Anda di halaman 1dari 163

KETENTUAN UMUM DAN

TATACARA PERPAJAKAN
(UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007)
I

MENDAFTARKAN DIRI dan


MELAPORKAN USAHANYA
(NPWP)
MENDAFTARKAN DIRI

adalah KEWAJIBAN
bagi setiap WAJIB PAJAK

Yaitu:
Orang pribadi atau badan yang
telah memenuhi persyaratan
subjektif maupun persyaratan
objektif berdasarkan UU PPh 1984
Sebagai pemikul beban pajak ataupun
sebagai pemotong dan/ pemungut pajak
WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI

PEMBAYAR PAJAK
PEMOTONG PAJAK
PEMUNGUT PAJAK

BADAN
Orang Pribadi

adalah orang pada umumnya

• Tidak memandang jenis kelamin


• Tidak memandang usia
• Termasuk pula warisan yang belum terbagi yang
menggantikan yang berhak
Badan

sekumpulan orang dan atau modal


yang merupakan kesatuan
baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha

Contoh :

PT, CV, BUMN / BUMD, firma, koperasi, dana


pensiun, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi yang sejenis, bentuk
badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap
PERSYARATAN PERSYARATAN
SUBJEKTIF OBJEKTIF

WAJIB PAJAK

Wajib mendaftarkan diri


untuk memperoleh NPWP
Persyaratan subjektif

adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak


dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
 Yang menjadi Subjek Pajak adalah :
 1. orang pribadi;
 2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak;
 3. badan;
 4. bentuk usaha tetap.
Persyaratan objektif

adalah persyaratan bagi subjek pajak yang


menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Pembagian
Subjek Pajak

Subjek Pajak Subjek Pajak Bukan


Dalam Negeri Luar Negeri Subjek Pajak
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
a. Orang pribadi yang :
- bertempat tinggal di Indonesia,
- berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan,
atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
- pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
- penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
- pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
UU CIPTA KERJA/OMNIBUS LAW

•Subjek pajak dalam negeri adalah


a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara
Indonesia maupun warga negara asing yang:
1.bertempat tinggal diIndonesia;
2.berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
atau
3.dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di


Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang
memenuhikriteria:
1. pembentukannyaberdasarkanketentuanperaturan
perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara;dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan


menggantikan yang berhak.
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan,
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, yang :

menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui


BUT di Indonesia atau
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tanpa melalui BUT di Indonesia.
UU CIPTA KERJA/OMNIBUS LAW
 Subjek pajak luar negeri adalah:
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
 warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan;
 Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta
memenuhi persyaratan:
 tempat tinggal;
 pusat kegiatan utama;
 tempat menjalankan kebiasaan;
 status subjek pajak; dan/atau
 persyaratan tertentu lainnya
 yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan; dan
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a, huruf b, dan huruf c, dan badan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf d untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat
berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedungkantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi danpenjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m.pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan
lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia;dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan
oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet
Bukan Subjek pajak
a) kantor perwakilan negara asing;
b) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat
atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh
penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan
timbal balik
c) …
Bukan Subjek pajak
c) organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan tidak
menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota; (PMK 15/2010)

d) pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional


sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
OBJEK PAJAK

Penghasilan : setiap tambahan


kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak, baik
berasal dari Indonesia atau dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk
komsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Sumber – sumber
penghasilan
 Pekerjaan
 Usaha / Pekerjaan Bebas
 Investasi
 Lain-lain, contoh : undian
(Tambahan dalam UU Cipta Kerja/Omnibus Law)

(1a) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat(1),warganegara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri
dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia, dengan ketentuan:
•memiliki keahlian tertentu;dan
•berlaku selama 4 (empat) tahun pajak yang dihitung sejak menjadi subjek
pajak dalam negeri.
(1b) Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1a)berupa penghasilan yang
diterima atau diperoleh warga negara asing sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibayarkan di luar Indonesia.
(1c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak berlaku terhadap
warga negara asing yang memanfaatkan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda antara pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau
yurisdiksi mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda tempat warga
negara asing memperoleh penghasilan dari luar Indonesia.
(1d) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian tertentu
serta tata cara pengenaan Pajak Penghasilan bagi warga
negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan
•Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a.1.bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima
oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2.harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara
pihak-pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1) huruf b
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal; sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi karena
kecelakaan, sakit, atau karena meninggalnya orang yang
tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa;
PERUBAHAN:
f. dividen atau penghasilan lain dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh
WajibPajak:
a)orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut di investasikan
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu
tertentu;dan/atau
b)badan dalam negeri;
2. dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri,
sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha
lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu
tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:
a)dividen dan penghasilan setelah pajak yang di investasikan tersebut
paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari laba setelah pajak;
atau
b) dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia
sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak
atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18ayat(2)
Undang-Undang ini;
PENAMBAHAN:
•dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH)
dan/atau BPIH khusus, dan penghasilan dari pengembangan
keuangan haji dalam bidang atau instrumen keuangan tertentu,
diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;dan
•sisa lebih yang diterima/diperoleh badan atau lembaga sosial dan
keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
sosial dan keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, atau
ditempatkan sebagai dana abadi, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak


sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
(Pasal 1 angka 5 UU KUP)

terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama


merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan
Kode Administrasi Perpajakan.
Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-44/PJ/2008

01.234.567.8 – 999 . 000


Kode Kode
Kode WP KPP cbg
FUNGSI NPWP

 sebagai identitas WP
 menjaga ketertiban dan pengawasan administrasi
 untuk keperluan yang berhubungan dengan
dokumen perpajakan
 memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan
Manfaat NPWPNPWP
MANFAAT

- Mendapatkan pelayanan dari instansi/pihak lain mis :


- Transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan
- Pengajuan kredit ke bank

- Tahun 2009, tidak bayar Fiskal Luar Negeri dan tdk


dikenakan tarif yg lebih tinggi seperti tabel di bawah ini :

Jenis Pot/Put Tarif Non-NPWP


dibandingkan Tarif NPWP
Pasal 21 20% lebih tinggi
Pasal 22
Pasal 23
100% lebih tinggi
100% lebih tinggi
Siapa yang wajib NPWP?
Menjalankan usaha/
pekerjaan bebas

Tidak menjalankan usaha/


WPOP pek bebas tapi penghasilan
pd suatu bulan > PTKP

Wanita Kawin Pisah Harta

WP Badan
Wanita kawin dapat
mendaftar atas
WP Pemungut/ namanya sendiri
Pemotong pajak
Kapan mendaftar (NPWP)
WPOP yang menjalankan
1 bulan setelah usaha/pekerjaan bebas
Saat usaha
Mulai dijalankan
WP Badan

Paling lambat
Pada akhir bln WPOP yg tdk menjalankan
Berikutnya pengh usaha/pek bebas tapi peng
Telah melebihi sd suatu bulan > PTKP
PTKP

Sebelum saat WP Pemungut/


Terutang PPh Pemotong pajak
PTKP

PTKP PTKP BARU


Keterangan 2015 Mulai 2016
SETAHUN SEBULAN SETAHUN SEBULAN
(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

WP 36.000.000, 3.000.000,- 54.000.000, 4.500.000,-


- -
WP KAWIN 3.000.000,- 250.000,- 4.500.000,- 375.000,-
ISTERI BEKERJA 36.000.000, 3.000.000,- 54.000.000, 4.500.000,-
- -
TANGGUNGAN @ 3.000.000,- 250.000,- 4.500.000,- 375.000,-
(Max 3 orang)
Persyaratan NPWP
ORANG PRIBADI YANG WAJIB
MENDAFTARKAN DIRI UNTUK
MENDAPATKAN NOMOR POKOK
WAJIB PAJAK (NPWP) :
WAJIBPAJAK ORANG PRIBADI
YANG MENJALANKAN USAHA ATAU KTP BAGI PENDUDUK
PEKERJAAN BEBAS
INDONESIA , ATAU
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
YANG TIDAK MENJALANKAN USAHA PASPOR
ATAU PEKERJAAN BEBAS, YANG
MEMPEROLEH PENGHASILAN
BAGI ORANG ASING
DIATAS PENGHASILAN TIDAK KENA
PAJAK;
WAJIBPAJAK ORANG PRIBADI
LAINNYA.

NB:
WANITA KAWIN YG INGIN MELAKSANAKAN
KEWAJIBAN PERPAJAKAN SENDIRI DAPAT
MEMILIKI NPWP ATAS NAMANYA
Tempat Pendaftaran NPWP
• KPP YANG WILAYAH KERJANYA
MELIPUTI TEMPAT TINGGAL ATAU
TEMPAT KEDUDUKAN WP YBS.

• DALAM HAL KEGIATAN USAHA DI


BEBERAPA TEMPAT, JUGA WAJIB
MENDAFTARKAN DIRI KE KPP
YANG WILAYAH KERJANYA
MELIPUTI TEMPAT-TEMPAT
KEGIATAN USAHA WP;

• DALAM HAL TEMPAT TINGGAL


ATAU TEMPAT KEDUDUKAN WP
BERADA DALAM DUA ATAU LEBIH
WILAYAH KERJA KPP, DIREKTUR
JENDERAL PAJAK DAPAT
MENETAPKAN KPP TEMPAT WP
TERDAFTAR.
Tempat pendaftaran WP
tertentu
 KPP BUMN
 KPP PMA I-VI
 KPP Badora I-II
 KPP PMB
 KPP WP Besar I-II
MELAPORKAN USAHANYA

adalah KEWAJIBAN
bagi setiap PENGUSAHA KENA PAJAK

Yaitu:
PENGUSAHA yang menyerahkan
Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak berdasarkan UU PPN 1984
KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU
PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(Pasal 2 angka 2 UU KUP)
orang pribadi atau badan dalam Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
bentuk apa pun yang dalam Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
kegiatan usaha atau Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
pekerjaannya menghasilkan Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
barang, mengimpor barang, perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil
mengekspor barang, melakukan yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
usaha perdagangan, Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang
memanfaatkan barang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
berwujud dari luar daerah Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU PPN)
pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
luar daerah pabean. penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran
(Pasal 1 angka 4 UU KUP) bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari
Rp4800.000.000 (<4.8M)
JANGKA WAKTU PENDAFTARAN DIRI
WAJIB PAJAK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008

BADAN wajib mendaftarkan diri


kepadanya
diberikan
Orang pribadi yang
paling lama 1 (satu) bulan setelah NPWP
menjalankan
saat usaha mulai dijalankan
usaha atau
pekerjaan bebas saat pendirian, atau saat
usaha atau pekerjaan bebas
nyata-nyata dimulai

Pekerjaan bebas : pekerjaan yg dilakukan oleh orang pribadi yg mempunyai keahlian khusus sebagai
usaha untuk memperoleh penghasilan yg tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Orang pribadi yg tidak
menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, apabila kepadanya
wajib mendaftarkan diri diberikan
jumlah penghasilannya s/d
suatu bulan yg paling lama pada akhir bulan NPWP
disetahunkan telah berikutnya
melebihi PTKP setahun
CONTOH
Udin bersama rekan-rekannya bermaksud mendirikan sebuah Yayasan
di bidang pendidikan. Akte pendirian dibuat dihadapan Notaris pada
tanggal 20 Mei 2014 dengan nama Yayasan Bhakti Utama. Kegiatan
usaha baru benar benar dilaksanakan secara aktif pada 1 November
2014.

Yayasan Bhakti Utama wajib mendaftarkan diri paling lama 1


(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara
saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.

Saat usaha mulai dijalankan Yayasan Bhakti Utama adalah tanggal


20 Mei 2014
Yayasan Bhakti Utama wajib mendaftarkan diri paling lama tanggal
20 Juni 2014.
CONTOH
Udin, seorang bujangan (TK/-) mulai bekerja pada tanggal 1 April
2014 sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta nasional
dengan penghasilan neto sebulan sebesar Rp3.500.000,00.

Karena Udin belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan


maka PTKP setahun adalah Rp24.300.000.000,00.
Asumsi penghasilan neto Udin tetap, maka pada bulan ke-8 (november
2014) penghasilan neto Udin adalah Rp.28.000.000,00 telah melebihi
PTKP.

Udin wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya
setelah bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
PTKP setahun,
yaitu paling lambat akhir bulan Desember 2014.
JANGKA WAKTU PELAPORAN USAHA
WAJIB PAJAK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008

BADAN wajib melaporkan


Sebagai usahanya untuk
Orang pribadi PENGUSAHA yang
yang dikukuhkan sebagai PKP
menyerahkan sebelum melakukan
menjalankan BKP/JKP
usaha atau penyerahan BKP dan/
pekerjaan bebas atau JKP

memilih sebagai PKP sampai


wajib melaporkan
PENGUSAHA dengan suatu bulan dalam
usahanya untuk
KECIL suatu tahun buku OMSET
dikukuhkan sebagai PKP
BKP &/ JKP> batasan yang
paling lama akhir bulan
ditentukan sebagai
berikutnya
Pengusaha Kecil
Contoh
PT Yupiter adalah pedagang besar komputer. Akte pendirian dibuat
dihadapan Notaris pada tanggal 10 Mei 2014. Usaha mulai aktif dijalankan
yaitu dengan mulai menjual komputer pada tanggal 1 Juni 2014.

PT Yupiter adalah Wajib Pajak badan dan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat 10 Juni 2014.
PT Yupiter adalah PENGUSAHA, karena dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan usaha perdagangan.
PT Yupiter adalah PENGUSAHA KENA PAJAK karena yang diserahkan adalah
komputer yang merupakan Barang Kena Pajak

PT Yupiter wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan BKP, yaitu
sebelum tanggal 1 Juni 2014 (bersamaan dengan kewajiban
mendaftarkan diri).
NPWP dan PKP JABATAN
Pasal 2 angka 4 UU KUP

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib


Pajak dan atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak
secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan
atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan
usahanya.

Dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh


atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata orang pribadi atau
badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban Perpajakan untuk NPWP dan PKP JABATAN
Pasal 2 angka 4a UU KUP
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang
dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat Wajib
Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum
diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib


Pajak secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib
Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan terhitung sejak tahun 2003, kewajiban
perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2003.

Terhadap kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat NPWP dan pengukuhan PKP secara
jabatan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
(Pasal 13 ayat 2 UU KUP)
UU CIPTA KERJA
POKOK Pasal 13 ayat (2) &
PASAL
PERUBAHAN ayat (2a) 113
*) Besaran sanksi administrasi
berupa bunga per bulan
mengacu kepada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan dan yang
berlaku pada tanggal
PAJAK TARIF dimulainya penghitungan sanksi
BUNGA JUMLAH
SANKSI = KURANG X PER
X BULAN **
dibagi 12, ditambah uplift
factor sesuai tingkat kesalahan
BAYAR
BULAN * Wajib Pajak.

**) maksimal 24 bulan.

Suku bunga Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:


+ 15%
acuan
Tarif bunga Sanksi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
per bulan =
12
Pengembalian Pajak Masukan (PM) dari PKP yang tidak
berproduksi.

Aturan sebelumnya

Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan dengan tarif tetap sebesar
2%.
UU CIPTA KERJA

PASAL 113

POKOK PERUBAHAN Pasal 14 ayat (1) huruf d & huruf e, dan Pasal 14 ayat (4)

Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagaimana berikut:


pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau terlambat membuat faktur pajak;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi Faktur Pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) & ayat (6) UU
PPN 1984 dan perubahannya, selain identitas pembeli BKP atau penerima JKP
serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b & huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya dalam hal penyerahan
dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak.
Aturan sebelumnya
Sanksi PKP terlambat membuat Faktur Pajak atau tidak mengisi Faktur
Pajak dengan lengkap, berupa denda sebesar 2% Dasar Pengenaan
Pajak.
TEMPAT MENDAFTARKAN DIRI
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi

tempat kedudukan Wajib Pajak tempat kegiatan usaha apabila WP


badan/ tempat tinggal WP orang OP melakukan kegiatan usaha/
pribadi kantor cabang

Untuk kewajiban perpajakan: Untuk kewajiban perpajakan:


- PPh badan/PPh Orang Pribadi - PPh Pot Put
(PPh Pasal 25 dan 29) - PPN dan PPnBM
- PPh Pot Put
- PPN dan PPnBM
Kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM
terutang dapat dilakukan secara terpusat (sentralisasi) apabila memenuhi
persyaratan tertentu. Sedangkan untuk PPh Pasal 21 dan Pasal 26 tidak
dapat dilakukan pemusatan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak
terutang. (SE-23/PJ.43/2000)
TEMPAT MENDAFTARKAN DIRI
Bagi WP OP yang berstatus sebagai karyawan

Di KPP Domisili Melalui KPP Lokasi

Diproses sesuai ketentuan yang KPP yang wilayah kerjanya meliputi


berlaku. tempat kegiatan usaha Pemberi
Kerja/Bendaharawan Pemerintah
terdaftar.

KPP lokasi mengirimkan permohonan


pendaftaran ke KPP Domisili.

NPWP diberikan oleh KPP Domisili.

Kep-338/PJ/2001
TEMPAT PELAPORAN KEGIATAN USAHA

pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang


wilayah kerjanya meliputi

tempat kegiatan Ditetapkan oleh


usaha Wajib Pajak Dirjen Pajak

PKP tertentu
BUMN;
PMA tertentu;
BUT dan orang asing tertentu;
perusahaan masuk bursa tertentu;

perusahaan besar tertentu.


Per Dirjen Pajak Nomor PER-9/PJ/2008
Kapan direspon?
Berkas diterima lengkap

Pendaftaran NPWP Pengukuhan PKP

Paling lambat Paling lambat 3


hari kerja berikutnya hari kerja berikutnya

Surat Surat
Kartu
Keterangan Pengukuhan
NPWP
Terdaftar PKP
PENGHAPUSAN NPWP
Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan dalam hal

Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan

Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan


Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak
sudah selesai dibagi
Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya
sebagai bentuk usaha tetap
Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi
sebagai Wajib Pajak

Kep-161/PJ./2001
PENGHAPUSAN NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:

a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP dan/atau ahli warisnya


apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b. WP badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c. WP bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari
WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 2 angka 6 UU KUP)

Termasuk wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan


keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan untuk WP orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP badan, sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(Pasal 2 angka 7 UU KUP)
PENCABUTAN PKP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(Pasal 2 angka 8 UU KUP)

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus


memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan
diterima secara lengkap.
(Pasal 2 angka 9 UU KUP)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008:


> PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak lain;
> Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan
bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas
jumlah peredaran dan/atau penerimaan brruto untuk
Pengusaha Kecil
Penghapusan NPWP/PKP
P.L 6 bulan
Permohonan untuk WP OP
Penghapusan
NPWP
P.L 12 bulan
untuk WP Badan
Pemeriksaan
oleh DJP

Permohonan
Pencabutan Paling lambat
PKP 6 bulan

atau

Penghapusan NPWP/PKP
Dapat dilakukan secara jabatan
SANKSI
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP

menimbulkan kerugian pada


pendapatan negara

denda 2 – 4 kali jumlah


pidana penjara
pajak terutang yang tidak
6 bulan - 6 tahun atau kurang dibayar
*Berdasarkan Pasal 39 UUKUP
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK
SELAIN MENDAFTARKAN DIRI UNTUK
MEMILIKI NPWP, APA?

3M
Menghitung
Membayar Pajak yang
terutang
Melapor
II

MEMBAYAR PAJAK
MEMBAYAR DAN MENYETOR PAJAK
YANG TERUTANG

adalah KEWAJIBAN

bagi setiap WAJIB PAJAK

dengan menggunakan Surat Setoran Pajak


ke kas negara
SARANA PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK

Surat Setoran Pajak (SSP)


adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
(Pasal 1 angka 14 UU KUP)

Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti


pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
(Pasal 10 ayat 1a UU KUP)
JATUH TEMPO PEMBAYARAN PAJAK
1 Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak
yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling
lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
(Pasal 9 ayat 1 UU KUP)

2Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan


Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan
disampaikan. (Pasal 9 ayat 2 UU KUP)
3 Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan,
Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan. (Pasal 9 ayat 3 UU KUP)
Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.(Pasal 9 ayat 3a UU KUP)

Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat memberikan persetujuan


untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 9
ayat 4 UU KUP)
Pembayaran pajak yang dapat
dilakukan dengan cara
mengangsur atau menunda
pembayaran adalah atas:

pajak yang masih harus dibayar


dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SK
Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang terutang bertambah; dan
PPh Pasal 29.

Wajib Pajak terlebih dahulu mengajukan


permohonan secara tertulis untuk mengangsur
atau menunda pembayaran pajak kepada
Direktur Jenderal Pajak;
Sanksi administrasi untuk keterlambatan pembayaran/
penyetoran pajak terutang pada suatu masa pajak
Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 9 ayat 2a UU KUP)

Contoh:
Angsuran masa PPh Pasal 25 Tahun 2008 sejumlah Rp10juta per bulan.
Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan
dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat
Tagihan Pajak.
Sanksi bunga dalam STP dihitung 1 (satu) bulan = 1x 2% x
Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
UU CIPTA KERJA
POKOK Pasal 8 ayat (2) &
PERUBAHAN ayat (2a) Pasal 9 PASAL
ayat (2a) & ayat (2b)
Pasal 14 ayat (3)
113
*) Besaran sanksi administrasi berupa bunga
per bulan mengacu kepada suku bunga
acuan yang ditetapkan oleh Menteri
PAJAK TARIF Keuangan dan yang berlaku pada tanggal
BUNGA JUMLAH
SANKSI = X X
dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12,
KURAN ditambah uplift factor sesuai tingkat
PER BULAN ** kesalahan Wajib Pajak.
G
BULAN *
BAYA **) maksimal 24 bulan.

R
Suku bunga
Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas:
acuan + 5%
Tarif bunga Kurang Bayar Pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa;
per bulan =
12 Pembayaran/penyetoran pajak yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau
jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan;
PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar atau
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung.
Aturan sebelumnya

Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan dengan tarif tetap sebesar
2%.
Sanksi administrasi karena pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
tidak/kurang dibayar

Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan
tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai
dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya
Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 19 ayat 1 UU KUP)
CONTOH
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008,
dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran
sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp6.000.000,00.

Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan
sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan =Rp 6.000.000,00 (-)
Kurang dibayar =Rp 4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00) =Rp80.000,00

Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut,
Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan
pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi
administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan =Rp10.000.000,00 (-)
Kurang dibayar =Rp 0,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00) =Rp200.000,00
Sanksi pidana tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang


telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(Pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP)

Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1


(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(Pasal 39 ayat 2 UU KUP)
III

MELAPORKAN PAJAK SPT


(SURAT PEMBERITAHUAN)
MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT

adalah KEWAJIBAN
bagi setiap WAJIB PAJAK

surat yang oleh Wajib Pajak digunakan


untuk MELAPORKAN penghitungan dan atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak dan/atau harta dan
kewajiban, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
SPT Definisi SPT

surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan


dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 11 UU KUP)

SPT Masa SPT Tahunan


yaitu Surat Pemberitahuan untuk yaitu Surat Pemberitahuan
suatu Masa Pajak, terdiri dari: untuk suatu Tahun Pajak atau
bagian Tahun Pajak meliputi:
PPh Pasal 21 dan Pasal 26
PPh Pasal 22 -SPT Tahunan PPh WP Badan
PPh Pasal 23 dan Pasal 26 (SPT 1771 dan SPT 1771$)
PPh Pasal 25 -SPT Tahunan PPh WP Orang
PPh Pasal 4 ayat 2 Pribadi (SPT 1770, 1770S
PPh Pasal 15 dan 1770SS)
PPN (Form 1111) -SPT Tahunan Pembetulan
PPN bagi Pemungut (Form
1111 PUT)
SPT Penandatangan SPT
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya.{Pasal 4 ayat (1) UU tentang KUP}
Surat Pemberitahuan WP Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa
badan harus ditandatangani dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
oleh pengurus atau menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa
direksi. (Pasal 4 ayat 2 UU khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat
KUP) Pemberitahuan. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP)

yaitu yang tercantum harus memenuhi syarat sbb: (PMK:22/PMK.03/2008)


namanya dalam -memiliki NPWP;
susunan pengurus -telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir;
yang tertera dalam -menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; dan
akte pendirian maupun -memiliki Surat Kuasa Khusus dari WP yang memberi kuasa dengan
akte perubahan format terlampir.

Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat brevet atau
ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yg diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta
dg status terakreditasi A, sekurang-kurangnya DIII;
Dalam hal konsultan pajak dibuktikan dg kepemilikan Surat Izin Praktik yg diterbitkan Dirjen Pajak dan
dilengkapi dg Surat Pernyataan sbg Konsultan Pajak.
{Pasal 3 ayat (7) UU
SPT DIANGGAP TIDAK DISAMPAIKAN KUP}
Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:

a Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani;


b Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan
dan/atau dokumen sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan ;
SPT Tahunan Pajak PPh WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan
untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. (Ps. 4 angka 4 UU KUP)
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT
dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 angka
4b UU KUP}
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Ps. 4 angka 3
UU KUP)
c Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan
setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur
secara tertulis; atau

d Suratpemeriksaan
Pemberitahuan disampaikan setelah
atau menerbitkan surat
Dirjen Pajak melakukan
ketetapan pajak.
Penjelasan: SPT yang dianggap tidak disampaikan tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
SPT CARA PENYAMPAIAN SPT

Disampaikan Secara diberi bukti penerimaan oleh


langsung petugas yang ditunjuk

Disampaikan melalui tanda bukti bukti


pos tercatat pengiriman surat

Disampaikan melalui
tanda bukti bukti
jasa ekspedisi atau
pengiriman surat
jasa kurir

e-Filing melalui ASP


(Penyedia Jasa kepada WP diberikan Bukti
Aplikasi) Penerimaan Elektronik

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007


BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT
{Pasal 3 ayat 3 UU KUP}
untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh)
hari setelah akhir Masa Pajak;
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah
akhir Tahun Pajak; atau
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan
Masa. (Pasal 3 ayat 3a)

antara lain WP usaha kecil dapat WP dengan


a. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 untuk beberapa kriteria tertentu
Masa Pajak sekaligus dgn syarat pembayaran seluruh dan tata cara
pajak yg wajib dilunasi menurut SPT Masa tsb pelaporannya
dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak
yang terakhir; dan/atau diatur dengan
b. menyampaikan SPT Masa selain huruf a untuk atau berdasarkan
beberapa Masa Pajak sekaligus dgn syarat Peraturan Menteri
pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak Keuangan.
dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak ybs.
SPT Sanksi karena tidak memenuhi kewajiban penyampaian SPT
ADMISNISTRASI PIDANA
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka Setiap orang yg karena kealpaannya: a. tidak
waktunya atau batas waktu perpanjangan menyampaikan SPT; atau b. menyampaikan SPT, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
penyampaian SPT, dikenai sanksi
keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat
administrasi berupa denda sebesar menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN, perbuatan tsb merupakan perbuatan setelah perbuatan yg
Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya, dan pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
sebesar Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak
PPh WP badan serta sebesar Rp100.000,00 atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak
untuk SPT Tahunan PPh WP orang pribadi. terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana
(Pasal 7 UU KUP) kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.
(Pasal 38 UU KUP)
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka
waktunya dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan pada waktunya Setiap orang yg dgn sengaja: c. tidak menyampaikan SPT;
sebagaimana ditentukan dalam Surat d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yg isinya tidak
Teguran; maka jumlah pajak yang kurang benar atau tidak lengkap; sehingga dapat menimbulkan
dibayar/disetor ditagih dengan SKPKB kerugian pada pendapatan negara dipidana dgn pidana
ditambah sanksi administrasi berupa penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan
denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak
kenaikan sebesar 50% untuk PPh, 100% atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak
untuk PPh PotPut, 100% untuk PPN dan terutang yg tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 UU KUP)
PPnBM. (Pasal 13 ayat 3 UU KUP)
YANG TIDAK DIKENAI SANKSI ADMINISTRASI
BERUPA DENDA KARENA TIDAK MEMENUHI
KEWAJIBAN PENYAMPAIAN SPT (Pasal 7 ayat 2 UU KUP)
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dikenakan sanksi
administrasi berupa denda Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00
untuk SPT Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh
WP badan serta sebesar Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP orang
pribadi. (Pasal 7 UU KUP Perubahan)

tidak dilakukan terhadap


a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga
negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
SPT
Hak WP berkaitan dengan
penyampaian SPT

1 Memperpanjang jangka waktu


penyampaian SPT;
(Pasal 3 ayat 4 UU KUP)

2 Membetulkan SPT;
(Pasal 8 ayat 1 dan ayat 6 UU KUP)

3 Mengungkapkan ketidakbenaran
pengisian SPT;
(Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4 UU KUP)
SPT Memperpanjang Jangka Waktu
Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(Pasal 3 ayat (4) UU KUP)
Apabila WP baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan SPT dalam
jangka waktunya karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan
laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu
penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, WP dapat
memperpanjang penyampaian SPT Tahunan PPh dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan pemberitahuan secara
elektronik kepada Dirjen Pajak.
Pemberitahuan harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang terutang
dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 3 ayat 5 UU KUP)
SPT
Akibat administratif penundaan penyampaian
SPT

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat


Pemberitahuan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak
yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak
tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan
huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran
tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 19 ayat 3 UU KUP)
CONTOH
PT ABC setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis
menunda jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
Tahun 2010 (Tahun Takwim) sampai dengan tanggal 30 Juni
2011 dengan perhitungan sementara pajak terutang
sebesar Rp100juta dan kredit pajak Rp80juta. Kekurangan
pajak (PPh Pasal 29) sebesar Rp20juta dilunasi pada
tanggal 25 April 2010.
PT ABC menyampaikan SPT sesungguhnya pada tanggal 30
Juni 2011 dengan jumlah pajak yang terutang sebesar
Rp120juta. Kekurangan pembayaran dilunasi tanggal 28
Juni 2011.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenakan bunga


sebesar:
2% x 2 x Rp20.000.000,00 = Rp800.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2011 – 28 Juni 2011
= 2 bulan.
Membetulkan SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum melakukan tindakan pemeriksaan.
(Pasal 8 ayat 1 UU KUP Perubahan)
Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar,
pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama
2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.
(Pasal 8 ayat 1a UU KUP Perubahan)

pada saat Surat Pasal 13 angka (1) “Dalam


Pemberitahuan Pemeriksaan jangka waktu 5 (lima) tahun
Pajak disampaikan kepada setelah saat terutangnya pajak
Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau berakhirnya Masa Pajak,
pegawai, atau anggota bagian Tahun Pajak, atau Tahun
keluarga yang telah dewasa Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dari Wajib Pajak. dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar…”
Akibat administratif pembetulan SPT Tahunan
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 8 ayat 2 UU KUP)

CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2008 pada
tanggal 20 Februari 2010, yang semula menyatakan jumlah pajak
terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta,
dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rp130juta
dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 Februari 2010.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2009 – 20 Februari
2010 = 10 bulan.
Akibat administratif pembetulan SPT Masa
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. (Pasal 8 ayat 2a UU KUP)

CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Masa PPN Masa Januari 2008 pada
tanggal 20 November 2008, yang semula menyatakan jumlah Pajak
Keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp100juta dan
kredit pajak Rp80juta, dibetulkan seharusnya jumlah Pajak
Keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp130juta dan
kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 November 2008.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 16 Februari 2008 – 18
November 2008 = 10 bulan.
Membetulkan SPT Tahunan karena
kompensasi kerugian (Pasal 8 ayat 6 UU KUP)
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan
yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat
ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak
sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan
rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan
pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.

Dalam hal WP membetulkan SPT lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan atau
WP tidak mengajukan pembetulan sebagai akibat adanya surat ketetapan pajak, SK
Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak
sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda
dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan PPh, Dirjen Pajak akan
memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban perpajakan WP.
Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum


dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran
yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak
akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan
sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa
denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak
yang kurang dibayar.
{Pasal 8 angka 3 UU KUP}

”Setiap orang yang karena kealpaannya:


a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar ...”
PASA
L
113
Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan


syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam
laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat
mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih
kecil; b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau
lebih besar; c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau d.
jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan
tetap dilanjutkan.

(Pasal 8 ayat 4 UU KUP)

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
tersendiri dimaksud disampaikan.
(Pasal 8 ayat 5 UU KUP)
WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI
KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT


Masa PPh Pasal 25.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau


melakukan pekerjaan bebas.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT


Tahunan PPh maupun SPT Masa PPh Pasal 25.

WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak


menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam UU PPh.

PMK NO.183/PMK.03/2007
IV

MENYELENGGARAKAN
PEMBUKUAN ATAU
PENCATATAN
Pembukuan
(Pasal 1 angka 29)
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur

data & informasi keuangan

harta kewajiban
ph & biaya modal

Pembukuan Jumlah Harga Perolehan & Penyerahan Barang/Jasa

laporan keuangan
neraca

laporan laba rugi


PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut .
(Pasal 1 angka 29 UU KUP)
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai
pajak yang bersifat final.
(Pasal 28 angka 9 UU KUP)
YANG WAJIB PEMBUKUAN
Pasal 28 angka 1 dan 2 UU KUP

Wajib Pajak Badan


Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali
yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
KETENTUAN MENGENAI PEMBUKUAN
Pasal 28 UU KUP
1 harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; ayat 3
2 harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan;ayat 4
3 diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas; ayat 5
4 Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;ayat 6
5 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;ayat 7

6 Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain


Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin
Menteri Keuangan; ayat 8
PRINSIP TAAT ASAS

prinsip yang sama digunakan dalam metode


pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya,
untuk mencegah penggeseran laba atau rugi

misalnya dalam penerapan : Stelsel pengakuan


penghasilan; Tahun buku; Metode penilaian
persediaan; Metode penyusutan dan amortisasi
STELSEL AKRUAL DAN STELSEL KAS

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan


penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada
waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.
Jadi tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan
kapan biaya itu dibayar tunai.

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya


didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang
dibayar secara tunai.
Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan,
bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu,
serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah
dibayar tunai dalam suatu periode tertentu.
Pembukuan dalam Mata Uang Asing dan
Rp
$
WP dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar AS:

WP dalam rangka WP dalam rangka


PMA Kontrak Karya

WP Kontraktor KKS Bentuk Usaha Tetap

Kontrak Investasi Kolektif (KIK)


WP yg mendaftarkan emisi sahamnya di bursa efek LN

WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri

*Berdasarkan PMK No. 196/PMK.03/2007


PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG
SELAIN RUPIAH (Per. Menkeu No: 196/PMK.03/2007)
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar AS oleh WP harus terlebih dahulu
mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi WP
dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama;
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat
permohonan kepada Kepala Kanwil, paling lambat 3 (tiga)
bulan:
 sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar AS tersebut dimulai; atau
 sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama.

Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan


keputusan atas permohonan dimaksud paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap;

Apabila jangka waktu tsb telah lewat dan belum ada keputusan
maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah
atas nama Menkeu menerbitkan keputusan pemberian izin.
Arti Pencatatan
(Pasal 28)

PENCATATAN

Terdiri atas peredaran atau


data yang penerimaan
dikumpulkan bruto dan/atau
secara teratur
ttg
ph bruto sbg

dasar untuk menghitung jumlah pajak yang


terutang, termasuk ph yang bukan objek pajak
dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final
(Bentuk dan tatacara Pencatatan diatur dgn PMK)
YANG TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI WAJIB
MENYELENGGARAKAN PENCATATAN
Pasal 28 angka 2 UU KUP)
1
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(Pasal 14 ayat 2 UU PPh)
Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat koma delapan milyar rupiah),
boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari
tahun pajak yang bersangkutan.

Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
2
pekerjaan bebas.
WP Orang Pribadi yang tidak memilih menyelenggarakan
pembukuan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas yang menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan
bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma


Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3
(tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan

Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto


yang disampaikan dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui
kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak Orang
Pribadi tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan jangka waktu tersebut dianggap
memilih menyelenggarakan pembukuan
SE-02/PJ.43/2001
Sanksi Menggunakan norma
perhitungan tanpa pemberitahuan

• Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar


50 persen dari Pajak penghasilan yang tidak
atau kurang dibayar .Pasal 3 ayat 2
KEP-536/PJ/2000
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
dikelompokkan menurut wilayah sbb :
1. 10(sepuluh) ibukota provinsi yaitu
Medan,Palembang ,Jakarta ,Bandung ,Semarang,Surabaya,Denpasar,
Manado,Makassar, dan Pontianak
2. Ibukota provinsi lainnya
3. Daerah lainnya Jenis Usaha
NO KODE 10 kota Kota Daerah
besar Provinsi Lain
lain
1 11000 Kelapa sawit 11.5 11 10
2 93213 Dokter 45 42.5 40
3 82910 Notaris 55 50 50
4 82920 Jasa Akuntansi 36 35 35
CONTOH: Pemakaian Norma Perhitungan
1. Seorang wajib pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran
bahan makanan di Jakarta (kode 62320=25%). Penjualan dalam satu
bulan diperkirakan Rp.15.000.000 .Ia menikah belum memiliki anak
.Berapa besar pajak terhutangnya apabila ybs menggunakan norma

• JAWAB
Peredaran bruto setahun 12 x Rp.15.000.000 = Rp.180.000.000
Penghasilan Neto Setahun = tarif norma x peredaran bruto
= 25 % x Rp.180.000.000
= Rp.45.000.000
PKP = Penghasilan Neto –PTKP = Rp.45.000.000 – Rp.26.325.000
= Rp.18.675.000
PPh terutang = Tarif PPh Ps 17 x PKP = 5% x Rp. 18.675.000
=Rp. 933.750
CONTOH: Pemakaian Norma Perhitungan

2. Wajib pajak A belum menikah adalah seorang dokter


dan bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki
pertanian kelapa sawit di Riau
• Peredaran usaha kelapa sawit (setahun) di Riau Rp.40.000.000
• Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun di Jakarta)
Rp.72.000.000
Berapakah pajak terhutangnya?Hitung dengan menggunakan
norma
KETENTUAN MENGENAI PENCATATAN
Pasal 28 UU KUP
1 harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
2
harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
3 Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai
dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final
PENYIMPANAN DOKUMEN
Pasal 28 angka 11 UU KUP

Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar


pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi on-
line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun
di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat
tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat
kedudukan Wajib Pajak badan.
Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku,
catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur
mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara
program aplikasi on-line harus dilakukan dengan
memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran
penyimpanan.
SANKSI BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
ADMINISTRASI PIDANA
apabila kewajiban sebagaimana Pasal 39 ayat 1 UU KUP
dimaksud dalam Pasal 28 Setiap orang yang dengan sengaja:
(Pembukuan) atau Pasal 29 f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
(Pemeriksaan) tidak dipenuhi, palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan
sehingga tidak dapat diketahui keadaan yg sebenarnya; g. tidak menyelenggarakan pembukuan
besarnya pajak yang terutang atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan
buku, catatan, atau dokumen lainnya; h. tidak menyimpan buku,
berupa kenaikan sebesar :50 % catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
dari PPh yang tidak atau kurang pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari
dibayar;100 % dari PPh yang tidak pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan
atau kurang dipotong, tidak atau secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud
kurang dipungut, tidak atau kurang dalam Pasal 28 ayat (11);
disetorkan, dan dipotong atau sehingga dapat menimbulkan kerugian pd pendapatan negara
dipungut tetapi tidak atau kurang
disetorkan;100 % dari PPN dan
PPnBM yang tidak atau kurang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
dibayar paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
Pasal 13 (1) d jo Pasal 13 (3) dibayar.
UU KUP
V

PENETAPAN DAN
KETETAPAN SKP & STP
PENETAPAN
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
(Pasal 12 ayat 1 UU KUP)

Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat


Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib
Pajak adalah jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 12 ayat 2 UU KUP)
PENETAPAN
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan yang
diperoleh selama tahun 2008 dan kredit pajaknya dalam SPT PPh badan
Tahun 2008, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto: Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00

jumlah pajak yang Pembayaran oleh WP tanpa didahului


terutang sesuai dengan surat ketetapan pajak, yaitu
dengan ketentuan melalui pemotongan/pemungutan pihak
peraturan ketiga dan dibayar sendiri.
perundang-undangan
perpajakan
KETETAPAN
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan
bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
(Pasal 12 ayat 3 UU KUP)

KETETAPAN Berdasarkan hasil


pemeriksaan atau
keterangan lain
Surat
Ketetapan
Pajak
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan yang
diperoleh selama tahun 2008 dan kredit pajaknya dalam SPT PPh badan
Tahun 2008, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto: Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa pajak yang


dihitung dan dilaporkan PT XYZ dalam SPT PPh Tahun 2008
tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata
melebihi yang sebenarnya sehingga PPh terutang kurang
dilaporkan.
maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya Surat
pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut Ketetapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak
SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah surat


ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan,
Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
(Pasal 1 angka 15 UU KUP)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
(Pasal 1 angka 16 UU KUP)

JUMLAH POKOK PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp 6.000.000,00
JUMLAH KEKURANGAN PEMBAYARAN POKOK PAJAK Rp 4.000.000,00
BESARNYA SANKSI ADMINISTRASI Rp 2.000.000,00
JUMLAH PAJAK YANG MASIH HARUS DIBAYAR Rp 6.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) UU KUP
Dalam jangka waktu 5 (lima tahun) setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut :

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada
waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM
ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai
tarif 0 % (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi,
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yg terutang.
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(4a).
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf a
UU KUP
a apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. {Pasal 13 (2) UU KUP}
Contoh: SPT PPh badan Tahun 2008 (Tahun Takwim) dilakukan
pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 20 Desember 2009.

Berakhirnya Terbit
tahun pajak SKPKB

31/12/08 1/1/09 12 bulan 20/12/09


Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto
seharusnya adalah Rp1.100.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp312.500.000,00.
Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00
DJP
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp282.500.000,00
SKPKB
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
tanggal 10
Oktober Sanksi administrasi (bunga 10 bulan) Rp 6.000.000,00
2009
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 36.000.000,00
Pasal 13 (1) huruf b
PENERBITAN SKPKB UU KUP
b apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran;
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong
atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT ABC adalah WP badan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sampai
dengan tanggal 30 April 2009, PT ABC belum menyampaikan SPT Tahunan
PPh badan tahun 2008. Oleh KPP diterbitkan Surat Teguran pd tgl 20 Mei
2009 agar menyampaikan SPT dimaksud paling lambat tgl 3 Juni 2009. PT
ABC baru menyampaikan SPT tersebut tgl 5 Juni 2009, dengan perincian sbb:
Rugi (Rp200.000.000,00)
PPh terutang Rp --
Kredit Pajak Rp --
Pajak yang kurang dibayar Rp --
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan ternyata menunjukan laba neto
sebesar Rp100juta sehingga PPh terutang seharusnya adalah
Rp12.500.000,00.

DJP Jumlah Pokok Pajak Rp12.500.000,00


menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp --
SKPKB
tanggal 10 Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp12.500.000,00
Desember Sanksi administrasi (50%) Rp 6.250.000,00
2009
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp18.750.000,00
Pasal 13 (1) huruf c
PENERBITAN SKPKB UU KUP
c apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0 % (nol persen);

Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :… c. 100 % (seratus
persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT PQR adalah pabrikan tekstil yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, melaporkan SPT Masa PPN Desember 2008 dengan rincian sbb:
Pajak Keluaran Rp200.000.000,00
Pajak Masukan Rp230.000.000,00
Kurang/(Lebih) bayar (Rp30.000.000,00)
Atas kelebihan tersebut dikompensasikan ke Masa Januari 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Pajak Keluaran adalah sebesar
Rp220juta sehingga terdapat jumlah yang tidak seharusnya dikompensasi,

DJP Jumlah Pokok Pajak Rp220.000.000,00


menerbitkan Jumlah Kredit Pajak (Rp230.000.000,00)
SKPKB
tanggal 10 Jumlah Lebih bayar (Rp10.000.000,00)
Desember Dikompensasikan ke Masa Jan’09 Rp 30.000.000,00
2009
Jumlah kekurangan Pokok Pajak Rp 20.000.000,00
Sanksi adm. Pasal 13 (3) c (100%) Rp 20.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 40.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf d
UU KUP
d
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Ketentuan mengenai Kewajiban WP ketika dilakukan
PEMBUKUAN pemeriksaan
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong
atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
c. 100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.
Apabila ketika dilakukan pemeriksaan ternyata PT XYZ tidak meminjamkan
buku2, catatan2 serta dokumen yang menjadi dasar pengisian SPT sehingga pajak
terutang tidak dapat dihitung. Berdasarkan data yang ada DJP menetapkan
Penghasilan Neto sebesar Rp1,1milyar.
DJP Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp282.500.000,00
SKPKB
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
tanggal 10
Oktober Sanksi adm. Pasal 13 (3) huruf a (50%) Rp 15.000.000,00
2009 Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 45.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf e
UU KUP
eapabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 %
(dua persen) per bulan paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

{Pasal 13 (2) UU KUP}


Contoh
CV PQR adalah pengusaha di bidang perdagangan barang elektronik yang mulai berusaha
sejak awal Januari 2007, tetapi belum mendaftarkan diri sampai dengan tanggal 10 Oktober
2009 ketika Dirjen Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan. Berdasarkan data yang ada,
diperoleh penghasilan neto selama tahun 2007 adalah sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 0,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 282.500.000,00
Atas kekurangan pembayaran PPh badan tahun 2007 sebagai akibat
penerbitan NPWP secara jabatan, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB.
Misalkan diterbitkan tgl 10 Oktober 2009 maka SKPKB tersebut adalah sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp282.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 0,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp282.500.000,00
Sanksi administrasi (bunga 22 bulan) Rp124.300.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp406.800.000,00
DALUWARSA PENERBITAN SKPKB Pasal 13 UU KUP

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah


saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar…”
(4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak
dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak,
tidak diterbitkan surat ketetapan pajak.

(5) Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % dari jumlah pajak yg tidak atau
kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana
karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya
yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
contoh

31/12 1/1/ 31/12 1/1/


/2008 2009 /2013 2014

Saat
terutang PPh
badan tahun SKPKB tetap dapat
jangka waktu 5 diterbitkan apabila WP
pajak 2008
dengan
(lima) tahun Dirjen melakukan tindak pidana
tahun Pajak dapat yang menimbulkan
takwim menerbitkan SKPKB kerugian negara
berdasarkan putusan
hakim
dengan
sanksi adm.
bunga 48%
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah


surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.
(Pasal 1 angka 17 UU KUP)

JUMLAH PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH PAJAK YANG TELAH DITETAPKAN Rp 6.000.000,00
TAMBAHAN JUMLAH PAJAK Rp 4.000.000,00
BESARNYA SANKSI ADMINISTRASI Rp 4.000.000,00
TAMBAHAN JUMLAH PAJAK YANG MASIH
HARUS DIBAYAR Rp 8.000.000,00
PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP

ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.
Apabila skp terdahulu terbit
termasuk data sudah pernah
berdasarkan pemeriksaan maka
baru adalah diterbitkan
dilakukan pemeriksaan ulang. Apabila
data yang surat
skp terbit berdasarkan keterangan lain
semula belum ketetapan
maka dilakukan pemeriksaan, bukan
terungkap pajak
pemeriksaan ulang
DATA BARU
Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan
mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung
besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak
belum diberitahukan pada waktu
penetapan semula, baik dalam Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun
dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada
waktu pemeriksaan.
(Penjelasan Pasal 15 UU KUP)
DATA BARU
(Penjelasan Pasal 15 UU KUP)
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang
semula belum terungkap, yaitu data yang:
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta
lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat
menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau
mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin
menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang
terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian
data yang semula belum terungkap.
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis adanya
biaya iklan Rp10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut
terdiri dari Rp5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan
Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah.

Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak


mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus
tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa
sumbangan atau hadiah, sehingga pajak yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar, maka data mengenai
pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut
adalah tergolong data yang semula belum terungkap.
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan
pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan
perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada
saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti
kebenaran pengelompokan dimaksud.
Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan,
misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud
bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke dalam kelompok 2.

Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak


tidak mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak
dilakukan koreksi atas kesalahan pengelompokan harta
tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar. Apabila kemudian
diketahui adanya kesalahan, maka data pengelompokan
harta tersebut adalah data yang semula belum
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari
Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha
Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur Pajak. Barang-barang tersebut
sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usahanya dan sebagian yang lain tidak mempunyai
hubungan langsung. Seluruh Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai
Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena
Pajak tidak mengungkapkan perincian penggunaan barang
tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi
atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut, dan sebagai
akibatnya PPN yang terutang tidak dapat dihitung
secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya
data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan
Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan
tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP

ayat 2
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
ayat 3
Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan
apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu
diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis
dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri, dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan.
Contoh
Terhadap SPT PPh Pasal 23 Masa Desember 2008 a/n PT FGH telah
dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 10 Oktober 2009
dengan perincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp100.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 90.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 10.000.000,00
Sanksi adm. bunga Pasal 13 (2) Rp 2.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 12.000.000,00
Pada bulan Mei 2010 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 23 yang
belum dipotong oleh PT FGH dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa
Desember 2008 dengan jumlah pokok pajak Rp20juta. Sehingga
seharusnya jumlah pokok pajak pada Masa Des’08 adalah Rp120juta.
DJP Jumlah Pajak Rp120.000.000,00
menerbitkan Jumlah Pajak yang telah ditetapkan Rp100.000.000,00
SKPKBT Tambahan Jumlah Pajak Rp
20.000.000,00
tanggal 25
Mei 2010 Besarnya sanksi administrasi (100%) Rp 20.000.000,00
Tambahan jumlah pajak yang
DALUWARSA PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.

ayat 4
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
contoh

31/12 1/1/ 31/12 1/1/


/2008 2009 /2013 2014

Saat
terutang PPh
badan tahun SKPKBT tetap dapat
jangka waktu 5 (lima) tahun
pajak 2008 diterbitkan apabila WP
Dirjen Pajak dapat
dengan melakukan tindak pidana
menerbitkan SKPKBT setelah
tahun yang menimbulkan
dilakukan pemeriksaan apabila
takwim kerugian negara
atas PPh badan tahun pajak
berdasarkan putusan
2008 yang sudah diterbitkan
hakim
skp ditemukan data baru
dengan
sanksi adm.
bunga 48%
SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR
(SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah


surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya tidak terutang.
(Pasal 1 angka 19 UU KUP)

PAJAK YANG TERUTANG Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp16.000.000,00
JUMLAH KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Rp6.000.000,00
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
ayat 2
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal
Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran
pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
ayat 3
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan
lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar
jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak
yang telah ditetapkan.
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.

untuk PPh, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
untuk PPN, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh
Pemungut PPN tersebut
untuk PPnBM, jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.

SKPLB tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP yang
menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak. Apabila WP setelah menerima SKPLB dan menghendaki pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2).
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp 202.500.000,00)
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto
seharusnya adalah Rp900.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp252.500.000,00.

Pajak Yang Terutang Rp252.500.000,00


DJP
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak (Rp282.500.000,00)
SKPLB Jumlah Kelebihan Pembayaran Pajak (Rp 30.000.000,00)
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 2 Per. Menkeu No. 190/PMK.03/2007
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak,
setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam hal terjadi kesalahan Jangka waktu paling lama 3 bulan sejak surat
pemotongan atau pemungutan permohonan diterima
a. Terlalu besar dipotong/dipungut; b. Seharusnya tidak dipotong/tidak dipungut
dan pajak yang salah dipotong/dipungut tsb telah disetorkan dan dilaporkan, WP
yang melakukan pemotongan/pemungutan atau PKP yang melakukan pemungutan
tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipotong atau dipungut tsb.
PPh yang salah dipotong atau dipungut tsb dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak
yang dipotong/dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan.

PPN dan PPnBM yang salah dipungut tsb dapat diminta kembali oleh PKP yang
dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan atau belum
dibebankan sebagai biaya.

Pengembalian dapat dilakukan melalui WP/PKP yang memotong/memungut, dalam


hal: a) tidak memiliki NPWP; b) subjek pajak luar negeri; atau c) terdapat kesalahan
penerapan ketentuan oleh pemotong/pemungut.
SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan


pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama
besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak.
(Pasal 1 angka 18 UU KUP)

POKOK PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp10.000.000,00
PAJAK NIHIL Rp --

POKOK PAJAK Rp --
JUMLAH KREDIT PAJAK Rp --
PAJAK NIHIL Rp --
PENERBITAN SKPN Pasal 17A UU KUP

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan


pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau
tidak ada pembayaran pajak.

untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak sama


dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak;

untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak


sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

untuk PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan


jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang
dan tidak ada pembayaran pajak.
Contoh
PT JKL adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha industri garmen
menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun takwim) pada tgl 30 April
2009 yang menyatakan rugi, dengan perincian sbb:
Rugi Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp --
Kredit Pajak Rp --
Pajak yang kurang/(lebih) dibayar Rp Nihil

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata rugi neto seharusnya


adalah Rp400.000.000,00 dan PPh terutang tetap nihil.

DJP menerbitkan SKPN


Pokok Pajak Rp --
Jumlah Kredit Pajak Rp --
Pajak Nihil Rp --
SURAT TAGIHAN PAJAK
(STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat


untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
(Pasal 1 angka 20 UU KUP)

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum


yang sama dengan surat ketetapan pajak.
(Pasal 14 angka 2 UU KUP)
sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat
Paksa.
PENERBITAN STP Pasal 14 (1) UU KUP
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
b akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;

d pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak
e secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984
dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas
pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
f PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau

g PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan pajak

a Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang


dibayar;
b dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

serangkaian Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam


kegiatan yang STP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan untuk dan huruf b ditambah dengan sanksi
menilai kelengkapan administrasi berupa bunga
pengisian Surat
sebesar 2% (dua persen) per
Pemberitahuan dan
lampiran- bulan untuk paling lama 24 (dua
lampirannya puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
termasuk penilaian terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
tentang kebenaran bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
penulisan dan dengan diterbitkannya STP.
penghitungannya.
(Pasal 14 ayat (3) UU KUP)
Contoh
PPh Pasal 25 Tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh
tempo tiap tanggal 15. Bulan Juni 2008, dibayar tepat waktu sebesar
Rp40.000.000,00.

Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan kurang dibayar sebesar


Rp60juta.
Atas kekurangan PPh Pasal 25 tersebut diterbitkan
STP pada tanggal 18 September 2008 dengan
penghitungan sbb:

Kekurangan bayar PPh Pasal 25 bulan Juni 2008 Rp60.000.000,00


Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00 Rp 3.600.000,00
Jumlah yang harus dibayar Rp63.600.000,00

1 Juli 2008 – 18 September 2008 = 3 bulan


Contoh
SPT Tahunan PPh tahun 2008 (tahun takwim) yang
disampaikan pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan
penelitian ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan PPh kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00.

Atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP pada


tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sbb:

- Kekurangan bayar PPh Rp1.000.000,00


- Bunga = 6 x 2% x Rp1.000.000,00= Rp 120.000,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp1.120.000,00

1 Januari 2009 – 12 Juni 2009 = 6 bulan


PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi


berupa bunga
Pasal 8 ayat 2 KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yg
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;
Pasal 8 ayat 2a KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;
Pasal 9 ayat 2a KUP : pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam
suatu Masa Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo;
Pasal 9 ayat 2b KUP : pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang
terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Tahunan
Pasal 19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut
ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar;
Pasal 19 ayat 2 KUP: dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak;
Pasal 19 ayat 3 KUP: dalam hal WP menunda penyampaian SPT Tahunan yang
penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang.
Pasal 14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU
PPN 1984 dan perubahannya.
CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2008 pada
tanggal 20 Februari 2010, yang semula menyatakan jumlah pajak
terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta,
dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rp130juta
dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 Februari 2010.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sesuai dengan Pasal 8 ayat
2 UU KUP sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2009 – 20 Februari
2010 = 10 bulan.

DJP menerbitkan STP untuk


menagih sanksi administrasi
berupa bunga tersebut
PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi


berupa denda
Pasal 14 ayat 1 huruf d: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi
tidak tepat waktu;
Pasal 14 ayat 1 huruf e: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) UU PPN 1984 dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
Pasal 14 ayat 1 huruf f: PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
Terhadap Pengusaha atau PKP tsb, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan
Pajak. (Pasal 14 ayat 4 UU KUP)
Pasal 7 ayat 1 KUP yaitu sanksi administrasi berupa denda apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktunya;
Contoh
Pengusaha Kena Pajak A pada tanggal 30 Mei 2008 menyerahkan Barang
Kena Pajak dengan harga jual Rp10juta kepada Pengusaha Kena Pajak B.
Pelunasan dilakukan oleh A pada tanggal 2 Juli 2008 dan bersamaan dengan
itu PKP A menerbitkan Faktur Pajak Standar tertanggal 2 Juli 2008.

PKP A terlambat membuat Faktur Pajak Standar yang


seharusnya paling lambat tanggal 30 Juni 2008.

Apabila keterlambatan tersebut diketahui DJP misal


melalui pemeriksaan, maka PKP A dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% x DPP

DJP menerbitkan
STP

2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
Catatan PENERBITAN STP Pasal 14 (1) UU KUP

e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan
perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli
serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan
dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak tersebut
masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang
terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
(Pasal 14 ayat 5 UU KUP)
Catatan PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

Pasal 14 ayat 1 huruf g:


PKP yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari
tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 14 ayat 5 UU KUP)

Anda mungkin juga menyukai