Anda di halaman 1dari 110

PAJAK

PENGHASILAN
BADAN
SUBSTANSI KLASTER KEMUDAHAN BERUSAHA:
BIDANG PERPAJAKAN
PAJAK PENGHASILAN

SUBYEK OBYEK
CARA HITUNG
ORANG PRIBADI Subyek P
WARISAN BLM Pajak E
TERBAGI Dalam N
Negeri G TARIF X PENGHASILAN NETO
H
BADAN A
S
Subyek I TARIF X PENGHASILAN
pajak L BRUTO
luar A
BENTUK USAHA TETAP negeri N
SUBYEK PAJAK BADAN
Sekumpulan orang dan/ modal yang merupakan kesatuan,
baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi :
• Perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
• BUMN, BUMD dg nama & bentuk apapun,
• Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik/organisasi yg sejenis, lembaga,
• BUT, & bentuk badan lainnya.
BADAN YANG DIKECUALIKAN
SEBAGAI SUBYEK PAJAK
(PASAL 3 UU PPH)
1. Badan perwakilan negara asing (Kedutaan Besar).

2. Organisasi-organisasi Internasional yg ditetapkan dg Keputusan


Menteri Keuangan dg syarat:
- Indonesia mjd anggota organisasi tsb.
- Tdk menjalankan usaha/kegiatan lain utk memperoleh penghasilan di
Ind selain pemberian pinjaman pd pemerintah yg dananya berasal
dari iuran para anggota (mis: UNESCO, WHO, dll).
BADAN YANG DIKECUALIKAN
SEBAGAI SUBYEK PAJAK
(PASAL 3 UU PPH)
3. Unit tertentu dari badan pemerintah yg memenuhi kriteria:
– Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku.
– Dibiayai dg dana yg bersumber dari APBN atau APBD.
– Penerimaan lembaga tsb dimasukkan dlm Anggaran Pemerintah - Pusat atau
Daerah.
– Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
CARA HITUNG PPH
BADAN
1. Cara Umum
Tarif Pasal 17 x Laba Kena Pajak

2. Cara Final
Tarif tertentu x Peredaran Bruto(Omset)

3. Cara Khusus
Tarif tertentu x Peredaran Bruto (Omset)
LANGKAH MENGHITUNG
PENGHASILAN PADA AKHIR
TAHUN
 Identifikasi penghasilan

 Identifikasi biaya

 Identifikasi kerugian tahun-tahun sebelumnya

 Identifikasi pph yang dibayar dalam tahun berjalan


IDENTIFIKASI PENGHASILAN

• Pasal 4 ayat 1 (penghasilan yang dikenakan pajak


secara umum)

• Pasal 4 ayat 2 (penghasilan yang dikenakan pajak


secara final)

• Pasal 4 ayat 3 (penghasilan yang bukan obyek


pajak)
Pasal 4 ayat (1a), (1b), &
UU CIPTA KERJA PASAL 111 (1c)

Warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri dikenai Pajak
Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dengan ketentuan:
a. Memiliki keahlian tertentu; dan
b. Berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam
negeri.

• Termasuk penghasilan sehubung dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di


Indonesia yang dibayarkan di luar Indonesia.
• Tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda.
Aturan sebelumnya

Dikenakan PPh ats penghasilan baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.
Pasal 4 ayat (3) huruf f
UU CIPTA KERJA PASAL 111 angka 1

Deviden yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh:


a. WP Orang Pribadi Dalam Negeri, sepanjang diinvestasikan di wilayah
NKRI dalam jangka waktu tertentu, dan/atau
b. WP Badan Dalam Negeri, tidak dikenai PPh (dikecualikan dari objek pajak).

Aturan sebelumnya

Deviden yang diterima oleh:


• WP Badan DN dengan kepemilikan ≥ 25% tidak dikenai PPh.
• WP Badan DN dengan kepemilikan < 25% dikenai PPh tarif normal.
• WP Orang Pribadi DN dikenai PPh Final 10%.
Pasal 4 ayat (3) huruf f angka
UU CIPTA KERJA PASAL 111 2, angka 3, & angka 4

Deviden yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
BUT di luar negeri tidak dikenakan PPh di Indonesia, dalam hal
diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di
wilayah NKRI dalam jangka waktu yang tertentu dan berasal dari:
• Perusahaan Go Public di Luar Negeri.
• Perusahaan Privat* di Luar Negeri.
*)Ketentuan:
a. Deviden yang diinvestasikan di Indonesia, tidak dikenai PPh.
b. Bila yang diinvestasikan < 30% laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri, selisih dari 30% dikrangi
realisasi investasi di Indonesia (yang kurang dr 30%), dikenai PPh.
c. Sisa laba setelah pajak Badan Usaha Luar Negeri setelah dikurangi a&b, tidak dikenai PPh.
Aturan sebelumnya
Penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia dengan mekanisme pengkreditan pajak Luar Negeri apabila
telah di potong di Luar Negeri
Pasal 4 ayat (3) huruf f
UU CIPTA KERJA PASAL 111 angka 7

Penghasilan dari luar negeri tidak melalui Bentu Usaha Tetap tidak
dikenakan PPh di Indonesia, dalam hal diinvestasikan di wilayah NKRI
dalam jangka waktu tertentu dan memenuhi persyaratan:
*)Ketentuan:
a. Penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan
b. Bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negeri.

Aturan sebelumnya
Penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia dengan mekanisme pengkreditan
pajak Luar Negeri apabila telah dipotong di Luar Negeri.
Pasal 4 ayat (3) huruf I &
UU CIPTA KERJA PASAL 111 huruf o

x Dikecualikan dari objek PPh atas:


• Bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota
dari koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif,
• Dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) khusus, dan
penghasilan dari pengembangan keuangan haji dalam bidang atau instrument
keuangan tertentu, diterima Bdan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Aturan sebelumnya

Merupakan objek PPh (tidak dikecualikan)


UU CIPTA KERJA PASAL 111 Pasal 4 ayat (3) huruf p

Dikecualikan dari objek PPh atas sisa lebih yang diterima/


x diperoleh badan atau Lembaga social dan keagamaan yang
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana dan prsarana social dan keagamaan
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, atau ditempatkan sebagai dana abadi, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Aturan sebelumnya
Merupakan objek PPh (tidak dikecualikan)
IDENTIFIKASI BIAYA

• DEDUCTIBLE
EXPENSES (PASAL 6)

• NON DEDUCTIBLE
EXPENSES (PASAL 9)
IDENTIFIKASI KERUGIAN
TAHUN-TAHUN SEBELUMNYA
1

KERUGIAN YANG
DIKOMPENSASIKA 2
N TIDAK BOLEH
MELEBIHI LIMA
TAHUN
KOMPENSASI SESUAI 3
SURAT KETETAPAN
PAJAK YANG
DITERBITKAN KPP
(dalam hal sudah
dilakukan pemeriksaan) KOMPENSASI RUGI
SESUAI SPT TAHUNAN
TAHUN YANG
MENYATAKAN
KERUGIAN (bila belum
dilakukan pemeriksaan)
IDENTIFIKASI PPH YANG DIBAYAR/
DIPOTONG PIHAK LAIN DALAM
TAHUN BERJALAN

PPH PASAL 22 01
PPH PASAL 23 02
PPH PASAL 24 (KREDIT PAJAK LUAR 03
NEGERI)
PPH PASAL 25 (TERMASUK SURAT
TAGIHAN PAJAK ATAS POKOK PAJAKNYA 04
FISKAL LUAR NEGERI (UNTUK
KEPENTINGAN DINAS KARYAWAN) 05
FORMULA PERHITUNGAN
PPH BADAN SECARA UMUM

TARIF PAJAK PENGHASILAN NETO


PASAL 17 X (PENGHASILAN KENA PAJAK)

PEMBUKUAN LAPORAN KEUANGAN


(LAPORAN LABA/RUGI)
ADA APA DENGAN
PEMBUKUAN ?..
AKTIVITAS PENCATATAN TRANSAKSI USAHA

NERACA LAP. RUGILABA LAP. ARUSKAS

POSISI KEKAYAAN KINERJA USAHA PER Perubahan / mutasi


PERUSAHAAN PER PERIODE TERTENTU KAS/SETARA KAS
SAAT TERTENTU mis: periode tahun 2016 per periode tertentu
mis: 31-12-2016
LAPORAN LABA/ RUGI
PENJUALAN 1.000.000.000
- HARGA POKOK PENJUALAN 700.000.000
LABA KOTOR 300.000.000
- BIAYA USAHA 230.000.000
LABA USAHA 70.000.000
- PENGHASILAN DARI LUAR USAHA 30.000.000
- BIAYA DARI LUAR USAHA (70.000.000)
LABA BERSIH 30.000.000
IDENTIFIKASI UNSUR LAPORAN LABA RUGI:
PENGHASILAN
• Penjualan 1.000.000.000
• Penghasilan dari Luar Usaha 30.000.000 ..…… 1.030.000.000
BIAYA
• Harga Pokok Penjualan 700.000.000
• Biaya Usaha 230.000.000
• Biaya dari Luar Usaha 70.000.000 …… 1.000.000.000
LABA BERSIH ………………………….. 30.000.000
BAGAIMANA MENGHITUNG DASAR
PENGENAAN PAJAK..?
PENGHASILAN
PENGHASILAN OBYEK PAJAK UMUM OBYEK PAJAK UMUM
RP. 1.030.000.000 OBYEK PAJAK FINAL RP. 1.010.000.000
NON OBYEK PAJAK

BIAYA-BIAYA DEDUCTIBLE BIAYA


RP. 1.000.000.000 DEDUCTIBLE
NON DEDUCTIBLE
RP. 860.000.000

LABA BERSIH
RP. 30.000.000 LABA BERSIH
PROSES REKONSILIASI RP. 150.000.000

BELUM SIAP DIKENAKAN


PAJAK SIAP DIKENAKAN PAJAK
REKONSILIASI LAPORAN RUGI/LABA UNTUK
PERHITUNGAN PPH BADAN
PERKIRAAN LAP. KOMERSIAL KOREKSI LAP.
FISKAL
Penjualan 1.000.000.000 0 1.000.000.000
Harga Pokok Penj. 700.000.000 25.000.000 675.000.000
LABA KOTOR 300.000.000 0 325.000.000
Biaya Usaha 230.000.000 100.000.000 130.000.000
LABA USAHA 70.000.000 125.000.000 195.000.000
Penghs. Luar Usaha 30.000.000 (20.000.000) 10.000.000
Biaya Luar Usaha (70.000.000) 15.000.000 (55.000.000)

LABA BERSIH 30.000.000 120.000.000 150.000.000


OBJEK PPH
Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

(Pasal 4 ayat (1) uu PPh)


• Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
• Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
• Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya;
• Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak
gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta
atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya.
PERLAKUAN PENGHASILAN
PENGHASILAN (Ps 4)

OBYEK PAJAK BUKAN OBJEK


PAJAK (Ps 4(3))

FINAL Ps 4(2) FINAL Ps 4(2)

LAP. RUGILABA LAP. RUGILABA FINAL Ps 4(2) FINAL Ps 4(2)

PPh Th Berjalan = Pelunasan Pajak PPh Th Berjalan = Pelunasan Pajak


Kewajiban Pajak selesai sampai di sini TIDAK PERLU PPh Akhir Tahun = PPh Dihitung Kembali atas seluruh
DIHITUNG LAGI pada akhir tahun (SPT Tahunan Nihil) penghasilan setahun.
JENIS PENGHASILAN-
PASAL 4(1)
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
h. royalti;
JENIS PENGHASILAN-
PASAL 4(1) i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
q. penghasilan dari usaha yang berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
PENGHASILAN SECARA KESELURUHAN

DIKENAKAN FINAL

NON OBYEK (DIKECUALIKAN)


Pertimbangan antara lain:
• Dorongan investasi & tabungan masyarakat;
PPh Final • Kesederhanaan dalam pemungutan pajak;
• Beban administrasi bagi WP maupun DJP;
• Pemerataan dalam pengenaan pajaknya; dan
• Perkembangan ekonomi dan moneter.

Ps. 4(2)
Ps. 15 Konsekuensi PPh Final:
Ps. 19(1) • Penghasilan tidak digabungkan dengan yang
Ps. 21(1) dikenakan tarif umum
Ps. 22 • Pajak yang dibayar/dipotong/dipungut tidak
dapat dikreditkan
• Biaya terkait 3M tidak dapat dikurangkan dalam
menghitung penghasilan netto
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif
Bunga Tabungan, PP 131 Th 2000 20%
Deposito, SBI
Penjualan saham bursa PP 41 Th 1994 stdtd PP 14 0,1% dari nilai transaksi
Th 1997 0,5% dari nilai saham saat penawaran perdana

Bunga dan Diskonto PP 6 Th 2002 15% bagi WPDN


Obligasi 20% bagi WPLN
Diskonto SPN PP 27 Tahun 2008 20% dari diskonto
Transaksi Derivatif PP 17 Tahun 2009 2,5% (dua koma lima persen) dari margin awal
berupa kontrak berjangka

Pengalihan hak atas PP 34 Thn 2016 2,5% dari jumlah bruto.


tanah dan bangunan 1% utk RS/RSS oleh perush. Real estat

Sewa Tanah dan PP 5 Th 2002 10% dari jumlah bruto


Bangunan
Jenis Penghasilan Dasar Hukum Tarif
Pengh. Jasa Konstruksi PP 51 Th 2008 jo. PP 40 Pelaksanaan : 2% , 3%, 4%
Th. 2009 Perencanaan: 4%, 6%
Pengawasan : 4%, 6%
Dividen yang diterima oleh WPOP PP 19 Tahun 2009 10%

Uang Pesangon dan Tebusan Pensiun PP 68 Th 2009 Pesangon : Pensiun


0-50 jt : 0% 0-50 : 0%
50-100 jt :5% >50 : 5%
100-500 :15%
>500 :25%
Bunga Simpanan Anggota Koperasi PP 15 Tahun 2009 ≤240 rb : 0%
>240 rb : 10%
Hadiah Undian PP 132 Th. 2000 25% dari hadiah
Penyalur/dealer/agen produk Pertamina 254/KMK.03/2001 0,3% x Penjualan premium/solar/
& Premix premix/ minyak tanah/gas LPG/pelumas

WP dengan Peredaran Bruto tidak PP 46 Tahun 2013 1% x omset


melebihi Rp 4,8 M setahun
PENGHASILAN BUKAN OBJEK PPh-
Psl 4 (3) a. bantuan sumbangan, ……..
harta hibahan yang diterima …………, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
b. ………..;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib
Pajak atau Pemerintah;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

Pemegang saham Kepemilikan status dividen Witholding Tax


PT/BUMN/BUMD < 25% Objek PPh PPh 23 – 15%
PT/BUMN/BUMD ≥ 25% Bukan Objek -
Perorangan DN < 25% Objek PPh Final PPh Final – 10%
Perorangan DN ≥ 25% Objek PPh Final PPh Final – 10%
Koperasi - DN < 25% Bukan Objek -
Koperasi - DN ≥ 25% Bukan Objek -
CV, Yayasan, Firma < 25% Objek PPh PPh 23 – 15%
CV, Yayasan, Firma ≥ 25% Objek PPh PPh 23 – 15%
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada
huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;

4
5

1 2 3
DANA SASARAN
PESERTA RETURN
PENSIUN INVESTASI

Iuran pensiun Saham di bursa Indonesia


Obligasi di bursa Indonesia NON OBYEK PAJAK
Deposito di Indonesia
Properti
NON OBYEK PAJAK
Lembaga Keuangan
Agrobisnis
OBYEK PAJAK
Usaha lainnya
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi;
Jika ada gaji kepada pemilik,
CV AB Penghasilan 100.000 tdk boleh dikurangkan krn bagi
Biaya 60.000 Pemilik tidak dikenakan PPh
Laba Bersih 40.000
- Bagian laba
PPh 25% 10.000 Non Obyek Pajak jika dibagikan
A - Gaji/imbalan B Laba Setelah PPh 30.000 Kepada Pemiliknya

j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1) merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam
sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
l. ………………..;
m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam
bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Penerimaan 10 milyar
Pengeluaran 8 milyar Non Obyek Pajak, jika dalam 4 tahun dapat
Surplus 2 milyar dialokasikan dalam sarana/prasarana

n. ……………….
BIAYA YG DIKELUARKAN PERUSAHAAN
(NON DEDUCTIBLE)
DEDUCTIBLE EXPENSES
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan PASAL 6
kegiatan usaha; UU PPH
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
DEDUCTIBLE EXPENSES
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat PASAL 6
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; UU PPH
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum
atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
DEDUCTIBLE EXPENSES
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang PASAL 6
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan UU PPH
Peraturan Pemerintah;
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
YANG SUMBA
DIPERKENANKAN NGAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN

PENANGGULANGAN BENCANA
NASIONAL (PP)

FASILITAS PENDIDIKAN
BIAYA PEMBNGUNAN
INFRASTRUKTUR SOSIAL

PEMBINAAN OLAHRAGA
BATAS SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA YANG DAPAT
DIKURANGKAN
 Besarnya nilai sumbangan dan/atau biaya pembangunan infrastruktur
sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk 1 (satu)
tahun
 dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal Tahun Pajak
sebelumnya.

Contoh:
Penghasilan neto fiskal Wajib Pajak adalah Rp60.000.000.000,00 maka jumlah
sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu maksimal 5% atau
sebesar Rp3.000.000.000,00.

Apabila Wajib Pajak memberikan sumbangan sebesar Rp5.000.000.000,00 maka yang


dapat dikurangkan dari penghasilan bruto hanya sebesar Rp3.000.000.000,00 .

Ps. 3 PP 93/2010
KONDISI SUMBANGAN DAN/ATAU BIAYA TIDAK DAPAT
DIKURANGKAN
 Sumbangan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi
pihak pemberi
 apabila sumbangan dan/atau biaya diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sdd UU PPh.

Yang dimaksud dengan "hubungan istimewa" adalah sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18 UU PPh.
• Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung
paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau
• hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan
antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir, atau
• Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; atau
BENTUK SUMBANGAN DAN/ ATAU BIAYA YANG DAPAT
DIKURANGKAN
1. Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau
barang.
2. Biaya pembangunan infrastruktur sosial diberikan hanya
dalam bentuk sarana dan/atau prasarana.

Yang dimaksud "barang" dapat berupa barang yang diproduksi atau


diperoleh oleh Wajib Pajak pemberi sumbangan.

Yang dimaksud dengan "sarana dan/atau prasarana" antara lain


rumah ibadah, sanggar seni budaya, dan poliklinik.

Ps. 5 PP 93/2010
SYARAT BISA DIKURANGKAN

Sumbangan dan/atau biaya sebagaimana dimaksud diatas


dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:

1. Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal


berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya;
2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan
rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
3. didukung oleh bukti yang sah; dan
4. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang
dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan.
BIAYA PROMOSI
• Biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan
oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau
menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak
langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan
penjualan.
• Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan
bruto merupakan akumulasi dari jumlah:
 biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media
lainnya;
 biaya pameran produk;
 biaya pengenalan produk baru; dan/atau
 biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
• Tidak termasuk Biaya Promosi:
 Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama
dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan
langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
 Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah
dikenai pajak beserta final.
SYARAT FORMAL PENGAKUAN BIAYA PROMOSI

• Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya


Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain.
• Daftar nominatif paling sedikit harus memuat data penerima berupa
nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis
biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak
Penghasilan yang dipotong.
• Daftar dibuat sesuai format sebagaimana dalam Lampiran ini.
• Daftar nominatif Biaya Promosi dilaporkan sebagai lampiran saat
Wajib Pajak menyampaikan SPT. Tahunan PPh Badan.
• Dalam hal ketentuan di atas tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek
pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berupa imbalan jasa yang diberikan kepada OP (PPh 21)


dan Badan (PPh Pasal 23), Sewa Ruangan/Bangunan (PPh Pasal 4 ayat 2)
BIAYA PROMOSI YANG TERUTANG PAJAK
• Pemasangan iklan di Media (PPh Pasal 23)
• Pembayaran jasa event organizer (PPh Pasal 23)
• Pembayaran Jasa kepada Orang Pribadi (artis,
pembicara, hadiah)..PPh Pasal 21

Pengadaan barang-barang untuk promosi seperti kalender,


mug, payung, pin, dll. tidak terutang pemotongan pajak
apapun
DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI
NAMA : PT RINDUKU
NPWP : 01.345.678.8-541.000
ALAMAT : JL. ASEM 20, YOGYAKARTA
TAHUN PAJAK : 2015
Pemotongan
DATA PENERIMA
PPh
No Nama NPWP Alamat Tgl Bentuk & Jml. Ket. Jml No.
Jenis Biaya Rp. PPh Bukpot
1. CV A 02…. Jl. ABC 2/1/15 Iklan media 10 jt -- 200 rb 8/I/15
2. PT C 01…. Jl. XYZ 3/2/15 Cetakan 12 jt -- -- --
3. ….dst

• Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak
lain.
• Daftar nominatif tersebut dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh
Badan.
• Dalam hal ketentuan ini tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
BIAYA PERJAMUAN/ ENTERTAIMENT SE-Dirjen Pajak
No.27/PJ.22/1986
tanggal 13 Juni 1986

• Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan.
• Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar
dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).
• Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan
brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan
daftar nominatif seperti terlampir yang berisi :
 Nomor urut., Tanggal "entertainment”, Nama tempat , Alamat, Jenis "entertainment”, Jumlah
(Rp);
 Relasi usaha yang diberikan "entertainment“(- Nama, Posisi, Nama perusahaan, Jenis usaha)
PERMENKEU
BIAYA DALAM BENTUK NATURA/ NO.83/PMK.03/2009
KENIKMATAN TANGGAL 22 APRIL
2009

• Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang
menerimanya adalah :
a. Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
- pemberian makanan dan/atau minuman yang disediakan oleh
pemberi kerja di tempat kerja, atau
- pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi Pegawai yang
karena sifat pekerjaannya tidak dapat memanfaatkan pemberian
makan ditempat kerja, meliputi Pegawai bagian pemasaran, bagian
transportasi, dan dinas luar lainnya.
PERMENKEU
BIAYA DALAM BENTUK NATURA/ NO.83/PMK.03/2009
KENIKMATAN TANGGAL 22 APRIL
2009
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut.
- sarana tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;
- sarana pelayanan kesehatan;
- sarana pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
- sarana peribadatan;
- sarana pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
- sarana olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power
boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja
harus menyediakannya sendiri.
PERMENKEU
BIAYA DALAM BENTUK NATURA/ NO.83/PMK.03/2009
KENIKMATAN TANGGAL 22 APRIL
2009
Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang
layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang
memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut
maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia
menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang
cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah
perairan laut yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang
dasar lautnya memiliki cadangan mineral.
c. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat
pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Meliputi pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam
petugas keamanan (satpam), sarana antar jemput Pegawai, serta penginapan
untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.
AKTIVA PERUSAHAAN YANG DIKUASAI SE-DIRJEN PAJAK
NO.09/PJ.42/2002
PEGAWAI TANGGAL 17 MEI 2002
• Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% atas
penyusutan, pengisian ulang pulsa, dan perbaikannya.
• Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan
atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai
tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% atas penyusutan, biaya pemeliharaan atau perbaikan
rutin kendaraan dan pemakaian bahan bakarnya.
• Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus,
minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya
perusahaan melalui penyusutan dan atas biaya pemeliharaan atau perbaikan
rutin kendaraan tersebut dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya rutin
perusahaan.
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
PASAL 9 UU PPH

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu, atau anggota;
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk
usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
PASAL 9 UU PPH

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam
bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh
pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah
tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak
badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
NON DEDUCTIBLE EXPENSES
PASAL 9 UU PPH

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang
yang menjadi tanggungannya;
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham;
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai


masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus,
melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh.
(Pasal 9 ayat (2) UU PPh)
KOMPENSASI KERUGIAN

Apabila penghasilan netto MAKA KERUGIAN TSB


BRUTO SETELAH DIKOMPENSASIKAN DGN
PENGURANGAN PENGHASILAN MULAI TAHUN
SEBAGAIMANA PAJAK BERIKUTNYA
DIMAKSUD PADA AYAT BERTURUT-TURUT SAMPAI
(1) DIDAPAT KERUGIAN DENGAN 5(LIMA) TAHUN.

Note:
Adanya perubahan cara bayar PPh dari PPh Final sesuai PP 46
menjadi PPh Umum tidak menghapus Hak Kompensasi Kerugian
yang berasal dari Tahun yang belum kadaluwarsa, kecuali Kerugian
yang timbul di tahun diterapkannya PPh Final (PP 46)
KOMPENSASI KERUGIAN

KOMPENSASI KERUGIAN 5 (LIMA) TAHUN

CONTOH
PT.A TAHUN 2012 MENDERITA KERUGIAN FISKAL SEBESAR
Rp 1.200.000.000.- DALAM 5 TAHUN BERIKUTNYA RUGI-
LABA FISKAL PT A. MENGGAMBARKAN SEBAGAI BERIKUT:

2013 : LABA FISKAL Rp 200.000.000.-


2014 : RUGI FISKAL Rp 300.000.000.-
2015 : LABA FISKAL NIHIL
2016 : LABA FISKAL Rp 100.000.000.-
2017 : LABA FISKAL RP 800.000.000.-
KOMPENSASI KERUGIAN DILAKUKAN
RUGI FISKAL TAHUN 2012 (Rp 1.200.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2013 Rp 200.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2012 (Rp 1.000.000.000.)
RUGI FISKAL TAHUN 2014 (Rp 300.000.000.)
SISA RUGI FISKAL TH 2012 (Rp 1.000.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2015 Rp N I H I L (+)
SISA RUGI FISKAL TH 2012 (Rp 1.000.000.000.)
LABA FISKAL TAHUN 2016 Rp 100.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2012 (Rp 900.000.000)
LABA FISKAL TAHUN 2017 Rp 800.000.000.(+)
SISA RUGI FISKAL TH 2012 (Rp 100.000.000.)
SISA RUGI FISKAL TAHUN 2012 Rp 100.000.000. YANG MASIH
TERSISA PADA AKHIR TH 2017, TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN
DGN LABA FISKAL TAHUN 2018. SEDANGKAN :

RUGI FISKAL TAHUN 2014 Rp 300.000.000.- HANYA


DIKOMPENSASIKAN DENGAN LABA FISKAL TAHUN 2018 DAN TAHUN
2019, KARENA JANGKA WAKTU LIMA TAHUN DIMULAI SEJAK TAHUN
2015 DAN BERAKHIR 2019.

PASAL 6 Ayat (2)


NPWP : Nama WP :
Rugi/Laba neto fiskal Kompensasi Kerugian Fiskal
(Dalam jutaan Rp)

Tahun Jumlah 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
2012 (1.200) 200 - 50 100 800 50
2013 200 - - - - - - - -
2014 (300) - - - - - 200 100
2015 50 - - - - - - - -
2016 100 - - - - - - - -
2017 800 - - - - - - - -
2018 200 - - - - - - - -
2019 400 - - - - - - - -
2020 500 - - - - - - - -
Jumlah 200 - 50 100 800 200 100 -
PENGURANGAN PENGHASILAN BRUTO
BIAYA PENYUSUTAN
Kelompok Harta Berwujud/ Masa Tarif Penyusutan
Tidak Berwujud Manfaat

Garis Lurus Saldo Menurun

Bukan Bangunan dan Harta


Tidak Berwujud
Kelompok 1 4 thn 25 % 50 %
Kelompok 2 8 thn 12,5 % 25 %
Kelompok 3 16 thn 6,25 % 12,5 %
Kelompok 4 20 thn 5% 10 %
Bangunan:
Permanen 20 thn 5% Tidak ada
Tidak Permanen 10 thn 10 % Tidak ada
CADANGAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH
YANG DIPERBOLEHKAN ATURAN PAJAK

Secara umum cadangan tidak diperkenankan


Pasal 9 ayat (1) huruf c UU PPh, kecuali untuk:
● Bank dan badan usaha penyalur kredit,
● Sewa guna usaha dengan hak opsi,
● Lembaga pembiayaan,
● Perusahaan anjak piutang,
● Asuransi, termasuk LPJS,
● Pertambangan (biaya reklamasi)
● Penjaminan (LPS),
● Pembuangan limbah industri,
● Penanaman kembali kehutanan.
AKUNTANSI KERUGIAN (1)

METODE PENCATATAN/PENGAKUAN:
1. METODE LANGSUNG (direct write-off method)
diakui pada saat piutang benar-benar tak dapat ditagih dan dinyatakan DIHAPUS
berdasarkan keputusan perusahaan
jurnal:
Thn ke-0 timbulnya piutang....
Piutang 1.000
Pendapatan 1.000
Thn ke-1 pelunasan......
Kas 800
Piutang 800
Thn ke-2 tidak ada pembayaran lagi...
Thn ke-3 diputuskan DIHAPUS.....saldo piutang 200
Masuk Lap
Biaya Kerugian Piutang 200 LabaRugi th ke-3
Piutang 200
AKUNTANSI KERUGIAN (2)
METODE PENCATATAN/PENGAKUAN:
2. METODE PENYISIHAN (Allowance method)
diakui setiap saat dengan asumsi piutang mengandung risiko TIDAK TERBAYAR/MACET
jurnal:
Thn ke-0 timbulnya piutang....
Piutang 1.000
Pendapatan 1.000
karena mengandung risiko dan bisa diukur, akuntansi menganut prinsip konservatisme:
Biaya CKP 50
Cad Kerugian Piutang 50 Masuk Lap LabaRugi th
ke-0
Thn ke-1 pelunasan......
Kas 800
Piutang 800
Jika risiko ditaksir bertambah, maka dapat membentuk cadangan lagi :
Biaya CKP 30 Masuk Lap LabaRugi th
Cad Kerugian Piutang 30 ke-1
Thn ke-2 tidak ada pembayaran lagi...
Biaya CKP 40 Masuk Lap LabaRugi th
Cad Kerugian Piutang 40 ke-2

Thn ke-3 diputuskan DIHAPUS ….saldo Piutang 200


Biaya Kerugian Piutang 80 Masuk Lap LabaRugi th
Cad Kerugian Piutang 120 ke-3
Piutang 200 TOTAL BIAYA 200
Bolehkah Bank membentuk Cadangan..?

Mengapa KPP selalu mempertanyakan dan


melakukan koreksi..?

Mengapa sengketa ini sampai sekarang


masih terjadi..?
UNDANG-UNDANG NO.17/2000 TENTANG PENJELASAN PASAL 9
PAJAK PENGHASILAN (1) HURUF C

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan pada prinsipnya tidak dapat


dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak.

Namun untuk jenis-jenis usaha tertentu yang secara ekonomis memang diperlukan
adanya cadangan untuk menutup beban atau kerugian yang akan terjadi dikemudian
hari, yang terbatas pada piutang tak tertagih untuk usaha bank, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, maka perusahaan yang bersangkutan dapat melakukan
pembentukan dana cadangan yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
Catatan:
Ketentuan di atas menunjukkan bahwa ketentuan pajak menganut metode
Direct Write Off (realisasi) dalam mengakui kerugian Piutang.
Namun demikian, untuk usaha-usaha tertentu sepert Bank diperbolehkan menggunakan metode
Allowance (pencadangan)
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81/PMK.03/2009 TANGGAL 22 APRIL 2009 PASAL 1
PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN
YANG BOLEH DIKURANGI SEBAGAI BIAYA

Pembentukan atau pemupukan dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagai biaya yaitu :
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit,
sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak
piutang, meliputi:

cadangan piutang tak tertagih untuk:


a) bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;
b) bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
c) bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional;
d) bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
Bank Umum BPR Dasar
Lancar 1% 0,5% Piutang
Perhatian Khusus 5% - Piutang - Agunan
Kurang Lancar 15% 10% Piutang - Agunan
Diragukan 50% 50% Piutang - Agunan
Macet 100% 100% Piutang - Agunan

Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling
tinggi adalah:
•100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
•75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan
perusahaan penilai.
Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pokok pinjaman yang diberikan
oleh bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha secara AYAT (3)
konvensional.

Sesuai ketentuan Bank Indonesia, selain cadangan atas Pinjaman kepada


Debitur, bank juga harus membentuk Cadangan atas Simpanan pada Bank Lain,
baik berupa Tabungan/Deposito (dianggap ber-kriteria LANCAR)
Sesuai PMK di atas, Cadangan ini HARUS dilakukan KOREKSI FISKAL positif.

Kerugian yang berasal dari piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.

AYAT (4) JURNAL:


Cadangan Kerugian Piutang 100
Piutang Kredit 100
ataukah ??:
Biaya Kerugian Piutang 100
Piutang Kredit 100
Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak
dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), jumlah
kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan. AYAT (5)
Misal: Piutang/Kredit pada Ali sebesar 200, telah dibentuk cadangan 100. Tiga
tahun kemudian, pada saat sisa Piutang pada Ali 80, Piutang dinyatakan
DIHAPUS
Cadangan Kerugian Piutang 100
Piutang Kredit 80
Penghasilan Lain 20 secara fiskal ini merupakan PENGHASILAN

Dalam hal jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) namun tidak mencukupi, jumlah
kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.
AYAT (4) Misal: Piutang/Kredit pada Ali sebesar 200, telah dibentuk cadangan 50. Tiga
tahun kemudian, pada saat sisa Piutang pada Ali 80, Piutang dinyatakan
DIHAPUS
Cadangan Kerugian Piutang 50
Biaya Kerugian Piutang 30 secara fiskal ini merupakan BIAYA
Piutang Kredit 80
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK Dikutip dari website Pengadilan Pajak:
Put.44196/PP/M.II/15/2013

Bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap koreksi
atas
Penghasilan Netto PPh Badan Tahun Pajak 2009 oleh Terbanding sebesar Rp
353.900.760,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding

Bahwa berdasarkan pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan tersebut,


Majelis berpendapat Pemohon Banding telah benar dalam menghitung jumlah
Cadangan Piutang Tak Tertagih yang tercantum pada Neraca per 31 Desember
2009, yaitu berjumlah Rp.939.477.101,00 sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 angka (1)
huruf (c) Undang-undang No 7 TahunPenghasilan jo. Pasal 4 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 1983 sebagaimana
diubah dengan Undang-unadng No 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Bahwa menurut Majelis, pendapat Terbanding menyatakan bahwa atas
jumlah Cadangan Piutang Tak Tertagih pada akhir tahun 2009 yang
berjumlah Rp.353.900.760,00 yang tidak digunakan untuk menutup
kerugian Piutang Tak Tertagih (selisih Saldo Awal per 1 Januari 2009
Cadangan Piutang Tak tertagih sebesar Rp.585.576.341,00 dan Saldo Akhir
Cadangan per 31 Des 2009 sebesar Rp.939.477.101,00) seharusnya dibalik
menjadi Penghasilan Luar Usaha sebesar Rp.353.900.760,00 adalah tidak
tepat dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan Pasal 9 ayat 1 angka (1)
huruf (c) Undang-undang No 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan
Undang-undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan jo. Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April
2009;
Bahwa menurut Majelis, maksud dan tujuan Pasal 9 ayat 1 angka (1) huruf (c)
Undang-undang No 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-undang No
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Jo. Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor: 81/PMK.03/2009 tanggal 22 April 2009 adalah memberikan pengecualian
untuk dapat membentuk dana cadangan yaitu bagi Wajib Pajak yang bergerak
dibidang tertentu termasuk perbankan (di dalamnya Pemohon Banding (BPR))
diperbolehkan membentuk Cadangan Piutang Tak tertagih untuk mengantisipasi
risiko adanya Piutang Kredit Yang Tidak dapat Tertagih di kemudian hari dan
besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tercermin pada Neraca akhir
tahun Pemohon Banding;
KESIMPULAN MAJELIS HAKIM:

Bahwa dengan demikian, menurut Majelis, Koreksi Penghasilan Luar Usaha


yang berasal dari pembalikan Cadangan Piutang Tak tertagih yang berjumlah
Rp.353.900.760,00 tidak dapat dipertahankan;
KESIMPULAN

• Bank diperbolehkan membentuk cadangan, baik di


awal – tengah – akhir tahun, karena pada setiap kredit
yang beredar mengandung risiko tidak tertagih.

• Tidak ada perbedaan antara aturan pajak dan Bank


Indonesia, kecuali pembentukan PPAP untuk
penempatan ABA
PUTUSAN PENGADILAN PAJAK YANG
PATUT DIPERTANYAKAN…!!! Put. 53239/PP/M.XIIA/15/2014

Bahwa menurut Majelis, hapus buku atas kredit macet yang dikeluarkan dari Neraca
sebesar kewajiban Debitur dapat dibebankan sebagai biaya, namun cadangan piutang
yang tidak dapat ditagih yang tidak digunakan pada tahun yang bersangkutan harus
dijurnal balik atau diakui sebagai penghasilan dan pada tahun berikutnya dibentuk
kembali cadangan piutang yang tidak dapat ditagih.

Dan bahwa kredit macet di Pemohon Banding masih ada dan nyata-nyata belum dapat
ditagih atau disetor oleh Debitur sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 adalah Rp
15.081.246.314,-

Majelis berkesimpulan, cadangan piutang tak tertagih yang tidak digunakan sampai
dengan 31 Desember 2010 adalah sebesar Rp 15.081.246.314,-
HAPUS BUKU…
BOLEHKAH..?
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK NOMOR 207/PMK.010/2015
TENTANG PIUTANG YG NYATA-NYATA
INDONESIA TIDAK DAPAT DITAGIH

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut:
1. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara;
2. terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut;
3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau
4. adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang
tertentu.
LANJUTAN.. NOMOR 207/PMK.010/2015
TENTANG PIUTANG YG NYATA-NYATA
TIDAK DAPAT DITAGIH

Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berbentuk hard copy dan soft copy.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk piutang yang nyata-
nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang
diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya
pemberian Kukesra, KUT, KUR, KPRSS, dll
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah).
LANJUTAN.. NOMOR 207/PMK.010/2015
TENTANG PIUTANG YG NYATA-NYATA
TIDAK DAPAT DITAGIH

Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b harus mencantumkan identitas debitur berupa
nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara
melampirkan:
a) fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah
yang menangani piutang negara;
b) fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah
dilegalisir oleh notaris;
c) fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau
d) surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh
kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukti/dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)
Tahunan.
LANJUTAN.. NOMOR 207/PMK.010/2015
TENTANG PIUTANG YG NYATA-NYATA
TIDAK DAPAT DITAGIH

Dikecualikan dari keharusan mencantumkan identitas debitur berupa Nomor Pokok Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) adalah piutang yang nyata-nyata tidak
dapat ditagih yang berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima
dari satu kreditur.

Ketentuan mengenai pengecualian keharusan mencantumkan identitas debitur berupa


Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku untuk
penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dibebankan sejak Tahun Pajak
2015.
Pre Adjsutment Adjustment Post Adjustment
1 Jan 31 Des 31 Des

Kredit Y.D. 10.000.000.000 12.900.000.000 - 12.900.000.000


+ Db. Penambahan KYD 5.000.000.000
- Kr. Pelunasan KYD (1.500.000.000)
- Kr. HAPUS BUKU K.Y.D. (600.000.000)

PPAP (735.678.000) (187.221.250) (374.284.507) (561.505.757)


+ Kr. Penambahan KYD (126.543.250)
- Db. Pelunasan KYD 75.000.000
- Db. HAPUS BUKU K.Y.D. 600.000.000

AJP 31 DES 2014:


Menentukan besarnya risiko yang dapat dicadangkan dari saldo Kredit Yang Diberikan sebesar 12.900.000.000
Perhitungan Cadangan/PPAP:
No Kelompok Kredit Saldo Debet Agunan Dasar PPAP % PPAP
1 Lancar 9.657.321.000 5.674.033.000 9.657.321.000 0,50% 48.286.605
2 Kurang Lancar 1.886.543.720 976.453.000 910.090.720 10% 91.009.072
3 Diragukan 867.850.400 600.000.000 267.850.400 50% 133.925.200
4 Macet 488.284.880 200.000.000 288.284.880 100% 288.284.880
Jumlah 12.900.000.000 561.505.757

Jurnal Adjsutment: Saldo Buku PPAP (187.221.250)


PPAP seharusnya per 31 Desember 2014 (561.505.757)
Kurang membentuk PPAP selama 2014 374.284.507
Pre Adjsutment Adjustment Post Adjustment
1 Jan 31 Des 31 Des

Kredit Y.D. 10.000.000.000 12.900.000.000 - 12.900.000.000


+ Db. Penambahan KYD 5.000.000.000
- Kr. Pelunasan KYD (1.500.000.000)
- Kr. HAPUS BUKU K.Y.D. (600.000.000)

PPAP (735.678.000) (787.221.250) (374.284.507) (1.161.505.757)


+ Kr. Penambahan KYD (126.543.250)
- Db. Pelunasan KYD 75.000.000
- Db. HAPUS BUKU K.Y.D. -

AJP 31 DES 2014:


Menentukan besarnya risiko yang dapat dicadangkan dari saldo Kredit Yang Diberikan sebesar 12.900.000.000
Perhitungan Cadangan/PPAP:
No Kelompok Kredit Saldo Debet Agunan Dasar PPAP % PPAP
1Lancar 9.657.321.000 5.674.033.000 9.657.321.000 0,50% 48.286.605
2Kurang Lancar 1.886.543.720 976.453.000 910.090.720 10% 91.009.072
3Diragukan 867.850.400 600.000.000 267.850.400 50% 133.925.200
4Macet 488.284.880 200.000.000 288.284.880 100% 288.284.880
Jumlah 12.900.000.000 561.505.757

Menurut Kantor Pajak So. Buku PPAP setelah koreksi Pemeriksa (1.161.505.757)
PPAP seharusnya per 31 Desember 2014 (561.505.757)
Kelebihan membentuk PPAP selama 2014 (600.000.000)
Pre Adjsutment Adjustment Post Adjustment
1 Jan 31 Des 31 Des

Kredit Y.D. 10.000.000.000 13.500.000.000 - 13.500.000.000


+ Db. Penambahan KYD 5.000.000.000
- Kr. Pelunasan KYD (1.500.000.000)
- Kr. HAPUS BUKU K.Y.D. -

PPAP (735.678.000) (787.221.250) (374.284.507) (1.161.505.757)


+ Kr. Penambahan KYD (126.543.250)
- Db. Pelunasan KYD 75.000.000
- Db. HAPUS BUKU K.Y.D. -

AJP 31 DES 2014:


Menentukan besarnya risiko yang dapat dicadangkan dari saldo Kredit Yang Diberikan sebesar 13.500.000.000
Perhitungan Cadangan/PPAP:
No Kelompok Kredit Saldo Debet Agunan Dasar PPAP % PPAP
1Lancar 9.657.321.000 5.674.033.000 9.657.321.000 0,50% 48.286.605
2Kurang Lancar 1.886.543.720 976.453.000 910.090.720 10% 91.009.072
3Diragukan 867.850.400 600.000.000 267.850.400 50% 133.925.200
4Macet 1.088.284.880 200.000.000 888.284.880 100% 888.284.880
Jumlah 13.500.000.000 1.161.505.757

Pasca Koreksi PPAP karena Penghapusan Kredit yang tidak memenuhi syarat, maka:
Saldo PPAP sesuai Laporan Keuangan sebelum Koreksi Pemeriksa (561.505.757)
PPAP seharusnya dibentuk setelah Koreksi Pemeriksa (1.161.505.757)
Kurang Membebankan PPAP (Pemeriksa harus menambah biaya PPAP) 600.000.000
TARIF PPH BADAN
Ketentuan Pasal 17 UU 36/2008

Tarif umum PPh Pasal 17 UU PPh untuk Wajib Pajak Badan adalah 25%.

Psl 17 ayat (2b):


Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya
dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP No. 81/PMK.03/2007 : ditambahkan syarat kepemilikan saham publik
adalah minimal 300 pihak.
TARIF PPH BADAN Telah di atur dalam
UU Nomor 2/2020

1. Penurunan tarif PPh Badan secara bertahap 22%


(2020 & 2021) dan 20% (2022 dst).
2. Penurunan tarif PPh Badan Wajib Pajak Go Public
(tarif umum- 3%)
FASILITAS PASAL 31E
BAGI WP BADAN DENGAN PEREDARA BRUTO ≤
• Pengurangan tarif sebesar 50% dengan syarat:
- WP badan DN;
- Omzet tidak lebih dari 50 Miliar
Diberikan hanya atas batasan Penghasilan Kena Pajak yang berasal dari Peredaran Bruto
sampai dengan Rp 4.8 Miliar

Contoh 1:
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2020 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dgn PKP
sebesar Rp500.000.000,00

Penghitungan PPh yang terutang:


Seluruh PKP yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 0,5% x omset
karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp4.800.000.000,00.

Pajak Penghasilan yang terutang:


0,5% x Rp4.500.000.000= Rp 22.500.000,-
Karena peredaran bruto tidak lebih dari 4,8 Milliar maka dikenakan PP 23 sebesar 0,5% x omset.
Contoh 2:
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2020 sebesar Rp30.000.000.000,- dengan PKP
sebesar Rp2.000.000.000,-

Penghitungan PPh yang terutang:


1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,- : Rp30.000.000.000,-) x Rp2.000.000.000,-
= Rp320.000.000,-

2. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp 2.000.000.000 – Rp320.000.000 = Rp 1.680.000.000

PPh yang terutang:


- (50% x 22%) x Rp 320.000.000,- = Rp 35.200.000,-
-22% x Rp 1.680.000.000,- = Rp 369.600.000,-
Jumlah PPh yang terutang = Rp 404.800.000,-
Kesimpulan...
CARA HITUNG PAJAK PENGHASILAN
A. Dikenakan Pajak secara Umum (Tarif x Penghasilan Kena Pajak)
• Usaha, selain yang dikenakan Pajak secara Final
a. Tarif PPh 22% x Laba Kena Pajak
b. Tarif PPh 20% x Laba Kena Pajak
c. Tarif PPh 11% x Laba Kena Pajak

B. Dikenakan Pajak secara FINAL (Tarif x Penghasilan Bruto)


1. Usaha Sewa Tanah/Bangunan ………………………..…. 10% x omset
2. Usaha Jasa Konstruksi …………………………..……2;3;4;6% x omset
3. Usaha Real Estate …………………………………………2,5% x omset
4. Omset Usaha tidak melebihi Rp 4,8 Milyar………………. 0,5% x omset
5. Penghasilan tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah

C. Dikenakan Pajak dengan Norma Penghitungan Khusus


1. Perusahaan pelayaran/penerbangan internasional
2. Perusahaan pengeboran migas & panas bumi
3. Perusahaan Dagang Asing
4. Perusahaan yang melakukan Investasi Build, Operate, Transfer (BOT)
SE-02/P/2015

PENEGASANATAS PELAKSANAAN PASAL 31 E


AYAT (1) TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto
sampai dengan 50 M

Mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif


sebesar 50%

Atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian


peredaran bruto sampai dengan 4,8 M
Wajib Pajak badan dalam negeri yang mendapat fasilitas
tersebut tidak perlu menyampaikan permohonan untuk
dapat memperoleh fasilitas tersebut.

Fasilitas pengurangan tarif sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
dilaksanakan pada saat penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Badan
Pengecualian Badan yang tidak mendapat fasilitas

Bentuk Usaha Tetap


PEREDARAN BRUTO

Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat


(1) Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan semua
penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha
dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi dengan retur dan
pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam Tahun Pajak
yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia.
PEREDARAN BRUTO

Penghasilan yang Penghasilan yang Penghasilan


dikenai Pajak dikenai Pajak yang
Penghasilan Penghasilan tidak dikecualikan dari
bersifat final; bersifat final; dan objek pajak.
CONTOH
PERHITUNGAN 1

Total peredaran bruto PT A dalam Tahun Pajak 2014 sebesar


Rp4.500.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
CONTOH
PERHITUNGAN 2

Total peredaran bruto PT B dalam Tahun Pajak 2014 sebesar


Rp6.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
CONTOH
PERHITUNGAN 3

Total peredaran bruto PT C dalam Tahun Pajak 2014 sebesar


Rp30.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
CONTOH
PERHITUNGAN 4

Total peredaran bruto PT D dalam Tahun Pajak 2014 sebesar


Rp55.000.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai berikut:
CONTOH
PERHITUNGAN 5

Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 Tahun Berjalan


dengan menggunakan fasilitas pengurangan tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan. Total peredaran bruto PT E dalam Tahun Pajak
2014 sebesar Rp12.500.000.000,00. Rinciannya adalah sebagai
berikut:
No. Kode Formulir Jenis Usaha Wajib Pajak
1. 8A-1 8B-1 Perusahaan Industri Manufaktur
2. 8A-2 8B-2 Perusahaan Dagang
3. 8A-3 8B-3 Bank Konvensional
4. 8A-4 8B-4 Bank Syariah
5. 8A-5 8B-5 Perusahaan Asuransi
6. 8A-6 8B-6 Non-Kualifikasi (selain tujuh jenis
usaha yang ada)
7. 8A-7 8B-7 Dana Pensiun
8. 8A-8 8B-8 Perusahaan Pembiayaan

Anda mungkin juga menyukai