Anda di halaman 1dari 60

MATERI PEMBEKALAN RELAWAN PAJAK 2021

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI


(PPH OP)

TAX CENTER UNDIKSHA


MATERI PPH OP

SUBYEK PAJAK OP

OBJEK PAJAK; PENGHASILAN

PTKP

MEKANISME DAN TARIF


SUBJEK PAJAK; PASAL 2 AYAT 1 UU PPH

• Yang Menjadi Subyek Pajak adalah: Kewajiban dimulai:

• Orang Pribadi dan warisan yang belum terbagi • Saat dilahirkan; 


sebagai satu kesatuan, menggantikan yang • Saat berada di Indonesia 
berhak; • atau bertempat tinggal di IndonesiaI. 
• Badan Berakhir

• Bentuk Usaha Tetap (BUT) • Saat meninggal;


• Saat meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
SUBYEK PAJAK ORANG PRIBADI

• Orang Pribadi sebagai subyek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia
ataupun di luar Indonesia, sedangkan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
merupakan subyek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris,
hal ini dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan
tersebut tetap dapat dilaksanakan
• Menurut pasal 2 UU PPh, subyek pajak orang pribadi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
• (1) Subyek pajak dalam negeri dan (2) Subyek pajak luar negeri
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI (SPDN) DAN SUBJEK
PAJAK LUAR NEGERI (SPLN) (SEBELUM
DIKELUARKANNYA OMBIBUS LAW)
• Orang pribadi :
•- Bertempat tinggal / berada di Indonesia lebih dari 183 hari
dalam 12 bulan; atau
SPDN •- dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia
• Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
• Warisan yang belum terbagi
• Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia / berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan
SPLN • Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia

yang menerima atau memperoleh penghasilan dari


yang menjalankan usaha atau kegiatan Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau
melalui BUT di Indonesia kegiatan melalui BUTdi Indonesia
SUBJEK PAJAK

WARISAN YANG BELUM


TERBAGI
• Harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal menjadi
subjek pajak dalam negeri sbg pengganti orang yang
meninggal (pewaris)

WARISAN
SUBJEK PAJAK
BENTUK
BENTUK USAHA
USAHA TETAP
TETAP
(BUT)
(BUT)
BENTUK USAHA YANG DIPERGUNAKAN OLEH

ORANG PRIBADI SEBAGAI BADAN SEBAGAI


SUBJEK PAJAK LUAR NEGERISUBJEK PAJAK LUAR NEGERI

UNTUK MENJALANKAN
USAHA ATAU KEGIATAN
DI INDONESIA
BENTUK USAHA TETAP (BUT) dapat berupa :

• Tempat kedudukan manajemen


• Cabang perusahaan
BUT • Kantor perwakilan
• Gedung kantor
• Pabrik
• Bengkel, Gudang, Ruang Promosi & Penjualan
• Pertambangan dan penggalian sumber alam,
• wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan
• Proyek konstruksi/instalasi/perakitan
• Pemberian jasa yang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan
• Agen yang kedudukannya tidak bebas
• Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi luar negeri yang menerima premi
atau menanggung resiko di Indonesia
• komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet
TIDAK TERMASUK SUBJEK PPh
1. Badan Perwakilan Negara Asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka sepanjang :
a. bukan WNI;
b. di Indonesia tidak menerima/ memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia,
serta negara ybs memberikan timbal balik

3. Organisasi International yang memenuhi persyaratan tertentu

4. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang memenuhi persyaratan tertentu

BUKAN SUBJEK PAJAK OP


Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan
UU NO.11 TAHUN 2020 (UU OMNIBUS LAW)
KLASTER KEMUDAHAN BERUSAHA: BIDANG PERPAJAKAN
LATIHAN KASUS
• Tentukan apakah nama-nama berikut termasuk SPDN atau SPLN atau Bukan SP
• Tn A seorang WNI tinggal di Batam, bekerja di Singapura, pulang pergi setiap hari 14 jam di Singapura dan
10 jam di Indonesia.
• Mr. B memiliki paspor China mendapat kontrak kerja sebagai pegawai RS Pertamina selama 5 bulan.
• Mr. C seorang Warga negara Belanda, duta khusus ILO yang tinggal di Jakarta selama bertahun-tahun.
• Mr. D seorang warga AS yang menikahi gadis Bali dan berniat tinggal di Bali dan buka usaha, namun belum
bekerja.
• Tn. E, WNI telah meninggal dunia memiliki harta berupa UD Jaya dan terbengkalai karena sengketa ahli
waris.
• Mr. F warga negara Prancis memperoleh deviden dari PT Telkom tbk
2. OBJEK PAJAK : PENGHASILAN

 Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang


diterima atau diperoleh Wajib Pajak
 Baik berasal dari Indonesia maupun luar negeri
 Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan Wajib Pajak
 Dengan nama dan dalam bentuk apapun
Kelompok Penghasilan Kelompok Penghasilan
(berdasarkan sumber) (Obyek vs Non Obyek)
1. Penghasilan •
contoh : Gaji, Honor dll.
dari Pekerjaan 1. Penghasilan Obyek Pajak (pasal 4 ayat 1)

2. Penghasilan • • a. Bersifat Tidak Final


contoh : Dokter, Akuntan,
dari Pekerjaan • Pembayaran dimuka / dapat dikreditkan
Bebas Konsultan dll.

• b. Bersifat Final (pasal 4 ayat 2)


3. Penghasilan • contoh : Laba Usaha
dari Usaha • Pelunasan Pajak / Tidak dapat
dikreditkan
4. Penghasilan • contoh : Sewa, Bunga,
dari
Harta/Modal Dividen dll. Penghasilan Non Obyek (pasal 4 ayat 3)

5. Penghasilan • contoh : Pembebasan


Lain-lain Utang, Hadiah dll.
SIFAT PENGENAAN PAJAK
Tidak Bersifat
Uraian Bersifat Final
Final
• Penghasilan • Tidak digabungkan dengan • Digabungkan dengan
penghasilan dlm semua penghasilan dlm
menghitung PPh secara menghitung PPh secara
keseluruhan keseluruhan

• PPh yang dipotong / • Tidak dpt dikreditkan • Dapat dikreditkan dengan


dipungut / disetor sendiri dengan PPh terhutang atas PPh terhutang atas seluruh
seluruh penghasilan penghasilan

• Tidak dpt dikurangkan thdp • Dapat dikurangkan (sesuai


• Biaya / pengurang
penghasilan bruto yang ketentuan) thdp
penghasilan dikenakan PPh yang tidak penghasilan bruto yang
bersifat final dikenakan PPh yang tidak
bersifat final
• Penghasilan yang • Tidak mengenal laba / rugi
dikenakan pajak • Mengenal laba / rugi
PPh Final

• Dalam rangka penghitungan SPT Tahunan, penghasilan yang dikenakan


PPh Final tidak digabung dengan penghasilan lain (non final)
• PPh final yang dibayar/dipotong tidak dapat dikreditkan
• Biaya utk menghasilkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
PPh-nya final tidak dapat dikurangkan

Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 1)

• a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang


diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
• b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
• c. laba usaha;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 1)

• d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:


• 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
• 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
• 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
• 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan; dan
• 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 1)

• e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah


dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak;
• f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
• g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
• h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
• i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
• j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
• k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah;
• l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
• m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 1)

• n. premi asuransi;
• o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
• p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak;
• q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
• r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan
umum dan tata cara perpajakan; dan
• s. surplus Bank Indonesia.
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 2)

• a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan


lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
• b. penghasilan berupa hadiah undian;
• c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh
perusahaan modal ventura;
• d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real
estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
• e. penghasilan tertentu lainnya.
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 3)

• a.1.bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh


badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah; dan

• a.2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam


garis keturunan lurus satu derajat, badan kegamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan,
• sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, ataupenguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 3)

• b. warisan;
• c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
• d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
• e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 3)

• f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
• 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
• 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
• g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
• h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
• i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
• j. dihapus;
Penghasilan Objek Pajak (Pasal 4 Ayat 3)

• k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa


bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
• 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
• 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
• l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
• m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
• n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PERUBAHAN TERKAIT OBJEK PAJAK DENGAN
DITERBITKANNYA OMNIBUS LAW
LATIHAN KASUS- OBJEK PPH
• Tuan A adalah seorang pegawai perusahaan BUMN, dan memperoleh penghasilan
sebagai berikut. Tentukan apakah penghasilan” berikut termasuk PPh final, PPh tidak
final, dan bukan objek pajak
Penghasilan Final/Tdk Final/ Bukan Penghasilan Final/ Tidak Final/
OP Bukan OP

Gaji Warisan

THR Hibah undian

Sewa rumah Hadiah perayaan HUT

Klaim asuransi Sumbangan teman


Kesehatan kuliah
Deviden Bunga deposito
POIN 3. PTKP
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
PASAL 7
BERLAKU 1 JANUARI 2009

Rp
15.840.000, UNTUK DIRI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Rp TAMBAHAN UNTUK WAJIB KAWIN


1.320.000,-

Rp TAMBAHAN UNTUK SEORANG


15.840.000, ISTERI yang PENGHASILANNYA DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN SUAMI
-
TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA
Rp SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS
1.320.000,- SERTA ANAK ANGKAT yang MENJADI TANGGUNGAN
SEPENUHNYA MAKSIMAL 3 ORANG

PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN PADA AWAL TAHUN PAJAK ATAU
AWAL BAGIAN TAHUN PAJAK
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
PMK NO. 162/PMK.011/2012
BERLAKU 1 JANUARI 2013

Rp
24.300.000, UNTUK DIRI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Rp TAMBAHAN UNTUK WAJIB KAWIN


2.025.000,-

Rp TAMBAHAN UNTUK SEORANG


24.300.000, ISTERI yang PENGHASILANNYA DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN SUAMI
-
TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA
Rp SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS
2.025.000,- SERTA ANAK ANGKAT yang MENJADI TANGGUNGAN
SEPENUHNYA MAKSIMAL 3 ORANG

PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN PADA AWAL TAHUN PAJAK ATAU
AWAL BAGIAN TAHUN PAJAK
BESARNYA PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
PMK NO. 101/PMK.010/2016
BERLAKU 1 JANUARI 2016

Rp
54.000.000, UNTUK DIRI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Rp TAMBAHAN UNTUK WAJIB KAWIN


4.500.000,-

Rp TAMBAHAN UNTUK SEORANG


54.000.000, ISTERI yang PENGHASILANNYA DIGABUNG DENGAN
PENGHASILAN SUAMI
-
TAMBAHAN UNTUK SETIAP ANGGOTA KELUARGA
Rp SEDARAH SEMENDA DALAM GARIS KETURUNAN LURUS
4.500.000,- SERTA ANAK ANGKAT yang MENJADI TANGGUNGAN
SEPENUHNYA MAKSIMAL 3 ORANG

PENERAPAN PTKP DITENTUKAN OLEH KEADAAN PADA AWAL TAHUN PAJAK ATAU
AWAL BAGIAN TAHUN PAJAK
Status PTKP
TK/... tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga;

K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;

K/I/...Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang penghasilannya


digabung dengan penghasilan suami, ditambah dengan banyaknya
tanggungan anggota keluarga;

PH- Pisah harta -Wajib Pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan;

HB- Hidup berpisah-Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah
banyaknya tanggungan anggota keluarga.

MT- Memilih Terpisah


Status PTKP
SEDARAH SEMENDA

AYAH
MERTUA
+
WP
IBU

10 10 KE ATAS 10 KE ATAS 10
KE KE
SAUDARA SAM
WP + ISTRI SAM IPAR WP
KANDUNG PING PING

10 KE BAWAH 10 KE BAWAH

ANAK ANAK
KANDUNG TIRI WP

SEDARAH SEMENDA
LATIHAN KASUS 1

• Bapak A bekerja sebagai pegawai tetap di sebuah perusahaan batubara, menikah dan
memiliki 2 orang anak. Istrinya Ibu A merupakan ibu rumah tangga. Anak pertama lahir 3
Maret 1993 sedang kuliah S2 sambal bekerja paruh waktu di sebuah penerbit. Dan anak
kedua masih duduk di bangku SMP. Ibu B (ibu kandung bapak A) hidup 1 rumah dengan
bapak A dan masih menerima uang pension dari alm. Suaminya yang merupakan guru
SD. Maka PTKP bapak A:
• 1. Tentukan status bapak A
• 2. Berapakah jumlahnya?
LATIHAN KASUS -2

• Tuan K mulai bekerja di bulan Maret 2019, dengan status single. Pada April 2020 Tuan K
menikah dengan Nn. J ibu rumah tangga. 15 Januari 2021 istri Tuan K melahirkan anak
pertama. Diminta
• 1. Status Tuan K pada tahun 2020 dan 2021
• 2. Berapa PTKP tahun 2020 dan 2021
POIN 4: PENGHITUNGAN DAN TARIF

• Untuk menghitung besarnya PPh terutang, maka WP harus mengetahui besarnya


penghasilan netto. Besarnya penghasilan neto dapat dihitung melalui pembukuan atau
pencatatan.
• Jika Pembukuan; maka dalam hal ini WP wajib membuat catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yang terutang.
• Jika Pencatatan; maka dalam hal ini WP tidak menyelenggarakan pembukuan namun
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau tarif final PP 23 tahun 2018.
KRITERIA WP YANG DIPERBOLEHKAN
MENGGUNAKAN PENCATATAN
• 1. WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
• 2. Memiliki peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 M
• 3. Menyampaikan pemberitahuan kepada DJP dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari
tahun pajak yang bersangkutan
3 MEKANISME DALAM PENGHITUNGAN PPH

Mekanisme Umum • Bagi OP yang menyelenggarakan pembukuan

PPH Final PP 23 tahun • Bagi OP yang tidak menyelenggarakan pembukuan, dikenakan PPh
2018 yang bersifat final sesuai tarif dan ketentuan pada PP 23

Norma Penghitungan • Bagi OP yang tidak menyelenggarakan pembukuan, namun


Penghasilan Neto (NPPN) mengajukan pemberitahuan kepada DJP untuk menggunakan NPPN
LANJUTAN

PPh dihitung
Peredaran bruto Wajib
dgn mekanisme
>4,8 Pembukuan
umum

PPh final pasal


WPOP 23
Melakukan
Pencatatan
Peredaran ≤ 4,8 NPPN
M
Memilih Mekanisme
pembukuan umum
1. MEKANISME UMUM- DENGAN PEMBUKUAN

• Berdasarkan ketentuan umum perpajakan, pembukuan adalah proses pencatatan yang


dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan Menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
LANJUTAN- KETENTUAN PERHITUNGAN

• 1. Penghasilan Bruto xx
• 2. (-) biaya-biaya (xx)
• 3. Penghasilan neto komersial xx
• 4. (+/-) penyesuaian fiscal
• (-) koreksi negative (xx)
(+) koreksi positif xx
• 5. Penghasilan Neto fiscal xx
• 6. (-) kompensai kerugian (xx)
• 7. (-) PTKP (xx)
• 8. Penghasilan kena pajak xx
TARIF PAJAK- PASAL 17 UU PPH

• Bagi WPOP yang memilih menggunakan pembukuan dikenakan tarif pajak Pasal 17 UU
PPh yang berlaku progresif berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima, sebagai
berikut:
• 5% untuk penghasilan sampai dengan Rp50 juta
• 15% untuk penghasilan di atas 50- 250 juta
• 25% untuk penghasilan di atas 250- 500 juta
• 30% untuk penghasilan di atas 500 juta
2. PPH FINAL (PP NO.23 TAHUN 2018)

• Digunakan oleh WPOP yang menyelengarakan pencatatan dengan Omzet ≤ 4.8 M


setahun.
• Pencatatan merupakan pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang.
• PP 23 tahun 2018 merupakan PP yang mengganti dan mencabut PP 46 tahun 2013 terkait
tarif yang dikenakan yaitu dari 1% menjadi 0,5%.
KETENTUAN PERHITUNGANNYA

• PPh Final PP 23 = Tarif pajak x Peredaran bruto tiap bulan


• Tarif Pajak sebesar : 0,5%
• Peredaran bruto yang dimaksud adalah: peredaran bruto periode sebelumnya, dan tidak termasuk
penghasilan bruto dari:
• 1. Jasa sehubungan pekerjaan bebas
• 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri
• 3. Usaha atau penghasilan yang telah dikenai PPh final
• 4. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
(NPPN)
• Digunakan oleh WP yang:
• 1. Memiliki omzet ≤ 4,8 M setahun
• 2. Hanya melakukan pencatatan (tidak melakukan pembukuan)
• 3. Menyampaikan surat pemberitahuan kepada DJP untuk menggunakan NPPN sebagai
metode perhitungan PPh OP
JENIS PEKERJAAN BEBAS YANG
MENGGUNAKAN NPPN DALAM PENGHITUNGAN
PPH
• Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, penilaia, aktuaris
• Seseorang yang bekerja dalam bidang entertainment: artis, actor, MC, penyanyi, dll
• Olahragawan
• Pensehat, pengajar, pelatih, penceramah, dll
• Pengarang, peneliti, penerjemah
• Agen iklan
• Pengawas, dll
KETENTUAN PERHITUNGAN

• Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto x Norma


• Dengan cara:
• 1. Penghasilan bruto xx
• 2. (x) NPPN xx
• 3. Penghasilan neto fiscal xx
• 4. (-) PTKP (xx)
• 5. Penghasilan kena pajak xx
• 6. Tarif pajak (pasal 17) xx
BESARNYA TARIF (%) NORMA BERDASARKAN
PER-17/PJ./2015
• Menurut wilayah:
• 1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu: Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak
• 2. Ibukota propinsi lainnya
• 3. daerah lainnya
KASUS

Tuan A merupakan seorang akuntan publik berstatus K/3 dan memiliki peredaran usaha
dari jasa kantor akuntan public sebesar 1 M setahun. Tuan A telah menyampaikan
pemberitahuan penggunaan norma kepada DJP 3 bulan sejak awal tahun pajak 2019.
Diminta hitunglah pajak penghasilan Tuan A yang terutang pada tahun pajak 2019, jika
diketahui persentase penghasilan neto jasa kantor akuntan public di Kota Tuan A yaitu
Jakarta sesuai dengan norma KLU 69200 yaitu 50%.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai