Anda di halaman 1dari 28

PAJAK INTERNASIONAL

“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Kelompok 4:
• Berna D. Tinambunan
• Esti Roifa Sihombing
• Hasnelyta Siregar

POLITEKNIK NEGERI BATAM


“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) adalah suatu


tempat usaha tetap yang digunakan perusahaan untuk menjalankan
seluruh atau sebagian besar usahanya
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) digunakan


oleh :

1. Orang pribadi, yang bertempat tinggal di Indonesia


atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan

2. Badan, yang tidak didirikan dan tidak bertempat


kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”
Menurut Undang-Undang Perpajakan Indonesia, bentuk usaha yang dipergunakan
oleh Subjek Pajak Luar Negeri, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, dapat dikatakan sebagai BUT yang dapat berupa:

o Tempat kedudukan manajemen


o Cabang perusahaan
o Kantor perwakilan
o Gedung kantor
o Pabrik
o Bengkel
Konsep dasar Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Negara Domisili PE Negara Sumber PE

Perusahaan LN 1.Menjalankan kegiatan usaha atau jasa

2. Memiliki tempat usaha permanen berupa


prasarana

3. Kewajiban BUT dan perhitungan PPh-


nya sama dengan SPDN Badan

4. Sifatnya harus produktif, dimana BUT


tersebut harus ikut andil dalam
memberikan laba usaha bagi
perusahaannya
Basic Rule Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Permenkeu Nomor 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk


Usaha Tetap :

1. bentuk usaha yang dipergunakan oleh Orang Pribadi Asing atau Badan Asing
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia mencakup segala
jenis tempat, ruang, fasilitas, atau instalasi, termasuk mesin atau peralatan, yang
digunakan Orang Pribadi Asing atau Badan Asing untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan

2. tempat usaha ditentukan tanpa memperhatikan apakah Orang Pribadi Asing atau
Badan Asing memiliki atau menyewa atau apakah Orang Pribadi Asing atau Badan
Asing berhak secara hukum menggunakan tempat usaha tersebut
Lanjutan,,

3. Tempat usaha bersifat permanen

4. Tempat usaha digunakan untuk menjalankan usaha atau


melakukan kegiatan

5. Kegiatan usaha yang dilakukan melalui tempat usaha tersebt harus


merupakan kegiatan usaha sebagaimana pengertian kegiatan usaha
yang diatur dalam uu domestic maupun P3B
Tempat usaha yang dikecualikan sebagai Permanent
Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

1. Apabila perusahaan dari suatu Negara treaty partner menjalankan kegiatan- kegiatan
yang terbatas di Indonesia yang cakupan kegiatan-kegiatannya adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan fasilitas semata-mata untuk menyimpan, memamerkan barang-
barang atau barang dagangan milik perusahaan
b. Pengurusan persediaan barang dagangan milik perusahaan semata-mata
dimaksudkan untuk disimpan, dipamerkan, atau diolah lebih lanjut oleh
perusahaan lain.
c. Penggunaan tempat usaha tetap semata-mata untuk pembelian barang dagangan,
mengumpulkan informasi bagi keperluan perusahaan, untuk tujuan periklanan,
memberikan informasi atau untuk menjalankan kegiatan yang bersifat persiapan
ataupun penunjang bagi perusahaan.
Lanjutan,,

2. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya melalui agen yang bertindak bebas
(independent agent). Independent agent adalah agen yang menjalankan usahanya secara bebas
tanpa adanya instruksi dari perusahaan luar negeri (non resident tavpayer) misalnya makelar,
komisioner umum.

3. Apabila suatu perusahaan yang berkedudukan disuatu Negara treaty partner yang
menguasai atau dikuasaia oleh perusahaan lain yang berkedudukan dinegara treaty oartner
lainnya ataupun menjalankan usaha dinegara treaty lainnya ( baik melalui suatu BUT
maupun dengan cara lain).
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) Konstruksi”

Proyek konstruksi mencakup:


• Jasa konsultansi konstruksi, yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan,
pengawasan, manajemen penyelenggaraan konstruksi, survei, pengujian teknis, atau
analisis.
• Pekerjaan konstruksi, yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan,
pembongkaran, atau pembangunan kembali.
• Pekerjaan konstruksi terintegrasi, yang meliputi model rancang bangun atau model
perekayasaan, pengadaan, dan pelaksanaan.

Instalasi atau proyek perakitan mencakup:


• instalasi atau proyek perakitan yang terkait dengan pengerjaan proyek konstruksi.
• instalasi atau proyek perakitan mesin atau peralatan.
“Contoh : Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) Konstruksi”

• Bangun Internasional, Ltd. sebuah perusahaan yang termasuk Badan


Usaha Tetap (BUT) mempunyai bidang usaha konstruksi. Dalam tahun
2013 menerima pembayaran atas jasa konstruksi pembangunan hotel
dari PT Pembangunan Sejahtera mengingat telah memenuhi termin
penyelesaian pekerjaan kedua sebesar 50% pada tanggal 8 Oktober
2013 sebesar Rp25.000.000.000,00. Bangun Internasional, Ltd. tidak
memiliki Sertifikasi Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang
diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
yang dilakukan PT Pembangunan Sejahtera terkait dengan transaksi
tersebut?
“Contoh : Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) Konstruksi”

Pembahasan :
• PT Bangun Internasional tidak memiliki Sertifikasi Badan
Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi maka besarnya
pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final atas
penghasilan dari jasa konstruksi adalah sebesar:
4% x Rp25.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas Pemberi Jasa”

Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih
dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

Pemberi jasa dikatakan BUT(PE) jika memenuhi kriteria sebagai


berikut:
• pegawai atau orang lain tersebut dipekerjakan oleh Orang Pribadi Asing
atau Badan Asing atau subkontraktor dari Orang Pribadi Asing atau
Badan Asing tersebut;
• pemberian jasa dilakukan di Indonesia
• pemberian jasa dilakukan kepada pihak di Indonesia atau di luar
Indonesia.
“Contoh: Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas Pemberi Jasa”

Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consulting. Mike


tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri dan
mempunyai seorang anak. Pada bulan april 2016 Mike memperoleh gaji
sebesar US$10.000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp10.500,-
per US$ 1. Hitunglah PPh Pasal 26?
• Penghasilan bruto berupa gaji sebulan:
US$10.000 x Rp10.500 = Rp105.000.000
• PPh Pasal 26 = 20% x Rp105.000.000 = Rp21.000.000
• Jadi, PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2016 adalah Rp21.000.000
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas asuransi”

BUT Asuransi:
- perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar
Indonesia
- yang menerima pembayaran premi asuransi di Indonesia atau
menanggung risiko di Indonesia
- melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia.
Menanggung risiko di Indonesia tidak berarti bahwa peristiwa yang
mengakibatkan risiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
“Contoh: Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas asuransi”

PT Abadi Berkarya memiliki perwakilan di luar negeri


dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke PT XYZ
yang merupakan perusahaan asuransi di luar negeri
dengan membayar jumlah premi pada tahun 2015
sebesar Rp2 miliar. Hitunglah PPh Pasal 26 dari PT
Abadi Berkarya tahun 2015?
Perkiraan = 50% x Rp2.000.000.000 = Rp1.000.000.000
penghasilan
neto
PPh Pasal 26 = 20% x Rp1.000.000.000 = Rp200.000.000
“Contoh: Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas asuransi”

Sementara, apabila PT Abadi Berkarya mengikuti asuransi melalui perusahaan


yang ada di Indonesia, misal PT Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi
yang sama sebesar Rp2 miliar. PT Asuransi Raya mengikutkan (reasuransi)
perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi yang berada di luar negeri,
misalnya PT XYZ, dengan membayar premi sebesar Rp1miliar. Maka ketentuan
PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut:
Perkiraan penghasilan neto = 10% x Rp1.000.000.000 = Rp100.000.000

PPh Pasal 26 PT Abadi = 20% x Rp100.000.000 = Rp20.000.000


Berkarya
“Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas Agen”

• Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas
merupakan bentuk usaha tetap sepanjang orang pribadi atau badan bertindak untuk
dan atas nama Orang Pribadi Asing atau Badan Asing

• Orang pribadi atau badan menerima instruksi untuk kepentingan Orang Pribadi Asing
atau Badan Asing dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatannya dan tidak
menanggung sendiri risiko usaha atau kegiatannya

• Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tidak dapat dianggap mempunyai bentuk usaha
tetap di Indonesia apabila Orang Pribadi Asing atau Badan Asing tersebut dalam
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker
atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas

• Untuk penerapan P3B, dalam hal agen yang berkedudukan tidak bebas hanya
melakukan kegiatan yang bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary).
“Contoh Pemotongan PPh Atas Jasa Perantara/Keagenan ”

PT Yesoa Indonesia menerima order dari PT Ang Lion International untuk


mencarikan perusahan pengangkutan laut dalam rangka pengiriman bahan
baku obat dari Jakarta dengan tujuan Surabaya. Pada tanggal 9
September 2013 PT Yesoa Indonesia menerbitkan tagihan kepada PT Ang
Lion International dengan nilai sebesar Rp22.000.000,00 atas jasa
tersebut dan dibayar pada tanggal 12 September 2013.

Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi


tersebut?
“Contoh: Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap) atas agen”

Pembahasan:
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
2% x Rp22.000.000,00 = Rp440.000,00.

Kewajiban PT Ang Lion International sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:


• melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp440.000,00 dan memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT Yesoa Indonesia;
• melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut paling lambat
tanggal 10 Oktober 2013;
• melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 23 masa pajak September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober 2013
“Penentuan Laba Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap)”

Dalam menentukan besarnya BUT ada beberapa ketentuan yan harus diperhatikan
yaitu:

1. Sesuai Attribution Rule, adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di
Indonesia.

2. Sesuai Force of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT termasuk penghasilan


kantor pusatnya dari Indonesia yang diperoleh dari kegiatan usaha sejenis dengan
kegiatan BUT-nya di Indonesia.

3. Sesuai Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif seperti bunga dan royalti


yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan
kegiatan usaha BUT-nya di Indonesia, akan dianggap sebagai penghasilan BUT-nya di
Indonesia
Lanjutan,,

4. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya


yang berkaitan denga usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktorat
Jendral Pajak.

5. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan
sebagai biaya adalah :
a. Rolayti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau
hak-hak lainnya.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jas lain.
c. Bungan, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.Sebagai
konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas yang diterima atau
diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
Penghasilan dari Perkapalan & Penerbangan Internasional

Prinsip pemajakan atas penghasilan dari kegiatan


transportasi dalam jalur internasional yang didasarkan
pada
“OECD Model”
mengatur bahwa hak pemajakan atas laba usaha dari
transportasi di jalur internasional diberikan sepenuhnya
kepada negara tempat manajemen efektif dari
perusahaan pelayaran atau penerbangan.
Penghasilan dari Perkapalan & Penerbangan di Indonesia

Model P3B Indoenesia untuk pemajakan diabagi menjadi 2 untuk :

1. Pesawat udara dalam jalur lalu lintas international hanya akan dikenakan pajak di
negara pihak pada persetujuan dimana perusahaan yang mengoperasikan pesawt
udara tsb menjadi penduduk / resident (di negara domisili)

2. Untuk Kapal Laut dalam jalur lalu lintas internasional : keuntungan yang
bersumber dari suatu negara pihak persetujuan (negara sumber) yang dieproleh
suatu perusahaan dari negara pihak lainnya (negara domisili) yang berasal dari
pengoperasian kapal laut dalam jalur lalu lintas internasional dapat dikenakan pajak
dinegara sumber, tetapi pajak yang dikenakan akan dikurangi dengan jumlah yang
sama dengan 50% dari padanya.
Untuk menghindari pengenaan pajak berganda atas penghasilan transportasi dijalur
internasional, terdapat tiga prinsip yang dapat dipergunakan yaitu :

1. Prinsip Domisili (Residence Principle)

2. Prinsip Sumber (Source Principle)

3. Prinsip Tempat Manajemen Efektif (Place of Effective


Management Principle)
Contoh Penghasilan dari Perkapalan &
Penerbangan di Indonesia
PT Kayu Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
pembuatan mebel. Dalam rangka pengangkutan ekspor mebel dari
Indonesia ke Paris sejak tahun 2015 PT Kayu Sejahtera membuat
kontrak kerja sama transportasi sebesar Rp500.000.000 per
sekali angkut. Kontrak dilakukan dengan perusahaan pelayaran luar
negeri yaitu Dewys Lines Ltd. yang berdomisili di Swiss yang
dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili (SKD).
Pada bulan Juli 2016 dilakukan satu kali pengangkutan dan telah
dibayar pada 25 Juli 2016. Dewys Lines Ltd. memiliki Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia yaitu BUT Dewys Lines (BUT DL).
Bagaimana kewajiban PPh pasal 15 BUT Dewys Lines?
Pembahasan
Kapal Dewys Lines Ltd.-Swiss yang disewa oleh PT Kayu Sejahtera
beroperasi dalam lalu lintas internasional (international traffic)
sebagaimana dimaksud dalam P3B Indonesia-Swiss, sehingga atas
penghasilan dari persewaan kapal tersebut dapat dikenai pajak di
Indonesia namun tidak melebihi 50% dari pajak yang dikenakan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan PPh.
Mengingat Dewys Lines Ltd. melakukan usaha melalui BUT di Indonesia
maka atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang dalam
lalu lintas internasional tersebut dipotong PPh yang bersifat final sebesar
50% x 2,64% dari peredaran bruto, yang dipotong oleh PT Kayu Sejahtera
sebagai pihak yang mencarter.
PPh Pasal 15 = 50% x 2,64% x Rp500.000.000 = Rp6.600.000.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai