia penghasilan dari Indonesia

Warisan Belum Terbagi: Warisan Belum Terbagi:


▪ Saat timbulnya warisan yg belum terbagi ▪ Saat warisan telah selesai dibagikan
TIDAK TERMASUK SUBYEK PAJAK
Pasal 3

BADAN PERWAKILAN NEGARA ASING

PEJABAT-PEJABAT PERWAKILAN DIPLOMATIK DAN KONSULAT ATAU


PEJABAT-PEJABAT LAIN DARI NEGARA ASING, DAN ORANG-ORANG
YANG DIPERBANTUKAN KEPADA MEREKA YANG BEKERJA PADA
DAN BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA-SAMA DENGAN SYARAT
TERTENTU

ORGANISASI INTERNASIONAL YANG DITETAPKAN OLEH MENTERI


KEUANGAN DENGAN SYARAT TERTENTUPEJABAT
PEJABAT PERWAKILAN ORGANISASI INTERNASIONAL YANG
DITETAPKAN OLEH MENTERI KEUANGAN DENGAN SYARAT
TERTENTU
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

PENGHASILAN

SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG:


• Diterima atau diperoleh Wajib Pajak
• Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
• Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan

DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN


Objek PPh
Setiap tambahan kemampuan ekonomis … dst.
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan/pengalihan harta termasuk:
– Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan, KECUALI :
• Diberikan kepada keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat,
dan
• Badan keagamaan atau Badan Pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yuang ditetapkan oleh menteri keuangan sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak
yang bersangkutan
Objek PPh

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan


sebagai biaya
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian SHU koperasi (SHU di atas Rp 240.000,-)
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
Objek PPh
k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan PP
➢ Di bawah 350 jt dibebaskan
➢ Hanya dapat dinikmati sekali setahun
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas
➢ Asosiasi Akuntan, Dokter, dll menerima iuran dari para anggotanya
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
Objek PPh - Pasal 4 (1)

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;


r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
PAJAK
PENGHASILAN 21
PPh PASAL 21/26
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
SEHUBUNGAN DENGAN

- PEKERJAAN ATAU HUBUNGAN KERJA , KEGIATAN ORANG PRIBADI

PENGHASILAN BERUPA :
- GAJI , BONUS, THR, GRATIFIKASI, UPAH, DLL YANG SEJENIS
- HONORARIUM
- PEMBAYARAN LAIN DGN NAMA APAPUN

WP DN WP LN

PPh PASAL 21 PPh PASAL 26


Pengertian

 PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang dikenakan atas


penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.

20
Unsur-unsur PPh Pasal 21/26

 Wajib Pajak
 Pemotong Pajak
 Obyek Pajak
 Tarif Pajak

21
Wajib Pajak PPh Pasal 21

 Pegawai Tetap
 Pegawai Lepas
 Penerima Pensiun
 Penerima Honorarium
 Penerima Upah

22
Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain


dari negara asing
 Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud dalam keputusan Mentri Keuangan No.
611/KMK.04/1994 sepanjang bukan warga negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha atau pekerjaan lain

23
Pemotong Pajak PPh

 Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik induk maupun
cabang
 Bendaharawan pemerintah pusat /daerah, Instansi, Departemen,
KBRI
 Dana Pensiun, PT. TASPEN, ASTEK, JAMSOSTEK
 BUMN/ BUMD
 Yayasan, lembaga, kepanitiaan, asosiasi, organisasi

24
KEWAJIBAN PEMOTONG PPh Pasal 21

 Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke


Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik
Daerah, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran,
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
 Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan
takwim berikutnya.

25
PENGHASILAN

PENGHASILAN UPAH DAN UANG


PENGHASILAN HONORARIUM
TIDAK UANG SAKU PENSIUN
TERATUR
TERATUR

UPAH
GAJI BONUS HARIAN

TUNJANGAN TUNJANGAN UPAH


PREMI HARI RAYA MINGGUAN

TUNJANGAN UPAH
TRANSPORT BORONGAN

TUNJANGAN
MAKAN
26
PENGHASILAN TERATUR
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara
teratur :
 Berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium premi bulanan, uang lembur,
uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak,
tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa,
premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan
nama apapun;
PENGHASILAN TIDAK TERATUR
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun
atau mantan pegawai secara tidak teratur
 Berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari
raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan
sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap
 Gratifikasi: uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yg telah ditentukan
 Tantiem: bagian keuntungan yg diberikan kepada direksi atau dewan
komisaris
UPAH DAN UANG SAKU
 Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah
borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap
atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau
mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau
pemagangan yang merupakan calon pegawai
UANG PENSIUN
 Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang
pesangon dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja;
HONORARIUM (1)
 Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, terdiri dari :
 tenaga ahli, mis: dokter, konsultan, pengacara, notaris
 pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya,
 olahragawan;
 penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator, pengarang,
peneliti, dan penerjemah
HONORARIUM (2)
 pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial;
 agen iklan;
 pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan,
dan peserta sidang atau rapat;
 pembawa pesanan atau yang menemukan langganan; mis: makelar
 peserta perlombaan;
 petugas penjaja barang dagangan;
HONORARIUM (3)
 petugas dinas luar asuransi;
 peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan
pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
 distributor perusahaan multilevel marketing atau direct
selling
BUKAN OBJEK PPh 21

 pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,


asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
 penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan
 iuran pensiun yang dibayarkan kepada Dana Pensiun, yang telah disahkan oleh Menteri
Keuangan, dan iuran JHT kepada JAMSOSTEK yang dibayar oleh Pemberi Kerja
 penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dengan nama dan bentuk apapun
yang diberikan oleh Pemerintah
 kenikmatan berupa pajak yang ditanggung Pemberi Kerja
 zakat yang diterima OP yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah
PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN DALAM MENGHITUNG PPh
Pasal 21 – PEGAWAI TETAP & PENSIUNAN

 Biaya jabatan : yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan


memelihara penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto dengan catatan: jumlah maksimum yang diperkenankan Rp.
6.000.000 setahun atau Rp500.000,00 sebulan;
 Biaya pensiun : untuk penerima pensiun teratur maksimum yang
diperkenankan sejumlah Rp2.400.000,00 setahun atau Rp200.000,00
sebulan.
PENGURANG YANG DIPERBOLEHKAN DALAM MENGHITUNG PPh
Pasal 21 – PEGAWAI TETAP

 luran yang terkait dengan gaji dengan syarat: Dibayar oleh pegawai
kepada dana pensiun atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
CARA PERHITUNGAN PPh Pasal 21 UNTUK PEGAWAI TETAP: MULAI
BEKERJA AWAL TAHUN
 PENGHASILAN BRUTO SATU BULAN:
GAJI DAN TUNJANGAN
 PENGURANGAN:
BIAYA JABATAN & IURAN PENSIUN YANG DIBAYAR PEGAWAI
-
 PENGHASILAN NETTO 1 BULAN X 12
 PENGHASILAN NETTO 1 TAHUN
 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK SETAHUN

 PENGHASILAN KENA PAJAK


 X TARIF PPH PASAL 17
 PPh PASAL 21 1 TAHUN

 PPh PASAL 21 BULANAN : 12


CONTOH PERHITUNGAN PPH PASAL 21

1. Amir, menikah dengan tanpa tanggungan bekerja pada perusahaan PT. ABC dengan
memperoleh gaji sebulan Rp. 6.650.000 dan membayar dana pensiun sebesar Rp.
250.000.

Perhitungan PPH gaji adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan Rp. 6.650.000

Pengurangan:
Biaya Jabatan 5% x Rp. 6.650.000 = Rp. 332.500
Iuran diperbolehkan = Rp. 250.000
Rp. 582.500

Penghasilan netto Rp. 6.067.500

Penghasilan Netto disetahunkan 12 x Rp. 6.067.500 = Rp 72.810.000

Dikurangi PTKP (K-0)


Wajib pajak sendiri Rp. 54.000.000
Tambah WP kawin (istri) Rp. 4.500.000
Rp. 58. 500.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 14.310.000

PPh Pasal 21 terutang (tahun)

5% x Rp. 14.310.000 = 715.500

PPh 21 penghasilan perbulan

Rp. 715.500 : 12 bln = Rp. 59.625/bln


2. Tuan Idris, menikah dengan 3 tanggungan (misalkan 3 anak) pegawai PT. ABC
memperoleh gaji pokok sebulan Rp. 15.500.000. PT ABC memberi tunjangan
asuransi BPJS Rp. 400.000 dan tunjangan kematian Rp. 100.000. Tuan Idris
mengikuti program pensiun dengan membayar iuran pensiun Rp. 750.000 per bulan,
Iuran program tabungan Hari Tua Rp. 500.000. sebulan dibayar karyawan.

Perhitungan PPh Pasal 21

Gaji sebulan Rp. 15.500.000


Tunjangan BPJS Rp. 400.000
Tunjangan Kematian Rp. 100.000
Penghasilan bruto Rp. 16.000.000

Pengurangan:
Biaya Jabatan 5% x Rp. 16.000.000 = Rp. 500.000 maks
Iuran pensiun Rp. 750.000
Iuran THT Rp. 500.000
Rp. 1.750.000

Penghasilan netto sebulan Rp. 14.250.000

Penghasilan Netto disetahunkan 12 x Rp. 14.250.000 = Rp 171.000.000

Dikurangi PTKP (K-3)


Wajib pajak sendiri Rp. 54.000.000
Tambah WP kawin (istri) Rp. 4.500.000
Tambah 3 tanggungan Rp. 13.500.000
Rp. 72. 000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp. 99.000.000

PPh Pasal 21 terutang setahun

5% x Rp. 60.000.000 = 3.000.000


15% x Rp. 39.000.000 = 5.850.000
Pajak penghasilan Rp. 8.850.000

PPh 21 penghasilan perbulan = Rp. 8.850.000 : 12 bln = Rp. 737.500/bln

Anda mungkin juga menyukai