Anda di halaman 1dari 15

BIAYA BUNGA SELAMA KONSTRUKSI

( INTEREST COST DURING CONSTRUCTION )

MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH


SATU TUGAS MATA KULIAH AKUNTANSI KEUANGAN
MENENGAH 2

DOSEN PENGAMPU : Drs. Agus Endro Suwarno, M.Si

Disusun oleh :

Muhammad Harimas S (B2001502)

Yanuar Edho Dwi S (B200150292)

Agus Sutarman (B200150297)

FAKULTAS EKONOMI dan BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Perusahaan Konstruksi dalam menjaga kelangsungan hidupnya harus
memperhatikan factor faktor intern dan factor faktor ekstern. Salah satu faktor intern
yang perlu diperhatikan adalah tentang pengakuan pendapatan yang dilakukan oleh
perusahaan untuk dapat menunjukkan laba yang optimal. Diperlukan ketetapan
perhitungan pendapatan dan biaya operasi perusahaan, agar nantinya dapat
berguna bagi manajemen dalam melakukan analisis dan pengambilan keputusan.
Saat pengakuan pendapatan merupakan penentuan yang sangat penting, karena
kesalahan kesalahan yang ditimbulkan dalam penentuan pendapatan akan berakibat
pada perubahan laba periodik, yang ada dalam laporan keuangan. Sedangkan
laporan laba rugi sangat di butuhkan oleh pihak eskteren sebagai sumber informasi
bagi pihak

pihak yang terkait.
Pengakuan pendapatan yang ada dalam perusahaan konstruksi merupakan contoh
digunakannya metode pengakuan pendapatan.
Sedangkan perusahaan kontraktor
merupakan perusahaan yang bergerak dalam p
erusahaan jasa dan menjalankan aktifitas
dan
kegiatan perubahan yang lainnya
.
Menurut
P
SAK ta
h
un 2007 NO 23, permasalahan utama dalam akuntansi untuk
pendapatan adalah menentukan saat pengakuan pendapatan.
Pendapatan diakui bila besar
kemungkinan manfaat
ekonomi masa depan akan mengalir ke peruusahaan dan manfaat
ini dapat diukur dengan andal.
pada perusahaan konstruksi,
dalam aktifitas membangun,
saat aktifitas kontrak dimulai dan tanggal saat aktifitas kontrak selesai biasanya jatuh
2
pada periode akuntan
si yang berlainnan. Untuk dapat menghitung secara tepat
pendapatan yang diperoleh, setiap perusahaan akan menemukan masalah
pengakuan
pendapatan yang diperoleh untuk menunjukkan laba yang tepat, sehingga
diperlukan
ketepatan perhitungan pendapatan dan biay
a operasi perusahaan.
Seperti halnya pada industri lain, pasar jasa konstruksi di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh daya beli dari masyarakat dan pemerintah, dimana daya beli ini
berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi makro Indonesia yang mengalami
ga
ngguan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997/1998 tersebut. Sebelum
krisis ekonomi pada tahun 1997, Biro Pusat Statistik (BPS, 2006a) mencatat adanya
pertumbuhan di sektor konstruksi yang mencapai 13,71% per tahun. Tingkat
pertumbuhan ini lebi
h tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,85%.
Akan tetapi setelah krisis ekonomi menyerang Indonesia, konstruksi merupakan
sektor
yang paling merasakan imbas dari krisis ekonomi tersebut dimana sektor konstruksi
pada
tahun 1998 terpuruk h
ingga minus 36,4% dan mengalami pertumbuhan yang paling parah
dibandingkan sektor ekonomi yang lainnya seperti manufaktur dan pertanian. Dalam
kurun waktu tersebut perusahaan
-
perusahaan jasa konstruksi sangat terpukul pada saat
terjadinya krisis ekonomi ka
rena volume pekerjaan konstruksi berkurang drastis, proyek
ditangguhkan atau dihentikan sementara oleh pemiliknya dan juga pemilik proyek
banyak
yang kesulitan melakukan pembayaran kepada kontraktor. Sementara dalam waktu
yang
bersamaan, kontraktor memilik
i kewajiban membayar kepada pihak ketiga, terutama
pengusaha golongan ekonomi lemah, disamping harus membayar bunga pinjaman
kepada
pihak perbankan yang mana pada saat itu suku bunga perbankan melonjak drastis
sampai
mencapai sekitar 25
-
26% per tahunnya.
3
Menurunnya tingkat suku bunga deposito perbankan saat ini (berkisaran antara 8
-
10%
per tahun) dapat mendorong masyarakat untuk bergerak ke sektor riil untuk
berinvestasi,
terutama ke sektor properti. Demikian juga halnya dengan adanya peningkatan nilai
Pro
duk Domestik Bruto (PDB) rakyat Indonesia yang berarti suatu refleksi mulai
pulihnya daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan
terhadap produk
-
produk konstruksi seperti misalnya perumahan, perkantoran dan
sebagainya. Perbaikan b
eberapa indikator ekonomi makro seperti yang diuraikan di atas
membuka peluang bagi pasar swasta untuk berkembang pada tahun
-
tahun berikutnya.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, pada saat ini pangsa pasar di sektor
konstruksi nasional terus tumbu
h hingga kisaran 8,6 % dari PDB nasional, atau setara
dengan Rp. 52,3 triliun pada triwulan II 2006 (BPS, 2006b). Namun jumlah tersebut
relatif belum dapat dikatakan cukup besar jika dibandingkan dengan jumlah usaha di
sektor konstruksi yang mencapai lebih
dari 80.000 perusahaan, sehingga dapat diartikan
sebagai masih terbatasnya pangsa pasar dan ketatnya persaingan di sektor jasa
konstruksi
nasiona
l.
Di sisi lain perkembangan pasar industri konstruksi tidak saja hanya dipengaruhi
oleh sektor ekonomi, akan
tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan politik baik di
dalam negeri maupun di luar negeri terutama tingkat regional. Kebijakan penerapan
otonomi daerah pada tahun 2000 menyebabkan beralihnya pengelolaan proyek
-
proyek
dari pusat ke daerah
-
daerah. Konsume
n yang tadinya terkonsentrasi di Jakarta akan
terbagi bagi ke daerah
-
daerah potensial. Hal ini akan berpengaruh pada penerapan
strategi meraih pangsa pasar dari masing
-
masing pelaku jasa konstruksi. Selain otonomi
daerah, saat ini kontraktor nasional juga
dihadapkan dengan era globalisasi yang ditandai
4
dengan diberlakukannya
Asean Free Trade Area
(AFTA) pada tahun 2003 yang
menyebabkan kontraktor
-
kontraktor asing dapat dengan bebas ikut bersaing
memperebutkan proyek
-
proyek pada pasar konstruksi di Indonesia
. Dengan masuknya
kontraktor
-
kontraktor asing tersebut di tengah belum pulihnya kondisi pasar industri
konstruksi saat ini, tentunya akan menyebabkan semakin ketatnya persaingan di
antara
pelaku bisnis konstruksi di Indonesia.
Selanjutnya menurut
P
SAK tah
un 2007
No.
34 paragraf 02,
kontrak konstruksi
adalah suatu kontrak yang dinegosiasikan secara khusus untuk konstruksi suatu
aset atau
suatu kombinasi aset yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung
dalam
hal rancangan, teknologi, dan fun
gsi atau tujuan atau penggunaan pokok.
Dengan adanya fenomena yang sudah diuraikan diatas maka perusahaan
konstruksi harus dapat menghadapi persaingan yang ada, m
engingat persoalan utama
yang ada dalam perusahaan konstruksi adalah alokasi pendapatan kon
trak dan biaya
kontrak
yang dapat mempengaruhi besarnya nilai pendapatan
pada periode dimana
pekerjaan
kostruksi tersebut dilaksanakan
, maka skripsi ini di beri judul : “
ANALISIS
METODE PANGAKUAN PENDAPATAN PADA PERUSAHAAN KONST
RUKSI
(studi kasus pada CV.
SINAR
MUSTIKA
)
BIAYA BUNGA SELAMA KONSTRUKSI

Akuntansi yang tepat untuk biaya bunga telah menjadi perdebatan yang sangat
lama.Tiga pendekatan telah disarankan untuk menghitung bunga yang terjadi dalam
pembiayaan pembangunan aktiva, dan peralatan:
1. Kapitalisasi tanpa bunga selama masa konstruksi. Pada pendekatan ini, bunga dianggap
sebagai biaya pembiayaan dan bukan biaya konstruksi. Beberapa berpendapat bahwa jika
sebuah perusahaan telah menggunakan pendanaan ekuitas dan bukan hutang, maka tidak
akan dikenakan biaya ini. Argumen utama terhadap pendekatan ini adalah bahwa
penggunaan uang tunai, apa pun sumbernya, memiliki biaya bunga terkait implisit, yang
tidak boleh diabaikan.
2. Biaya konstruksi dengan semua biaya dana yang digunakan, apakah dapat di identifikasi
atau tidak. Metode ini berpendapat bahwa biaya konstruksi harus mencakup biaya
pembiayaan, baik secara tunai, utang, atau equity. Pendukung teori ini mengatakan
bahwa semua biaya yang diperlukan untuk mendapatkan aktiva siap untuk digunakan,
termasuk bunga, adalah bagian dari biaya asset Bunga,apakah aktual atau
diperhitungkan, adalah biaya, seperti halnya tenaga kerja dan materials. Sebuah kritik
utama dari pendekatan ini adalah bahwa perhitungan biaya modal ekuitas berfifat
subjektif dan di luar kerangka sistem biaya historis.
3. IFRS menggunakan istilah biaya pinjaman daripada beban bunga. Biaya pinjaman
termasuk beban bunga dihitung menggunakan metode bunga efektif. Kita menggunakan
istilah beban bunga disini untuk menunjukkan itu adalah biaya pinjaman.

Hanya mengkapitalisasi biaya bunga yang terjadi selama masa konstruksi. Pendekatan
ini setuju dengan sebagian dasar pemikiran pendekatan kedua- bahwa bunga adalah biaya
yang sama nilainya dengan biaya bahan baku dan tenaga kerja. Tetapi pendekatan ini hanya
mengkapitalisasi biaya bunga yang timbul melalui sumber pembiayaan-utang. Artinya,
pendekatan ini tidak membuat ketetapan dalam menentukan biaya jika pembiayaan dilakukan
melalui sumber pembiayaan-ekuitas. Dalam pendekatan ini, perusahaan yang menggunakan
sumber pembiayaan-utang akan memiliki aset dengan biaya yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang menggunakan sumber pembiayaan-ekuitas. Beberapa pihak menganggap
pendekatan ini tidak memuaskan karena mereka percaya bahwa biaya perolehan suatu aset
harusnya sama apakah itu dibiayai secara tunai, utang, ataupun ekuitas.
IFRS menggunakan pendekatan ketiga-kapitalisasi bunga aktual (dengan modifikasi).
Metode ini mengikuti konsep bahwa biaya historis dalam perolehan aset mencakup semua
biaya (termasuk bunga) yang terjadi untuk membawa aset tersebut pada kondisi dan lokasi
yang diperlukan agar dapat digunakan sesuai rencana. Dasar pemikiran dari pendekatan ini
adalah bahwa selama konstruksi, aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan. Oleh karena
itu, perusahaan harus menangguhkan (mengkapitalisasi) biaya bunga. Setelah
pembangunannya selesai, aset tersebut siap untuk digunakan dan perusahaan dapat
memperoleh pendapatan. Pada titik ini, perusahaan harus melaporkan bunga sebagai beban
dan menandingkannya dengan pendapatan tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus
membebankan setiap biaya bunga yang terjadi dalam pembelian aset yang siap untuk
digunakan.
Dalam mengimplementasikan pendekatan umum ini, perusahaan mempertimbangkan
tiga hal:
1. Kualifikasi aktiva.
2. Periode kapitalisasi.
3. Jumlah yang harus dikapitalisasi.

Qualifying Assets (Kualifikasi Aktiva)


Untuk dapat melakukan kapitalisasi bunga, aset harus memenuhi suatu periode waktu
yang cukup panjang agar siap untuk digunakan atau dijual. Perusahaan mengkapitalisasi
biaya bunga dimulai sejak pengeluaran pertama yang berkaitan dengan aset tersebut.
Kapitalisasi terus dilakukan sampai perusahaan secara substansial menyiapkan asset tersebut
hingga siap untuk digunakan.
Aset yang memenuhi syarat untuk melakukan kapitalisasi biaya bunga mencakup aset
dalam konstruksi yang akan digunakan oleh perusahaan itu sendiri (termasuk bangunan,
pabrik, dan mesin besar) dan aset yang dimaksudkan untuk dijual atau disewakan yang
sedang dalam pembangunan ataupun yang dibuat sebagai proyek diskrit (misalnya kapal atau
pengembangan real estate ).
Contoh aset yang tidak memenuhi syarat untuk kapitalisasi bunga adalah (1) aset yang
sedang digunakan atau siap untuk digunakan, dan (2) aset yang tidak digunakan oleh
perusahaan dalam kegiatan pemerolehan pendapatan dan yang tidak menjalani aktivitas yang
diperlukan untuk membuat mereka siap untuk digunakan. Contoh dari jenis kedua ini
mencakup sisa tanah yang belum dikembangkan dan aktiva yang tidak digunakan karena usang,
kapasitas berlebih, atau membutuhkan perbaikan.
Capitalization Period (Periode Kapitalisasi)
Capitalization period adalah periode waktu dimana perusahaan harus mengkapitalisasi
bunga. Dimulai dengan adanya tiga kondisi:
1. Pengeluaran untuk aset yang sedang terjadi.
2. Aktivitas yang dibutuhkan untuk menyiapkan aset untuk tujuan penggunaan atau
penjualan yang sedang berlangsung.
3. Interest cost yang sedang terjadi
Kapitalisasi bunga terus terjadi selama tiga kondisi ini. Periode kapitalisasi berakhir
ketika aset tersebut secara substansial telah selesai dan siap untuk digunakan.

Amount to Capitalize (Jumlah yang harus dikapitalisasi)


Jumlah bunga untuk dikapitalisasi terbatas pada nilai terendah antara interest cost
yang terjadi selama periode atau avoidable interest. Avoidable interest adalah jumlah biaya
bunga selama periode sebuah perusahaan secara teoritis bisa menghindari jika itu tidak
membuat pengeluaran untuk aset tersebut. Jika interest cost aktual untuk periode adalah $
90.000 dan avoidable interest adalah $ 80.000 perusahaan bermodalkan hanya $ 80.000.
Atau, jika interest cost aktual adalah $ 80.000 dan avoidable interest adalah $ 90.000, masih
mengkapitalisasi hanya $ 80.000. Dalam situasi tanpa harus menarik biaya termasuk biaya
capital charge untuk equity.
Untuk menerapkan konsep avoidable interest, perusahaan menentukan jumlah potensi
bunga yang mungkin dikapitalisasi dalam suatu periode akuntansi dengan mengalikan tingkat
bunga yang sesuai dengan weighted-average accumulated expenditures untuk kualifikasi aset
selama periode berjalan.
Weighted-Average Accumulated Expenditure (WAAE). Dalam menghitung
Pengeluaran Rata rata tertimbang Akumulasi, sebuah perusahaan menimbang pengeluaran
konstruksi dengan jumlah waktu (fraksi tahunan atau periode akuntansi) yang dapat
dikenakan biaya bunga atas pengeluaran.
Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa Hen Ren Company memutuskan untuk
membangun sebuah jembatan, yang diperkirakan menghabiskan waktu 17 bulan untuk
diselesaikan, dimulai pada 2011. Perusahaan melakukan pembayaran seperti kepada
kontraktor pada 2011 : $240,000 pada tanggal 1 Maret, $480,000 pada tanggal 1 Juli, dan
$360,000 pada 1 November. Perusahaan menghitung pengeluaran rata rata tertimbang
akumulasi untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2011 seperti berikut ini.
Pengeluaran Pengeluaran Rata
Periode
Kapitalisasi * rata tertimbang
Tanggal Jumlah Akumulasi

1 Maret $240,000 10/12 $200,000


1 Juli 480,000 6/12 240,000
1 November 360,000 2/12 60,000
$1,080,000
*bulan antara tanggal pengeluaran dan tanggal berhentinya kapitalisasi bunga atau akhir
tahun, mana yang lebih dulu (dalam hal ini 31 Desember).

Untuk menghitung akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang, Han Ren menimbang


pengeluaran dari jumlah waktu yang dapat dikenakan biaya bunga atas pengeluaran masing-
masing. Untuk pengeluaran pada 1 Maret, Han Ren menggabungkan biaya bunga untuk 10
bulan dengan pengeluaran. Untuk pengeluaran tanggal 1 Juli, hanya dikenakan biaya bunga
untuk 6 bulan saja. Untuk pengeluaran tanggal 1 November, perusahaan hanya mengenakan
biaya bunga untuk 2 bulan saja.
Untuk menghitung akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang, Han Ren mengukur
pengeluaran dengan jumlah waktu yang dapat dikenakan biaya bunga atas masing-masing.
Untuk pengeluaran 1 Maret, Han Ren menghubungkan 10 bulan biaya bunga dengan
pengeluaran. Untuk pengeluaran pada 1 Juli, itu dikenai biaya bunga hanya 6 bulan. Untuk
pengeluaran dilakukan pada 1 November, perusahaan hanya dikenai 2 bulan biaya bunga.
Interest rate (Tingkat suku bunga). Perusahaan mengikuti prinsip-prinsip dalam
memilih tingkat bunga yang sesuai untuk diterapkan dengan pengeluaran akumulasi rata-rata
tertimbang:
1. Untuk bagian akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang yang kurang dari atau sama
dengan jumlah yang dipinjam secara khusus untuk membiayai pembangunan aktiva,
gunakan tingkat bunga yang timbul atas pinjaman khusus.
2. Untuk bagian akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang yang lebih besar dari utang apa
pun yang terjadi secara khusus untuk membiayai pembangunan aktiva, gunakan rata-rata
tertimbang suku bunga atas semua hutang lainnya selama periode berjalan.
Ilustrasi 10-3 menunjukkan perhitungan tingkat kapitalisasi (suku bunga rata-rata
tertimbang) untuk utang lebih besar daripada jumlah yang dikeluarkan secara khusus untuk
membiayai pembangunan aktiva tersebut.
Principal Interest
12%, 2-year note $600.000 $72.000
9%, 10-year bonds $2.000.000 $180.000
7,5%, 20-year bonds $5.000.000 $375.000
$7.600.000 $627.000
Capitalization rate = Total Interest : Total principal
= $627.000 : $7.600.000 = 8,25%

Contoh Komprehensif Kapitalisasi Bunga


Untuk menggambarkan persoalan yang terkait dengan kapitalisasi bunga, asumsikan
bahwa pada tanggal 1 November2010, Shalla Company mengontrak Pfeifer Construction Co.
untuk membangun gedung senilai $1,400,000 pada tanah senilai $100,000 (dibeli dari
kontraktor dan termasuk dalam pembeyaran pertama). Shalla melakukan pembayaran sebagai
berikut ke perusahaan konstruksi selama tahun 2011.
1 Januari = $210,000
1 Maret = $300,000
1 Mei = $540,000
31 Desember = $450,000
Total = $1,500,000
Pfeier Construction menyelesaikan gedung, siap untuk digunakan pada tanggal 31
Desember 2011. Shalla memiliki hutang yang harus dibayar pada tanggal 31 Desember 2011.
Utang Khusus
1. Wesel dengan masa jatuh tempo 3 tahun dengan bunga 15% diterbitkan untuk
membiayai pembelian tanah dan pembangunan gedung, tertanggal 31 Desember 2010,
dengan bunga dibayar tahunan setiap tanggal 31 Desember.
Utang Lain-lain
2. Wesel dengan masa jatuh tempo 5 tahun dengan bunga 10%, tertanggal 31 Desember
2007 diterbitkan, dengan bunga dibayar tahunan setiap tanggal 31 Desember.
3. Obligasi dengan masa jatuh tempo 10 tahun dengan bunga 12% diterbitkan pada tanggal
31 Desember 2006, dengan bunga dibayar tahunan setiap tanggal 31 Desember.
Shalla menghitung weighted-average accumulated expenditure selama 2011, seperti yang
tercantum dalam ilustrasi 10-4
Pengeluaran
Akumulasi
Periode Kapitalisasi
Pengeluaran
Tanggal Jumlah Tahun Berjalan
Rata-rata Tertimbang

1 Januari $ 210,000 12/12 $ 210,000


1 Maret 300,000 10/12 250,000
! Mei 540,000 8/12 360,000
31 Desember 450,000 0 0
$ 1,500,000 $ 820,000
Catatan bahwa pengeluaran dilakukan pada tanggal 31 Desember, hari terakhir dari
tahun tersebut, tidak menimbulkan bunga.
Shalla menghitung bunga avoidabel, seperti ditunjukkan dalam ilustrasi 10-5.

Akumulasi
Pengeluaran
X Tarif Bunga = Bunga Avoidabel
Rata-rata
tertimbang

$ 750,000 0,15 (wesel atas $ 112,500


konstruksi)
0,1104 (tarif
70,000ª 7,728
kapitalisasi)º
$ 820,000 $ 120,228

ªJumlah kelebihan dari akumulasi pengeluaran rata-rata tertimbang terhadap pinjaman


spesifik
ºPenghitungan tarif kapitalisasi :
Pokok Bunga
10%, wesel-5 tahunan $ 550,000 $ 55,000
12%, obligasi-10 tahunan 600,000 72,000
$ 1,150,000 $ 127,000
Tarif Kapitalisasi = Total bunga : total pokok
= $127,000 : $ 1,150,000
= 11,04%
Perusahaan menentukan bunga sebenarnya, yang mempresentasikan jumlah bunga
maksimum yang bisa dikapitalisasi selama 2011, seperti ditunjukkan di dalam ilustrasi 10-6.
Wesel atas konstruksi $750,000 X 0,15 = $112,500
Wesel – 5 tahunan $550,000 X 0,10 = $ 55,000
Obligasi tahunan $600,000 X 0,12 = $ 72,000
Bunga Sebenarnya $239,500
Beban bunga yang dikapitalisasi Shalla adalah yang lebih kecil yaitu antara $120,228
(bunga avoidabel) dan $239,500 (bunga sebenarnya), yaitu $120,228.
Shalla mencatat jurnal berikut selama tahun 2011:
1 Januari
Tanah 100,000
Gedung (atau Konstruksi dalam 110,000
Proses)
Kas 210,000
1 Maret
Gedung 300,000
Kas 300,000
1 Mei
Gedung 540,000
Kas 540,000
1 Desember
Gedung 450,000
Kas 450,000
Gedung (Bunga dikapitalisasi) 120,228
Beban Bunga ($239,000 - $120,228) 119,272
Kas ($112,500 + $55,000 + 239,500
$72,000)

Shalla sebaiknya menghapus bunga yang dikapitalisasi sebagai bagian dari depresiasi
terhadap nilai guna aset di dalamnya dan tidak lebih dari term dari utang. Dia seharusnya
mengungkapkan jumlah bunga yang dikapitalisasi selama periode tersebut dan tarif
kapitalisasi yang digunakan untuk menentukan jumlah bunga yang dikapitalisasi, yang dibagi
menjadi bagian untuk beban dan bagian untuk dikapitalisai.
Pada 31 Desember 2011, Shalla mengungkapkan jumlah bunga yang dikapitalisasi
baik itu sebagai bagian dari laporan laba rugi atau di dalam catatan yang menyertai laporan
keuangan. Kami mengilustrasikan bentuk pengungkapan keduanya, pada ilustrasi 10-7 dan
10-8.
ILUSTRASI 10-7
Pelaporan bunga dikapitalisasi dalam laporan laba rugi
Pendapatan dan beban lain-lain
Beban bunga $239,500
Dikurangi: Bunga dikapitalisasi 120,228 119,272
Pendapatan sebelum pajak XXXX
Pajak pendapatan XXX
Laba bersih XXXX
ILUSTRASI 10-8
Pengungkapan bunga dikapitalisasi di dalam catatan laporan keuangan
Catatan 1: Kebijakan Akuntansi. Bunga dikapitalisasi. Selama 2011 total biaya bunga
$239,500, sebesar $120,228 dikapitalisasi dan sebesar $119,272 dibebankan ke beban
bunga. Tarif kapitalisasi yang digunakan adalah 11,04%.
Isu-isu khusus yang berkaitan dengan Kapitalisasi Bunga
Dua isu yang berkaitan dengan kapitalisasi bunga ditujukan pada perhatian khusus:
1. Pengeluaran/belanja tanah
2. Pendapatan bunga
Pengeluaran perolehan Tanah. Ketika perusahaan membeli tanah dan bermaksud
mengolahnya untuk tujuan tertentu, biaya bunga yang terkait dengan pengeluaran tersebut
dapat dikapitalisasi. Apabila tanah tersebut dibeli dengan tujuan sebagai lokasi untuk
bangunan (seperti lokasi pabrik), biaya bunga yang dikapitalisasi selama periode
pembangunan merupakan bagian dari biaya pabrik, bukan tanah. Sebaliknya, jika perusahaan
mengolah tanah tersebut untuk dijual, biaya bunga yang dikapitalisasi selama periode
pembangunan merupakan bagian dari biaya perolehan tanah. Akan tetapi, perusahaan tidak
seharusnya mengkapitalisasi biaya bunga yang terkait dengan pembelian tanah untuk
spekulasi karena aktiva tersebut telah siap untuk dipergunakan sesuai dengan tujuan
perusahaan.
Pendapatan Bunga. Perusahaan seringkali meminjam dana untuk membiayai
pembangunan suatu aktiva. Mereka menginvestasikan kelebihan atas pinjaman dana pada
interest bearing securities untuk sementara waktu hingga mereka membutuhkan dana untuk
membiayai pembangunan. Selama tahap awal pembangunan, pendapatan bunga, yang
diperoleh dapat melebihi biaya bunga yang timbul atas dana yang dipinjam.
Haruskah perusahaan meng-offset pendapatan bunga terhadap biaya bunga ketika
menentukan nilai bunga untuk mengkapitalisasinya sebagai bagian dari biaya konstruksi
aktiva? IFRS mengharuskan bahwa pendapatan bunga yang diperoleh atas pinjaman spesifik
(specific borrowings) harus meng-offset biaya bunga yang dikapitalisasi. Alasannya adalah
bahwa pendapatan bunga atas pinjaman spesifik yang diperoleh secara langsung terkait
dengan biaya bunga atas pinjaman tersebut. Contohnya, asumsikan bahwa Shalla Company
memperoleh pendapatan bunga $10,000 pada tahun 2011 yang terkait dengan pijaman
spesifik sebesar $750,000. Dalam hal ini, Shalla mengkapitalisasi biaya bunga sebesar
$110,228 ($120,228 - $10,000), bukan $120,228. Seperti yang ditunjukkan, Shalla hanya
menggunakan pendapatan bunga pinjaman spesifik untuk mengurangi jumlah yang
dikapitalisasi. Offsetting pendapatan bunga dari pinjaman umum lainnya tidak tepat karena
itu mengarah pada pengurangan bunga dikapitalisasi yang keliru.
Observasi
Persyaratan untuk pengkapitalisasian bunga masih dalam perdebatan. Dari kacamata
konseptual, banyak yang meyakini bahwa untuk alasan yang disebutkan di awal, perusahaan
harus mengadopsi salah satu dari no interest cost atau all interest cost, actual atau
diperitungkan.
Persyaratan untuk mengkapitalisasi interest dapat menyebabkan dampak yang
signifikan pada laporan keuangan. Contoh, saat pendapatan dari perusahaan bangunan Jim
Walter’s Corporation (USA) mennurun dari $ 1.51 sampai ke $ 1.71 untuk tiap sahamnya,
perusahaan kehilangan 11 sen pada tiap saham karena kemerosotan yang disebabkan oleh
kapitalisasi pada bunga dalam proyek pertambangan batu bara dan beberapa pabrik yang
sedang dalam pembangunan.
Bagaimana para pemegang kepentingan menentukan dampak dari kapitalisasi bunga
dalam garis bawah perusahaan?. Mereka memeriksa catatan atas laporan keuangan.
Perusahaan dengan kapitalisasi bunga material harus menutup jumlah dari kapitalisasi bunga
terhadap biaya total bunga. Contohnya, Royal Dutch Shell (GBR and NLD) mengkapitalisasi
hamper 42% dari keseluruhan total biaya bunga dalam tahun yang bersangkutan dan
menyediakan catatan kaki berikut yg berhubungan dengan kapitalisasi bunga.
Interest Expense
Interest Incurred $2,051
Less: Interest Capitalised (870)
Total $ 1,181
(Aplikasi persentase bunga dalam menentukan jumlah dari kapitalisasi tahun 2008 adalah
5.0 %, 2007; 5.0%; 2006;4.0%)

Anda mungkin juga menyukai