Anda di halaman 1dari 76

Manajemen Pajak atas Struktur

Inbound dan Outbound Investment


KELOMPOK 4
MANAJEMEN PERPAJAKAN
126231134 – Andrie Cesario Shomad
126231141 – Amin Wastinah
126231087 – Qana’atusy Syarifah
126231059 – I Made Pahangga Palwaguna
126231150 – Kevin Aldopratama
PEMBAHASAN MATERI

Alternatif Struktur Permodalan

Pemilihan Cabang vs Anak Perusahaan

Hal/Isu Lainnya
MANAJEMEN PAJAK

• Manajemen Pajak adalah suatu usaha menyeluruh yang dilakukan


terus-menerus oleh wajib pajak agar semua hal yang berkaitan dengan
urusan perpajakan dapat dikelola dengan baik, ekonomis, efektif, dan
efisien, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimum bagi
kelangsungan usaha wajib pajak tanpa mengorbankan kepentingan
penerimaan negara.
• Tujuan utama dari dilakukannya manajemen pajak adalah untuk
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan
meminimalisasi beban pajak untuk memaksimalkan Net Profit After
Tax.
ALTERNATIF STRUKTUR PERMODALAN
FOREIGN DIRECT INVESTMENT

• Foreign Direct Investment (FDI)  investasi yang


dilakukan oleh sebuah perusahaan dari suatu
negara untuk menanamkan modalnya dengan
jangka waktu yang panjang ke sebuah perusahaan
di negara lain.
Hal yang dilakukan dari FDI
1. Melakukan pembelian perusahaan di luar negeri yang sudah ada
2. Menyediakan modal untuk membangun perusahaan baru di negara
lain.
3. Membeli saham dengan sekurang- kurangnya sebesar 10%.
Contoh Penerapan FDI di Indonesia
ALTERNATIF STRUKTUR PERMODALAN

INBOUND INVESTMENT OUTBOUND


INVESTMENT
Investasi di Indonesia yang Investasi perusahaan
berasal dari luar negeri Indonesia di luar negeri
ALTERNATIF STRUKTUR PERMODALAN
Residents & citizens
Outbound doing business &
investing abroad

Residen & WN
Indonesia melakukan
usaha & investasi di
luar Indonesia

Transactions

SPLN menyelenggarakan
penanaman modal di DN

Inbound
Perusahaan LN
mendirikan
Cabang/Anak
Perusahaan di
Indonesia
INBOUND INVESTMENT

X Corp. X Corp.

Negara X

Indonesia
Modal
Deviden
Jika Laba BUT dikirim ke Kantor Pusat, maka ditambah lagi
Branch Profit Tax Branch Profit Tax. Jika Laba ditanam kembali di Indonesia
 Tidak dikenakan Branch Profit Tax
PT. BUT X Corp
X Indonesia (Cabang)

X Tarif Pajak

Income
OUTBOND INVESTMENT
• Suatu strategi bisnis dimana perusahaan lokal memperluas usahanya
ke luar negeri baik melalui greenfield investment, merger/akuisisi dan
atau perluasan fasilitas asing yang sudah ada
• Ada 5 hal yang harus dipahami yaitu:
• Ketentuan Fiskal di Negara Asing
• Penentuan antara wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri
• Ketentuan pajak di luar negeri terkait pengaturan BUT dan
Branch/Subsidiary
• Tax treaty yang ada di negara asing
TUJUAN OUTBOND INVESTMENT
 Globalisasi
Globalisasi menuntut perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya tidak hanya sebatas
pasar domestik, tetapi juga ke seluruh pasar dunia guna mendapatkan jaringan ke pasar
yang berbeda.
 Tren perpindahan modal dan tenaga kerja yang lebih mudah
Hal ini menyebabkan perusahaan global ingin mengoptimalkan biaya produksi,
menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan laba.
 Adanya persaingan global
Perusahaan berusaha memaksimalkanlaba dengan mengembangkan inovasi,
meningkatkan kualitas, fokus pada efisiensi operasi, menurunkan biaya, dan memanage
risiko. Cara yang ditempuh perusahaan agar bisa bertumbuh dan berkembang adalah
melalui ekspansi produk/servis dan mengembangkan bisnis ke pasar internasional.
KAWASAN BERIKAT
((Export Processing Zone)
Kawasan Berikat menurut Peraturan Pemerintah No 33 tahun 1996 adalah
suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di
dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan,
kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal,
pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau
barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang
hasilnya terutama untuk tujuan ekspor, walaupun ada ketentuan lainnya
seperti padat karya.
KAWASAN BERIKAT
((Export Processing Zone)
Kawasan berikat terbagi inbound dan outbound investment yaitu :
1) Inbound investment
a. Perusahaan induk mengikirimkan bahan baku ke anak perusahaan di
Indonesia.
b. Anak perusahaan mengolah beberapa komponen di dalam negeri.
c. Barang Jadi diekspor ke perusahaan induk di luar negeri / diekspor ke anak
perusahaan lain di negara lain.

2) Outbound investment
a. Perusahaan induk di Indonesia mendatangkan bahan baku dari anak
perusahaan di luar negeri untuk diolah di Indonesia dengan ditambah
beberapa bahan baku.
b. Barang jadi tersebut diekspor ke anak perusahaannya di luar negeri.
KAWASAN BERIKAT
((Export Processing Zone)
Fasilitas-fasilitas yang didapat dari pemberlakuan kawasan berikut, yaitu :
1. PPN, PPnBM dan PPh 22 tidak dipungut untuk :
a) Impor barang bahan baku untuk diolah menjadi nilai tambah yang lebih tinggi.
b) Impor barang modal dipakai untuk kegiatan produksi.
c) Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari daerah lain non kawasan berikat
atau daerah kawasan berikat lainnya untuk diolah lebih lanjut.
d) Barang jadi hasil produksinya diekspor ke perusahaan dalam kawasan berikat.
Jika dijual di dalam negeri tetap dikenakan PPN dan atau PPN dan PPnBM.

2. Penangguhan Bea Masuk, dan pembebasan cukai:


a) Atas impor barang bahan untuk diolah lebih lanjut.
b) Atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari daerah lain non Kawasan
berikat untuk diolah lebih lanjut.
PEMILIHAN CABANG VERSUS ANAK PERUSAHAAN
PENANAMAN MODAL ATAU INVESTASI ASING
Penggolongan Investasi Asing dilihat dari tujuannya dapat digolongkan ke dalam dua
jenis investasi yaitu:
1. Jenis investasi yang pertama adalah portofolio investment, yaitu investasi dalam
bentuk aset-aset keuangan seperti saham (stock), obligasi (bond) dan bentuk-
bentuk surat berharga lainnya. Sifat pergerakan arus portofolio investment dari
dan ke seluruh penjuru dunia melalui pasar uang internasional relatif cepat.
2. Jenis investasi yang kedua adalah Direct Investment yaitu investasi secara nyata
dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang
modal, lahan, bahan baku. Dalam hal ini investor terlibat langsung dalam
manajemen perusahaan dan mengontrol aktivitas penanaman modal tersebut.
PENANAMAN MODAL ATAU INVESTASI ASING

Penggolongan Investasi Asing dilihat dari bentuknya dapat dibedakan


ke dalam beberapa bentuk yaitu:
1. Pendirian Subsidiary Company (pendirian anak perusahaan)
2. Pembentukan cabang perusahaan luar negeri (foreign Branch)
3. Melakukan kerja sama (Joint Venture) dengan perusahaan lokal
4. Perikatan kontrak pembelian jasa (Service Contract)
5. Investasi bentuk lainnya.
Investasi Asing yang Bersifat Langsung (Foreign Direct Investment)
1. Mengoperasikan anak perusahaan (subsidiary company)
• Anak perusahaan dapat terjadi dengan pendirian badan baru atau
dengan pembelian sebagian besar saham badan Indonesia yang sudah
berjalan.
• Anak perusahaan merupakan entitas legal mandiri terpisah
(separate entity) dari induk perusahaan walaupun permodalannya
dipenuhi dan atau usahanya dikendalikan oleh induk perusahaan.
• Anak perusahaan mempunyai eksistensi sendiri dan bukan merupakan
Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari WPLN dimaksud.
• Anak dan induk perusahaan dapat melakukan transaksi bisnis sepanjang
nilai transaksi yang digunakan wajar didasarkan hubungan istimewa.
Investasi Asing yang Bersifat Langsung (Foreign Direct Investment)

2. Mengoperasikan cabang perusahaan (branch)


• Cabang perusahaan asing pada dasarnya merupakan divisi yang
didirikan di wilayah geografis yang terpisah.
• Cabang perusahaan bukan merupakan komponen dari kantor
pusatnya atau bukan merupakan entitas yang terpisah.
• Hubungan antara kantor pusat dengan cabang merupakan entitas
tunggal (single entity).
Perbedaan Perlakuan Pajak antara
Subsidiary Company dengan Branch Company
Subsidiary Company (Anak Perusahaan)
• Anak perusahaan dibentuk berdasarkan atas dasar penyertaan saham dari induk perusahaan di
luar negeri.
• Anak perusahaan berstatus Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) karena memenuhi kriteria didirkan
di Indonesia pasal 2 ayat 3 UU Pajak Penghasilan
• Penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia meliputi penghasilan yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri (world wide income)
• Hubungan antar anak perusahaan di dalam negeri dengan induk perusahaan di luar negeri
bersifat separate entity (entitas legal yang terpisah).
• Antara anak perusahaan di dalam negeri dengan induk perusahaan di luar negeri dapat
melakukan transaksi satu sama lain, sebagai konsekuensi dari separate entity antara anak
perusahaan di dalam negeri dengan induk perusahaan di luar negeri
Perbedaan Perlakuan Pajak antara
Subsidiary Company dengan Branch Company
Branch (Cabang perusahaan)
• Branch merupakan kepanjangan tangan dari kantor pusat di luar negeri
• Cabang perusahaan luar negeri di Indonesia berstatus Subjek Pakal Luar Negeri (SPLN) sesuai
pasal 2 ayat 4 UU Pajak Penghasilan
• Penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia adalah hanya penghasilan yang bersumber dari
dalam negeri
• Hubungan antara cabang perusahaan di dalam negeri dengan kantor pusat bersifat single entity
(entitas tunggal).
• Antara cabang perusahaan di dalam negeri dengan kantor Pusat di luar negeri secara pajak tidak
diperkenankan melakukan transaksi sebagai konsekuensi single entity, kecuali transaksi
pembayaran bunga pinjaman dari cabang perusahaan di dalam negeri kepada Kantor Pusat di luar
negeri pada bisnis perbankan
Pengakuan Laba Anak Perusahaan (Subsidiary) vs
Cabang Perusahaan (Branch)

Anak Perusahaan Cabang Perusahaan


 Sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri, anak Perusahaan yang berbentuk BUT di Indonesia,
perusahaan luar negeri di Indonesia dikenakan pajak definisi penghasilan diatur dalam pasal 5 UU PPh sbb:
atas penghasilan yang berasal dari dalam negeri 1. Penghasilan dari kegiatan BUT & dari harta yang
maupun dari luar negeri (world wide income) dimiliki atau dikuasai.
 PPh Badan dikenakan atas dasar basis neto, yakni 2. Penghasilan kantor pusat dari usaha penjualan
Penghasilan dikurangi dengan biaya-biaya yg barang atau pemberian jasa di Indonesia yang
diperkenankan (deductible expense), kecuali pada
usaha-usaha tertentu yang pajaknya bersifat final dilakukan oleh BUT di Indonesia.
(seperti perusahaan konstruksi, real estate, dll) 3. Deviden, bunga, royalti, sewa, hadiah, maupun
 Sisa Laba setelah Pajak yang dikirimkan oleh anak penghasilan dari penjualan harta yang diperoleh
perusahaan kepada induk perusahaan di luar negeri kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan
dikenakan pajak atas deviden (PPh Pasal 26) sebesar efektif antara BUT dengan harta yg memberikan
20% atau tarif tax treaty. penghasilan dimaksud.
Pelaporan Pajak

Anak Perusahaan Cabang Perusahaan

 PPh 21 (Tax Treaty)  PPh 21 (Tax Treaty)


 PPh 22  PPh 22
 PPh 23  PPh 23
 PPN  Pasal 4 ayat 2
 SPT Badan termasuk adanya Tax  PPN
Treaty Indonesia dengan Negara ini  SPT PPh Badan digabung dengan
(Baik sebagai Induk maupun Anak) induknya.
 Jika Induk perusahaan di Indonesia
(Outbound Investment)  diberi
waktu 12 bln setelah akhir thn pajak
mengajukan format surat permintaan
laporan per negara sesuai (PMK) No.
213/PMK.2016 sebagai antisipasi dari
Transfer Pricing
Perencanaan Pajak (Tax Planning) pada Investasi Asing
Faktor-faktor Yang Harus Diperhatikan
1. Sistem perpajakan di negara tempat investasi
2. Konsep penghasilan yang dianut
3. Besarnya tarif PPh Badan (corporate income tax)
4. Ada tidaknya withhoding tax dan besarnya tarif withholding tax (khususnya dividen)
5. Ada tidaknya tax holiday atau tax facilities
6. Perbedaan perlakuan perpajakan terhadap susidiary dan branch
7. Perbedaan perlakuan perpajakan terhadap perusahaan domestic dan PMA
8. Perlakuan perpajakan terhadap joint operation/consortium
9. Perlakuan perpajakan terhadap off-shore service
10. Perlakuan perpajakan terhadap turn key project
11. Sistem depresiasi dan amortisasi
12. Sistem kompensasi kerugian vertical
Perencanaan Pajak (Tax Planning) pada Investasi Asing
11. Besarnya DER (Debt Equity Ratio)
12. Kebebasan repatriasi modal
13. Perlakuan perpajakan atas penjualan saham
14. Control foreign exchange
15. Ada tidaknya tax treaty serta tax facilities yang tercantum dalam tax treaty yang bersangkutan
16. Perlakuan perpajakan terhadap perusahaan yang mempunyai hubungan istimewa (associated enterprise)
17. Sistem foreign tax credit dan sistem VAT (Value Added Tax). Khusus dalam Foreign Direct Investment, beberapa factor
penting lainnya yang harusdiperhatikan dalam memilih bentuk Subsidiary Company (anak perusahaan) atau Branch
(cabang perusahaan) antara lain adalah:
18. Apakah jenis usaha yang akan dipilih termasuk dalam Daftar Negative list BKPM? Jika termasuk dalam Daftar Negative
List BKPM, maka otomatis usaha tersebut tidak dapat dijalankan.
19. Seberapa besar kepentingan perusahaan di luar negeri untuk melakukan transaksi dengan perusahaan yang dibentuk di
Indonesia? Semakin banyak transaksi antara perusahaan di luar negeri dengan perusahaan yang dibentuk di Indonesia,
maka bentuk SubsidiaryCompany (pengoperasian anak perusahaan) akan semakin efektif untuk dipilih, karena
hubungan antara induk perusahaan (parent company) dengan anak perusahaan (subsidiary company) di Indonesia
merupakan entitas legal yang terpisah, dimana keduanya dapat melakukan transaksi.

20. Fasilitas-fasilitas perpajakan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap Subsidiary company dan Branch
Contoh Kasus Outbound Investment – PT Buana
Internasional

• PT Buana Internasional adalah sebuah Perusahaan manufaktur yang


didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia. Perusahaan
menghasilkan produk makanan ringan yang Sebagian besar diekspor ke
Negara Timbuktu, sebuah Negara yang bukan mitra Tax Treaty Indonesia.
• Perusahaan bermaksud melakukan perubahan model bisnis dengan
membuka pabrik makanan dan pusat distribusi di Negara Timbuktu
dengan mempertimbangkan dua pilihan, yaitu:
• (1) mendirikan cabang di Timbuktu, atau
• (2) mendirikan anak Perusahaan baru sesuai ketentuan hukum di
Timbuktu dan bertempat kedudukan hukum di Timbuktu dengan
kepemilikan saham 100%
Penghasilan dan Informasi Tambahan
Deskripsi Komersial
(dalam miliar) Informasi tambahan:
Penjualan 1. Apapun bentuk usahanya, PT Buana Internasional masih tetap akan
1. Penjualan lokal 450,00 mengekspor produk yang dihasilkan di Indonesia kepada pelanggan
2. Penjualan ekspor ke kantor pusat / induk usaha di 380,00 tertentu (non afiliasi) di Negara Timbuktu dengan nilai penjualan
Indonesia
Rp240M dan HPP terkait Rp100M
3. Penjualan ekspor lainnya 160,00
2. Modal disetor oleh PT Buana Internasional untuk opsi pendirian
Total Penjualan 990,00
Harga Pokok Penjualan subsidiary sebesar Rp300M (kepemilikan 100%) dan tidak membagi
1. HPP Penjualan lokal 210,00 dividen
2. HPP Penjualan ekspor ke kantor pusat / induk usaha 150,00 3. Subsidiary memperoleh pinjaman yang benar-benar dipakai untuk
di Indonesia kegiatan usaha: - Rp600M dari Citibank cabang Timbuktu dengan
3. HPP Penjualan ekspor lainnya 60,00 bunga 8%; dan Rp3.000M dari PT Buana Internasional dengan
Total HPP 420,00 bunga 10%
Laba Kotor 570,00 4. Timbuktu menerapkan Thin Capitalization Rules dengan
Biaya Non-operasi perbandingan utang dan modal 3:1. Jika rasio terpenuhi biaya bunga
1. Biaya jasa manajemen ke kantor pusat / induk usaha 29,70
di Indonesia dapat dibebankan dengan menerapkan suku bunga rata-rata dari
pinjaman non afiliasi. Debt adalah seluruh utang dan Equity adalah
2. Biaya royalti ke kantor pusat / induk usaha di 39,60 seluruh ekuitas menurut akuntansi.
Indonesia
3. Biaya royalti ke Machine Co. USA (non afiliasi) 44,55
5. Atas penghasilan dari LN yang diterima atau diperoleh PT Buana
4. Biaya bunga bank ke Citibank Cabang Timbuktu 48,00 Internasional tentang PPh sesuai dengan ketentuan perpajakan di
5. Biaya bunga pinjaman ke kantor pusat/induk usaha 300,00 Indonesia dengan tarif 25% dari PhKP dengan memperhitungkan
di Indonesia pajak yang terutang atau dibayar di LN. Diasumsikan pajak yang
6. Biaya lain-lain (sesuai ketentuan fiskal di Timbuktu 20,00 dibayar di LN dapat dikreditkan seluruhnya.
Biaya non-operasi 481,85 6. Ketentuan perpajakan terbaru di Indonesia mengenai CFC
Laba / (Rugi) sebelum PPh 88,15 diberlakukan oleh WP.
Ketentuan Fiskal di Timbuktu
• WPLN adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Timbuktu yang dapat
memperoleh penghasilan dari menjalankan kegiatan atau usaha melalui BUT di Timbuktu atau yang dapat
memperoleh penghasilan dengan tidak menjalankan suatu BUT di Timbuktu
• WPDN badan adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Timbuktu
• Cabang sebagai tempat usaha yang bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
oleh WPLN merupakan BUT
• Ketentuan fiscal WPLN BUT:
• Objek Pajak Penghasilan BUT di Timbuktu adalah
• Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan BUT atau harta yang dimiliki/dikuasai BUT
• Penghasilan kantor pusat dari penjualan atas barang yang sejenis dengan barang yang dijual oleh BUT-nya
yang berada di Timbuktu
• Biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak adalah seluruh biaya yang terkait dengan
penghasilan terutang pajak penghasilan BUT, kecuali segala macam biaya bunga, royalty, dan jasa-jasa
yang dibayarkan ke kantor pusat. Alokasi biaya umum dan administrasi kantor pusat tidak dapat
dibebankan
• Rugi suatu tahun pajak diperhitungkan dengan laba tahun sesudahnya, paling lama 5 tahun
• Tarif pajak penghasilan = 25% dan pajak atas laba komersial BUT sesudah PPh (branch profit) sebesar
20%
Ketentuan Fiskal di Timbuktu

• Ketentuan fiskal untuk WPDN Badan:


• Objek pajak penghasilan adalah setiap penghasilan menurut standar akuntansi yang
berlaku umum di Timbuktu
• Biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak adalah seluruh biaya yang
berhubungan dengan kegiatan usaha
• Rugi suatu tahun pajak dapat diperhitungkan dengan laba tahun sebelumnya paling lama
8 tahun
• Tarif pajak penghasilan = 25%
• Tarif withholding tax untuk bunga, royalty, dan dividen yang benar-benar dibayarkan oleh
WPDN atau BUT kepada WPLN adalah 15%. Namun, atas bunga yang dibayarkan
kepada bank luar negeri yang membuka cabang di Timbuktu dipotong pajak 0%
Pertanyaan
• Bagaimana perbandingan ketentuan fiskal antara Indonesia dengan Timbuktu?
1

• Berapa besaran bunga komersial?


2

• Berapa besaran laba sebelum pajak untuk masing-masing opsi?


3
• Bagaimana perhitungan PPh Badan, Branch Profit Tax, dan Laba Bersih untuk anak dan
4 cabang Perusahaan?

• Berapa pajak-pajak yang dibayar dan terutang di Timbuktu?


5

• Berapa pajak-pajak yang dibayar dan terutang di Indonesia?


6

• Berapa perbandingan persentase tarif pajak efektif?


7
1 Ketentuan Fiskal atas
Perbandingan Ketentuan Fiskal
Indonesia Timbuktu
WPLN BUT (Berdasarkan UU PPh) (Berdasarkan Keterangan dalam Soal)
Objek Pajak Penghasilan yang menjadi Objek Pajak adalah: Penghasilan yang menjadi Objek Pajak adalah:
a) Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT
dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; tersebut dan dari harta yang dimiliki atau
b) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, dikuasai;
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau
yang sejenis dengan yang dijalankan oleh BUT di kegiatan,penjualan barang, atau pemberian jasa
Indonesia (force of attraction income) di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan
c) Penghasilan dalam Pasal 26 yang diterima atau oleh BUT di Indonesia (force of attraction income)
diperoleh kantor pusat (effectively connected
income). Pada dasarnya, penghasilan pasif yang
diperoleh oleh Kantor Pusat.
Pengurang Penghasilan Biaya yang berkenaan dengan penghasilan (Biaya 3M), Biaya yang terkait dengan penghasilan terutang
Bruto biaya administrasi kantor pusat sepanjang berkaitan kecuali biaya bunga, royalti, dan jasa yang dibayarkan
dengan usaha atau kegiatan BUT. Kompensasi kerugian ke kantor pusat. Kompensasi kerugian paling lama 5
paling lama 5 tahun. tahun.
Tarif Pajak Tarif PPh Badan sebesar 25% dari penghasilan kena pajak.Tarif PPh Badan sebesar 25%.
Branch Profit Tax Tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak sesudah
PPh Badan. dikurangi PPh Badan
2 Perhitungan Bunga Komersial
Berdasarkan keterangan dalam soal, Timbuktu menerapkan kebijakan perbandingan utang dan modal sebesar 3:1 dimana utang didefinisikan sebagai
seluruh hutang dan modal (equity) adalah seluruh ekuitas menurut akuntansi. Dalam hal PT Buana International memilih untuk mendirikan perusahaan
dalam bentuk anak perusahaan (subsidiary), maka berlaku ketentuan rasio sebesar 3:1 bagi anak perusahaan PT Buana Internasional di Timbuktu.

Besarnya modal disetor yang diberikan oleh PT Buana Internasional adalah Rp 300 miliar sehingga utang diharapkan maksimal hanya sebesar 3 x Rp 300
miliar = Rp 900 miliar. Ketentuan di Timbuktu juga menyatakan bahwa biaya bunga yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang (deductible
expense) adalah sebesar suku bunga rata-rata pinjaman dari pihak non-afiliasi. Dalam soal diketahui bahwa Citibank memberikan pinjaman dengan
tingkat suku bunga sebesar 8%, oleh karena itu perhitungan beban bunga dan juga koreksi fiskal yang dilakukan oleh anak perusahaan PT Buana
Internasional di Timbuktu adalah sebagai berikut:

Biaya bunga komersial

1. PT Buana International = Rp3,000 milyar x 10% = Rp 300 milyar

2. Citibank Timbuktu = Rp 600 milyar x 8% = Rp 48 milyar +

Total biaya bunga komersial Rp 348 milyar

Biaya bunga pajak (maks) = Rp900 milyar x 8% = (Rp 72 milyar) +

Koreksi positif = Rp 276 milyar

Keterangan:Proporsi pembagian biaya bunga sesuai pajak bagi PT Buana Internasional diperhitungkan dengan cara membandingkan DER saat ini
dengan DER menurut pajak.

DER saat ini = 3,600 : 300 = atau 12:1, DER diperbolehkan = 3:1

Oleh karena itu, beban bunga dihitung dengan cara membandingkan 3/12 x biaya pinjaman dengan keterangan sebagai berikut:
3Bentuk Anak Perusahaan / Subsidiary
Perbandingan Laba Rugi Sebelum PPh
Bentuk Cabang Perusahaan / BUT
Deskripsi Komersial Koreksi Pajak Keterangan Deskripsi Komersial Koreksi Pajak Keterangan
(dalam miliar) Pajak (dalam Pajak
miliar)
Penjualan Penjualan
1. Penjualan lokal 450,00 450,00 1. Penjualan lokal 450,00 450,00
2. Penjualan ekspor ke kantor 380,00 380,00 2. Penjualan ekspor ke kantor pusat / 380,00 380,00
pusat / induk usaha di Indonesia induk usaha di Indonesia
3. Penjualan ekspor lainnya 160,00 160,00 3. Penjualan ekspor lainnya 160,00 160,00
Total Penjualan 990,00 990,00 4. Penjualan kantor pusat atas barang 0,00 240,00 240,00 Berdasarkan ketentuan fiskal
Harga Pokok Penjualan yang sejenis dengan barang yang Timbuktu, penghasilan HO
1. HPP Penjualan lokal 210,00 210,00 dijual oleh BUT di Timbuktu dianggap jadi objek PPh BUT
Total Penjualan 990,00 240,00 1.230,00
2. HPP Penjualan ekspor ke kantor 150,00 150,00 Asumsi : HPP memenuhi Harga Pokok Penjualan
pusat / induk usaha di Indonesia kewajaran transaksi dengan pihak 1. HPP Penjualan lokal 210,00 210,00
hubungan istimewa 2. HPP Penjualan ekspor ke kantor 150,00 150,00 Asumsi : HPP memenuhi
3. HPP Penjualan ekspor lainnya 60,00 60,00 pusat / induk usaha di Indonesia kewajaran transaksi dengan
pihak hubungan istimewa
Total HPP 420,00 420,00
3. HPP Penjualan ekspor lainnya 60,00 60,00
Laba Kotor 570,00 570,00 4. HPP Penjualan kantor pusat atas 0,00 -100,00 100,00 Berdasarkan ketentuan fiskal
Biaya Non-operasi barang yang sejenis dengan barang Timbuktu, biaya terkait
1. Biaya jasa manajemen ke kantor 29,70 29,70 yang dijual oleh BUT di Timbuktu penghasilan terutang boleh jadi
pusat / induk usaha di Indonesia biaya
Total HPP 420,00 -100,00 520,00
2. Biaya royalti ke kantor pusat / 39,60 39,60 Laba Kotor 570,00 140,00 710,00
induk usaha di Indonesia Biaya Non-operasi
3. Biaya royalti ke Machine Co. USA 44,55 44,55 1. Biaya jasa manajemen ke kantor 29,70 29,70 0,00 Biaya umum dan adm kantor
(non afiliasi) pusat / induk usaha di Indonesia pusat tidak dapat dibebankan
2. Biaya royalti ke kantor pusat / induk 39,60 39,60 0,00 Biaya royalti ke kantor pusat
4. Biaya bunga bank ke Citibank 48,00 36,00 12,00 Koreksi positif - mengikuti usaha di Indonesia tidak dapat dibebankan
Cabang Timbuktu perhitungan biaya bunga sesuai 3. Biaya royalti ke Machine Co. USA 44,55 44,55
5. Biaya bunga pinjaman ke kantor 300,00 240,00 60,00 Koreksi positif - mengikuti (non afiliasi)
pusat/induk usaha di Indonesia perhitungan biaya bunga sesuai 4. Biaya bunga bank ke Citibank 48,00 0,00 48,00
Cabang Timbuktu
6. Biaya lain-lain (sesuai ketentuan 20,00 20,00 5. Biaya bunga pinjaman ke kantor 300,00 300,00 0,00 Biaya bunga ke kantor pusat
fiskal di Timbuktu pusat/induk usaha di Indonesia tidak dapat dibebankan
6. Biaya lain-lain (sesuai ketentuan 20,00 20,00
Biaya non-operasi 481,85 276,00 205,85 fiskal di Timbuktu
Laba / (Rugi) sebelum PPh 88,15 364,15 Biaya non-operasi 481,85 369,30 112,55
Laba / (Rugi) sebelum PPh 88,15 597,45
4 Perhitungan PPh Badan, Branch Profit Tax, dan Laba Bersih

Sebagai Anak Perusahan Sebagai Cabang


Perhitungan PPh Badan Perhitungan PPh Badan
Laba / (Rugi) sebelum PPh 364.15 Laba / (Rugi) sebelum 597.45
PPh Badan - 25% 91.04 PPh
Laba bersih setelah PPh 273.11 PPh Badan - 25% 149.36
Badan Laba bersih setelah PPh 448.09
Badan
Branch profit tax - 20 % 89.62
Laba setelah BPT 358.47
5 Pajak-Pajak yang Dibayar dan Terutang di Timbuktu

Sebagai anak perusahaan (PT) Sebagai cabang (BUT)


Jenis Pajak Tarif DPP Biaya pajak
Jenis Pajak Tarif DPP Biaya pajak
PPh Badan 25% 597.45 149.36
PPh Badan 25% 364.15 91.04
BPT 20% 448.09 89.62
BPT 20% - -
WHT on interest 15% 300.00 45.00
WHT on interest 15% 300.00 45.00
WHT on royalty 15% 39.60 5.94
WHT on royalty 15% 39.60 5.94
WHT on dividend* 15% - -
WHT on dividend* 15% - -
WHT on service / management fee** 15% 29.70 4.46
WHT on service / management fee** 15% 29.70 4.46
Total biaya pajak 294.38
Total biaya pajak 146.43

Notes:
*) Sesuai keterangan nomor 2., perusahaan tidak membagikan dividen
Notes: **) Asumsi pembayaran jasa ke WPLN dikenakan tarif yang sama di
*) Sesuai keterangan nomor 2., perusahaan tidak membagikan dividen Timbuktu yaitu 15%
**) Asumsi pembayaran jasa ke WPLN dikenakan tarif yang sama di
Timbuktu yaitu 15%
6 Pajak-Pajak yang Dibayar dan Terutang di Indonesia
Sebagai Anak Perusahaan
Dari sudut pandang PT Buana Internasional yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri yang memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilan
yang diterima baik dari dalam maupun luar negeri (world-wide income basis), kegiatan operasional di Timbuktu dikenakan pajak. Di sisi lain,
ketentuan dalam Pasal 24 UU PPh memperbolehkan PT Buana Internasional untuk menggunakan PPh terutang atau dibayarkan di Timbuktu
sebagai kredit pajak luar negeri.

Penghasilan di Indonesia Selain itu, Pasal 18 (2) UU PPh menyatakan bahwa Menkeu berhak
untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh WPDN atas
Jasa manajemen 29.70 penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan
usaha yang menjual sahamnya di bursa efek apabila ada
kepemilikan saham paling rendah 50% oleh WPDN. Oleh karena itu,
Royalti 39.60
meskipun anak perusahaan di Timbuktu tidak membagikan dividen,
berdasarkan pasal diatas maka PT Buana Internasional dianggap
Bunga Pinjaman 300.00
menerima pembagian dividen (deemed dividend). Dasar pengenaan
deemed dividend adalah laba setelah pajak dari badan usaha di luar
Total penghasilan luar negeri 369.30
negeri diatas.
Oleh karena itu, nilai PPh terutang dari deemed dividend adalah: Laba
PPh Badan dari penghasilan LN - 92.33 setelah PPh Badan di Timbuktu = IDR 273.11
25%
Tarif PPh Badan atas dividen = 25%
Kredit Pajak Luar Negeri - lihat 55.40
nomor 5 PPh Badan terutang atas deemed dividend = Rp 68.27 miliar
PPh Kurang bayar tahunan 36.93
Dalam opsi a),
total beban pajak terutang di Indonesia adalah IDR 92.33 + IDR 68.27
= IDR 160.60 miliar.
Sebagai BUT
Dalam opsi mendirikan sebagai cabang, maka PPh Badan terutang atas penghasilan luar negeri
dihitung dengan menggunakan angka laba bersih setelah PPh Badan di Timbuktu dan kredit PPh
Pasal 24 dari BPT yang dibayarkan di Timbuktu.
Penghasilan Luar Negeri Oleh karena itu, beban pajak dalam opsi b)
Penghasilan Cabang 448.09 adalah, total beban pajak terutang di
Indonesia adalah IDR 112,02 milyar..
Total Penghasilan Luar 448.09
Negeri
PPh Badan dari 112.02
penghasilan LN - 25%
Kredit Pajak Luar Negeri 89.62
- lihat nomor 5
PPh Kurang bayar 22.40
tahunan
7 Perbandingan Tarif Efektif Pajak
a) Opsi anak perusahaan b) Opsi cabang
Perhitungan tarif efektif pajak Keterangan Perhitungan tarif efektif pajak Keterangan

PPh yang dibayar di 146.43 PPh yang dibayar di 294.38


Timbuktu Timbuktu

PPh yang dibayar di 105.20 Jumlah PPh KB PPh yang dibayar di 22.40 Jumlah PPh
Indonesia Tahunan + PPh Indonesia KB Tahunan
atas deemed
dividend

Total 251.63 Total 316.78

Total Penjualan 990.00 Total Penjualan 990.00

Tarif Efektif Pajak (%) 25.42% Tarif Efektif Pajak (%) 32.00%

Kesimpulan:
Opsi a) membuat anak Perusahaan
memiliki tarif pajak efektif yang lebih
rendah daripada opsi b) cabang
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing
Penentuan harga atas berbagai transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa, contoh: transaksi perusahaan induk (parent
company) ke perusahaan anak (subsidiary company) ataupun sebaliknya.

Pengaturan transfer pricing dilakukan, baik di tingkat internasional maupun di


Indonesia
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (continued)
Pengaturan transfer pricing di Indonesia (tingkat Undang-Undang dan Peraturan Menteri Keuangan):
a) Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
(UU HPP)
b) Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
c) Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai UU
(UU PPN)
d) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 tentang Jenis Dokumen dan/atau
Informasi Tambahan yang Wajib Disimpan oleh Wajib Pajak yang Melakukan Transaksi dengan
Para Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa, dan Tata Cara Pengelolaannya,
e) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur
Persetujuan Bersama
f) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (continued)
Pengaturan transfer pricing di Indonesia (tingkat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ke bawah):
a) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
b) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam
Transaksi antara Wajib Pajak dengan Pihak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
c) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan terhadap Wajib
Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
d) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2017 tentang Tata Cara Pengelolaan Laporan Per
Negara
e) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 16/PJ/2020 tentang Penanganan Permintaan Pelaksanaan
Prosedur Persetujuan Bersama dan Penyelesaian Tindak Lanjut Persetujuan Bersama
f) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2020 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan,
Pelaksanaan, Dan Evaluasi Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement)
g) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-50/PJ/2013 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak yang Mempunyai Hubungan Istimewa
h) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE – 49/PJ/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Prosedur
Persetujuan Bersama
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (continued)
Pengaturan transfer pricing di tingkat internasional:
a) Organization for Economic Co-operation and Development Transfer Pricing Guideline for
Multinational Enterprises and Tax Administrations 2022 (OECD TP Guidelines 2022)
b) United Nations Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries 2021 (UN TP
Manual 2021)
c) OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Project: Action 13 Transfer Pricing
Documentation and Country-by-Country Reporting, Final Report (OECD BEPS 13 2015), dan
rujukan internasional lainnya

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016, DJP mengatur dokumen yang
harus disimpan oleh Wajib Pajak yang melakukan transaksi transfer pricing. Dokumen yang
diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
(arm’s length principle) dalam penentuan harga transfer yang dilakukan oleh Wajib Pajak
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (Continued)

Jenis Dokumen Penentuan Harga Transfer (TP Doc)

Dokumen Induk Dokumen Lokal Laporan Per Negara


(Master File) (Local File) (CbCr)
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (Continued)
Dokumen Induk (Master File)

Informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit memuat:


 Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan.
 Struktur dan bagan kepemilikan serta negara atau yurisdiksi masing-masing
anggota.
 Kegiatan usaha yang dilakukan.
 Harta tidak berwujud yang dimiliki.
 Aktivitas keuangan dan pembiayaan; dan
 Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk dan informasi perpajakan terkait
Transaksi Afiliasi
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (Continued)
Dokumen Lokal (Local File)

Informasi mengenai Grup Usaha paling sedikit memuat:


 Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan;
 Informasi Transaksi Afiliasi dan transaksi independen yang dilakukan;
 Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha;
 Informasi keuangan; dan
 Peristiwa-peristiwa/kejadian-kejadian/fakta-fakta non-keuangan yang
memengaruhi pembentukan harga atau tingkat laba
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
1. Transfer Pricing (Continued)
Laporan Per Negara (CbCr)
Informasi yang harus dimuat adalah sebagai berikut:
 Identitas dan kegiatan usaha yang dilakukan;
 Alokasi penghasilan, pajak yang dibayar, dan aktivitas usaha per negara atau yurisdiksi dari seluruh
anggota Grup Usaha baik di dalam negeri maupun luar negeri, yang meliputi:
 nama negara atau yurisdiksi
 peredaran bruto
 Laba (rugi) sebelum pajak
 PPh yang telah dipotong/ dipungut/ dibayar sendiri
 PPh terutang
 Modal
 akumulasi laba ditahan
 jumlah pegawai tetap
 harta berwujud selain kas dan setara kas; dan
 Daftar anggota Grup Usaha dan kegiatan usaha utama per negara atau yurisdiksi
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
2. Controlled Foreign Company (CFC)

Ketika suatu penghasilan dihasilkan di luar negeri oleh entitas negara yang
bersangkutan, maka pemajakan atas penghasilan tersebut merupakan kewenangan
otoritas pajak di mana penghasilan tersebut muncul. Negara asing, meskipun negara itu
merupakan negara asal dari pemilik perusahaan, tidak memiliki hak pemajakan atas
basis pajak tersebut. Negara asal pemilik perusahaan baru memiliki hak pemajakan
ketika penghasilan tersebut dikirimkan ke negaranya dalam bentuk dividen

Adanya pajak atas dividen ini tentu saja akan menjadi beban yang mengurangi bagian
pemegang saham. Untuk menghindarinya, perusahaan multinasional dapat menunda
pembagian dividen atau mengirimkannya ke negara asal dalam bentuk lain, seperti
pinjaman atau investasi yang menghasilkan passive income
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
3. Thin Capitalization (Penyertaan Modal melalui DER)

Salah satu praktik meminimalisasi pajak dengan upaya pembiayaan dalam bentuk utang
dari perusahaan induk kepada perusahaan anak karena utang yang menghasilkan bunga
termasuk dalam biaya yang dapat dikurangkan dalam penghasilan sebelum kena pajak

4. Treaty Shopping

Suatu skema yang dilakukan untuk mendapatkan fasilitas, misalnya penurunan tarif
pemotongan pajak (withholding taxes) yang disediakan oleh suatu Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), oleh Wajib Pajak yang sebenarnya tidak berhak
untuk mendapatkan fasilitas tersebut
TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
Contoh Treaty Shopping:
Membayar royalti atas penggunaan merk produk
otomotif
PT. A PT. B
(lokasi: Indonesia) (lokasi: Jepang)
Pajak penghasilan atas royalti berdasarkan P3B
Indonesia dan Jepang = 10% (misal)

Pajak penghasilan atas royalti berdasarkan Mendirikan perusahaan


P3B Indonesia dan Jerman = 15% (misal) cangkang

PT. C PT. D
(lokasi: Singapura) (lokasi: Jerman)
Telah mengadakan perjanjian pemberian lisensi merk

Pemilik merk Pemberi otorisasi penggunaan merk di Indonesia


TAX PLANNING ATAS INBOUND DAN OUTBOUND INVESTMENT
5. Pemanfaatan Tax Haven Country

 Suatu negara yang memberikan tarif pajak penghasilan yang rendah bahkan pembebasan pajak bagi
para wajib pajak
 Menurut OECD ada 4 kreteria untuk tax heaven country :
• Menerapkan tarif pajak rendah atau 0%
• Tidak adanya pertukaran informasi
• Tidak ada transparansi untuk adminstrasi perpajakan
• Tidak ada persyaratan aktivitas subtansi bagi perusahaan, namun di bedakan dari sisi resident dan
non resident.
 Negara tax haven merupakan suatu lokasi yang menawarkan kewajiban pajak yang rendah atau daerah
yang tidak akan dikenakan pajak di mana para pengusaha melakukan usaha.
 Tax heaven country ini juga di jadikan tempat sebagai praktik penghindaran pajak. Indonesia sendiri di
mana hampir sebagian besar APBN berasal dari Pajak. Di Indonesia juga, pajak adalah pungutan yang di
wajibkan, dan juga menerapkan transparansi perpajakan. Oleh karena itu Indonesia bukan menjadi Tax
Heaven Country.
Skema Tax Planning Pada Anak Perusahaan
Contoh Skema Pre Tax
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
• Pajak internasional didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang
memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Ketentuan dasar
pajak internasional mengacu pada Konvensi Wina 23 Mei 1969, yakni
sebuah perjanjian yang berisi tentang hukum perjanjian antar negara.
• Perjanjian inilah yang menyebabkan ketentuan perpajakan yang berlaku di
negara tertentu tidak lagi berlaku bagi penduduk atau organisasi asing, jika
telah disetujui dalam kesepakatan bilateral antar negara yang
bersangkutan.
• Perjanjian ini diberlakukan untuk menghindari terjadinya pajak berganda
karena perbedaan ketentuan pajak antar negara, sehingga pajak
internasional yang menjadi penengah saat terjadinya hal itu.
TAX TREATY
• Adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam
rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha
penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara
untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di
antara mereka.
• Tujuan Tax Treaty
a. Menciptakan Kedudukan yang Setara dalam Hal Perpajakan
b. Mencegah Pemajakan Berganda
c. Mendatangkan Modal Dari Luar Negeri
d. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
e. Mencegah Pengelakan Pajak
DIMENSI PENGENAAN PAJAK
DIMENSI PENGENAAN
PPH LN DALAM UU PPH
CONTOH KASUS
Inbound Investment – Kasus Mukamurata,
Ltd. (Jepang)
Inbound Investment – Kasus Mukamurata,
Ltd. (Jepang)
Kedudukan Wajib Pajak Badan dan Badan Usaha Tetap sebagai Subjek
Pajak di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang- undang Pajak
Penghasilan (UU PPh). Lebih jauh lagi, Pasal 2 ayat (1a) menyatakan
bahwa Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang
perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Atas posisinya yang “dipersamakan” berdasarkan UU PPh, terdapat


beberapa perbedaan antara pemajakan Wajib Pajak Badan dalam bentuk
Perseroan Terbatas dan Bentuk Usaha Tetap, yaitu:
Kategori Perseroan Terbatas Badan Usaha Tetap
Tidak didirikan dan Tidak Bertempat Kedudukan di Indonesia
Tempat pendirian / tempat
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
berkedudukan
Indonesia
Status Subjek Pajak Subjek Pajak Dalam Negeri Dipersamakan dengan Subjek Pajak Dalam Negeri

Penghasilan yang menjadi Objek Pajak adalah:


Penghasilan sebagaimana tertera dalam PPh Pasal 4 tentang Objek Pajak a) Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari
yang terdiri dari: harta yang dimiliki atau dikuasai;
Penghasilan yang dikenai PPh non-final b) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
Penghasilan yang dikenai PPh Final barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
Objek Pajak
yang dijalankan oleh BUT di Indonesia (force of attraction
Termasuk dalam hal ini adalah penghasilan yang diterima dari Induk income)
c) Penghasilan dalam Pasal 26 yang diterima atau
Perusahaan di luar negeri (world- wide income). diperoleh kantor pusat (effectively connected income). Pada
dasarnya, penghasilan pasif yang diperoleh oleh Kantor Pusat.

Pembayaran royalti, imbalan sehubungan dengan jasa


Penghasilan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh
manajemen, dan bunga yang diterima atau diperoleh dari
Bukan Objek Pajak termasuk dividen yang dibayarkan dari laba ditahan atas kepemilikan
Kantor Pusat (kecuali yang berkenaan dengan usaha
saham diatas 25% oleh WP Badan.
perbankan).
Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
Biaya yang berkenaan dengan penghasilan (Biaya 3M), biaya
Biaya yang diperbolehkan (deductible termasuk beban royalti, imbalan jasa manajemen, dan bunga kepada
administrasi kantor pusat sepanjang berkaitan dengan usaha
expense) Induk Perusahaan di luar negeri (sepanjang memenuhi ketentuan yang
atau kegiatan BUT.
berlaku) di Indonesia.
Biaya-biaya sebagaimana tertulis dalam UU PPh Pasal 9 dan
Bukan biaya yang diperbolehkan (non-
Biaya-biaya sebagaimana tertulis dalam UU PPh Pasal 9. pembayaran kepada kantor pusat (beban royalty, imbalan jasa
deductible expense)
manajemen, dan bunga).

Tarif PPh Badan 25% termasuk pengurangan tarif sebesar 50% apabila Tarif PPh Badan 25% dan pajak sebesar 20% sesuai PPh Pasal 26
Tarif Pajak
peredaran bruto kurang dari Rp 50 miliar (UU PPh Pasal 31E) (branch profit tax) atau sesuai tarif yang berlaku dalam P3B.
HASIL ANALISIS UMUM: PT atau BUT?
Berdasarkan rincian perbedaan antara PT dan BUT yang dilihat dari berbagai aspek perpajakan (dalam
konteks inbound investment) secara mum, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pendirian PT lebih
menguntungkan dibandingkan dengan pembentukan BUT di Indonesia dengan mempertimbangkan
kelebihan perlakuan perpajakan PT sebagai berikut :
1. Fasilitas perpajakan (Pasal 31 A UU PPh, Pasal 31 E UU PPh, Pasal 17 ayat (2b) UU Ph)
2. Tarif pajak efektif
3. Pembebanan biaya bunga pinjaman

*Akan tetapi, dalam kasus Mukamurata, Ltd. kelebihan- kelebihan perlakuan perpajakan tersebut perlu
dianalisis lebih lanjut.
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis umum & analisis penghitungan PPh Badan antara PT & BUT, maka disimpulkan
bahwa Mukamurata, Lid. Sebaiknya melakukan investasi di Indonesia dengan cara mendirikan PT
PMA di Indonesia dengan mempertimbangkan terdapatnya fasilitas pengurangan tarif PPh sesuai
dengan Pasal 31E UU PPh dalam hal pada suatu tahun pajak, peredaran bruto di Indonesia tidak
melebihi Rp50M.
Penanaman dana dalam bentuk modal atau pinjaman dapat
memberikan implikasi perpajakan yang berbeda
sebagaimana berikut:
Modal Pinjaman

Imbalan atas modal dinamakan sebagai dividen. Imbalan atas modal dinamakan sebagai bunga.

Pembayaran biaya dividen tidak boleh dibebankan Pembayaran biaya bunga boleh dibebankan sebagai biaya
sebagai biaya untuk keperluan menghitung PPh Badan untuk keperluan menghitung PPh Badan
Pendirian Dalam Bentuk BUT
• ketentuan mengenai perbandingan antara utang dan modal hanya berlaku untuk
wajib pajak badan, sehingga apabila Mukamurata memilih untuk mendirikan
perusahaannya dalam bentuk BUT maka tidak ada pembatasan bahwa utang
terhadap modal harus memenuhi 4:1.
• Akan tetapi pada dasarnya BUT tidak boleh membiayakan pembayaran biaya bunga
kepada kantor pusat sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak. Disisi lain
pembayaran deviden kepada kantor pusat bukan objek pajak yang dikenai tarif
PPh pasal 26 di Indonesia.
Berdasarkan rincian perbedaan antara equity & loan investment dari sisi in
vestor, secara umum dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya inbound
investment lebih menguntungkan apabila dibukukan sebagai utang (loan)
dengan mempertimbangkan sifat (likuiditas) dan kepastian dari return to in
vestor karena return to investor berupa interest income bersifat lebih past
dan tidak bergantung pada kesuksesan bisnis perusahaan investee.

Anda mungkin juga menyukai