Anda di halaman 1dari 25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Review Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Marwa, Isynuwardhana, dan Nurbakti (2017) menguji penelitian pengaruh


intangible asset, profitabilitas, dan sustainability report terhadap nilai perusahaan
dan menemukan bahwa variable sustainability report tidak bepengaruh terhadap
nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena belum adanya kewajiban dari
regulator pasar modal terkait pelaporan ini juga membuat para emiten merasa
belum butuh untuk menyiapkan laporan terkait. Sehingga menunjukkan investor
pada indeks Sri-Kehati belum melihat elemen pada laporan tersebut sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Salah satu aspek dalam menentukan
pengaruh antara sustainability report dan nilai perusahaan adalah dampak dan
waktunya (Singh et al., 2017). Perusahaan harus bersabar dan mengambil
perspektif untuk melihat dampak CSR terhadap peningkatan nilai perusahaan. Hal
ini berarti dampak laporan keberlanjutan suatu perusahaan akan memiliki
pengaruh terhadap nilai perusahaan jika praktiknya diperkuat dan dilakukan
secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga memiliki manfaat terhadap
nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rizki, Agriyanto dan Farida
(2019) bahwa aspek dalam sustainability report yaitu tanggung jawab ekonomi,
lingkungan dan sosial tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini
dikarenakan investor di Indonesia lebih tertarik saham perusahaan yang memiliki
keuntungan yang diharapkan tanpa memperhatikan pengungkapan laporan
berkelanjutan.

Praktik laporan berkelanjutan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan


yang sadar mengenai tanggung jawab sosial, hubungan antara laporan
berkelanjutan telah diteliti oleh beberapa peneliti dalam beberapa tahun terakhir.

12

STIE INDONESIA
Loh, Thomas dan Wang (2017) turut melakukan penelitian dengan menguji hubungan
sustainability report dengan nilai perusahaan pada perusahaan listed di Singapura dan
menemukan bahwa adanya keterkaitan hubungan antara pengungkapan sustainability report
dengan nilai perusahaan. Artinya, semakin baik kualitas sustainability report maka semakin erat
hubungannya. Hal ini dikarenakan kualitas pengungkapan yang lebih tinggi berkontribusi pada
pengurangan asimetri informasi antara manajer dan investor, dimana dapat meyakinkan investor
pada banyak aspek operasi dan kinerja, yang pada bagiannya, dapat membantu mengurangi biaya
informasi yang dikeluarkan oleh investor. Transparansi informasi terdapat laporan berkelanjutan
mampu mempengaruhi stakeholder untuk mengambil keputusan berinvestasi pada perusahaan
tersebut, yang kemudian berdampak pada peningkatan laba perusahaan (Puspitandari dan
Septiani, 2017). Hal ini sejalan dengan Renalita dan Wahyudi (2019), Ronald, Ng dan Daromes
(2019) dan Kuzey dan Uyar (2016) yang mengungkapkan bahwa pengungkapan sustainability
report berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perusahaan
bukan sebagai entitas yang hanya beroperasi demi kepentingan sendiri tetapi harus memberikan
manfaat bagi pemangku kepentingan.Jika perusahaan dapat memaksimalkan manfaat yang
diterima oleh pemangku kepentingan, kepuasan akan muncul bagi pemangku kepentingan yang
akan meningkatkan nilai perusahaan (Renalita dan Wahyudi, 2019).

Dalam penelitian Kuzey dan Uyar (2016) salah satu faktor yang menentukan pengaruh
antara sustainability report dan nilai perusahaan adalah jenis industrinya. Dalam penelitian ini,
perusahaan manufaktur di Turki lebih cenderung melakukan pelaporan keberlanjutan yang
memiliki dampak terhadap nilai perusahaan. CSR dapat mengurangi kendala keuangan yang
dialami oleh perusahaan karena peningkatan penjualan, efisiensi biaya, dan berkurangnya biaya
modal, sehingga memungkinkan perusahaan untuk melakukan investasi yang menguntungkan
yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan (Ronald et al., 2019). Hal
inidikarenakan adanya konflik kepentingan antara pemangku kepentingan. Selain itu, ekspektasi
pemangku kepentingan yang terlalu tinggi terhadap CSR membuat pengambilan keputusan
mereka lebih cenderung menggunakan rasionalisasi daripada analisis fundamental yang
menghasilkan volatilitas saham dan nilai perusahaan yang tinggi.

13

STIE INDONESIA
Indiyati dan Zulakhia (2017) mengungkapkan bahwa assurance pada laporan
keberlanjutan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini
berarti, perusahaan dengan laporan keberlanjutan yang diberikan assurance cenderung dapat
meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Berdasarkan teori sinyal dan teori legitimasi,
peneliti menyarankan bahwa peningkatan kualitas pelaporan keberlanjutan bertindak sebagai
sinyal penting untuk mendapatkan legitimasi ketika informasi asimetri selama proses legitimasi
(Gerab et al, 2017). Sedangkan proses yang memperkuat tingkat assurance yang tinggi
mengurangi asimetri informasi karena proses assurance hanya memastikan tingkat
ketidakcukupan yang moderat. Jika penyedia assurance menguji rincian data numerik, ini akan
mengurangi informasi asimetri. Untuk negara-negara yang tidak memiliki peraturan pelaporan
keberlanjutan, kami memberikan bukti bahwa pengujian analitik indikator gabungan , deskripsi
kompetensi penyedia assurance dan deskripsi langkah kerja jaminan spesifik juga berkontribusi
untuk mengurangi informasi asimetri (Fuhrmann, Ott, Looks, & Guenther, 2017).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Stakeholder Theory

Freeman dan Reed (1983) mendefinisikan teori pemangku kepentingan sebagai


“kelompok atau individu apa pun yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian
tujuan organisasi”. Gray et al (1995) menyatakan bahwa secara eksplisit, teori stakeholder
mempertimbangkan dampak kebijakan pengungkapan perusahaan ketika ada perbedaan
kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan. Freeman et al (2010:9) mendefinisikan teori
pemangku kepentingan sebagai “pada dasarnya sebuah teori tentang cara kerja bisnis yang
terbaik, dan bagaimana itu bisa bekerja. Teori ini bersifat deskriptif, preskriptif, dan instrumental
sekaligus bersifat manajerial. Teori ini tentang penciptaan nilai dan perdagangan dan bagaimana
mengelola bisnis secara efektif. Tekanan pemangku kepentingan memotivasi perusahaan untuk
investasi dan kebijakan yang lebih baik pada kinerja lingkungan (de Villiers et al. 2011). Di
Carlo (2020), menyatakan bahwa teori stakeholder memposisikan perusahaan bukan sebagai
entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, tetapi harus memberikan manfaat

14

STIE INDONESIA
bagi para pemangku kepentingannya (pemegang saham, kreditor, konsumen, pemasok,
pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lainnya).

Teori pemangku kepentingan adalah seperangkat proposisi yang menunjukan bahwa


manajer perusahaan memiliki kewajiban kepada beberapa kelompok pemangku kepentingan
(Freeman, 2015). Teori Stakeholder biasanya disandingkan dengan teori pemegang saham yang
memiliki pandangan bahwa manajer memiliki kewajiban fidusia untuk bertindak demi
kepentingan pemegang saham. Stanford Research Institute (SRI) mendefinisikan pemangku
kepentingan secara sederhana, yaitu kelompok-kelompok yang memberikan dukungan bagi
keberadaan suatu organisasi, tanpa dukungan kelompok ini, organisasi tidak bisa ada (Kholis
et,al., 2020). Para peneliti SRI kemudian mengklasifikasikan pihak yang termasuk dalam
pemangku kepentingan. Pihak-pihak ini adalah pemegang saham, karyawan, pelanggan,
pemasok, pemberi pinjaman, dan masyarakat (Mehrotra & Morck, 2017, Muda, 2017, Gong dan
Luo, 2018 & Nair, 2020). Menurut Ulum (2017:35), tujuan utama dari teori stakeholder adalah
untuk membantu manajer korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan
pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di lingkungan
perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari stakeholder adalah untuk
menolong manajer korporasi dalam meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka
dan meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder.

Awalnya hanya pemegang saham yang dilihat sebagai pemegang saham tunggal
perusahaan (Kholis et, al., 2020). Pandangan ini berdasarkan argumen bahwa tujuan utama suatu
perusahaan adalah untuk memaksimalkan kepentingannya pemilik. Namun, seiring waktu
pandangan para pemangku kepentingan mulai berubah secara substansial (Freeman et al, 2020).
Perusahaan mampu tumbuh dan berkembang dengan baik dan kemudian menjadi besar, perlu
dukungan dari para pemangku kepentingannya (Kholis et, al., 2020). Stakeholder membutuhkan
berbagai informasi terkait dengan aktivitas perusahaan yang digunakan dalam pengambilan
keputusan. Karena itu, perusahaan akan berusaha menyediakan berbagai informasi yang dimiliki
untuk menarik dan mencari dukungan dari para pemangku kepentingannya. Pengungkapan
informasi dapat dibagi menjadi dua yaitu wajib dan sukarela (Kholis et, al., 2020).. Satu bentuk
pengungkapan sukarela yang berkembang pesat saat ini adalah pengungkapan laporan
keberlanjutan. Melalui pengungkapan laporan keberlanjutan (pengungkapan sosial dan

15

STIE INDONESIA
lingkungan) perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih memadai dan lengkap yang
berkaitan dengan kegiatan dan efeknya pada kondisi sosial masyarakat dan lingkungan (Bukhori
dan Sopian, 2017). Dengan adanya teori stakeholders ini kita dapat memberikan landasan bahwa
suatu perusahaan harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholder nya karena tanggung
jawab sosial perusahaan tidak hanya terhadap pemiliknya atau pemegang saham saja tetapi juga
terhadap para stakeholders yang terkait dan atau terkena dampak dari keberadaan perusahaan.
Manfaat tersebut dapat diberikan dengan cara menerapkan program sustainability reporting.
Pelaporan sustainability report meningkatkan akuntabilitas perusahaan, transparansi, dan reputasi
bagi para pemangku kepentingan (Baral and Pokharel, 2017; Perrault and Clark, 2016 and
Masud et al., 2018a,b). Perusahaan yang menjalankan sustainability reporting akan
memperhatikan dampak aktivitas yang dilakukan terhadap kondisi sosial dan lingkungan dan
berupaya agar memberikan dampak positif.

2.2.2 Teori Legitimasi


Dowling dan Pfeffer (1975) mendefinisikan legitimasi sebagai suatu kondisi atau status
yang muncul ketika si stem entitas sejalan dengan nilai sistem sosial yang lebih besar dimana
entitas merupakan bagian dari sistem sosial tersebut. Teori legitimasi berpendapat bahwa
organisasi yang memiliki visibilitas publik lebih di bawah politik dan tekanan sosial untuk
memastikan legitimasi sosial mereka (Haider and Nishitani, 2020). Menurut Castelo dan
Rodrigue dalam buku Syairozi (2019:8), teori legitimasi menggagaskan adanya “kontrak sosial”
antara bisnis dan masyarakat di mana masyarakat yang memungkinkan suatu perusahaan dapat
mempertahankan eksistensinya. dijelaskan bahwa teori legitimasi merupakan suatu organisasi
berkelanjutan yang memiliki banyak cara untuk memastikan apakah operasi yang mereka
lakukan telah sesuai batas dan norma yang berlaku atau tidak.Premis yang mendasari teori
legitimasi adalah bahwa organisasi harus mempertimbangkan tidak hanya hak publik pada
umumnya, (bukan hanya hak investor) dan dalam selain kontrak sosial, harus memberikan
kepercayaan pada nilai-nilai dan budaya masyarakat masyarakat di mana ia beroperasi.
Kegagalan untuk memenuhi harapan masyarakat dapat terjadi dalam sanksi yang dikenakan
dalam bentuk pembatasan operasi perusahaan, sumber daya dan permintaan akan produk-
produknya, dan regulasi (Heenetigala and Armstrong, 2019).

16

STIE INDONESIA
Degaan (2014:407) mendefinisikan Teori Legitimasi sebagai teori yang mengemukakan
bahwa organisasi perlu beroperasi dalam batasan dan norma masyarakat masing-masing.
Pematuhan dengan norma-norma sosial dan harapan diberikan status 'legitimasi'. Jika ‘legitimasi’
tidak terlihat maka manajer akan menerima proses tersebut legalisasi. Perusahaan memerlukan
legalisasi dari masyarakat dengan memaparkan Sustainability Report agar diterima dengan baik
oleh masyarakat. Perusahaan melaporkan informasi terhadap operasi mereka untuk memenuhi
kesenjangan legitimasi antara harapan sosial dan operasi perusahaan (Lambrechts et, al., 2019).
Ketika sebuah perusahaan mempersiapkan laporan keberlanjutan di perusahaannya, hal ini
dianggap sebagai suatu kontrak sosial antara organisasi, lingkungan dan masyarakat di mana ia
beroperasi memberikannya legitimasi hukum untuk menggunakan sumber daya alam dan untuk
mengekplotasi sumber daya manusia, dengan mempetimbangkan hukum dan peraturan setempat
(Bashatweh, 2018).

2.2.3 Nilai Perusahaan


Nilai perusahaan adalah gambaran mengenai kondisi perusahaan.Nilai perusahaan
merupakan kondisi tertentu yang telah dicapai oleh suatu perusahaan sebagai gambaran dari
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan setelah melalui suatu proses kegiatan selama
beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan tersebut didirikan hingga sampai saat ini (Brigham dan
Houston 2011:512).Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan
perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki, tercermin dalam harga saham
perusahaan (Kamaludin dan Rini, 2018:139). Nilai perusahaan yang lebih tinggi akan
berdampak pada persepsi calon investor yang dapat memengaruhi mereka untuk lebih percaya
diri dan percaya pada prospek perusahaan (, 2017). Kekayaan pemegang saham dan perusahaan
disajikan oleh harga pasar saham, yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan
dan manajemen asset (Khanifah et al, 2020).

Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan yang ditandai
dengan tingkat kemakmuran pemegang saham perusahaan (Sugosha and Artini, 2020) . Nilai
perusahaan juga merupakan tolok ukur bagi investor untuk menilai keberhasilan suatu
perusahaan, di mana semakin tinggi harga saham perusahaan berarti semakin tinggi tingkat

17

STIE INDONESIA
pengembalian kepada investor dan ini berarti semakin tinggi nilai perusahaan terkait dengan
tujuan perusahaan itu sendiri , yaitu untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham
(Nurkhin et al, 2017).

Weston & Copeland (2010) menjelaskan bahwa pengukuran nilai perusahaan dapat
dilakukan dengan menggunakan rasio penilaian atau rasio pasar. Dalam penelitian ini, untuk
meneliti nilai perusahaan rasio yang digunakan adalah Tobin’s Q. Stephen A. Ross et al
(2015:75-76) mengungkapkan bahwa rasio Tobin’s Q lebih unggul atas rasio pasar terhadap
buku karena rasio Q menitikberatkan pada nilai perusahaan saat ini relatif terhadap biaya untuk
menggantikan nilai perusahaan tersebut. Perusahaan dengan rasio Q lebih tinggi cenderung
memiliki peluang investasi yang menarik atau keunggulan bersaing yang signifikan.

Menurut Kumar (2016:197) mengatakan bahwa Tobin's Q atau rasio q adalah rasio dari
nilai pasar dari aset perusahaan (nilai pasar dari saham beredar ditambah hutang) dibagi dengan
biaya penggantian aset perusahaan atau nilai buku.

Tobin’s Q sebagai indikator pengukur nilai perusahaan telah mengalami banyak


perkembangan. Berbagai model perhitungan telah dikembangkan, seperti dikemukakan oleh
Chung et al (1994), Shin et al (2000), Gaio & Raposo (2011), Gharaibeh and Qader (2017) dan
Latif et al. (2017).Indikator untuk menghitung Tobin’s Q menurut Arcelus et al (2005),
Rokhmawati dan Gunardi, A. (2017), Fajaria, A. Z. (2018), Chung et al (2019), Hilal dan
Samono (2019), Olibe et al (2019), Chen et al (2019), Hsu et al (2019), dan Lode dan Noh
(2020) yaitu:

Tobin’s Q =
MVE+ PS+ Debt
Total Asset
Dimana :
MVE = Nilai Pasar Ekuitas (closing price x jumlah saham beredar)
PS = Harga saham preferen

18

STIE INDONESIA
Debt = Nilai Buku dari Total Hutang (kewajiban jangka pendek – asset lancar + kewajiban
jangka Panjang)

Menurut Wolfe & Sauaia (2005),Crozier (2011:3), Hutabarat dan Senjaya (2016), Thangavelu
dan Jyotishi (2017), BartlettdanPartnoy (2018), Wijaya et al (2019), AL-Shatnawi dan Al-
Dalabih (2019) dan Jordan dan Rand (2019). menjelaskan bahwa nilai Tobin’s Q untuk
perusahaan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu:
1. Tobin’s Q < 1 menunjukan bahwa saham dalam kondisi undervalued, artinya manajemen telah
gagal dalam mengelola aktiva perusahaan atau pertumbuhan investasi rendah sehingga nilai
tersebut dinilai rendah oleh pasar.
2. Tobin’s Q = 1 menunjukan bahwa saham dalam kondisi average, artinya manajemen stagnan
dalam mengelola aktiva atau pertumbuhan investasi tidak berkembang
3. Tobin’s Q > 1 menunjukan bahwa saham dalam kondisi overvalued, artinya manajemen
berhasil dalam mengelola aktiva perusahaan atau potensi pertumbuhan investasi tinggi.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan dikatakan berhasil menciptakan
nilai perusahaan jika return of invesment > cost of invesment dan perusahaan dikatakan gagal
mencapai tujuan memaksimalkan nilai perusahaan jika nilai tobin’s Q < 1.

2.2.4 Sustainability Report

Perkembangan Laporan Keberlanjutan adalah bagian dari konsep pembangunan


berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan berarti bahwa pembangunan saat ini dapat dipenuhi
tanpa harus mengurangi kebutuhan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
(Heemskerk, 2013). Fokus pada keberlanjutan membantu organisasi mengelola dampak sosial
dan lingkungan, dan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan sumber daya alam (Michelon,
2010). Clarkson et al. (2011) mengemukakan bahwa perusahaan dengan kecenderungan tinggi
terhadap polusi sangat mendukung pelaporan keberlanjutan dan mengungkapkan informasi yang
lebih besar tentang parameter lingkungan dan sosial. Demikian pula, sektor yang berdampak
buruk terhadap lingkungan dan masyarakatmenggunakan pelaporan keberlanjutan untuk
visibilitas pasar modal yang lebih tinggi (Callan dan Thomas, 2011).
19

STIE INDONESIA
Pembangunan berkelanjutan adalah konsep dialektis luas yang menyeimbangkan
kebutuhan untuk pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dan keadilan sosial.
Istilah ini pertama kali dipopulerkan pada tahun 1987, di Our Common Future, sebuah buku
yang diterbitkan oleh Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan (WCED). WCED
menggambarkan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
saat ini. Generasi tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi
kebutuhan mereka (Ul dan Boz, 2020). Pembangunan berkelanjutan adalah konsep yang luas
karena menggabungkan ekonomi, keadilan sosial, ilmu pengetahuan dan manajemen lingkungan
dan bisnis, politik dan hukum. Ini adalah konsep dialektika dalam hal ini, seperti keadilan,
demokrasi, kejujuran, dan konsep sosial penting lainnya.

Pelaporan keberlanjutan (SR) adalah proses refleksif kritis di mana aturan, strategi, dan
norma yang berlaku berlakudikembangkan dan menghasilkan kesadaran karyawan-manajer dan
motivasi untuk menciptakan nilai pemangku kepentingan jangka panjang dengan merangkul
peluang dan mengelola risiko dari
perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan (Godemann dan Michelsen 2011; GRI 2011;
Chakraborty et al. 2019).Laporan Keberlanjutan adalah laporan yang mengungkapkan dampak
dari aktivitas organisasi, baik positif maupun negatif pada lingkungan, masyarakat, dan ekonomi
(GRI, 2013). Susanto dan Tarigan (2013) menyatakan bahwa Laporan Keberlanjutan tidak hanya
berisi keuangan informasi kinerja, tetapi juga mengandung informasi non-keuangan terdiri dari
kegiatan sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan untuk terus tumbuh. Perusahaan
tidak hanya diwajibkan bisa mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, tetapi mereka juga
diharuskan berpartisipasi dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Keberadaan
Laporan Keberlanjutan menunjukkan seberapa besar komitmen perusahaan dalam membantu
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Laporan Keberlanjutan memiliki konsep serupa dengan Triple Bottom Line yang
dipopulerkan oleh Elkington. Pada 1995, Elkington adalah mengembangkan formulasi 3P, yaitu
People, Planet, dan Profit (Elkington, 2018).. Gagasan dibalik Triple Bottom Line untuk
mendorong organisasi untuk melacak dan mengelola nilai apa yang ditambahkan atau

20

STIE INDONESIA
dihancurkan sehubungan dengan bidang sosial, ekonomi dan lingkungan serta untuk merangsang
pemahaman yang lebih dalam tentang biaya aktual dari kegiatan kapitalis. Gagasan TBL juga
berfungsi sebagai titik awal untuk berbagai platform / pedoman dalamarea pelaporan
keberlanjutan (Elkington, 2018). Konsep Triple-Bottom Line menekankan pentingnya
melaporkan kegiatan non-keuangan di Indonesia Selain kegiatan keuangan perusahaan. Ini
sejalan dengan pendapat Aktas, Kayalidere, & Kargin (2013: 113) yang menyatakan informasi
keuangan memiliki kontribusi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan ketika didukung
oleh informasi non-keuangan. Jadi jelas Laporan Keberlanjutan adalah salah satu laporan yang
memiliki pengaruh untuk perusahaan, terutama yang terkait dengan pengambilan keputusan
pemangku kepentingan.

Saat ini implementasi sustainability report di Indonesia didukung oleh aturan pemerintah seperti
Undang- Undang Perseroan Terbatas (PT) nomer 40 tahun 2007 pada Bagian Kedua Pasal 66
ayat 6 dan Bab Kelima Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74 (ojk.go.id,
2016) . Praktek pelaporan aktivitas tanggung jawab sosial dan lingkungan yang diungkapkan
melalui sustainability report membutuhkan pedoman. Salah satu pedoman yang dapat digunakan
adalah Global Reporting Initiative (GRI). Di Indonesia, pedoman ini digunakan oleh NCSR,
sebagai lembaga independen yang secara berkala memberikan penilaian pengungkapan
sustainability report yang disampaikan perusahaan-perusahaan (ncsr-id.org, 2011).

Menurut Global Reporting Initiative (2013: 3), manfaat dari Laporan Keberlanjutan adalah
sebagai berikut:
1) Untuk Perusahaan
a) Membantu mengomunikasikan informasi risiko manajemen kepada investor.
b) Meningkatkan kesadaran akan risiko dan peluang.
c) Menekankan hubungan antara finansial dan non-finansial kinerja.
d) Tolak ukur dan menilai kinerja keberlanjutan dengan menghormati hukum, norma, kode,
standar kinerja, dan inisiatif sukarela.
e) Merampingkan proses, mengurangi biaya, dan meningkatkan efisiensi.
f) Mempengaruhi strategi manajemen jangka panjang dan rencana bisnis.
g) Membandingkan kinerja secara internal dan eksternal.

21

STIE INDONESIA
h) Membantu mengelola dan berkomunikasi Lingkungan, Sosial dan Kinerja tata kelola.
i) Memungkinkan bisnis untuk berkontribusi secara langsung dalam membangun Ekonomi
Hijau.
j) Meningkatkan reputasi dan loyalitas merek.
2) Untuk Pasar dan Masyarakat
a) Mengatasi kekhawatiran pembeli dan investor tentang masalah sosial dan kualitas lingkungan
bisnis.
b) Memperkuat daya saing.
c) Mendorong investasi.
d) Mengaktifkan penciptaan pekerjaan (dampak langsung dan tidak langsung).
e) Sumber informasi penting untuk masyarakat yang terkena dampak dan pemangku
kepentingan.
f) Mengurangi dan meningkatkan dampak perusahaan pada masyarakat, local ekonomi dan
lingkungan.
g) Memungkinkan pemangku kepentingan eksternal untuk terlibat dan memahami
nilai sebenarnya perusahaan, dan aset berwujud dan tidak berwujud.

2.2.4.1 Prinsip-Prinsip Sustainability Report

Prinsip pelaporan berperan penting untuk mencapai transparansi dan oleh karenanya harus
diterapkan oleh semua organisasi ketika menyusun laporan keberlanjutan. Prinsip-prinsip
tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prinsip-prinsip untuk menentukan konten laporan
dan prinsip-prinsip untuk menentukan kualitas laporan. Prinsip-prinsip untuk menentukan konten
laporan menjelaskan proses yang harus diterapkan untuk mengidentifikasi konten laporan apa
yang harus dibahas dengan mempertimbangkan aktivitas, dampak, dan harapan serta kepentingan
yang substantif dari para pemangku kepentingannya (GRI, 2013).

22

STIE INDONESIA
Prinsip-prinsip untuk menentukan konten laporan menurut GRI-G4 Guidelines yang
dikeluarkanoleh Global Reporting Initiative pada tahun 2013 (GRI Part I, 2013:16-17) antara
lain:
1. Pelibatan Pemangku Kepentingan (Stakeholders Inclusiveness)
Menurut GRI, laporan organisasi seharusnya mengidentifikasi stakeholders dan menjelaskan
bagaiman perusahaan telah menanggapi harapan dan kepentingan mereka. Stakeholders adalah
badan atau perseorangan yang secara signifikan dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan dan
tindakan mereka dapat cukup mempengaruhi kemampuan organisasi untuk berhasil menerapkan
strategi dan mencapai tujuannya. Meliputi yag berada dalam organisasi seperti karyawan,
shareholder, pemasok, dan yang berada di luar organisasi seperti masyarakat. Harapan yang
wajar dan kepentingan shareholder adalah kunci referensi untuk menyiapkan laporan seperti
ruang lingkup, batasan, penerapan indikator, dan pendekatan jaminan. Tidak semua stakeholders
menggunakan laporan, maka laporan harus menyeimbangkan antara tuntutan yang memerlukan
laporan dan harapan akuntabilitas yang lebih luas dari semua stakeholders. Untuk laporan
menjadi assurable, proses keterlibatan stakeholder harus didokumentasikan. Pelaporan organisasi
harus mendokumentasikan pendekatan untuk mendefinisikan stakeholder yang mana yang
terlibat, bagaimana dan kapan keterlibatan dengan mereka, dan bagaimana keterlibatan telah
mempengaruhi isi laporan dan kegiatan keberlanjutan organisasi.
2. Konteks Keberlanjutan (Sustainability Context)
Laporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam konteks yang lebih luas dari keberlanjutan,
dan mempunyai keterkaitan yang jelas dengan strategi perusahaan. Artinya bagaimana organisasi
berkontibusi untuk masa depan untuk peningkatan atau penurunan ekonomi, lingkungan, dan
kondisi sosial, perkembangan, dan tren di tingkat lokal, regional, maupun global dengan
berusaha untuk menyajikan kinerja dalam kaitannya dengan konsep keberlanjutan. Hal ini bisa
terkait dengan peningkatan gaji karyawan, pengurangan kemiskinan, community development
atau faktor yang mempunyai pengaruh global seperti perubahan iklim.
3. Materialitas (Materiality)
Informasi dalam laporan seharusnya mencakup topik dan indikator yang menggambarkan
dampak signifikansi ekonomi, lingkungan, dan sosial perusahaan atau secara subtantif
mempengaruhi penilaian dan keputusan stakeholders. Kombinasi dari faktor internal dan
eksternal seharusnya digunakan untuk meentukan apakah informasi tersebut material seperti misi

23

STIE INDONESIA
organisasi dan strategi kompetitif, pengaruh langsung kepada stakeholders, harapan social yang
lebih luas, pengaruh organsiasi terhadap upstream (supply chain) atau downstream entities
(konsumen).
4. Kelengkapan (Completeness)
Cakupan topik material, indikator dan definisi batasan lapran harus cukup untuk mencerminkan
dampak ekonomi yang signifikan, lingkungan dan sosial serta memungkin stakeholders untuk
menilai kinerja organisasi dalam periode pelaporan. Kelengkapan menghubungkan antara ruang
lingkup (jangkauan topik keberlanjutan yang tercakup dalam laporan), batasan (jangkauan pihak-
pihak yang dapat dipengaruhi perusahaan), dan waktu (merujuk bahwa periode pelaporan adalah
saat terjadinya). Untuk estimasi pengaruh di masa depan meskipun tidak pasti harus diungkapkan
dasar estimasi yang jelas dan pengakuan akan keterbatasannya.

Prinsip-prinsip untuk menetapkan kualitas laporan memberikan arahan berupa pilihan-pilihan


untuk memastikan kualitas informasi dalam laporan berkelanjutan, termasuk penyajian yang
tepat. Prinsip-prinsip untuk menentukan kualitas laporan yang tercantum dalam GRI-G4
Guidelines antara lain:
1. Keseimbangan (Balanced)
Laporan hendaknya menggambarkan aspek positif dan negatif kinerja organisasi yang
memungkinkan penilaian wajar dari kinerja keseluruhan. Penyajian keseluruhan yang tidak bias,
menghindari seleksi, hilangnya informasi, atau format penyajian yang mempengaruhi keputusan
pembaca laporan. Laporan seharusnya membedakan antara penyajian fakta denagn penafsiran
informasi organisasi.
2. Komparabilitas (Comparability)
Isu dan informasi seharusnya diseleksi, dikompilasi, dan dilaporkan secara konsisten dengan
metode perhitungan data, layout laporan, penjelasan metode dan asumsi, sehingga
memungkinkan stakeholders menganalisa perubahan kinerja organisasi dari wkatu ke waktu atau
dengan organisasi yang lain. Prinsip ini sangat penting untuk mengevaluasi kinerja.
3. Akurasi (Accuracy)
Informasi yang dilaporkan seharusnya cukup akurat dan detail bagi stakeholder untuk menilai
kinerja laporan organisasi. Karakteristik akurasi bervariasi tergantung hakekat dan pengguna
informasi. Untuk informasi kualitatif keakuratannya tergantung pada tingkat, kejelasan, detail,

24

STIE INDONESIA
dan keseimbangan penyajian dalam batasan laporan yang tepat, sedangkan keakuratan data
kuantitatif tergantung pada metode khusus untuk mengumpulkan, mengkompilasi, dan
menganalisa data.
4. Ketepatan Waktu (Timeliness)
Laporan dibuat secara teratur dan informasi tersedia saat stakeholders membuat keputusan.
Kegunakan informasi terkait erat dengan apakah waktu pengungkapan kepada stakeholders
memungkinkan mereka untuk secara efektif megintegrasikan dalam pembuatan keputusan.
Organisasi harus menyeimbankan keperluan menyediakan informasi yang tepat waktu dan
memastikan bahwa informasi andal.
5. Kejelasan (Clarity)
Informasi seharunya tersedia dalam bentuk yang bisa dipahami, dapat diakses dan dapat
digunakan oleh berbagai stakeholders misalnya dengan grafik dan table data konsolidasi.
6. Keandalan (Reliability)
Informasi dan proses yang digunakan dalam penyiapan laporan harus dikumpulkan, direkam,
disusun, dianalisis, dan diungkapkan dengan cara yang bisa menjadi subyek pegujian yang
menetapkan kualitas dan materlitas dari informasi. Stakeholders harusnya mempunyai keyakinan
bahwa laporan akan di cek untuk menetapkan kebenaran isinya dan sejauh mana secara tepat
menerapkan prinsip-prinsip pelaporan. Informasi dan data seharusnya didukung oleh
pengendalian internal atau dokumentasi direview oleh sesorang yang bukan pihak yang
menyiapkan laporan.

2.2.4.2 Standar Pengungkapan Sustainability Report

Standar yang saat ini digunakan oleh Pusat Nasional untuk Laporan Keberlanjutan
(NCSR) untuk melatih perusahaan dalam mempersiapkan laporan keberlanjutan berasal dari
organisasi nirlaba bernama Global Reporting Initiative (GRI). Standar GRI untuk keberlanjutan
pelaporan juga banyak digunakan oleh perusahaan di seluruh dunia dan dapat membantu
pemangku kepentingan dalam membuat keputusan (Honggowati et al., 2017). Standar yang
dikembangkan GRI tentang konten, gaya, dan bentuk laporan keberlanjutan mulai diterima
secara umum (Chersan, 2016). Sementara laporan kegiatan dari perusahaan yang mereka

25

STIE INDONESIA
keluarkan setiap tahun secara wajib berfokus pada perincian keuangan, sedangkan pada laporan
keberlanjutan yang mereka keluarkan sesuai dengan prinsip pelaporan GRI dan diterbitkan
secara sukarela yang berfokus pada masalah lingkungan dan sosial (Sierra-García et al. 2015).
GRI telah menunjukkan pengabdian yang kuat terhadap isu-isu lingkungan sejak berdirinya
(Alonso-Almeida et al. 2014). Menurut Pedoman Global Reporting Initiative (2013),
pengungkapan dalam GRI memiliki 2 jenis pengungkapan standar yaitu standar umum dan
standar khusus. Pengungkapan standar umum memiliki 7 bagian yaitu sebagai berikut :
1. Strategi dan Analisis : memberikan gambaran strategis umum keberlanjutan organisasi, untuk
memberikan konteks pada bagian laporan selanjutnya yang lebih detail dibandingkan bagian-
bagian dalam pedoman.
2. Profil Perusahaan : gambaran keseluruhan mengenai karakteristik organisasi untuk
memberikan konteks bagi rincian-rincian dalam laporan dibandingkan dengan bagian-bagian
yang ada dalam pedoman.
3. Aspek Material dan Boundary Terindentifikasi : memberikan gambaran keseluruhan tentang
proses yang telah diikuti oleh organisasi untuk menentukan konten laporan, Aspek Material dan
Boundary Terindentifikasi, serta penyataan ulang.
4. Hubungan dengan Pemangku Kepentingan : gambaran keseluruhan tentang hubungan dengan
pemangku kepentingan organisasi selama periode pelaporan.
5. Profil Pelaporan : menyajikan gambaran keseluruhan informasi dasar mengenai laporan indeks
Konten GRI dan pendekatan untuk memperoleh assurance eksternal.
6. Tata Kelola : memberikan gambaran keseluruhan tentang struktur kelola dan komposisinya,
peran badan tata kelola tertinggi dalam menetapkan tujuan, nilai dan strategi organisasi, peran
badan tata kelola tertinggi dalam mengevaluasi kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial,
remunerasi dan insentif.
7. Etika dan Integritas : memberikan gambaran keseluruhan tentang nilai , prinsip, strandar dan
norma organisasi, mekanisme internal dan eksternal untuk memproleh masukan dan melaporkan
permasalahan tentang perilaku yang tidak etis atau melanggar hukum serta masalah integritas.

Pegungkapan standar khusus memiliki 3 kategori yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Berikut
ini yang merupakan pengungkapan standar khusus :

26

STIE INDONESIA
1. Lingkungan : menyangkut semua dampak atas aktivitas operasional perusahaan pada sistem
alam yang hidup dan tak hidup, termasuk tanah, air, udara dan ekosistem. Termasuk juga
keanekaragaman hayati, transportasi dan dampak yang terkait dengan produk dan jasa serta
akepatuha dan biaya lingkungan.
2. Sosial : menyangkut semua dampak atas aktivitas operasional perusahaan yang berhubungan
dengan praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, masyarakat, hak asasi manusia dan
tanggung jawab atas produk.
3. Ekonomi : menyangkut semua dampak atas aktivitas operasional perusahaan terhadap kondisi
ekonomi dari pemangku kepentingan dan system ekonomi di tingkat lokal, nasional mapun
global.

Global Reporting Initiative (GRI) membuat perusahaan untuk menerbitkan laporan


berdasarkan standar GRI untuk menjelaskan pemberitahuan standar umum dalam laporan
mereka, pemberitahuan standar khusus tergantung pada preferensi perusahaan (Gumrah et al,
2019) . Ketika dipertimbangkan bahwa laporan dari perusahaan yang diambil dalam ruang
lingkup penelitian dicapai melalui database GRI, sementara perusahaan memberikan penjelasan
tentang masalah wajib dalam laporan mereka, mereka juga membuat penjelasan yang memadai
sesuai tindakan mereka tentang masalah diserahkan kepada pilihan mereka. Pengungkapan pada
pendekatan manajemen dan indikator yang berkaitan dengan aspek-aspek bisnis yang relevan
(Matuszczyk dan Rymkiewicz, 2018). Pendekatan manajemen mencakup informasi tentang
bagaimana mengelola organisasi dan hubungan antara dampak ekonomi, sosial dan lingkungan
pada aspek-aspek penting bisnis.Dalam pedoman G4 terdapat tiga kategori pengungkapan
standar khusus, yakni kategori ekonomi, lingkungan, dan sosial. Dalam GRI G4 terdapat 91 item
terkait pe-ngungkapan khusus, yang terdiri dari: (a) 9 item pengungkapan khusus aspek ekonomi;
(b) 34 item pengungkapan khusus aspek lingkungan; dan, (c) 48 item pengungkapan khusus
aspek sosial (GRI, 2013 ). Menurut GRI-G4 Guidelines yang dikeluarkan oleh Global Reporting
Initiative pada tahun 2013, item-item yang digunakan dalam pengungkapan sustainability
reportadalah sebagai berikut:

Tabel 2.1
Indeks Pengungkapan Sustainability Report Berdasarkan GRI Indikator

27

STIE INDONESIA
Indikator Aspek
Kinerja
Ekonomi Aspek: Kinerja Ekonomi
EC1 : Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan
didistribusikan , meliputi pendapatan, biaya operasional, Upah
dan tunjangan karyawan, pembayaran kepada pemodal,
Pembayaran kepada pemerintah, investasi masyarakat.
EC2 : Implikasi finansial dan risiko serta peluang lainnya kepada
kegiatan organisasi karena perubahan iklim.
EC3 : Cakupan kewajiban organisasi atas program imbalan pasti.
EC4: Bantuan finansial yang diterima dari pemerintah
Aspek : Keberadaan di Pasar
EC5 : Rentang upah standar pegawai pemula (entry level)
menurut gender dibandingkan dengan upah minimum refional di
lokasi-lokasi operasional yang signifikan.
EC6 : Perbandingkan manajemen senior yang dipekerjakan dari
masyarakat dari masyarakat lokal di lokasi operasi yang
signifikan
Aspek : Dampak Ekonomi Tidak Langsung
EC7 : Pembangunan dan dampak dari investasi infrastuktur dan
jasa yang diberikan.
EC8 : Dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan,
termasuk besarnya dampak
Aspek : Praktik Pengadaan
EC9 : Perbandingan pembelian dari pemasok lokal di lokasi
operasional yang signifikan
Lingkungan Aspek : Bahan
EN1 : Bahan yang digunakan berdasarkan berat atau volume.
EN2: Persentase bahan yang digunakan merupakan bahan input
daur ulang
Aspek: Energi
EN3 : Konsumsi energi dalam organisasi
EN4 : Konsumsi energi di luar organisasi
EN5 : Intensitas Energi
EN6 : pengurangan konsumsi energi
EN7 : Pengurangan kebutuhan energi pada produk dan jasa
Aspek : Air
EN8 : Total pengambilan air berdasarkan sumber
EN9 : Sumber air yang secara signifikan dipengaruhi oleh
pengambilan air
EN10 : Persentase dan total volume air yang didaur ulang dan
digunakan kembali
Aspek : Keanekaragaman Hayati
28

STIE INDONESIA
EN11 : Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa, dikelola
di dalam, atau yang berdekatan dengan kawasan lindung dengan
kawasan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di luar
kawasan lindung
EN12 : Uraian dampak signifikan kegiatan, produk, dan jasa
terhadap keanekaragaman hayati di kawasan lindung dengan
nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di luar kawasan lindung
EN13 : Habitat yang dilindungi dan dipulihkan
EN14 :Jumlah total spesies dalm iucn red list dan spesies dalam
daftar spesies yang dilindungi nasional dengan habitat ditempat
yang dipengaruhi operasional berdasarkan tingkat risiko
kepunahan
Aspek : Emisi
EN15 : Emisi gas rumah kaca (GRK) langsung (Cakupan1)
EN16 : Emisi gas rumah kaca (GRK) Energi Tidak langsung
(Cakupan2)
EN17 : Emisi gas rumah kaca (GRK) Tidak Langsung Lainnya
(Cakupan3)
EN18 : Intensitas emisi gas rumah kaca (GRK)
EN19 : Pengurangan emisi gas rumah kaca
EN20 : Emisi bahan perusak ozon (BPO)
EN21 : Nox, SOx, dan emisi udara signifikan lainnya
Aspek : Efluen dan Limbah
EN22: Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan
EN23 : Bobot total limbah berdasarkan jenis dan metode
pembuangan
EN24 : Jumlah dan volume total tumpah signifikan
EN25 : Bobot limbah yang dianggap berbahaya menurut
ketentuan konvensi lampiran I, II, III, dan VIII yang diangkut,
diimpor, diekspor, atau diolah, dan persentase yang limbah
diangkut untuk pengiriman internasional
EN26 : Identitas, ukuran, status lindung, dan nilai
keanekaragaman hayati dari badan air dan habitat terkait yang
secara signifikan terkena dampak dari air buangan dan limpasan
Aspek : Produk dan Jasa
EN27 : Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingkungan
produk dan jasa
EN28 : Persentase produk yang terjual dan kemasannya dan
direklamasi menurut kategori.
Aspek: Kepatuhan
EN29: Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi
non-moneter karena ketidakpatuhan terhadap undang-undang
dan peraturan lingkungan
Aspek : Transportasi
EN30 : Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan

29

STIE INDONESIA
produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi
dan pengangkutan tenaga kerja
Aspek : Lain-lain
EN31 : Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan
berdasarkan jenis
Aspek : Asesmen Pemasok Atas Lingkungan
EN32 : Persentase penapisan pemasok baru menggunakan
kriteria lingkungan
EN33 : Dampak lingkungan negatif signifikan aktual dan potensi
dalam rantai pasokan dan tindakan yang diambil
Aspek : Mekanisme Pengaduan Masalah Lingkungan
EN34 : Jumlah pengaduan tentang dampak lingkungan yang
diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme
pengaduan resmi
Sosial Sub-Kategori : Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan
Bekerja
Aspek: Kepegawaian
LA1 : Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan baru dan
turnover karyawan menurut kelompok, umur, gender, dan
wilayah
LA2 : Tunjangan yang diberikan bagi purnawaktu yang tidak
diberikan bagi karyawan sementara atau paruh waktu
berdasarkan lokasi operasional yang signifikan
LA3 : Tingkat kembali bekerja dan tingkat retensi setelah cuti
melahirkan menurut gender .
Aspek: Hubungan Industrial
LA4 : Jangka waktu minimum pemberitahuan mengenai
peubahan operasional termasuk apakah hal tersebut tercantum
dalam perjanjian bersama
Aspek : Kesehatan dan Keselamatan Kerja
LA5 : Persentase total tenaga kerja yang diwakili dalam komite
bersama formal manajemen-pekerja yang membantu mengawasi
dan memberikan saran program kesehatan dan keselamatan kerja
LA6: Jenis dan tingkat cedera, penyakit akibat kerja, hari hilang,
dan kemangkiran, serta jumlah total kematian akibat kerja
menurut daerah dan gender
LA7: Pekerja yang sering terkena atau beresiko tinggi terkena
yang terkait dengan pekerjaan mereka
LA8: Total kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam
perjanjian formal dengan serikat pekerja
Aspek: Pelatihan dan Pendidikan
LA9 : Jam latihan rata-rata per tahun per karyawan menurut
gender dan menurut kategori karyawan
LA10 : Program untuk manajemen keterampilan dan
pembelajaran seumur hidup yang mendukung keberlanjutan

30

STIE INDONESIA
kerja karyawan dan membantu mereka mengelola purna bakti
LA11 : Persentase karyawan yang menerima review kinerja dan
pengembangkan karier rutin secara reguler menurut gender dan
kategori karyawan.
Aspek: Keberagaman dan Kesetaraan Peluang
LA13: Rasio gaji pokok dan remunerasi terhadap perempuan
terhadap laki-laki kategori karyawan berdasarkan lokasi
operasional yang signifikan
Aspek : Asesmen Pemasok atas Praktik Ketenagakerjaan
LA14 : Persentase penapisan pemasok baru menggunakan
kriteria praktik ketenagakerjaan
LA15 : Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan
terhadap praktik ketenagakerjaan dalam rantai pasokan dan
tindakan yang diambil
Aspek : Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenagakerjaan
LA16 : Jumlah pengaduan tentang praktik ketenagakerjaan yang
diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme
pengaduan resmi
Sub-Kategori : Hak Asasi Manusia
Aspek : Investasi
HR1 : Jumlah total dan persentase perjanjian dan kontrak
investasi yang signifikan yang menyertakan klausul terkait hak
asasi manusia atau penapisan berdasarkan hak asasi manusia
HR2 : Jumlah waktu pelatihan karyawan tentang kebijakan atau
prosedur hak asasi manusia terkait dengan aspek HAM yang
relevan dengan operasi termasuk persentase karyawan yang
dilatih
Aspek : Non-diskriminasi
HR3 : Jumlah total insiden diskriminasi dan tindakan perbaikan
yang diambil
Aspek : Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Kerja
Bersama
HR4: Operasi dan pemasok teridentifikasi yang mungkin
melanggar atau beresiko tinggi melanggar hak untuk
melaksanakan kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama
Aspek: Pekerja Anak
HR5 : Operasi dan pemasok terindentifikasi beresiko tinggi
melakukan ekploitasi pekerja anak dan tindakan yang diambil
untuk berkontribusi dalam penhapusan pekerja anak yang efektif
Aspek: Pekerja Paksa atau Wajib Kerja
HR6 : Operasi dan pemasok terindentifikasi beresiko tinggi
melakukan pekerja paksa atau wajib kerja dan tindakan untuk
berkontribusi dalam penghapusan segala bentuk pekerja paksa
atau wajib kerja
Aspek: Praktik Pengamanan

31

STIE INDONESIA
HR7 : Persentase petugas keamanan yang dilatih dalam
kebijakan atau prosedur hak asasi mansusia di organisasi yang
relevan dengan operasi
Aspek : Hak Adat
HR8 : Jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hakhak
masyarakat adat dan tindakan yang diambil
Aspek : Asesmen
HR9: Jumlah total dan persentase operasi yang telah melakukan
review atau asesmen dampak hak asasi manusia
Aspek : Asesmen Pemasok Atas Hak Asasi Manusia dalam
rantai pasokan dan tindakan yang telah diambil
HR10: Persentase penapisan pemasok baru menggunakan
kriteria hak asasi manusia
HR11 : Dampak negatif signifikan aktual dan potensial terhadap
hak asasi manusia
Aspek : Mekanisme Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia
HR12 : Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap hak asasi
manusia yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui
mekanisme pengaduan formal
Sub-Kategori : Masyarakat
Aspek: Masyarakat
S01 :Persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal,
asesmen dampak, dan program pengembangan yang diterapkan
Lokal SO2 : Operasi dengan dampak negatif aktual dan potensial
yang signifikan terhadap masyarakat lokal
Aspek : Anti-korupsi
SO3 : Jumlah total dan persentase operasi yang dinilai terhadap
risiko terkait dengan korupsi dan risiko signifikan yang
teridentifikasi
SO4: Komunikasi dan pelatihan mengenai kebijakan dan
prosedur anti korupsi
SO5 : Insiden korupsi yang terbukti dan tindakan yang diambil
Aspek: Kebijakan Publik
SO6 : Nilai total kontribusi politik berdasarkan negara dan
penerima/penerima manfaat
Aspek : Anti Persaingan
SO7 : Jumlah total dan tindakan hukum terkait antipersaingan,
anti-trust, serta praktik monopoli dan hasilnya
Aspek : Kepatuhan
SO8 : Nilai moneter denda yang signifikan dan jumlah total
sanksi non-moneter atas ketidakpatuhan terhadap undangundang
dan peraturan
Aspek : Asesmen Pemasok Atas Dampak Pada Masyarakat
SO9 : Persentase penapisan pemasok baru menggunakan kriteria
dampak terhadap masyarakat

32

STIE INDONESIA
S010: Dampak negatif aktual dan potensial yang signifikan
terhadap masyarakat dalam rantai pasokan dan tindakan yang
diambil
Aspek : Mekanisme Pengaduan Dampak Terhadap
Masyarakat
SO11: Jumlah pengaduan tentang dampak terhadap masyarakat
yang diajukan, ditangani, dan diselesaikan melalui mekanisme
pengaduan resmi
Sub-Kategori : Tanggung Jawab atas Produk
Aspek: Kesehatan dan Keselamatan Pelanggan
PR1 : Persentase kategori produk dan jasa yang signifikan
dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan dinilai untuk
peningkatan
PR2 : Total jumlah insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan
dan koda sukarela terkait dampak kesehatan dan keselamatan
dari produk dan jasa sepanjang daur hidup menurut jenis hasil
Aspek: Pelabelan Produk dan Jasa
PR3 : Jenis informasi produk dan jasa yang diharuskan oleh
prosedur organisasi terkait dengan informasi dan pelabelan
produk dan jasa, serta persentase kategori produk dan jasa yang
signifikan harus mengikuti persyaratan informasi sejenis
PR4 : Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan
dan koda sukarela terkait dengan informasi pelabelan produk dan
jasa menurut jenis hasil
PR5 : Hasil survei untuk mengukur kepuasan pelanggan
Aspek : Komunikasi Pemasaran
PR6: Penjualan produk yang dilarang atau disengketakan
PR7: Jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan
koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan,
promosi, dan sponsor menurut jenis hasil
Aspek : Privasi Pelanggan
PR8 : Jumlah total keluhan yang terbukti terkait dengan
pelanggaran privasi pelanggan dan hilangnya data pelanggan
Aspek : Kepatuhan
PR9 : Nilai moneter denda yang signifikan atas ketidakpatuhan
terhadap undang-undang dan peraturan terkait penyediaan dan
penggunaan produk dan jasa

33

STIE INDONESIA
2.3 Hubungan antar Variabel Penelitian

2.3.1 Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report terhadap Nilai perusahaan

Perkembangan Laporan Keberlanjutan adalah bagian dari konsep pembangunan


berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan berarti bahwa pembangunan saat ini dapat dipenuhi
tanpa harus mengurangi kebutuhan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
(Heemskerk, 2013). Fokus pada keberlanjutan membantu organisasi mengelola dampak sosial
dan lingkungan, dan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan sumber daya alam (Michelon,
2010). Pelaporan keberlanjutan (SR) adalah proses refleksif kritis di mana aturan, strategi, dan
norma yang berlaku berlakudikembangkan dan menghasilkan kesadaran karyawan-manajer dan
motivasi untuk menciptakan nilai pemangku kepentingan jangka panjang dengan merangkul
peluang dan mengelola risiko dari perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan (Godemann dan
Michelsen 2011; GRI 2011; Chakraborty et al. 2019).

Laporan Keberlanjutan adalah laporan yang mengungkapkan dampak dari aktivitas


organisasi, baik positif maupun negatif pada lingkungan, masyarakat, dan ekonomi (GRI, 2013:
3). Susanto & Tarigan (2013) menyatakan bahwa Laporan Keberlanjutan tidak hanya berisi
keuangan informasi kinerja, tetapi juga mengandung informasi non-keuangan terdiri dari
kegiatan sosial dan lingkungan yang memungkinkan perusahaan untuk terus tumbuh. Pelaporan
Laporan Keberlanjutan mampu meningkatkan akuntabilitas perusahaan, transparansi, dan
reputasi bagi para pemangku kepentingan (Baral and Pokharel, 2017; Perrault and Clark, 2016
and Masud et al., 2018).

Di satu sisi, penelitian sebelumnya telah mengisyaratkan laporam keberlanjutan dapat


digunakan sebagai alat strategis untuk meningkat nilai perusahaan. Penelitian Loh, Thomas dan
Wang (2017) menyatakan bahwa laporan keberlanjutan memiliki pengaruh positif signifikan
pada perusahaan dan semakin baik kualitas laporan keberlanjutan, semakin kuat keterkaitannya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Singh, Sethuraman and Lam (2017) bahwa
Sustainability Report atau CSR memiliki hubungan positif terhadap nilai perusahaan di China

34

STIE INDONESIA
dan Hongkong. Sedangkan hasil penelitian dari Kuzey dan Uyar (2016), Tanjung dan Wahyudi
(2019), Ronald, Ng dan Daromes (2019), dan Puspitandari dan Septiani (2017) juga
membuktikan bahwa pengungkapan sustainability report berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Selain itu, Puspitandari dan Septiani (2017) melakukan penelitian terhadap 13 perusahaan
perbankan yang menerbitkan sustainable report yang menyebutkan terdapat pengaruh antara
pengungkapan disclosure sustainability report dengan kinerja perusahaan perbankan. Hal ini
tidak sejalan dengan penelitian Marwa et al (2017) yang menyebutkan bahwa laporan
berkelanjutan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena belum
adanya kewajiban dari regulator pasar modal terkait pelaporan ini juga membuat para emiten
merasa belum butuh untuk menyiapkan laporan terkait.

Disisi lain ada beberapa peneitian yang mengungkapkan dampak assurance sustainability
report terhadap niali perusahaan. Penelitian Indiyati dan Zulakhia (2017) mengungkapkan bahwa
assurance pada laporan keberlanjutan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai
perusahaan. Hal ini berarti, perusahaan dengan laporan keberlanjutan yang diberikan assurance
cenderung dapat meningkatkan nilai perusahaan di mata investor. Hal ini sejalan dengan
penelitian Gerab et al (2017) dan Fuhrmann et al( 2017). Hal ini berarti tingkat assurance yang
tinggi mengurangi asimetri informasi karena proses assurance hanya memastikan tingkat
ketidakcukupan yang moderat. Jika penyedia assurance menguji rincian data numerik, ini akan
mengurangi informasi asimetri.

Berdasarkan teori yang dibahas dan penelitian sebelumnya yang melibatkan laporan
berkelanjutan dan nilai perusahaan. Maka dapat disimpulkan, ketika sebuah perusahaan terlibat
dalam perilaku yang terpuji secara sosial, persepsi orang tentang perusahaan akan jauh lebih
menguntungkan, sehingga perusahaan tersebut dihargai di pasar modal. Artinya, Semakin tinggi
indeks laporan keberlanjutan, semakin tinggi nilai perusahaan. Atas pembahasan tersebut, maka
hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut.

H1: Pengungkapan Sustainability Report berpengaruh terhadap Nilai perusahaan

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

35

STIE INDONESIA
Sustainability Report
Nilai Perusahaan (Y1)
Disclosure (X1)

36

STIE INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai