Anda di halaman 1dari 19

PEMAJAKAN ATAS LABA USAHA

OLEH:
1. AMALIA RAHMAWATI (2017030069)
2. BIMA HARDIYANTO (2017030009)
3. DESY ROSIANA WIDYASTUTI (2018030032)
4. SETIANINGSIH (2018030050)
• Hak pemajakan dalam pajak internasional adalah inti dari pajak
internasional karena menyangkut kewenangan suatu Negara untuk
memungut pajaknya, terlebih hasil pemungutan pajak internasional akan
mendorong suatu investasi yang berkeadilan.
• Untuk mengetahui hak pemajakan suatu Negara dapat dilihat dari dua hal
yaitu subjek pajak penerima penghasilan dan jenis penghasilan yang
dimaksud
• Dalam P3B, istilah yang digunakan adalah:
• “shall be taxable only”, hak yang diberikan untuk Negara domisili.
• “may be taxed”, hak pemajakan diberikan kepada dua Negara. Maka
konsekuensi yang muncul adalah pajak berganda. Dalam hal ini Negara
domisili diwajibkan memberi keringanan pajak baik melalui metode
pembebasan (exemption method) atau metode kredit pajak (credit
method).
Pemajakan atas laba usaha
• Berdasarkan Pasal 7 OECD Model, Negara sumber memiliki hak
pemajakan atas laba usaha bilamana di Negara sumber terdapat BUT.
Oleh karena itu, konsep BUT ini sangat menentukan dan menjadi syarat
utama untuk dapat mengenakan pajak atas laba usaha di Negara sumber.
Konsep BUT dalam UU PPh
• Dalam UU PPh Pasal 2 (1) huruf c dinyatakan bahwa “… yang menjadi
subjek pajak adalah bentuk usaha tetap”. Selanjutnya dalam Pasal 2 (5) …
yang dimaksud dengan BUT adalah : “ bentuk badan usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia”
Bentuk BUT
• BUT (Bentuk Usaha Tetap) antara lain berupa : • proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan.
tempat kedudukan manajemen.cabang perusahaan • pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai
• kantor perwakilan atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60
(enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
• gedung kantor bulan.
• pabrik. • orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
• Bengkel. kedudukannya tidak bebas.
• Gudang. • agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
• ruang untuk promosi dan penjualan. yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko
• pertambangan dan penggalian sumber alam. di Indonesia.
• wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi. • komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis
yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh
• perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kehutanan. kegiatan usaha melalui internet.
• Penjelasan Pasal 2 ayat (5) disebutkan bahwa suatu BUT mengandung pengertian,
adanya suatu tempat usaha (place of business), yaitu fasilitas yang dapat berupa
tanah dan gedung termasuk juga mesin mesin, peralatan, gudang dan komputer atau
agen elektronik atau peralatan otomatis (automated equipment) yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
aktivitas usaha melalui internet.
• Berdasarkan penjelasan diatas diketahui bahwa karakteristik BUT terdiri dari 4 tipe
yaitu:
• a. BUT Aktiva
• b. BUT Aktivitas, BUT Jasa termasuk dalam kategori ini
• c. BUT Keagenan
• d. BUT Asuransi
Konsep BUT dalam OECD Model dan UN Model
• Pasal 5 OECD Model menjelaskan pengertian dan jenis kegiatan yang
dikategorikan sebagai BUT dan bukan BUT. disebutkan bahwa tanpa
adanya kegiatan usaha di Negara sumber, maka Negara sumber tidak
dapat mengenakan pajak atas laba usaha yang diperoleh oleh perusahaan
subjek pajak luar negeri di Negara sumber. Terdapat 3 tipe BUT yang
diatur dalam Pasal 5 OECD Model, yaitu:
• a. Tipe BUT umum/dasar
• b. Tipe BUT Konstruksi (Construction)
• c. Tipe BUT Agen (Agency)
• Dalam UN Model BUT diperluas menjadi lima tipe yang diatur dalam
Pasal 5 ayat (6). Disamping tiga tipe yang sama pada tipe OECD Model
ditambah dengan dua tipe lainnya, yaitu:
• d. Tipe BUT Jasa (service)
• e. Tipe BUT Asuransi (Insurance)
Karakteristik BUT
• Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) OECD, BUT adalah suatu tempat tetap usaha dimana
melalui tempat tersebut kegiatan usaha dari suatu perusahaan dijalankan secara
sebagian atau secara keseluruhan. Sebagai syarat untuk dapat dinyatakan sebagai
BUT melalui tes karakteristik sebagai berikut:
• Ada tempat usaha (place of business test)
• Ada lokasi dimana tempat usaha didirikan (location test)
• Ada hak untuk memanfaatkan tempat usaha (right to use test)
• Ada sifat permanen atau batas waktu dalam menggunakan tempat (permanent test)
• Ada aturan dalam undang undang domestic yang mengatur kegiatan usaha yang
dilakukan (business activity test)
• Melalui Pasal 5 ayat (1) OECD jenis BUT dibedakan menjadi lima jenis
yaitu:
• a. BUT Asset
• b. BUT Aktivitas: Konstruksi
• c. BUT Aktivitas: Jasa
• d. BUT Agen
• e. BUT Asuransi
Perhitungan laba usaha dalam OECD
Model dan UN Model
• Dalam Pasal 7 ayat (1) OECD Model terdapat satu cara menghitung laba
usaha yaitu dengan menggunakan atributable principle.
• Sedangkan dalam Pasal 7 ayat (1) UN Model terdapat 3 cara dalam
menghitung laba usaha, yaitu:
• a. attributable principle
• b. force of attraction principle
• c. effectively connected principle
Biaya Yang Dapat Diperhitungkan dalam
OECD Model dan UN Model
• Dalam Pasal 7 ayat (4) OECD Model dan UN Model, dimana perhitungan
besarnya biaya dapat pula dihitung berdasarkan apportionment, yaitu
perhitungan yang berdasarkan perbandingan dengan keseluruhan laba usaha
dari kantor pusatnya. Berbeda yang diatur dalam ayat (2), dimana besarnya
laba usaha dihitung berdasarkan prinsip entity yang terpisah. Perlu diingat
bahwa ayat (4) tetap memberikan hak kepada Negara sumber untuk
menggunakan ketentuan dalam peraturan domestik dalam menentukan biaya
yang dapat diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi
BUT
Branch Profit Tax
• Adalah pajak tambahan yang dikenakan atau sisa laba setelah pajak yang
ditemukan dalam P3B Indonesia dan tidak ditemukan dalam OECD
Model maupun UN Model. Pengenaan PPh atas laba bersih setelah pajak
(PPh) dengan tariff sebesar 20% atau sesuai dengan P3B.
• Insentif pajak yang tidak dikenakan branch profit tax apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
• Adanya penanaman kembali seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikenakan PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau sebagai
peserta pendiri.
• Penanaman kembali modal dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat
lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterimanya atau
diperolehnya penghasilan tersebut.
• Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling
sedikit dalam jangka waktu dua tahun sesudah perusahan tempat
penanaman dilakukan produk komersial.
Perlakuan Pajak Bagi BUT di Indonesia
• Sistem perpajakan di Indonesia menganut dua asas yaitu, asas domisili
dan asas sumber. BUT merupakan wajib pajak luarnegeri yang
memperoleh penghasilan dari Indonesia dan kegiatan atau usaha di
Indonesia. Kewajiban perpajakan BUT disamakan dengan wajib pajak
dalam negeri dengan mendaftarkan NPWP, menjadi pemotong,
menyetorkan pajak yang dipotong, melaporkan, memasukkan SPT. Akan
tetapi BUT hanya dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima dari usaha atau kegiatan di Indonesia saja.
Objek Pajak BUT
• Penghasilan BUT yang menjadi objek pajak PPh dapat dikelompokkan menjadi
tiga (Pasal 5 ayat (1) UU PPh), sebagai berikut:
• a. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari
harta yang dimiliki atau dikuasai
• b. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis yang dijalankan atau yang dilakukan
oleh BUT nya di Indonesia
• c. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 UU PPh yang diterima atau
diperoleh kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif Antara BUT dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Contoh perhitungan PPh BUT di Indonesia
1 Peredaran Bruto     Rp 200,000,000,000
2 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara Penghasilan Rp (150,000,000,000)
Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
3 Rp 100,000,000,000
(attribution income)
Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa
4 di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Rp 50,000,000,000
Indonesia (force of attraction income)
5 Biaya yang terkait dengan No. 4 Rp (40,000,000,000)
Penghasilan kantor pusat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 26 PPh yang diterima atau
6 diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau Rp 20,000,000,000
kegiatan yang memberikan penghasilan yang dimaksud (effectively connected income)
7 Biaya sehubungan dengan No. 6 Rp (10,000,000,000)
8 Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT Rp (10,000,000,000)
9 Penghasilan netto fiskal Rp 160,000,000,000
10 Kompensasi kerugian Rp (50,000,000,000)
11 Penghasilan Kena pajak Rp 110,000,000,000
12 PPh terutang tarif Pasal 17 (Rp 110.000.000.000 x 25%) Rp 27,500,000,000
13 Sisa laba setelah pajak (Rp 160.000.000.000 - Rp 27.500.000.000) Rp 132,500,000,000
14 PPh Pasal 26 ayat (4) Branch profit tax (Rp 132.500.000.000 x 20%) Rp 26,500,000,000
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai