HUKUM BISNIS
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN”
Dosen Pengampu : Dr. Hasyim, S.Ag., SE., MM
Disusun Oleh :
FAKULTAS EKONOMI
2021
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata lain yang lebih utama untuk saya ucapkan selain puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Sehingga, saya
mampu menyelesaikan MR Hukum Bisnis yang merupakan salah satu tugas dalam mengikuti
perkuliahan di semester tiga ini. MR ini saya buat dalam hal pemenuhan tugas mata kuliah yang
berjudul Hukum Bisnis.
Saya tahu bahwa MR ini masih jauh dari kata sempurna dan masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran serta review dari dosen pengampu
saya yakni bapak Dr. Hasyim, S.Ag., SE., MM. Saya berharap MR ini memiliki manfaat bagi
para pembaca nantinya. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih.
A. Latar Belakang
Perlindungan konsumen pada saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Dalam
kegiatan perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban antara
pelaku usaha dan konsumen. Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat perhatian
yang cukup baik karena menyangkut aturan untuk menciptakan kesejahteraan. Dengan adanya
keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan
makmur. Negeri-negeri yang sekarang ini disebut negara-negara maju telah menempuh
pembangunannya melalui tiga tingkat: unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan. Pada
tingkat yang pertama yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integritas politik
untuk menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua perjuangan untuk
pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada tingkat ketiga tugas negara yang
utama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi, membetulkan 2 kesalahan-
kesalahan pada tahap sebelumnya dengan menekankan kesejahteraan masyarakat.1 Dalam Pasal
28 J ayat 1 perubahan yang kedua Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
mengatur mengenai “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Sebagaimana diketahui dengan adanya
globalisasi dan perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat dalam era perekonomian
modern telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi barang dan atau jasa yang dapat
dikonsumsi oleh masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum terhadap konsumen?
2.Apasakah perlindungan hukum terhadap konsumen sudah terealisasikan saat ini?
BAB II
PEMBAHASAN
HAK KONSUMEN
Hak sebagai konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia yang berlandaskan pada
Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33 yang
dapat diketahui sebagai berikut:
1. Hak dalam memilih barang
Konsumen memiliki hak penuh dalam memilih barang yang nantinya akan digunakan atau
dikonsumsi. Tidak ada yang berhak mengatur sekalipun produsen yang bersangkutan. Begitu
juga hak dalam meneliti kualitas barang yang hendak dibeli atau dikonsumsi pada nantinya.
2. Hak mendapat kompensasi dan ganti rugi
Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi maupun ganti rugi atas kerugian yang
diterimanya dalam sebuah transaksi jual beli yang dilakukan. Apabila tidak adanya kecocokan
dalam gambar maupun kualitas, konsumen berhak melakukan sebuah tuntutan terhadap
produsen.
3. Hak mendapat barang/jasa yang sesuai
Konsumen berhak untuk mendapat produk dan layanan sesuai dengan kesepakatan yang tertulis.
Sebagai contoh dalam transaksi secara online, apabila terdapat layanan gratis ongkos kirim,
maka penerapannya harus sedemikian. Bila tidak sesuai, konsumen berhak menuntut hak
tersebut.
4. Hak menerima kebenaran atas segala informasi pasti
Hal yang paling utama bagi para konsumen, guna mengetahui apa saja informasi terkait produk
yang dibelinya. Produsen dilarang menutupi ataupun mengurangi informasi terkait produk
maupun layanannya. Sebagai contoh apabila ada cacat atau kekurangan pada barang, produsen
berkewajiban untuk memberi informasi kepada konsumen.
5. Hak pelayanan tanpa tindak diskriminasi
Perilaku diskriminatif terhadap konsumen merupakan salah satu bentuk pelanggaran atas hak
konsumen. Pelayanan yang diberikan oleh produsen tidak boleh menunjukkan perbedaan antara
konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjanjikan dalam pasaran berbisnis secara online,
aktivitas – aktivitas perdagangan yang ada dalam media elektronik disebut dengan electronic
commerce (e-commerce) atau transaksi elektronik. E-commerce diketahui dibagi menjadi 2 (dua)
segmen diantaranya yaitu, bussines to bussines e-commerce (perdagangan antara pelaku usaha
dengan konsumen) dan bussines to consumer e-commerce (pedagangan antara pelaku usaha
dengan konsumen). Pada jaman era globalisasi ini terdapat banyak sekali media online yang
dapat digunakan sebagai media perdagangan secara online yang salah satunya aplikasi yang
dapat digunakan adalah Instagram. Instagram merupakan aplikasi yang membagikan gambar dan
video, didalam aplikasi tersebut pihak pelaku usaha menjual dagangannya dimedia Instagram
dengan cara memposting foto-foto dagangan mereka dan kemudian postingan foto- foto tersebut
dilihat oleh para pengikut mereka di Instagram atau yang lebih dikenal dengan istilah followers.
Followers inilah yang disebut sebagai para konsumen yang berbelanja secara online. Transaksi
jual- beli online ini diatur didalam Undang –undang No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya
disebut UU ITE), dimana didalam UU ITE pasal 17 ayat (1) menyatakan bahwa
“penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat”.
UU ITE memberikan kekuasaan pelaku usaha toko online dan konsumen melakukan transaksi
secara online. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen (selanjutnya
disingkat UUPK) tidak menjelaskan dengan tegas bagaimana dengan perlindungan hukum
terhadap konsumen yang dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku usaha toko online.
Didalam Pasal 1 angka (1) UUPK menyatakan definisi dari perlindungan konsumen tersebut
yaitu “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen” berdasarkan ketentuan diatas konsumen
mendapatkan perlindungan hukum dalam melakukan transaksi perdagangan barang yang
diketahui didalam melakukan transaksi jual – beli perdagangan maupun perniagaan dibutuhkan
setidaknya 2 (dua) pihak yang melakukannya, 2 (dua) pihak yang dimaksud adalah pihak
pertama yaitu peyelenggara perdagangan dan perniagaan tersebut yang menyajikan barang, dan
pihak kedua yang dimaksudkan adalah para pengguna barang yang disediakan oleh penyelengara
perdagangan dan perngiaan tersebut.
Dalam hal ini hak kenyamanan dalam UUPK tidak menjelaskan dengan tegas apa saja hak
kenyaman yang didapatkan oleh konsumen dan sampai mana konsumen tersebut dapat dikatakan
“nyaman” sebagai konsumen. Selain diatur didalam UUPK, pemberian informasi yang benar,
jelas dan sesuai dengan keadaan barang maupun jasa tersebut juga dijelaskan dalam UU ITE,
yaitu dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) menyatakan bahwa apabila seseorang melakukan
penyebaran berita bohong yang tidak memiliki hak untuk menyebarkan dan dapat menyesatkan
seseorang dalam melakukan kerugian terhadap transaksi online maka dapat dihukum sesuai
dengan Pasal 45 ayat (2) UU ITE yang menyatakan apabila seseorang memenuhi unsur
sebagaimana yang dimaksudkan dengan Pasal 28 ayat (1) dan (2) maka dapat dipidanakan
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku usaha toko online seharusnya dapat dipertanggung
jawabkan baik berupa kompensasi yang diberikan untuk konsumen akibat kelalaian maupun
kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha toko online tersebut. Kompensasi dapat berupa
pengembalian uang maupun ditukarnya barang yang sudah diterima oleh konsumen dengan
barang yang sesuai pesanan hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan suatu kesepakatan
antara pelaku usaha toko online dengan konsumen.
Kerugian yang ditimbulkan dari adanya kecurangan dari pelaku usaha toko online tersebut
akhirnya akan menimbulkan wanprestasi yang didalam UUPK pada Pasal 19 menjelaskan
mengenai pertanggungjawaban dari pelaku usaha toko online tersebut apabila diketahui adanya
identifikasi wanprestasi. Penyelesaian pertanggungjawaban kerugian yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha toko online terhadap konsumen juga dapat dilakukan dengan cara musyawarah,
yaitu musyawarah antara dua belah pihak, dalam musyawarah tersebut dapat dilakukan
penggantirugian oleh pelaku usaha toko online ke konsumen dalam bentuk pertanggung jawaban
dalam bentuk barang maupun uang.
PT.J&T Express sebuah badan usaha swasta yang yang bekerja di bidang jasa pengiriman yang
didirikan pada tahun 2015. PT.J&T Express memiliki banyak kelebihan yang bisa dinikmati.
Pihak J&T Express sebagai perusahaan swasta telah membentuk “Klausula Baku”. Klausula
baku pada perusahaan pengiriman barang disebut Syarat Standar Pengiriman (SSP). Bentuk
tanggung jawab dari PT.J&T Express Lolong Padang terhadap kerusakan barang kiriman diatur
dalam point 7 Klausula Baku yaitu: (a). Ganti rugi barang yang diasuransikan paling banyak
Rp.20.000.000,-. untuk dokumen memperoleh ganti rugi paling banyak Rp.2.000.000,-, (b).
Ganti rugi barang yang tidak diasuransikan maksimal 10x ongkos kirim. Nilai pengganti paling
banyak Rp.1.000.000,- untuk dokumen memperoleh ganti rugi maksimal Rp.100.000,-. Upaya
penyelesaian yang dilakukan PT.J&T Express Lolong Padang terhadap kerusakan barang dengan
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan secara damai. PT.J&T Express Lolong Padang
menggunakan metode negosiasi dalam memberi ganti kerugian.
Realita pada saat ini, bagaimana cara perlindungan itu terhadap konsumen saat ini.
Realita pada saat ini ketika konsumen menerima kerusakan barang yang diakibatkan kelalaian
suatu perusahaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1474 KUH Perdata, dalam transaksi jual beli,
penjual pada dasarnya memiliki dua kewajiban utama yaitu:
a.Menyerahkan barang; dan
b.Menanggungnya.
Secara spesifik, Pasal 1491 KUH Perdata mengatur tentang kewajiban penjual terhadap pembeli
adalah untuk menjamin dua hal, yaitu:
1.Penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram;
2.Tiadanya cacat yang tersembunyi pada barang tersebut, atau yang sedemikian rupa sehingga
menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian;
Perlakuan penjual yang menjual barang merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai cacat
tersembunyi, karena jika seandainya pembeli mengetahui kondisi tersebut, pembeli tidak akan
membeli barang tersebut atau setidak-tidaknya akan membeli dengan harga yang kurang.
Dalam hal-hal terdapat cacat tersembunyi, pembeli dapat memilih beberapa opsi sebagaimana
diatur dalam Pasal 1507 KUH Perdata antara lain:
a.Mengembalikan barangnya sambil menuntut kembali uang harga pembelian; atau
b.Akan tetap memiliki barang itu sambil menuntut kembali sebagian dari uang harga pembelian
sebagaimana ditentukan oleh Hakim setelah mendengar ahli tentang itu.
Adapun dari sisi penjual dalam kaitanya dengan cacat tersembunyi, terdapat 2 (dua) kewajiban
yang harus dilakukan:
a.Jika penjual telah mengetahui cacat-cacat barang, maka penjual wajib mengembalikan uang
harga pembelian yang telah diterimanya dan mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
b.Jika penjual tidak mengetahui adanya cacat-cacat barang, maka penjual wajib mengembalikan
uang harga barang pembelian dan mengganti biaya untuk menyelenggarakan pembelian dan
penyerahan, sekedar itu dibayar oleh pembeli.
Jika ditinjau dari segi perlindungan konsumen, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”) menyatakan bahwa hak konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Terkait dengan langkah yang harus diambil untuk kasus seperti ini, konsumen yang merasa
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan
peradilan umum. Selain itu, penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada era yang serba canggih ini, para pelaku usaha sering berlaku curang kepada
konsumen demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya serta pelaku usaha
seringkali mengenyampingkan hak-hak konsumen. Beberapa dasawarsa sejumlah peristiwa
penting yang menyangkut keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan jasa yang
mencuat ke permukaan sebagai keperihatian nasional yang tak kunjung mendapat perhatian dari
sisi perlindungan hukum bagi para konsumen. Apabila konsumen mengalami suatu kerugian
yang diakibatkan oleh kelalaian pihak pegawai jasa pengiriman barang yang berakibat rusaknya
suatu barang saat pengiriman. Konsumen selaku pihak yang dirugikan dapat berlindung pada
UUPK dan juga KUHPerdata yang mana aturan tersebut dapat memberikan perlindungan atas
kerugian yang di telah di terima oleh konsumen. Selain itu Apabila konsumen pengguna
mengalami suatu kerugian yang bukan disebabkan karena kesalahan pihak konsumen, pelaku
usaha dalam memenuhi hak konsumen diatur dalam Pasal 4 ayat 8 menyatakan bahwa konsumen
memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
B. Saran
Perlindungan konsumen adalah hal yang sangat penting atau utama dalam segala
transaksi jual beli. Konsumen dan produsen berhak untuk menerima manfaat yang bersifat tidak
merugikan salah satu pihak. Keterbukaan informasi juga menjadi tolak ukur utama yang
dilakukan produsen terhadap konsumen, guna mendapat kepercayaan maupun kenyaman
terhadap konsumen sebagai pengguna barang atau produk yang dibeli. Kami berharap setiap
konsumen Indonesia dapat dilindungi oleh hukum yang berlaku dengan memperhatikan
kebutuhan serta permasalahan yang muncul pada konsumen.