Anda di halaman 1dari 153

Ikatan Akuntan Indonesia

Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP)


Brevet Pajak Terapan A & B

RAMOT TOBING SE, M.Sc.

Page 1
Outline

Subjek Pajak

Objek Pajak

Pembukuan - Pencatatan

Pengurangan yang Diperkenankan

Penghitungan Pajak

Penggabungan penghasilan Keluarga

Orang Pribadi Pengusaha Tertentu

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25

SPT PPh OP

Page 2
Dasar Hukum

UU No.36 Tahun 2008 tentang PPh


dan ketentuan peraturan
pelaksanaannya

Page 3
SUBJEK PAJAK

Page 4
PPh dikenakan terhadap.? (Pasal 1 UU KUP)

eh dalam Tahun Pajak

Page 5
Subjek Pajak Pasal 2 (1) UU PPh

ai satu kesatuan, menggantikan yang berhak

Page 6
Subjek Pajak Pasal 2 ayat (2) UU KUP

Subjek Pajak
Subjek Pajak Luar
Dalam Negeri
Negeri (SPLN)
(SPDN)

Page 7
SPDN Vs SPLN

SPDN Bertempat tinggal SPLN Tidak bertempat


tinggal di Indonesia
atau berada di Ina >
183 hari dalam Berada di Indonesia
jangka waktu 12 tidak lebih 183 hari
bulan dalam jangka waktu 12
bulan
Dalam suatu tahun
pajak berada di Ina menerima /
& mempunyai niat memperoleh
untuk bertempat penghasilan dari Ina
tinggal di Indonesia
tidak dari menjalankan
Warisan yang belum usaha atau melakukan
terbagi sebagai satu kegiatan melalui BUT
kesatuan di Indonesia
menggantikan yang
berhak
Page 8
Subjek Pajak = Wajib Pajak???

Subjek
Pajak

Wajib Pajak

Objek
Pajak

Page 9
Perbedaan WP DN dan WP LN

WP WP
Dikenai PPh dari
DN penghasilan di Ina dan
dari luar Ina
LN Dikenai PPh dari
penghasilan dari Ina

Dikenai berdasarkan Dikenai berdasarkan


penghasilan neto penghasilan bruto

Dikenai tarif umum Dikenai tarif pajak


sepadan

Wajib menyampaikan Tidak wajib


SPT menyampaikan SPT

Page 10
g berhak:
Warisan yang belum terbagi
i sebagai SPDN

ng tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indone
ajak atas penghasilan yang diterima melekat pada objeknya

Page 11
BUT (Bentuk Usaha Tetap)

Bentuk Usaha oleh:

Badan yang tidak


OP yang berada di
OP yang tidak didirikan dan tidak
Ina tidak lebih 183
bertempat tinggal di bertempat
hari dalam jangka
Ina kedudukan di
waktu 12 bulan
Indonesia

Untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia

Page 12
angka waktu 12 bulan
mpat kedudukan di Ina yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di I
nakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha

Page 13
Tidak Termasuk Subjek Pajak OP
ang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
silan di luar jabatan atau pekerjaannya

n lainuntuk memperoleh penghasilan dari Indonesia

Page 14
MULAI DAN BERAKHIRNYA
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

ORANG
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI PRIBADI

MULAI:
SAAT DILAHIRKAN
BERADA ATAU BERNIAT TINGGAL DI INDONESIA

BERAKHIR:
SAAT MENINGGAL DUNIA
MENINGGALKAN INDONESIA UNTUK SELAMA-
LAMANYA

Page 15
MULAI DAN BERAKHIRNYA
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

ORANG
PRIBADI/BADAN

SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI


MULAI:
SAAT MENJALANKAN USAHA
MELAKUKAN KEGIATAN MELALUI BUT

BERAKHIR:
SAAT TIDAK LAGI MENJALANKAN USAHA
TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN MELALUI BUT

Page 16
MULAI DAN BERAKHIRNYA KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF

ORANG
PRIBADI/BADAN
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
MULAI:
SAAT MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASILAN DI INDONESIA

BERAKHIR:
SAAT TIDAK LAGI MENERIMA/MEMPEROLEH PENGHASIL

Page 17
KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF WARISAN YANG BELUM TERBAGI &
WP OP DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK

MULAI:
SAAT TIMBULNYA WARISAN

BERAKHIR:
SAAT WARISAN SELESAI DIBAGI

ORANG PRIBADI YANG BERTEMPAT TINGGAL/BERADA DI INDONESIA


HANYA
MELIPUTI SEBAGIAN DARI TAHUN PAJAK,
MAKA BAGIAN TAHUN PAJAK TERSEBUT MENGGANTIKAN TAHUN PAJAK
Page 18
OBJEK PAJAK

Page 19
OBJEK PAJAK
Pasal 4 ayat (1)

PENGHASILAN

SETIAP TAMBAHAN KEMAMPUAN EKONOMIS YANG :

- Diterima atau diperoleh WP


- Berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
- Dapat dipakai untuk konsumsi/menambah kekayaan WP

DENGAN NAMA DAN DALAM


BENTUK APAPUN

Page 20
Klasifikasi Penghasilan

Penghasilan

1. Dikenai Tarif Umum Ps. 17

2. Dikenai PPh Bersifat Final


3. Dikecualikan dari Objek Pajak

Page 21
PENGHASILAN MENURUT PAJAK DAN PELAPORANNYA
DALAM SPT TAHUNAN PPh OP

Penghasilan
(income/revenue)

Objek PPh Dikecualikan Sbg Objek Objek PPh Final Bukan Objek
Psl. 4 (1) Pph Psl. 4 (1) Huruf K Psl. 4 (2) PPh Psl. 4 (3)

Sesuai UU Tidak
Sesuai UU

over under

Koreksi negatif Koreksi Koreksi Koreksi Koreksi


positif negatif negatif negatif

Page 22
Dikenai Tarif Umum Pasal 17

Page 23
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (1)
n, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, /imbalan dlm bentuk lainnya, kec. ditentukan lain dlm UU ini

Page 24
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (2)
ai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak

embalian utang

ri perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU Koperasi

Page 25
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (3)

(Rp 350 juta dan termasuk kriteria debitur kecil/PP130/2000) yang ditetapkan dengan PP

Page 26
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (4)

yang terdiri dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

ng belum dikenakan pajak

Page 27
Penghasilan Dikenai Tarif Umum Pasal 17 (5)

berbasis syariah

mana dimaksud dalam UU KUP

Page 28
Dikenai Pajak Bersifat Final

Page 29
pada saat penghitungan
Konsekuensi pajak akhir
Pengenaan PPh tahun
Final
editkan
jadi pengurang

Page 30
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (1)
No Jenis Tarif DPP Peraturan
Penghasilan
1 Bunga deposito, 20% Jumlah Bruto PP 131/2000
tabungan, &
diskonto SBI
2 Hadiah Undian 25% Jumlah Bruto PP 132/2000
3 Bunga simpanan 0% (s.d Rp 240.000) Jumlah Bruto PP 15/2009
Koperasi 10% (> Rp 240.000)
4 Bunga Obligasi Bunga Obligasi jumlah bruto bunga PP16/2009
15% (WP DN dan BUT)
20%/tarif P3B (WP LN)
diskonto dari Obligasi dengan kupon selisih lebih harga
15% (WP DN dan BUT) jual/nilai nominal di
20%/tarif P3B (WP LN) atas harga perolehan
(bunga)
diskonto dari Obligasi tanpa bunga selisih lebih harga jual
15% (WP DN dan BUT) /nilai nominal di atas
20%/tarif P3B (WP LN) harga perolehan /
bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang
diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan
0% 2009 2010
Page 31 5% 2011 2013
15% 2014
Penghasilan Dikenai Pajak Bersifat Final (2)

No Jenis Tarif DPP Peraturan


Penghasilan
5 Penjualan Saham di 0,1% Jumlah Bruto PP 14/1997
Bursa Efek

0,5% tambahan untuk saham pendiri Jumlah Bruto


6 Pengalihan Tanah dan 5% Jumlah Bruto nilai PP 71/2008
atau bangunan bagi pengalihan atau
OP/yayasan dan
NJOP mana yang
organisasi sejenisyang
usaha pokoknya lebih tinggi
melakukan transaksi
pengalihan hak atas
tanah dan/atau
bangunan
7 Persewaan Tanah 10% Jumlah Bruto PP 5/ 2002
atau Bangunan
8 Jasa Konstruksi Pelaksana 2% (kualifikasi us. kecil) PP40/2009 jo
Pelaksana 4% (tidak memiliki PP 51/2008
kualifikasi usaha)
Pelaksana 3% (untuk selain a dan b)
Perencana/Pengawas 4% (memiliki
kualifikasi usaha)
Perencana/Pengawas 6% (tidak
Page 32 memiliki kualifikasi usaha)
Dikecualikan dari Objek Pajak

Page 33
Dikecualikan dari Objek Pajak (1)

bagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal

Page 34
Dikecualikan dari Objek Pajak (2)
bentuk natura dan/atau kenikmatan

iwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa

penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan s

Dari R/E

PT/BUMN/BUMD, kepemilikan saham paling rendah 25%

Page 35
Dikecualikan dari Objek Pajak (3)
an Keputusan Menteri Keuangan

ham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontr

yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat

perusahaan mikro, kecil, menengah/ di sektor usaha tertentu

sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

Page 36
Dikecualikan dari Objek Pajak (4)

ginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pen

Page 37
Objek Pajak BUT

Page 38
Objek Pajak BUT

n jasa di Ina yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT di Ina

ang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud

Page 39
Pengurang Penghasilan BUT

Biaya-biaya terkait huruf b dan c dapat dikurangkan dari


penghasilan BUT

Biaya admin Ktr Pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan


adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT
yang besarnya ditetapkan oleh Dirjen Pajak (KEP-62/PJ./1995)

Pembayaran kpd Ktr Pusat yang tidak boleh dibebankan sebagai


biaya adalah: royalti, jasa manajemen/jasa lainnya dan bunga
kecuali yang berkenaan dengan usaha perbankan

Pembayaran sebagaimana dimaksud poin diatas tidak dianggap


sebagai objek pajak kecuali bunga yang berkenaan dengan
usaha perbankan

Page 40
Benefit in cash vs Benefit in kind

Pemberi Penghasilan Benefit in Benefit in


cash kind
Pemerintah Objek Non Obj
Non Wajib Pajak Objek Objek
(perw. negara asing & org.internasional)
Wajib Pajak yg dikenakan PPh Final Objek Objek
(cth : perush.sewa tanah/ bangunan)
Wajib Pajak deemed profit Objek Objek
(perush.charter pesawat,pelayaran DN,WPLN
pelayaran/penerbangan jalur internasional)
Wajib Pajak lainnya Objek Non Obj

Page 41
OBJEK PAJAK - HADIAH

Jenis Objek Pajak Objek Tarif


a. Hadiah langsung Non OP -
b. Hadiah undian OP Final 25%
c. Hadiah/penghargaan sehub. dg Objek PPh
pekerjaan, kegiatan, perlombaan PPh ps 21 ps 17
yg diterima o/ WP OP
d. Hadiah/penghargaan sehub. dg Objek 15%
pekerjaan, kegiatan, perlombaan PPh ps 23
yg diterima o/ WP Badan
e. Hadiah/penghargaan yg diterima o/ Objek 20%
WPLN PPh ps 26

Page 42
PEMBUKUAN-
PENCATATAN

Page 43
Pembukuan menurut UU Pajak (Pasal 28 UU KUP)

Siapa? WP OP (kegiatan usaha/


pekerjaan bebas)
WP Badan

Pengecualian WP OP Norma
(peredaran < Rp 4,8 miliar)
(Tetap Wajib Pencatatan) WP OP tidak
melakukan kegiatan
usaha/pekerjaan
bebas

Page 44
Sanksi terkait Pembukuan
Sanksi Administratif (Pasal 13 ayat (3) UU KUP)

Sanksi Pidana (Pasal 39 ayat (1) UU KUP)


Tidak memenuhi kewajiban terkait pembukuan sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak terutang:
atas SKPKB terbit, pokok pajak yang kurang ditambah sanksi kenaikan
sebesar 50% untuk PPh dan 100% untuk PPh Potput, PPN & PPNBM dari
pajak yang tidak/kurang dibayar/dipotong/ dipungut/disetor

Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen yang


palsu/dipalsukan;
Tidak menyelenggarakan pembukuan di Indonesia/tidak meminjamkan buku,
catatan atau dokumen; maka
dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun
dan didenda paling sedikit 2 kali jumlah pajak tidak/kurang bayar dan paling
banyak 4 kali kali jumlah pajak tidak/kurang bayar
Page 45
uang Rupiah, bahasa Indonesia
Karakteristik Pembukuan menurut UU Pajak
(Pasal 28 UU KUP)
ghasilan dan biaya
1
sia
kecuali peraturan perpajakan menentukan lain
2

6
Page 46
PENGGUNAAN NORMA PENGHITUNGAN
Pasal 14 ayat (2), (3) dan (4)

Norma Penghitungan
Penghasilan Neto

HANYA WAJIB PAJAK


ORANG PRIBADI
SYARAT

* Peredaran bruto dalam satu tahun kurang


dari Rp 4.800.000.000,00
* Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam
jangka waktu 3 bulan pertama dari Tahun Pajak ybs.
Apabila tidak memberitahukan, dianggap memilih
Pembukuan
* Wajib menyelenggarakan Pencatatan

Page 47
PENGGUNAAN
NORMA PENGHITUNGAN
Pasal 14 ayat (5)

WAJIB PAJAK

WAJIB PEMBUKUAN DIANGGAP


INGIN MENGGUNAKAN
TAPI TDK BERSEDIA MENYELENGGARAKAN
NPPN, TETAPI TIDAK
MEMPERLIHATKAN PEMBUKUAN , TAPI TIDAK
MELAKSANAKAN
PEMBUKUAN ATAU TIDAK SEPENUHNYA
PENCATATAN
/PENCATATAN MELAKSANAKAN PEMBUKUAN

PENGHASILAN NETO

DIHITUNG

MENGGUNAKAN NPPN
DAN PEREDARAN BRUTONYA DIHITUNG
Page 48 CARA LAIN YANG DITETAPKAN KEPMENKEU
PERBANDINGAN

Kelebihan memakai pencatatan (norma penghitungan)


Sederhana dalam penghitungan
Sederhana dalam pengadministrasian catatan
Tidak perlu menguasai akuntansi

Kerugian :
Dianggap selalu untung dan tidak mungkin rugi
Mempunyai rIsiko tarif norma lebih tinggi daripada
penghitungan normal

PETUNJUK PELAKSANAAN PENCATATAN BAGI WP OP :


PERDIRJEN NO: PER 4/PJ/2009

Page 49
TARIF NORMA

Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan


menurut wilayah sebagai berikut :
10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
ibukota propinsi lainnya;
daerah lainnya.

Kep.Dirjen Pajak No.536/PJ/2000

Page 50
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

Page 51
Rekonsiliasi Fiskal Biaya
Beban
(cost/expense)

Dapat Dikurangkan Tidak dapat dikurangkan


Psl.6 (1) Ps.9 (1)

Sesuai UU Tidak Sesuai UU

over under

Koreksi Koreksi Koreksi


positif negatif positif

Page 52
BIAYA YANG DIPERBOLEHKAN MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

Page 53
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (1)

1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan


kegiatan usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
c. bunga, sewa, dan royalti;
d. biaya perjalanan;
e. biaya pengolahan limbah;
f. premi asuransi;
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
h. biaya administrasi; dan
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

Page 54
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (2)

2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta


berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 11A

2. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan


oleh Menteri Keuangan;

2. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki


dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan

Page 55
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (3)

5. kerugian selisih kurs mata uang asing;

5. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan


yang dilakukan di Indonesia;

5. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan

Page 56
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (4)

8. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih


dengan syarat:

telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;


Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

Page 57
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (5)

9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana


nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;

9. sumbangan dalam rangka penelitian dan


pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

9. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

Page 58
Biaya yang diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan (6)

12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya


diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

12. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang


ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

12. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-


biaya di atas didapat kerugian, kerugian tersebut
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun
pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima)
tahun

Page 59
KOMPENSASI KERUGIAN

1. MAX 5 TAHUN BERTURUT-TURUT

2. PEMBUKUAN

3. KERUGIAN DARI SPT/ SKP JIKA TELAH


DIPERIKSA

Page 60
KOMPENSASI KERUGIAN
Pasal 6 ayat (2) dan PP 34 Tahun 1994

KERUGIAN DAPAT DIKOMPENSASIKAN DENGAN


PENGHASILAN MULAI TAHUN PAJAK BERIKUT
NYA
BERTURUT-TURUT SAMPAI DENGAN 5 (LIMA)
TAHUN

PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA


PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN
PERTAMBANGAN, DI DAERAH TERPENCIL,
KOMPENSASI KERUGIAN PALING LAMA
10 TAHUN

PENANAMAN MODAL DI BIDANG USAHA


PERKEBUNAN TANAMAN KERAS DAN
PERTAMBANGAN DI LUAR DAERAH TERPENCIL,
KOMPENSASI KERUGIAN DIBERIKAN PALING
Page 61
LAMA 8 TAHUN
BIAYA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
MENJADI PENGURANG PENGHASILAN
BRUTO

Page 62
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (1)

1. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk


apapun seperti dividen, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;

1. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk


kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota;

Page 63
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (2)

3. pembentukan atau pemupukan dana cadangan,


kecuali:
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha
lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang;
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

Page 64
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (3)

4. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,


asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh
Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi
Wajib Pajak yang bersangkutan;

4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau


jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan,
kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;

6. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada


pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan yang dilakukan;
Page 65
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (4)

7. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan,


dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf
i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;

8. Pajak Penghasilan

Page 66
Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan (5)

9. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk


kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;

9. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,


firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;

11. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan


kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan
di bidang perpajakan.

Page 67
Topik-Topik Khusus
Pengurang Penghasilan Bruto

Page 68
PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL

Page 69
Apa Yang Dapat diSusutkan/Diamortisasi ?

Aktiva Tetap:
harta perusahaan yang dimiliki untuk menciptakan
penghasilan dan mempunyai masa manfaat (umur ekonomis)
lebih dari satu tahun. Terhadap aktiva ini diperkenankan
untuk dilakukan alokasi pembebanan biaya melalui
penyusutan dan dibebankan sebagai pengurang penghasilan
bruto.

Harta Tak Berwujud

Page 70
Kapan ?

Pada Bulan Dilakukannya Pengeluaran


Kecuali untuk harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan
selesainya pengerjaan harta tesebut.
Dengan persetujuan Dirjen Pajak, bulan
digunakannya harta tersebut untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta tersebut mulai menghasilkan

Page 71
Harga Perolehan (1)
an untuk mendapatkan harta yang bersangkutan
a dikeluarkan (harga pasar wajar)

Page 72
Harga Perolehan (2)

Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar wajar,


dalam hal:
tukar menukar
likuidasi, penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambilalihan perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.

Page 73
Harga Perolehan (3)

Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang
ditetapkan oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh karena
sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang memenuhi
syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008.
Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut
diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008).
Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva tersebut, dimana
harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur biaya yang menurut ketentuan
fiskal tidak dapat dibebankan (non deductible).
Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang berasal dari
pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus dikapitalisir dalam harga
perolehan aktiva yang bersangkutan (menjadi unsur harga perolehan).

Page 74
Metode Penyusutan

Garis Lurus (Straight Line)


Bangunan dan Bukan Bangunan

Saldo Menurun (Declining Balance)


Bukan Bangunan

(Lihat Tabel di hal 117)

Page 75
Klasifikasi Aktiva Tetap

Permanen (20
th)

Bangunan Tidak
Permanen (10
th)

Aktiva
Tetap I (4 th)

II (8 th)
Bukan
Bangunan
III (16 th)

Page 76 IV (20 th)


MASA MANFAAT DAN TARIF AMORTISASI
Pasal 11A ayat (2),(3),(4),(5) dan (6)

KELOMPOK MASA TARIF AMORTISASI


HARTA TAK MAN-
GARIS LURUS SALDO MENURUN
BERWUJUD FAAT

- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %
TARIF BERDASARKAN KELOMPOK
HARTA ATAU DIBEBANKAN
1. BIAYA PENDIRIAN
SEKALIGUS PADA TAHUN
2. BIAYA PERLUASAN MODAL
TERJADINYA PENGELUARAN

PENGELUARAN UNTUK MEMPEROLEH HAK METODE SATUAN


PENAMBANGAN MIGAS PRODUKSI

1. HAK PENAMBANGAN SELAIN MIGAS


METODE SATUAN PRODUKSI
2. HAK PENGUSAHAAN HUTAN
SETINGGI-TINGGINYA
3. HAK PENGUSAHAAN SUMBER DAN HASIL
20 % SETAHUN
ALAM LAINNYA

PENGELUARAN SEBELUM OPERASI KOMERSIL TARIF BERDASARKAN


Page 77 YANG 77
KELOMPOK HARTA
MASA MANFAAT > 1 TAHUN
INVENTORY

Page 78
ISU PERPAJAKAN TERKAIT INVENTORY

Inventory Valuation: Cost/Market/COMWIL

Inventory Costing: FIFO, LIFO, AVERAGE

Page 79
Contoh : AVERAGE
(Penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU 17 / 2000

No Description Quantity Price COGS Ending Inventory


1 Persediaan 100 Rp 9 0 100 @ 9 = 900
Awal
2 Pembelian 100 Rp 12 0 200 @ 10,50 = 2,100

3 Pembelian 100 Rp 11,25 0 300 @ 10,75 = 3,225

4 Penjualan 100 - 100 @ 10,75 = 1,075 200 @ 10,75 = 2,150

5 Penjualan 100 - 100 @ 10,75 = 1,075 100 @ 10,75 = 1,075

Rp 2,150 Rp 1,075
Page 80
Contoh : FIFO
(Penjelasan Pasal 10 ayat (6) UU 17 / 2000

No Description Quantity Price COGS Ending Inventory


1 Persediaan 100 Rp 9 0 100 @ 9 = 900
Awal
2 Pembelian 100 Rp 12 0 100 @ 9 = 900
100 @ 12 = 1,200
3 Pembelian 100 Rp 11,25 0 100 @ 9 = 900
100 @ 12 = 1,200
100 @ 11,25 = 1,125

4 Penjualan 100 - 100 @ 9 = 900 100 @ 12 = 1,200


100 @ 11,25 = 1,125
5 Penjualan 100 - 100 @ 12 = 1,200 100 @ 11,25 = 1,125
Rp 2,100 Rp 1,125

Page 81
Contoh : LIFO
(Tidak Diperkenankan UU 17 / 2000)

No Description Quantity Price COGS Ending Inventory


1 Persediaan 100 Rp 9 0 100 @ 9 = 900
Awal
2 Pembelian 100 Rp 12 0 100 @ 9 = 900
100 @ 12 = 1,200
3 Pembelian 100 Rp 11,25 0 100 @ 9 = 900
100 @ 12 = 1,200
100 @ 11,25 = 1,125

4 Penjualan 100 - 100 @ 11,25 =1,125 100 @ 9 = 900


100 @ 12 = 1,200
5 Penjualan 100 - 100 @ 12 = 1,200 100 @ 9 = 900

Rp 2,325 Rp 900
Page 82
FIFO, AVERAGE & LIFO
Comparison

Description FIFO AVERAGE LIFO


Sales 4,000 4,000 4,000
Less : Cost of Sales
Beginning Inv. 900 900 900
Purchase 2,325 2,325 2,325
Less Ending Inv
(1,125) (1,075) (900)
Cost of Sales (2,100) (2,150) (2,325)
Gross Profit 1,900 1,850 1,675
Tax 10 % (190) (185) (168)
Net Income 1,710 1,665 1,507
Page 83
BIAYA BUNGA

Page 84
BIAYA BUNGA (1)

BIAYA BUNGA

Biaya bunga termasuk


premium, diskonto, dan imbalan
karena jaminan pengembalian
utang merupakan biaya yang
dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto
Bunga pinjaman selama masa
konstruksi suatu aset
merupakan komponen biaya
langsung atas harga pokok atau
harga perolehan aset yang
bersangkutan

Page 85
BIAYA BUNGA (2)
Apabila terdapat penempatan deposito/
tabungan yang dananya langsung/tidak
langsung berasal dari dana pinjaman yang
dibebani bunga, maka
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya
atau lebih kecil dibanding jumlah rata-rata deposito
atau tabungan, maka bunga atas pinjaman tersebut
seluruhnya tidak dapat dikurangkan sebagai
biaya
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar
dibanding jumlah rata-rata deposito atau tabungan,
maka bunga atas pinjaman yang boleh
dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga
atas selisih antara jumlah rata-rata pinjaman
dengan jumlah rata-rata deposito atau tabungan.
Misalnya ;
Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun =Rp 150.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito dalam 1 tahun =Rp 40.000.00000
Bunga pinjaman seluruhnya =Rp 30.000.000,00
Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya
= {(150 juta - 40 juta) / 150 juta} x Rp 30 juta = Rp 22 Juta.

Page 86
Biaya Entertainment

Benar-benar dikeluarkan dan ada


hubungannya dengan kegiatan
usaha wajib pajak
Dibuatkan daftar nominatif dan
dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh, yang memuat:
nomor urut,
tanggal dan jenis entertainment,
nama tempat,
alamat,
jumlah,
nama relasi,
posisi,
nama perusahaan,
jenis usaha.

Page 87
Selisih Kurs Mata Uang Asing

Kerugian selisih kurs merupakan


biaya (deductible expense)

Selisih kurs karena fluktuasi :


Apabila wajib pajak membukukan
transaksi yang bersangkutan dengan
kurs tetap, maka selisih kurs diakui
pada saat terjadi realisasi pembayaran.
Apabila wajib pajak membukukan
transaksi yang bersangkutan dengan
kurs tengah BI (kurs yang sebenarnya
berlaku pada akhir tahun), maka selisih
kurs diakui pada akhir tahun.

* Wajib Pajak harus menggunakan


metode di atas secara taat azas.
Page 88
Pembentukan Cadangan-(Bank Umum)

1% L
5% DPK
15% KL
50% DIRAGUKAN
100% MACET

Untuk DPK,KL,Diragukan dan Macet nilai piutang setelah dikurangi agunan


(PMK 81/PMK.03/2009)

Page 89
Pembentukan Cadangan-(SGU hak opsi, Asuransi dan Pertambangan)

Pembentukan Cadangan-(SGU HAK


OPSI)
maksimum sebesar 2,5% dari rata-rata saldo awal dan akhir piutang

Pembentukan Cadangan-Asuransi
Kerugian
40% dari premi tanggungan sendiri

Pembentukan Cadangan-Pertambangan
metode satuan produksi atas dasar taksiran biaya reklamasi

Page 90
Penggantian Imbalan Dalam Bentuk Natura
Dapat dikurangkan:
makan dan minum bagi seluruh pegawai
tempat tinggal, termasuk perumahan bagi pegawai dan
keluarganya, sepanjang di lokasi bekerja tersebut tidak
ada tempat tinggal yang dapat disewa
pelayanan kesehatan, sepanjang dilokasi bekerja
tersebut tidak ada sarana kesehatan
pendidikan bagi pegawai dan keluarganya, sepanjang
di lokasi bekerja tersebut tidak ada sarana pendidikan
yang setara;
pengangkutan bagi pegawai di Lokasi bekerja,
sedangkan pengangkutan anggota keluarga dari
pegawai yang bersangkutan terbatas pada
pengangkutan sehubungan dengan kedatangan
pertama ke Iokasi bekerja dan kepergian pegawai dan
keluarganya karena terhentinya hubungan kerja;
olahraga bagi pegawai dan keluarganya tidak termasuk
golf, boating dan pacuan kuda, sepanjang di Iokasi
bekerja tersebut tidak tersedia sarana dimaksud.
Page 91
Biaya Pemakaian Ponsel & Kendaraan

PONSEL
Biaya Pembelian: Penyusutan kelompok I 50%
Biaya Pulsa : Biaya Rutin 50%

KENDARAAN SEDAN

Biaya Pembelian/Reparasi Besar: Penyusutan Klpk. II 50%


Biaya Pemeliharaan : Biaya Rutin 50%

Page 92
Biaya Perolehan Software

PROGRAM APLIKASI UMUM


Pembebanan sekaligus di bulan berjalan

PROGRAM APLIKASI KHUSUS


Amortisasi Kelompok I

Page 93
Sumbangan (PP 1993/2010)

Sumbangan dalam rangka penanggulangan


bencana nasional

Sumbangan dalam rangka penelitian dan


pengembangan

Sumbangan fasilitas pendidikan

Sumbangan dalam rangka pembinaan


olahraga

Biaya pembangunan infrastruktur sosial

Page 94
Syarat Sumbangan (PP 1993/2010)

Mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan


SPT PPh Tahun Pajak sebelumnya

Tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak


sumbangan diberikan

Didukung oleh bukti yang sah

Lembaga yang menerima sumbangan dan/atau


biaya memiliki NPWP, kecuali badan yang
dikecualikan sebagai subjek pajak

Page 95
Ketentuan terkait Sumbangan (PP 1993/2010)
al Tahun Pajak sebelumnya
pada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
barang
kan hanya dalam bentuk sarana dan/atau prasarana

back
Page 96
PENGHITUNGAN
PAJAK

Page 97
Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Page 98
PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP)
Pasal 16 ayat (1), (2), (3) dan (4)

PKP BAGI PENGHASILAN DIKURANGI


WAJIB PAJAK DENGAN BIAYA YANG
DALAM NEGERI DIPERKENANKAN,
KOMPENSASI KERUGIAN, PTKP

PKP BAGI DIHITUNG DENGAN NORMA


WAJIB PAJAK YG PENGHITUNGAN DARI PEREDARAN
DIHITUNG DGN BRUTO, PTKP
NORMA

PENGHASILAN DIKURANGI
PKP BAGI
DGN BIAYA YG DIPERKENANKAN ,
WP BUT
KOMPENSASI KERUGIAN

Page 99
Pengurang Penghasilan
yang diperbolehkan
(WP Karyawan)
1. Biaya Jabatan , khusus untuk Peg. Tetap:
- Tanpa melihat memiliki jabatan atau tidak
- Besarnya 5% dari Penghasilan Bruto
maksimum Rp 6.000.000 setahun atau
Rp 500.000 sebulan (PMK250/PMK.03/2008)

Page 100 PPh Pasal 21


2. Iuran Pensiun dan THT

Iuran Pensiun dan THT


- Yang dibayar pegawai
- Yayasan dana pensiun yang di
setujui menteri keuangan
- Jumlahnya tidak dibatasi

Page 101 PPh Pasal 21 101


3. Biaya Pensiun

Khusus untuk penerima pensiun berkala


atau bulanan
Besarnya 5% dari uang pensiun maksimu
Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000
sebulan

Page 102 PPh Pasal 21 102


Menghitung PKP ( WNI )

1. Bekerja sejak awal tahun ( Jan - Des )


Penghasilan bruto /bulan Rp XXX
Biaya-biaya yg diperkenankan Rp XXX -
Penghasilan Neto Rp XXX x 12
PTKP Rp XXX -
PKP Rp XXX

Page 103 PPh Pasal 21 103


Penghitungan PPh Orang Pribadi Dalam
Negeri

Penghasilan Bruto Rp.xxx


Pengurangan/Biaya (Rp.xxx)
Penghasilan Neto Rp.xxx
Zakat Atas Penghasilan (Rp.xxx)
Kompensasi Kerugian (Usaha) (Rp.xxx)
PTKP (Rp.xxx)
Penghasilan Kena Pajak Rp.xxx
PPh Terutang (Tarif x PKP) Rp.xxx
Kredit Pajak :
PPh Psl.21,22,23,24,25,26(5) (Rp.xxx)
Jumlah PPh yang msh harus dibayar Rp.xxx

Page 104
PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Ps. 6 (3) UU PPh


PMK-122/PMK.010/2015
No Besaran Keterangan
1 Rp 36,000000 Untuk diri WP OP
2 Rp 3,000,000 Tambahan untuk WP yang kawin
3 Rp 36,000,000 Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami
4 Rp 3,000,000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta
anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak untuk 3 orang
Penetapan PTKP ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
Warisan yang belum terbagi tidak mendapat PTKP
Sauami istri yang hidup terpisah diperlakukan seperti WP Tidak Kawin

Page 105
PTKP

Dasar Hukum
No. Keterangan Psl. 7
PMK-162/2012 PMK-122/2015
UU No. 36 /2008
1 diri sendiri 15.840.000 24.300.000 36.000.000
2 Tambahan WP yg kawin 1.320.000 2.025.000 3.000.000
Istri yang penghasilannya
3 digabung dengan 15.840.000 24.300.000 36.000.000
penghasilan suami

Anggota keluarga
4 (sedarah/semenda) dlm garis 1.320.000 2.025.000 3.000.000
keturunan lurus
Berlaku sejak 1 Januari 2009 Januari 2013 2015
PPh OP, Ps. 21 PPh OP, Ps. 21

Page 106
TANGGUNGAN SEBAGAI PTKP

Yang dapat menjadi tanggungan sebagai PTKP Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
dalam perhitungan PPh Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 adalah :
a. Diri sendiri (Orang Pribadi)
b. Isteri
c. Dalam hal wanita kawin apabila dapat menunjukan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan
suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, maka suami dapat
menjadi tanggungannya.
d. Orang Tua Kandung
e. Mertua
f. Anak Kandung
g. Anak Angkat
h. Anak Tiri

Page 107
Menghitung PPh Terutang

Page 108
Penghasilan Kena Pajak
(dibulatkan ke bawah dalam ribuan Rupiah penuh)

X
Tarif PPh
=
PPh Terutang
(ditambah dengan Pengembalian PPh Pasal 24 yang telah dikreditkan)

Page 109
TARIF PAJAK

WP ORANG PRIBADI
LAPISAN PKP TARIF PAJAK
- s/d Rp 50.000.000. 5%
Rp 50 juta s/d Rp 250 juta 15%
DIATAS Rp 250 juta s/d Rp 500 juta 25%
DIATAS Rp 500 juta Dikenakan 30%

Page 110
Menghitung PPh Kurang/Lebih bayar

Page 111
Ph yang dibayar sendiri
ih Bayar

Page 112
Kredit Pajak

Pembayaran pajak yang telah dilakukan


selama periode Januari s.d. Desember
Pengurang PPh terutang

PPh yg dipotong/ PPh yg dibayar/


dipungut pihak lain diangsur sendiri
(PPh Psl. 21/22/23/24) (PPh Psl. 25)
Page 113
PPh Pemotongan/Pemungutan
- Witholding Tax -

PPh (tdk bersifat final) yang dipotong/


dipungut pihak ketiga, dan merupakan
pembayaran pajak dimuka.

PPh Psl. 21
PPh Psl. 22 dikreditkan berdasarkan
PPh Psl. 23 bukti pemotongan pajak,
(bukan PPh Final)
PPh Psl. 24

Page 114
PPh Pasal 21

Bukti pemotongan PPh Psl. 21

Form. 1721 A1 Form. 1721 A2


Pegawai Swasta PNS, ABRI, &
(Non PNS) Pensiunannya

Bukti Potong PPh Psl. 21/26


Pegawai Tdk. Tetap yang
menerima penghasilan
Page 115
PPh Pasal 23

Pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga,


royalty, dan imbalan jasa-jasa tertentu;
PPh Pasal 23 merupakan pembayaran pajak
dimuka yang pada umum Ny.a dapat dikreditkan
pada SPT Tahunan oleh WP yang menerima
penghasilan/WP yang dipotong pajak (kecuali atas
PPh yang bersifat final);
WP akan menerima Bukti Pemotongan setiap kali
dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh pihak
pemotong pajak

Page 116
PPh Pasal 24

Pajak yang dibayar atau terutang di


luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang
terutang berdasarkan Undang-
undang PPh dalam tahun pajak yang
sama

Besarnya kredit pajak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) adalah
sebesar pajak penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri
tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang PPh

Page 117
PPh Pasal 24

ORDINARY CREDIT METHOD

Pilih yang terkecil antara:


Pajak yang dipotong di luar negeri; atau
Max.Kedit Pajak Luar Negeri (MKPLN)

Pengh. LN
MKPLN = X PPh Terutang
PKP

Page 118
PPh Pasal 24

Persyaratan Administratif

Menyampaikan permohonan Kredit Pajak Luar Negeri, bersamaan


dengan penyampaian SPT Tahunan PPh;
Melampirkan :
- Laporan Keuangan atas penghasilan dari luar negeri;
- Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak di luar negeri;
- Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

119
Page 119
Contoh Penghitungan 1
Ferry Salim, di Jakarta, memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2013 sebagai berikut :
Penghasilan neto dalam negeri Rp. 1.500.000.000,00
Penghasilan netoluar negeri Rp. 1.000.000.000,00 (dengan tarif pajak 20%)
Rugi usaha di luar negeri (Rp.200.000.000,00 ]

Penghitungan jumlah maksimum kredit pajak luar negeri adalah :


1. Penghasilan neto luar negeri Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan neto dalam negeri Rp. 1.500.000.000,00 (+)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 2.000.000.000,00
2. Pajak Penghasilan yang terutang adalah Rp.582.500.000,00.
3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri adalah :
Rp. 1.000.000.000,00 X Rp.582.500.000,00 = Rp. 291.250.000,00
Rp. 2.000.000.000,00

Oleh karena batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar Rp.291.250.000,00 lebih
besar dari jumlah pajak luar negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri yaitu sebesar
Rp.200.000.000,00, maka jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah
sebesar Rp.200.000.000,00.

Page 120
PPh Yang Dibayar Sendiri

PPh Pasal 25 (angsuran bulanan pembayaran


pajak yang dilaporkan sebagai SPT Masa);
PPh Pasal 25 ayat 7 (angsuran bulanan khusus
pengusaha tertentu);
STP PPh Pasal 25 (hanya atas pokok pajak);
Fiskal Luar Negeri

Page 121
Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25

Pokok Pajak .. 2.000.000 Dapat


dikreditk
Sanksi Admin. 80.000 an

Jumlah 2.080.000

Tdk dpt
Dikreditkan
maupun
dibiayakan

Page 122
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
KELUARGA

Page 123
KELUARGA MERUPAKAN SATU KESATUAN EKONOMIS

PENGHASILAN ANAK
PENGHASILAN ISTRI YANG BELUM
DEWASA

PENGHASILAN
KEPALA KELUARGA

Page 124
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
(Pasal 8 UU PPh)

Keluarga = Satu Kesatuan Ekonomis

Seluruh Penghasilan isteri dan anak yang belum dewasa digabung dengan
penghasilan kepala keluarga.

Kewajiban PPh dihitung, disetor, dan dilaporkan oleh


Kepala Keluarga

Anak yang belum dewasa Anak yang belum berumur 18 tahun dan
belum pernah menikah 125
Page 125
PENGHASILAN ATAU KERUGIAN
BAGI WANITA KAWIN
Pasal 8 ayat (1)

PENGHASILAN ATAU KERUGIAN BAGI WANITA


YANG TELAH KAWIN

DIANGGAP SEBAGAI PENGHASILAN ATAU


KERUGIAN SUAMINYA

KECUALI
PENGHASILAN ISTRI DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA:
1. PENGHASILAN TSB SEMATA-MATA DITERIMA ATAU DIPEROLEH
DARI SATU PEMBERI KERJA YG TELAH DIPOTONG PPh
PASAL 21, DAN
2. PEKERJAAN TSB TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS SUAMI ATAU ANGGOTA KELUARGA
LAINNYA

Page 126
PPh ATAS PENGHASILAN ISTERI
DIKENAKAN TERPISAH
Bersifat Final
- hanya dari 1 pemberi kerja;
- telah dipotong PPh Psl 21; dan
- pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya;
(Psl. 8 ayat (1) UU PPh).

Dikenai pajak secara terpisah

1. Suami atau istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;


2. Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan
harta dan penghasilan; atau
3. Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri. (Psl. 8 ayat (2) UU PPh).

Penghasilan neto suami istri pada angka 2 dan 3 dikenai pajak berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami istri dan besarnya pajak yang harus
dilunasi oleh masing-masing suami istri dihitung sesuai dengan perbandingan
penghasilan neto.
127
Page 127
CONTOH PENGHASILAN KELUARGA

TN Yono MEMPEROLEH PENGHASILAN Rp 200JT MEMPUNYAI ISTRI Ny.


Yono SBG KARYAWAN SWASTA DGN PENGHASILAN SEBESAR Rp 25JT

PENGHASILAN Ny. Yono TDK DIGABUNG DGN PENGHASILAN TN Yono DAN


DIANGGAP FINAL JIKA :
-. PENGH. TSB DIPEROLEH DARI SATU PEMBERI KERJA YANG TELAH DIPOTONG
PPh 21
-. PEKERJAAN TSB TDK ADA HUB. DGN USAHA/PEKERJAAN BEBAS SUAMI/ANGGOTA
KELUARGA LAIN Ny.A.

BILA Ny. Yono, SELAIN MENJADI PEGAWAI JUGA MEMPUNYAI USAHA BUTIK DGN
PENGHASILAN SEBESAR Rp 100JT, MAKA SELURUH PENGH. Ny. Yono SEBESAR Rp
125JT (25JT + 100JT) DIGABUNGKAN DGN PENGH. TN Yono. DGN DEMIKIAN TOTAL
PENGHASILAN KELUARGA Yono YG DIKENAKAN PPh SEBESAR Rp 325JT
((POTONGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN ISTRI DAPAT DIKREDITKAN (TIDAK
BERSIFAT FINAL) DLM SPT TAHUNAN PPh ))

Page 128
Contoh 1

Wajib Pajak Adul, memperoleh penghasilan dari usaha


sebesar Rp.100.000.000,00, mempunyai seorang isteri
yang menjadi pegawai dengan penghasilan sebesar
Rp.50.000.000,00. Apabila penghasilan isteri tersebut
diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong
pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada
hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga
lainnya, maka penghasilan sebesar Rp 50.000.000,00
tidak digabung dengan penghasilan A dan pengenaan
pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final.

Page 129
Contoh 2

Apabila selain menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan


usaha, misalnya salon kecantikan dengan penghasilan sebesar
Rp75.000.000,00, maka seluruh penghasilan isteri sebesar
Rp125.000.000,00 (Rp 50.000.000,00 + Rp.75.000.000,00 )
digabungkan dengan penghasilan A. Dengan penggabungan
tersebut A dikenakan pajak atas penghasilan sebesar Rp
225.000.000,00 (Rp.100.000.000,00 + Rp 50.000.000,00 + Rp
75.000.000,00). Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak
bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang
terutang atas penghasilan sebesar Rp 225.000.000,00 tersebut
yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan suami.

Page 130
CONTOH PENGHITUNGAN ISTERI TERPISAH
Wajib Pajak A yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) per tahun mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan
penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) per tahun. Selain
menjadi pegawai, isteri A juga menjalankan usaha salon kecantikan dengan penghasilan neto
sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) per tahun.
Seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00 (Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00)
digabungkan dengan penghasilan A. Dengan penggabungan tersebut, A dikenai pajak atas
penghasilan neto sebesar Rp250.000.000,00 (Rp100.000.000,00 + Rp70.000.000,00 +
Rp80.000.000,00).

Penghitungan pajak bagi suami-isteri yang mengadakan perjanjian pemisahan penghasilan


secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban
perpajakannya sendiri adalah sebagai berikut:

Misalnya, pajak yang terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar
Rp27.550.000,00 (dua puluh tujuh juta lima ratus lima puluh ribu rupiah) maka untuk masing-
masing suami dan isteri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:

- Suami: 100.000.000,00 x Rp27.550.000,00 = Rp11.020.000,00


250.000.000,00

- Isteri : 150.000.000,00 x Rp27.550.000,00 = Rp16.530.000,00


Page 131 250.000.000,00
SUAMI-ISTRI DIKENAKAN PAJAK
SECARA TERPISAH
Pasal 8 ayat (2) dan (3)

MENGADAKAN PERJANJIAN
HIDUP BERPISAH PEMISAHAN HARTA DAN
PENGHASILAN SECARA
TERTULIS

PENGHITUNGAN PKP DAN


PENGENAAN PAJAK PENGHITUNGAN PAJAKNYA
DILAKUKAN SENDIRI- BERDASAR
SENDIRI - Penghasilan Neto suami isteri
digabung
- Besar pajak yg harus dilunasi oleh
masing-masing suami-isteri, sebanding
dgn Penghasilan Neto

Page 132
PENGHASILAN ANAK YANG
BELUM DEWASA (DI BAWAH 18 THN)
Pasal 8 ayat (4)

DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN ORANG TUA NYA

KECUALI

PENGHASILAN DARI PEKERJAAN YANG TIDAK


ADA HUBUNGANNYA DENGAN USAHA
ORANG YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA

Page 133
CONTOH :

Ph Yg Masuk Dlm
NO SUAMI ISTRI Penghitungan PKP SPT
Pada Akhir Tahun
1 Pegawai Pegawai Suami 1770S/SS
2 Pegawai Wiraswasta Suami + Istri 1770
3 Wiraswasta Pegawai Suami 1770
4 Pegawai Pegawai & Suami + Istri 1770
Wiraswasta
5 - Pegawai ------ 1770S/SS
6 - Pegawai & Istri 1770
Wiraswasta

Page 134
ANGSURAN PPh PASAL
25

Page 135
ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN
Pasal 25 ayat (1)

BESAR ANGSURAN PPh PASAL 25 SETIAP BULAN

PPh TERUTANG MENURUT


SPT TAHUNAN PPh THN PAJAK YG LALU

DIKURANGI

PPh YANG PPh YANG


DIPOTONG ATAU TERUTANG ATAU DIBAYAR
DIPUNGUT : DI LUAR NEGERI YANG BOLEH
PPh PSL 21 DIKREDITKAN
PPh PSL 22 (PPh PSL 24)
PPh PSL 23
DIBAGI

Page 136
12 (DUA BELAS) ATAU BANYAKNYA BULAN 136
DALAM BAGIAN TAHUN PAJAK
Cara Menghitung PPh Pasal 25

PPh terutang atas penghasilan teratur menurut SPT


Tahunan Tahun pajak yang lalu

Dikurangi
PPh yang dipungut/dipotong Pihak lain Pasal 21, 22 dan 23;
PPh yang dibayar/terutang di luar negeri Pasal 24.

PPh yang harus dibayar sendiri

Dibagi 12

PPh Pasal 25
Page 137
Contoh Penghitungan PPh Pasal 25
PPh terutang cfm SPT Tahunan Th 2014 Rp.50.000.000,00
Kredit Pajak Tahun 2014
- PPh Pasal 21 Rp.25.000.000,00
- PPh Pasal 22 Rp. 2.500.000,00
- PPh Pasal 23 Rp. 7.500.000,00
- PPh Pasal 25 Rp. 10.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp.45.000.000,00)
PPh yang masih harus dibayar Rp. 5.000.000,00

Dasar penghitungan PPh Pasal 25 :


= Rp.50.000.000,00 (Rp.25.000.000+Rp.2.500.000+Rp.7.500.000)
= Rp.15.000.000,00.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak 2015 :
= Rp.15.000.000,00 : 12 = Rp.1.250.000,00.
Page 138
ANGSURAN BULANAN UNTUK BULAN SEBELUM BATAS WAKTU
PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPh
Pasal 25 ayat (2)

SAMA BESARNYA DENGAN :


- Angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu

CONTOH :

- SPT TAHUNAN PPh 2000 DISAMPAIKAN MARET 2001 ANGSURAN PPh DESEMBER 2000 Rp
1.000.000,00. BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI 2001 DAN PEBRUARI 2001
SEBESAR Rp 1.000.000,00

- - APABILA BULAN SEPTEMBER 2000 DITERBITKAN KEPUTUSAN PENGURANGAN


ANGSURAN PAJAK MENJADI NIHIL SEHINGGA ANGSURAN PAJAK SEJAK OKTOBER 2000
S.D DESEMBER 2000 MENJADI NIHIL

- - BESARNYA ANGSURAN UNTUK BULAN JANUARI 2001 DAN PEBRUARI 2001YAITU NIHIL
Page 139 Puspenpa 2000 139
ANGSURAN PPh PASAL 25
APABILA DALAM TAHUN BERJALAN
DITERBITKAN skp UNTUK TAHUN
PAJAK YANG LALU
Pasal 25 ayat (4)

ANGSURAN PAJAK DIHITUNG KEMBALI BERDASARKAN skp TAHUN PAJAK YANG LALU,
BERLAKU MULAI BULAN BERIKUTNYA SETELAH BULAN PENERBITAN skp

CONTOH :

- BERDASARKAN SPT TAHUNAN PPH 2000, BESARNYA ANGSURAN PAJAK RP.


1.250.000,00
- JUNI 2001 DITERBITKAN SKP TAHUN 2000 MENGHASILKAN ANGSURAN SETIAP
BULAN RP. 2.000.000,00

* ANGSURAN PAJAK MULAI JULI 2001 SEBESAR Rp 2.000.000,00

Page 140 140


ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN
BERJALAN DALAM HAL-HAL TERTENTU
Pasal 25 ayat (6)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
BERWENANG

MENETAPKAN ANGSURAN PAJAK DALAM TAHUN BERJALAN APABILA :

WP BERHAK ATAS KOMPENSASI KERUGIAN

WP MEMPEROLEH PENGHASILAN TIDAK TERATUR


SPT TAHUNAN PPh TAHUN YG LALU DISAMPAIKAN SETELAH
LEWAT BATAS WAKTU YG DITENTUKAN
WP MEMBETULKAN SENDIRI SPT THNAN PPh YG MENGAKIBATKAN
ANGSURAN BULANAN LEBIH BESAR DARI ANGSURAN BULANAN
SEBELUM PEMBETULAN
WP DIBERIKAN PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PENYAMPAIAN
SPT TAHUNAN PPh
Page 141 141
TERJADI PERUBAHAN KEADAAN USAHA ATAU KEGIATAN WP
Angsuran PPh Pasal 25 Atas WP yang Berhak Atas Kompensasi Kerugian

Penghasilan Neto 2009 Rp 120.000.000


Sisa kerugian Rp 140.000.000
Sisa kerugian yang masih dapat
dikompensasikan di tahun 2010 Rp20.000.000
Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:

Penghasilan yang dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah


Rp120.000.000,00 - Rp 20.000.000,00 =Rp100.000.000,00
PPh terutang tahun 2010 diestimasi sebesar :
Tax rate x Rp 100.000.000,00 =Rp ??????
Angsuran Bulanan ???

Page 142
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Memperoleh Penghasilan
Tidak Teratur

Mengingat penghasilan
yang tidak teratur belum
tentu diterima lagi di tahun
berikutnya, maka
penghasilan yang dipakai
sebagai dasar
penghitungan angsuran
PPh Pasal 25 dalam
tahun berikutnya adalah
hanya berdasarkan
penghasilan teratur

Page 143
Angsuran PPh Pasal 25 WP Baru
ebulan yang disetahunkan
ahulu dengan PTKP
m

Page 144
LapAngsuran
Keuangan PPh Pasal
Triwulan 25 WP Bank dan SGU dengan Hak Opsi
Terakhir

n pajak lalu

Page 145
Angsuran PPh Pasal 25 WP BUMN/BUMD

n angsuran pada bulan terakhir tahun pajak sebelumnya

Page 146
Angsuran
Lap KeuanganPPh Pasal
Berkala 25 WP Masuk Bursa
Terakhir

an 24 tahun pajak lalu

Page 147
ORANG PRIBADI
PENGUSAHA
TERTENTU

Page 148
WP OP Pengusaha Tertentu
bagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha

mpat tinggal
ri jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha

Page 149
Page 150
SPT PPh OP

SPT PPh OP

Page 151
Setor dan Lapor

Setor : Tgl 15 bln


berikutnya
SPT Masa (PPh Ps. 25) Lapor : Tgl 20 bln
berikutnya

Setor : Akhir Maret thn


berikutnya
SPT Tahunan Lapor : Akhir Maret thn
berikutnya

Page 152
Format

Yang mempunyai
penghasilan dari
satu pemberi kerja
1770 SS Tidak punya
penghasilan lain
kec bunga
Yang mempunyai
bank/koperasi
penghasilan dari
satu/lebih pemberi
kerja
1770 S Penghasilan DN
lainnya
Dari
Penghasilan yang
usaha/pekerjaan
dikenakan PPh
bebas
Final/Bersifat Final
penghasilan dari
satu/lebih pemberi
1770 kerja
Penghasilan yang
dikenakan PPh
Final/Bersifat Final
Penghasilan Lain
Page 153

Anda mungkin juga menyukai