I.
Hak Pemajakan
Pasal 6 OECD Model dan UN Model mengatur tentang pemajakan atas
penghasilan dari harta tak bergerak yang terletak di negara sumber yang
dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri dari negara lainnya (negara
domisili). Pasal 6 (1) memberikan hak kepada negara sumber untuk
mengenakan pajak yang timbul dari harta tak bergerak yang terletak
(situated) di negara sumber tersebut. Rumusan Pasal 6 ayat (1) adalah
sebagai berikut ini:
Income derived by a resident of a Contracting State (Country Residence)
from immovable property (including income from agriculture or forestry)
situated in the other Contracting State may be taxed in that othe State
(Country Source).
(dengan penambahan penekanan)
Berdasarkan rumusan di atas, negara sumber dapat mengenakan pajak
sepanjang memenuhi persyaratan situs test, yaitu harta tak bergerak yang
memberikan penghasilan tersebut terletak (situated) di negara sumber.
Implikasi dari situs test terhadap pasal 6 ayat (1) adalah jika harta bergerak
tidak terletak di negara sumber, negara sumber tidak dapat mengenakan
pajak
yang
property atau harta tak bergerak itu adalah subjek pajak dalam negeri di
negara sumber.
Pasal 6 ayat (1) memberikan keuntungan lebih dari sisi negara sumber.
Tidak seperti penghasilan pasif lainnya (bunga dan dividen), OECD model
dan UN Model tidak membatasi hak pemajakan negara sumber. Dengan
demikian, dapat terjadi negara sumber mengenakan pajak dengan tarif
lebih tinggi dibandingkan tarif di negara domisili.
Berdasarkan hak yang diberikan ini, apabila harta tak gerak yang
dimaksud terletak di Indonesia, Indonesia dapat mengenakan pajak atas
1
Secara umum, P3B mengatur bahwa istilah harta tak gerak (immovable
property) harus mengandung pengertian sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di negara tempat harta tak gerak tersebut berlokasi.
Istilah ini harus dalam hal apapun meliputi aksesori harta tak gerak, hewan
ternak dan peralatan yang digunakan dalam pertanian dan kehutanan, hakhak dimana ketentuan dalam hukum umum mengenai harta tak gerak
berlaku, hak pakai hasil atas harta tak gerak, serta hak atas pembayaran
tetap atau variabel sebagai pertimbangan untuk kerja, atau hak untuk
bekerja, kandungan mineral, sumber-sumber dan sumber daya alam
lainnya. Kapal dan pesawat udara tidak dianggap sebagai harta tak gerak
karena ada ketentuan tersendiri yang mengatur tentang kapal dan pesawat
udara yang beroperasi lintas negara.
Dalam P3B Indonesia dengan Singapura, ketentuan umum tersebut di atas
diperluas dengan menambahkan sumur minyak atau gas, penggalian dan
tempat-tempat lain atau ekstraksi sumber daya alam termasuk kayu atau
hasil hutan lainnya (oil or gas wells, quarries and other places or extraction
of natural resources including timber or other forest produce). Sedangkan
dalam P3B Indonesia dengan Amerika Serikat, ketentuan mengenai
pengertian penghasilan dari harta tak gerak jauh lebih sempit dari
ketentuan umum tersebut di atas.
Penghasilan dari harta tak gerak yang diatur dalam P3B antara Indonesia
dengan Amerika Serikat hanya meliputi penghasilan yang berkaitan
dengan operasi pertambangan, sumur minyak atau gas, tambang, atau
sumber daya alam lainnya dan keuntungan yang diperoleh dari penjualan,
pertukaran, atau pelepasan hak atas harta tak gerak tersebut atau dari
timbulnya hak atas penghasilan tersebut. P3B Indonesia dengan Amerika
Serikat memberikan batasan bahwa bunga atas hutang yang dijamin
dengan harta tak gerak atau dijamin dengan hak yang menimbulkan
penghasilan sehubungan dengan pengoperasian tambang, penggalian, atau
sumber daya alam lainnya tidak dianggap sebagai penghasilan dari harta
tak gerak.
III.
sehubungan
dengan
pemanfaatan
aset,
seperti
di negara itu,
penghasilan sehubungan pengalihan aset, termasuk penghasilan
sehubungan dengan pengusahaan pertambangan, sumur minyak,
sumur atau sumber alam (termasuk keuntungan yang diperoleh dari
penjualan harta tersebut atau hak yang menimbulkan penghasilan
tersebut), yang dalam kasus ini dapat diperlakukan sebagai laba
usaha (business profit) ataupun laba atas pengalihan harta tak
berwujud (capital gain).
Article 13
CAPITAL GAIN
Pasal 13 OECD Model ini mengatur tentang pemajakan laba dari pengalihan
(alienation) atas:
1.
2.
3.
4.
I.
kepada negara sumber untuk mengenakan pajak atas penghasilan harta tak bergerak
yang terletak di negara sumber yang dimiliki oleh subjek pajak dalam negeri dari
negeri lainnya (negara domisili). Hak pemajakan negara sumber atas pengalihan harta
tak bergerak tidak dibatasi oleh Pasal 13 ayat (1). Artinya, negara sumber
diperkenankan untuk mengenakan pajak sesuai dengan ketentuan domestik negara
sumber sebagai mana berikut:
Gains derived by a resident of a Contracting Sate (Country Residence) frome
the alienation of immovable property referred to in Article 6 and situated in
the other Contracting State (Country Source) may be taxed in that other
State.
Keuntungan yang diperoleh penduduk suatu Negara Pihak pada persetujuan dari
pemindahtanganan harta tak gerak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan terletak
di Negara Pihak lainnya pada persetujuan, dapat dikenakan pajak di Negara Pihak
lainnya tersebut.
II.
atas pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari PE di negara sumber.
Rumusan Pasal 13 ayat (2) OECD Model sebagai berikut:
Gains from the alienation of movable property forming part of the business
property of a permanent establishment which an enterprise of a Contracting
State has in the other Contracting State, including such gains from the
5
(Shipping, Inland Waterways Transport and Air Transport), ketentuan dalam Pasal 13
ayat (3), baik dalam OECD Model dan UN Model, mengatur pemajakan atas laba
pengalihan kapal dan pesawat terbang sebagai berikut:
Gains from alienation of ships or aircraft operated in international traffic,
boats engaged in inland waterways transport or movable property pertaining
6
to the operation of such ships, aircraft or boats, shall be taxable only in the
Contracting State in which the place of effective management of the enterprise
is situated
Keuntungan yang diterima penduduk suatu negara dari pemindahtanganan kapalkapal dan pesawat udara yang dioperasikan dalam jalur lalu lintas internasional,
perahu-perahu yang dioperasikan untuk pengangkutan sungai, atau harta bergerak
yang ada hubungannya dengan pengoperasian kapal-kapal dan pesawat udara , hanya
akan dikenakan pajak di negara tempat manajemen dari perusahaan yang
mengoperasikannya berada.
Rumusan Pasal 13 ayat (3) di atas memberikan hak pemajakan atas laba
pengalihan kapal dan pesawat terbang hanya kepada negara dimana tempat efektif
manajeman perusahaan bertempat kedudukan.
IV.
dirumuskan di Pasal 13 ayat (1) ke Pasal 13 ayat (4), yaitu memperluas hak
pemajakan negara sumber atas pengalihan saham perusahaan yang secara prinsip
mencerminkan pengalihan harta tak berwujud, sebagaimana rumusan berikut ini:
Gains derived by a resident of Contracting State from the alienation of
shares deriving more than 50 percent of their value directly or indirectly from
immovable property situated in the other Contracting State may be taxed in
the other State.
Secara prinsip, rumusan diatas didasarkan atas doktrin substansi ekonomis.
Pasal 13 ayat (4) di atas memperlakukan pengalihan saham yang dilakukan oleh
subjek pajak dalam negeri dari negara domisili sama dengan pengalihan harta tak
bergerak di negara sumber oleh subjek pajak dalam negeri yang bersangkutan, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung melalui pihak lain. Persyaratan yang
diminta dalam pasal 13 ayat (4) OECD Model adalah 50 % nilai saham dapat
dikaitkan dengan harta tak bergerak di negara sumber.
7
Dalam kasus ini, tidak menjadi masalah siapa yang menerbitkan saham, dan dimana
pihak yang menerbitkan saham (apakah di negara sumber, negara domisili, ataukah
negara ketiga), negara sumber berhak mengenakan pajak atas pengalihan saham jika
memenuhi kriteria pasal 13 ayat (4) OECD Model.
UN Model menggunakan dua pendekatan untuk memperlakukan pengalihan
saham yang secara prinsip merupakan pengalihan harta tak bergerak di negara sumber
dengan rumusan sebagai berikut:
1. Pasal 13 ayat (4):
Gains from the alienation of shares of the capital stock of a company,
or of an interest in partnership, trust or estate, the property of which
consist directly or indirectly principally of immovable property
situated in a Contracting State may be taxed in that State.
Keuntungan dari pemindahtanganan saham-saham dari suatu perusahaan, atau
penyertaan dalam suatu persekutuan, trust (jaminan) atau tanah milik, yang
aktivanya secara langsung maupun tidak langsung terutama terdiri dari harta
tak bergerak di salah satu negara dapat dikenakan pajak di negara tersebut.
Lebih lanjut, Pasal 13 ayat (4) angka 2 UN Model menjelaskan arti dari kata
principally sebagai berikut:
For the purposes of this paragraph, principally in relation to
ownership of immovable property means the value of such immovable
property exceeding 50 percent of the aggregate value of all assets
owned by the company, partnership, trust or estate.
Yang dimaksud dengan terutama pada ayat ini dalam hubungannya dengan
pemilikan atas harta tak gerak adalah jika nilai dari harta tersebut melebihi
lima puluh persen dari keseluruhan harta yang dimiliki oleh perusahaan,
persekutuan, jaminan atau tanah milik tersebut.
V.
merupakan ketentuan penutup yang memuat aspek pemajakan atas laba pengalihan
dari harta tersebut sepenuhnya merupakan hak negara domisili dari pihak yng
melakukan pengalihan harta tersebut (alienator). Adapun rumusan Pasal 13 ayat (5)
OECD Model adalah sebagai berikut:
Gains from the alienation of any property, other than that referred to in
paragraphs 1, 2, 3, and 4, shall be taxable only in the Contracting State of
which the alienator is a resident.
Keuntungan dari pemindahtanganan harta lainnya, kecuali yang disebut pada ayat 1, 2
dan 3 hanya akan dikenakan pajak di negara dimana orang/badan yang memindahkan
merupakan penduduk / berkedudukan.
VI.
Hak Pemajakan
Negara Tempat
Capital Gain
Negara
Negara Sumber
Domisili
Efektif
Manajemen
Permanent
Establishment
Kapal dan pesawat
terbang
Harta lainnya (bergerak atau
tak bergerak
10