Disusun Oleh
Alexander Depatra
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Andalas
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan Makalah ini diharapkan bagi diri kami bersama sebagai penulis
maupun bagi pembaca dari makalah ini dapat menambah wawasan, dan mengetahui issue issue
terbaru tentang akuntansi keuangan sehingga kita para akuntan masa depan selalu ingin untuk
membaca dan menghilangkan rasa acuh terhadap issue issue akuntansi yang terjadi.
Juga Manfaat penulisan bagi kami yaitu di harapkan dapat memenuhi tugas Presentasi Seminar
Akuntansi Keuangan tentang Current Issue.
BAB II
Dengan ditandatanganinya perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 maka Belanda
wajib menyerahkan seluruh kekayaan pemerintah Hindia Belanda kepada pemerintahan
Republik Indonesia Serikat (RIS) termasuk maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart
Maatschappij- Inter-Insulair Bedrijf). KLM-IIB merupakan anak perusahaan KLM setelah
mengambil alih maskapai swasta K.N.I.L.M (Koninklijke Nederlandshindische Luchtvaart
Maatschappij) yang sudah eksis sejak 1928 di area Hindia Belanda.
Pada 21 Desember 1949 dilaksanakan perundingan lanjutan dari hasil KMB antara pemerintah
Indonesia dengan maskapai KLM mengenai berdirinya sebuah maskapai nasional. Presiden
Soekarno memilih dan memutuskan “Garuda Indonesian Airways” (GIA) sebagai nama
maskapai ini.
Dalam mempersiapkan kemampuan staf udara Indonesia, maka KLM bersedia menempatkan
sementara stafnya untuk tetap bertugas sekaligus melatih para staf udara Indonesia. Karena itulah
pada masa peralihan ini Direktur Utama pertama GIA merupakan orang Belanda, Dr. E.
Konijneburg. Armada pertama GIA pertama pun merupakan peninggalan KLM-IIB dan bukan
armada “Indonesian Airways” milik AURI.
Sehari setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia (RI) oleh Belanda, yaitu tanggal 28
Desember 1949, dua buah pesawat Dakota (DC-3) berangkat dari bandar udara Kemayoran,
Jakarta menuju Yogyakarta untuk menjemput Soekarno dibawa kembali ke Jakarta yang
sekaligus menandai perpindahan kembali Ibukota RI ke Jakarta. Sejak saat itulah GIA terus
berkembang hingga dikenal sekarang sebagai Garuda Indonesia.
Setahun kemudian, di tahun 1950, Garuda Indonesia menjadi perusahaan negara. Pada periode
tersebut, Garuda Indonesia mengoperasikan armada dengan jumlah pesawat sebanyak 38 buah
yang terdiri dari 22 DC-3, 8 Catalina kapal terbang, and 8 Convair 240. Armada Garuda
Indonesia terus bertambah dan akhirnya berhasil melaksanakan penerbangan pertama kali ke
Mekah membawa jemaah haji dari Indonesia pada tahun 1956. Tahun 1965, penerbangan
pertama kali ke negara-negara di Eropa dilakukan dengan Amsterdam sebagai tujuan terakhir.
Garuda Indonesia - maskapai pembawa bendera Bangsa - saat ini melayani 83 destinasi di
seluruh dunia dan berbagai lokasi eksotis di Indonesia.
Dengan jumlah penerbangan lebih dari 600 penerbangan per hari dan jumlah armada 196
pesawat di Januari 2017, Garuda Indonesia memberikan pelayanan terbaik melalui konsep
“Garuda Indonesia Experience” yang mengedepankan keramahtamahan dan kekayaan budaya
Indonesia.
Garuda Indonesia terus melaksanakan program transformasi secara berkelanjutan. Hasilnya, kini
Garuda Indonesia merupakan maskapai bintang lima, dengan berbagai pengakuan dan apresiasi
berskala internasional , diantaranya pencapaian ‘The World’s Best Cabin Crew” selama empat
tahun berturut-turut, dari tahun 2014 hingga 2017; "The World's Most Loved Airline 2016" dan
“The World’s Best Economy Class 2013” dari Skytrax, lembaga pemeringkat penerbangan
independen berbasis di London.
Mempersembahkan layanan penerbangan full service terbaik, Garuda Indonesia – maskapai flag
carrier Indonesia – saat ini melayani lebih dari 90 destinasi di seluruh dunia dan berbagai lokasi
eksotis di Indonesia. Dengan jumlah penerbangan mencapai 600 penerbangan per hari, Garuda
Indonesia memberikan pelayanan terbaik melalui konsep “Garuda Indonesia Experience” yang
mengedepankan “Indonesian Hospitality” - keramahtamahan dan kekayaan budaya Indonesia.
Garuda Indonesia group mengoperasikan 202 armada pesawat sebagai jumlah keseluruhan
dengan rata-rata usia armada dibawah lima tahun. Adapun Garuda Indonesia sebagai mainbrand
saat ini mengoperasikan sebanyak 144 pesawat, sedangkan Citilink mengoperasikan sebanyak 58
armada.
Selain itu, pada tahun 2017 lalu, Garuda Indonesia juga berhasil meraih predikat "Bintang 5" dari
Airline Passenger Experience Association (APEX), sebuah asosiasi nirlaba untuk peningkatan
pengalaman penumpang penerbangan yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat.
”Perlakuan akuntansi yang dicurigai Chairal adalah pencatatan transaksi dari kerja sama Garuda
dan Mahata dalam satu tahun buku yakni laporan buku tahunan 2018. Berdasarkan laporan
keuangan GIAA 2018 tercatat kerja sama dengan Mahata berlaku selama 15 tahun. Kontrak kerja
sama dengan Mahata nilainya mencapai 239,94 juta dolar AS atau sekitar Rp2,98 triliun. Namun,
Mahata saat ini baru membayar 6,8 juta dolar AS. Sisanya sebesar 233,13 juta dolar AS
dicatatkan sebagai piutang lain-lain.
Dalam laporan hasil audit terkait transaksi antara Mahata dan Garuda yang diunggah dalam
keterbukaan informasi publik pada situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) disampaikan bahwa
transaksi tersebut telah diaudit dan mendapat predikat wajar. Deputi Bidang Usaha Jasa
Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo menegaskan
laporan keuangan Garuda 2018 sudah melalui proses audit sehingga tidak perlu diragukan.
Namun, jawaban Gatot Trihargo itu tak lantas menghilangkan kecurigaan atas transaksi tak wajar
yang bisa membalik laporan kinerja maskapai pelat merah itu dalam waktu relatif singkat.
Apalagi, sampai September 2018, Garuda sempat mencatatkan rugi, yang dapat diatribusikan
kepada pemilik entitas induk, senilai 114,08 juta dolar AS.
Ikatan Akuntan Nilai Tak Wajar Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo
mengatakan, sebenarnya ada metode akuntansi yang disebut metode akrual, yaitu metode
pencatatan akuntansi yang memungkinkan piutang dimasukkan sebagai pendapatan meskipun
uangnya belum diterima. Bila Garuda Indonesia benar-benar mencatat laba, maka harusnya
pemerintah mendapat bagian keuntungan atau dividen dari Garuda. Namun, lantaran pendataan
sumber laba itu hanya berupa piutang, maka tak ada sepeser pun dana yang bisa diserahkan ke
pemerintah dalam bentuk dividen. Potensi pendapatan negara pun hilang.
Saat itu Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal sempat menargetkan rugi bersih
perusahaan bisa ditekan di bawah US$50 juta pada 2018. Sementara, Direktur Utama Garuda
Indonesia Ari Askhara menargetkan kerugian menjadi di bawah US$100 juta.
Hasilnya, neraca keuangan tahun lalu berhasil berubah 180 derajat menjadi untung. Tapi, hal itu
tak diiringi dengan kenaikan pendapatan usaha yang signifikan.
Perusahaan meraih pendapatan usaha sebesar US$4,37 miliar sepanjang 2018. Angka itu hanya
naik 4,79 persen dari posisi 2017 yang sebesar US$4,17 miliar.
Menariknya, pendapatan bersih lain-lain perusahaan melonjak 1.308 persen dari US$473,85 juta
menjadi US$567,93 juta. Kenaikan signifikan itu ditopang oleh pendapatan kompensasi atas hak
pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten
sebesar US$239,94 juta.
Pada 2017, pendapatan kompensasi itu tercatat nol rupiah. Tak heran, lonjakan pendapatan lain-
lain bersih terjadi tahun lalu.
Ditelisik lebih jauh, layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan itu berasal dari kerja
sama yang diteken Garuda Indonesia dengan Mahata pada 31 Oktober 2018 dan diperbaharui
pada 26 Desember 2018 lalu.
Dalam kerja sama itu, Mahata berkomitmen untuk menanggung seluruh biaya penyediaan,
pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan dan pembongkaran dan pemeliharaan
termasuk jika ada kerusakan, mengganti atau memperbaiki peralatan layanan konektivitas.
Pemasangan peralatan layanan itu dipasang dalam penerbangan untuk 50 pesawat Garuda
Indonesia tipe A320, 20 pesawat A330, 73 pesawat Boeing 737-800 NG, dan 10 pesawat Boeing
777 dengan nilai US$131,94 juta. Kemudian, layanan hiburan dipasang di 18 pesawat tipe A330,
70 pesawat Boeing 737-800 NG, satu pesawat Boeing 737-800 Max, dan 10 pesawat Boeing 777
dengan nilai US$80 juta.
Bila merujuk pada surat yang dibuat oleh Chairal dan Dony, pihak Mahata sebenarnya belum
membayar satu sen pun dari total kompensasi yang disepakati US$239,94 juta kepada Garuda
Indonesia hingga akhir 2018. Namun, manajemen memutuskan untuk mencatatkannya sebagai
pendapatan.
Chairal dan Dony menyebut tanpa kompensasi itu sebenarnya perusahaan masih merugi
US$244,95 juta. Keputusan manajemen memang berhasil membuat pasar terlena dengan catatan
positif di laporan keuangan.
Namun, Chairal dan Dony berpendapat hal ini justru merugikan perusahaan dari sisi arus kas.
Sebab, ada kewajiban bayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari
laba yang diraih Garuda Indonesia.
Padahal, beban itu seharusnya belum menjadi kewajiban karena pembayaran dari kerja sama
dengan Mahata belum masuk ke kantong perusahaan. Mereka melihat hal ini bertentangan
dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23 paragraf 28 dan 29.
Pada paragraf 28 tertulis pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain
yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui dengan dasar yang dijelaskan di paragraf
29 jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan
mengalir ke entitas dan jumlah pendapatan dapat diukur secara andal.
Dikutip dari berbagai sumber, Mahata adalah perusahaan rintisan (startup) penyedia teknologi
wifi on board. Perusahaan ini didirikan oleh M. Fitriansyah atau akrab disapa Temi. Ia adalah
Ketua Dewan Kehormatan Himpunan Pengusaha Muda Indonesi (HIPMI) Bangka Belitung
(Babel).
Perusahaan itu menggunakan teknologi bernama GX Aviation Sistem atau layanan konektivitas
nirkabel global berkecepatan tinggi. Namun, Mahata di sini rupanya bertindak sebagai perantara
atau broker antara Garuda Indonesia dengan pemilik teknologi bernama Inmarsat Aviation,
Lufthansa Technik, dan Lufthansa System
BEI meminta penjelasan perseroan dalam suratnya pada 24 April 2019. Dalam surat tersebut ada
tujuh pertanyaan yang diajukan mulai dari piutang diakui sebagai pendapatan hingga keterangan
mengenai PT Mahata Aero Teknologi.
Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk tersebut pun menjawab pertanyaan BEI tersebut yang
disampaikan dalam keterbukaan informasi BEI, Senin (29/4/2019):
Pencatatan pendapatan atas hak kompensasi layanan konektivitas dan in-flight entertainment
telah sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku. Selain itu, laporan keuangan tahun buku
2018 telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dengan opini wajar tanpa pengecualian.
Perseroan juga telah melakukan keterbukaan informasi dalam rangka pemenuhan Peraturan
IX.E.2 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha utama sehubungan transaksi
dengan PT Mahata Aero Teknologi pada 4 April 2019 melalui website BEI dan surat kabar suara
pembaruan.
Sebagai tambahan informasi, mengacu kepada Peraturan IX.E.2 nilai transaksi yang tercantum
pada laporan keterbukaan informasi tersebut merupakan nilai transaksi antara Perseroan dan
Mahata, sementara itu LKT yang dipublikasikan pada 1 April 2019 merupakan laporan keuangan
konsolidasian Perseroan.
2.Penyebab 2 komisaris perseroan tidak menandatangani laporan tahunan 2018?
Sesuai dengan penjelasan Dewan Komisaris yang disampaikan pada RUPS Tahunan Perseroan
yang diselenggarakan pada tanggal 24 April 2019 (“RUPST”) bahwa terdapat 2 (dua) Anggota
Komisaris yang berpendapat pendapatan Perseroan dari Mahata tidak dapat diakui dalam
tahun buku 2018 karena tidak sesuai dengan PSAK 23.
Tidak terdapat dampak apapun dari tidak ditandatanganinya Laporan Tahunan Perseroan tahun
buku 2018 oleh 2 (dua) Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan RUPS Perseroan.
Dapat kami sampaikan bahwa Laporan Tahunan Perseroan tahun buku 2018 termasuk di
dalamnya Laporan Keuangan Konsolidasian Perseroan tahun 2018, Laporan Tugas Pengawasan
Dewan Komisaris dan Laporan Keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Perseroan
tahun 2018 telah mendapatkan persetujuan dari RUPS Tahunan yang diselenggarakan pada 24
April 2019.
Pengakuan Pendapatan sesuai dengan PSAK 23 Sesuai dengan PSAK 23 Paragraf 29 pendapatan
yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan
dividen diakui jika:
Sebagaimana yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama (“PKS”) penyediaan layanan
konektivitas dalam penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia
No. Citilink/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 pasal 3 dan 8 bahwa PT Citilink Indonesia menerima
manfaat ekonomik berupa peningkatan kualitas layanan dan potensi pendapatan.
PKS sebagaimana tersebut di atas juga telah menyatakan jumlah nilai biaya kompensasi dan
alokasi slot dari pesawat terhubung, sehingga pendapatan dari PT Mahata Aero Teknologi dapat
diukur secara andal.
Atas dasar tersebut dan didukung oleh pendapat hukum dari Law Firm Lubis, Santosa &
Maramis tidak terdapat kewajiban kontraktual untuk mengembalikan biaya kompensasi. Maka
biaya kompensasi dapat diakui sebagai pendapatan pada 2018.
Sesuai dengan perjanjian pasal 3 dinyatakan bahwa PT Mahata Aero Teknologi akan melakukan
dan menanggung seluruh biaya penyediaan, pelaksanaan, pemasangan, pengoperasian, perawatan
dan pembongkaran dan pemeliharaan termasuk dalam hal terdapat kerusakan, mengganti
dan/atau memperbaiki peralatan layanan konektivitas dalam penerbangan dan hiburan dalam
pesawat dan manajemen konten.
Oleh karena itu, secara substantial imbalan yang diterima atas penyerahan hak pemasangan dan
hak pengelolaan tersebut di atas merupakan imbalan tetap atau jaminan yang tidak dapat
dikembalikan dalam suatu kontrak yang tidak dapat dibatalkan yang mengizinkan pemegang hak
untuk mengeksploitasi hak tersebut secara bebas dan pemberi hak tidak memiliki sisa kewajiban
untuk dilaksanakan, pendapatan atas kompensasi hak pemasangan peralatan layanan konektivitas
pesawat dan kompensasi hak pengelolaan layanan hiburan dalam pesawat dan manajemen
konten sebesar USD 211.940.000 diakui pada saat penyerahan hak kepada PT Mahata Aero
Teknologi pada tahun 2018
Kami juga telah melakukan kajian apakah perjanjian penyediaan layanan konektivitas dalam
penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia mengandung sewa
sesuai dengan ISAK 8 Par.06 dan Par.07 untuk mendukung dan/atau menguatkan pendapatan
kami bahwa transaksi penyerahan hak pemasangan perangkat konektivitas di pesawat dan
layanan In- Flight Entertainment bukan merupakan sewa, namun merupakan penyerahan hak
dengan imbalan tetap, tidak dapat dikembalikan dan tidak ada sisa kewajiban yang harus
dilaksanakan sebagaimana kriteria berikut :
i. Pemenuhan perjanjian bergantung pada aset atau aset-aset tertentu
Jika pemasok berkewajiban untuk menyerahkan barang dan jasa dalam jumlah tertentu, serta
mempunyai hak dan kemampuan untuk menyediakan barang dan jasa tersebut dengan
menggunakan asset lain yang tidak ditentukan dalam perjanjian, maka pemenuhan perjanjian
tidak bergantung pada asset tertentu sehingga perjanjian tersebut tidak mengandung sewa.
Sebagaimana yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama (“PKS”) penyediaan layanan
konektivitas dalam penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia
No. Citilink/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 Pasal 4 dan Pasal 12 ayat 2 PT Citilink Indonesia akan
menyediakan sejumlah pesawat dalam Aircraft List Service yang akan dikelola PT Mahata Aero
Teknologi.
Selain itu disebutkan PT Citilink Indonesia dapat menggantikan dengan pesawat lainnya yang
belum terpasang Peralatan Layanan Konektivitas apabila jangka waktu pesawat terhubung harus
dikembalikan kepada penyewa (lessor).
Berdasarkan hal di atas, pemenuhan perjanjian tidak bergantung pada aset atau aset-aset tertentu
maka transaksi skema kerja sama Layanan In-Flight Connectivity dan In-Flight Entertainment
dengan PT Mahata Aero Teknologi tidak mengandung sewa.
Suatu perjanjian memberikan hak untuk menggunakan suatu aset jika perjanjian tersebut
memberikan hak kepada pembeli untuk mengendalikan penggunaan aset tersebut. Sebagaimana
yang tercantum pada Perjanjian Kerja Sama (“PKS”) penyediaan layanan konektivitas dalam
penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia No.
Citilink/JKTDSQG/PERJ-6248/1018 pasal 3 dan 5 bahwa Mahata tidak memiliki kemampuan
dan hak untuk mengoperasikan pesawat serta tidak memiliki hak untuk mengendalikan
peralatan/kelengkapan pesawat yang dimiliki/ dioperasikan PT Citilink Indonesia.
Berdasarkan di atas, perjanjian antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia
tidak memberikan suatu hak menggunakan aset maka transaksi kerja sama Layanan In-Flight
Connectivity dan In-Flight Entertainment dengan PT Mahata Aero Teknologi tidak mengandung
sewa.
Kesimpulan Pemenuhan aspek PSAK Sebagaimana penjelasan kami di atas, maka dapat kami
simpulkan pengakuan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan perangkat In-Flight
Connectivity dan Layanan In- Flight Entertainment, juga Content Management telah dilandasi
dan sejalan dengan PSAK.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja, Perusahaan memiliki beberapa inisiatif untuk men-
generate ancillary revenue yang salah satunya melalui kerja sama dengan investor yang memiliki
kapasitas dan kapabilitas dalam Layanan In-Flight Connectivity dan In-Flight Entertainment.
Dengan market share Garuda Group mencapai 51 persen atau dengan jumlah pelanggan sebesar
30 juta pelanggan per tahun, maka Garuda Grup merupakan market place yang potensial untuk
sarana dan/atau media iklan.
3. Perseroan dapat melakukan efisiensi beban usaha dengan mengurangi biaya pengelolaan
layanan In-Flight Entertainment yang akan menjadi beban PT Mahata yang akan meningkatkan
laba Perseroan secara konsolidasi.
4. Perseroan akan memperoleh pendapatan yang berasal dari biaya kompensasi hak pemasangan
peralatan layanan konektivitas dan hak pengelolaan layanan In-Flight Entertainment dari PT
Mahata yang akan meningkatkan laba Perseroan secara konsolidasi.
5. Perseroan akan memperoleh pendapatan yang berasal dari alokasi slot dari PT Mahata yang
akan meningkatkan laba Perseroan secara konsolidasi.
6. Meningkatkan kinerja keuangan Perseroan secara konsolidasi yang dapat meningkatkan nilai
saham Perseroan dan memberikan nilai tambah bagi Pemegang Saham.
6. Profil PT Mahata Aero Teknologi yang meliputi tahun berdiri, bidang usaha, pemegang saham
sampai dengan ultimate shareholder, jumlah aset?
Riwayat Singkat Perusahaan PT Mahata Aero Teknologi didirikan berdasarkan Akta No. 3
tanggal 03 November 2017 yang dibuat oleh Yeldi Anwar, SH, notaris di Jakarta. Akta pendirian
ini disahkan oleh Menteri Hukum dan Perundangundangan Republik Indonesia dalam Surat
Keputusan No. AHU- 0140899.AH.01.11.TAHUN 2017 tanggal 08 November 2018. Perusahaan
berdomisili di Prosperity Tower 9th Floor, Unit F, District 8, SCBD Lot 28, Jalan Jenderal
Sudirman Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12190.
Kegiatan usaha Sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan
Perusahaan adalah berusaha dalam bidang industri jasa, perdagangan, pembangunan, percetakan,
transportasi dan pertanian. Saat ini kegiatan usaha Mahata bergerak dibidang penyediaan layanan
internet pada transportasi udara.
Perseroan tidak memiliki kontrak kerja sama dengan penyedia layanan konektivitas sejenis
dengan vendor lainnya. Perseroan hanya memiliki kerja sama dengan penyedia konektivitas dan
bukan penyedia alat konektivitas.
Selain itu, perseroan juga memiliki kontrak kerja sama terkait dengan content management in-
flight entertainment yang akan berakhir pada Juni 2019.
Menurut Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilm, Garuda Indonesia
melakukan kesalahan terkait laporan tahunannya yang tak mencantumkan penjelasan dari kedua
komisaris yang menolak laporan keuangan 2018.
"Karena di dalam Laporan Tahunan Garuda Indonesia, perseroan tidak memuat alasan maupun
penjelasan terkait penolakan dua komisaris yang tidak tanda tangan menyetujui laporan
keuangan tersebut," jelas dia dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta,
Jumat (28/6/2019).
2. Direksi dan Komisari Didenda Rp100 Juta
Masih berdasarkan pelanggaran tersebut, OJK juga turut mengenakan denda kepada direksi dan
komisaris Garuda Indonesia yang pada saat itu menandatangani persetujuan laporan keuangan
2018. "Tentunya tidak termasuk dengan dua komisaris yang tidak lakukan tanda tangan," imbuh
Fahkri.
5. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan Diminta Lakukan Perbaikan Mutu
Kemenkeu memberikan Peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan
perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan tinjauan oleh BDO
International Limited. Surat keputusan sanksi ini pun sudah ditandatangani pada 26 Juni 2019.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, KAP belum
mengimplementasikan kebijakan unsur pelaksanaan keterikatan dalam sistem pengendalian
mutu. KAP seharusnya memiliki sistem pengendalian mutu, yakni bertanggung jawab
memastikan kualitas dari audit tersebut sebelum auditor melakukan tanda tangan. "Harusnya
ditinjau kembali hasilnya sehingga sebelum auditor tanda tangan seharusnya sudah Anda
pengendalian mutunya. Apakah fakta standar audit ada yang dilanggar atau tidak," kata dia di
Gedung Kemenkeu, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Pertama, dia belum secara tepat menilai subtansi transaksi untuk kegiatanperlakukan akuntansi
terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain secara sekaligus di awal. "Kan ada kontrak
yang sekian puluh tahun piutang, tapi diakui pendapatan sekaligus di depan. Ini melanggar
Standar Audit 315 ," katanya. Kemudian, Kasner dikatakan belum sepenuhnya mendapatkan
bukti audit yang cukup dan tepat untuk menilai ketepatan perlakukan akutansi sesuai dengan
subtansi transkasi dari perjanjian yang melandasi transksi tersebut. Hal ini melanggar Standar
Audit 500."Ketiga akuntan publik belum mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan
keuangan, sebagai dasar pertimbangan ketepatan perlakuan. Ini melanggar Standar Audit 560,"
jelas dia. Sementara dari pihak OJK, Kasner mendapat sanksi administratif berupa pembekuan
Surat Tanda Terdaftar (STTD) di pasar modal selama 1 tahun.
“Kami meminta Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk
dapat menindaklanjuti keputusan OJK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku,” ujar Deputi Jasa Keuangan, Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo
dalam keterangan tertulis, Jumat (28/6/2019).
Gatot menjelaskan, sebagai pemegang saham Seri-A, pihaknya telah meminta Dewan Komisaris
untuk melakukan audit laporan keuangan per 30 Juni 2019 dengan Kantor Akuntan Publik
(KAP) berbeda dari saat ini. Adapun pemegang saham Seri-A disebut juga saham dwiwarna,
yakni pemegang saham memiliki hak veto yang besar terhadap pengendalian dan rencana bisnis
perusahaan. "Kami meminta agar audit interim tersebut dilakukan dengan KAP yang berbeda
untuk mengetahui kinerja dan subsequent event,” kata Gatot.
https://tirto.id/laporan-keuangan-garuda-indonesia-tak-wajar-dan-memicu-kontroversi-dnan
https://kolom.tempo.co/read/1200150/mempersoalkan-laporan-keuangan-garuda
https://bisnis.tempo.co/read/1257323/strategi-kemenkeu-agar-kasus-laporan-keuangan-garuda-tidak-
terulang
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190424204726-92-389396/membedah-keanehan-laporan-
keuangan-garuda-indonesia-2018