Anda di halaman 1dari 41

SGD 19

29 JANUARI 2021
PPOK
1. DEFINISI & FAKTOR RESIKO PPOK
DEFINISI
• Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan
yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut American College
of Chest Physicians/American Society, (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun yang berlangsung lama dan
disertai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara (Padila, 2012).
Selompok penyakit paru tersebut adalah bronkitis kronis, emfisema paru-paru
dan asma bronchial (Smeltzer, 2011).
• Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah
dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara, bersifat progresif, dan
berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun / berbahaya (Antariksa B, Djajalaksana S, Pradjanaparamita, Riyadi J,
Yunus F, Suradi, dkk 2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
penyakit yang umum, dapat dicegah dan dapat ditangani yang memiliki
karakteristik gejala pernafasan yang menetap dan keterbatasan aliran udara. Hal
ini dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang biasanya
disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya (GOLD, 2017)
• Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merujuk pada beberapa hal yang
menyebabkan terganggunya pergerakan udara masuk dan keluar paru. Meskipun
beberapa jenis seperti, bronkitis obstruktif, emfisema, dan asma dapat muncul
sebagai penyakit tunggal, sebagian besar bertumpangan dalam manifestasi
klinisnya. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat terjadi sebagai hasil dari
peningkatan resistensi sekunder terhadap edema mukosa bronkus atau kontraksi
otot polos. Hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh penurunan kelenturan,
seperti pada emfisema. Kelenturan (elastic recoil) adalah kemampuan
mengempiskan paru dan menghembuskan nafas secara apasif, serupa dengan
kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah diregangkan. Penurunan
kelenturan dapat dibayangkan sebagai pita karet yang lemah dan telah
diregangkan melebihi batas kemampuannya, sehingga akan berakibat penurunan
kemampuan paru untuk mengosongkan isinya (Black, 2014)
FAKTOR RESIKO
Penyakit paru obstruktif kronis terjadi ketika saluran pernapasan dan paru-paru
rusak serta mengalami peradangan. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan
risiko seseorang menderita penyakit ini adalah:
• Memiliki kebiasaan merokok atau sering terpapar asap rokok (perokok pasif)
• Terpapar polusi udara, misalnya dari debu jalanan, asap dari kendaraan, atau
asap pabrik dan industri
• Menderita penyakit asma, tuberkulosis, infeksi HIV, dan kelainan genetik yang
menyebabkan kekurangan protein alpha-1-antitrypsin (AAt)
• Memiliki keluarga dengan riwayat PPOK
• Berusia 40 tahun ke atas
• Berjenis kelamin wanita
2. ETIOLOGI & KLASIFIKASI PPOK
ETIOLOGI
• Merokok merupakan resiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Sejumlah zat iritan yang ada didalam rokok menstimulasi produksi mukus
berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi, serta kerusakan
bronkiolus dan dinding alveolus. Faktor resiko lain termasuk polusi udara,
perokok pasif, riwayat infeksi saluran nafas saat anak-anak, dan keturunan.
Paparan terhadap beberapa polusi industri tempat kerja juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) (Black,
2014).
Menurut Irwan (2016) etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai berikut :
A. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab utama. Prevalansi
terjadinya gangguan sistem pernafasan dan penurunan faal paru lebih tinggi terjadi
pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun, dan perokok aktif
berhubungan dengan angka kematian. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu
diperhatikan :
1. Riwayat merokok
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bebas perokok
2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-
rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
3. Derajat berat merokok berdasarkan banyak rokok yang dihisap perhari dibagi
menjadi 2 klasifikasi yaitu :
a) Ringan : 0-10 batang / hari
b) Sedang : 11-20 batang / hari
c) Berat : >20 batang / hari
B. . Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
C. Hiperaktivitas bronkus
D. Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang
E. Defisiensi antitrypsin alfa – 1, yang umumnya jarang terdapat di Indonesia.
F. Usia
Perjalanan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang khas adalah lamanya
dimulai dari usia 20-30 tahun dengan paparan rokok atau batuk pagi disertai
pembentukan sedikit mukoid (Pedila, 2012)
KLASIFIKSI
Klasifikasi pasien PPOK yaitu derajat 0 mempunyai hasil spirometri yang normal :
• Faal Paru Normal:
 VC dan FVC> 80% dari nilai prediksi
 FEV1> 80% dari nilai prediksi
 rasio FEV1 / FVC> 70%
• Gangguan Faal Paru Restriksi:
 VC atau FVC <30%
• Gangguan Faal Paru Obstruktif:
 FEV <80% dari nilai prediksi
 Rasio FEV1 / FVC <70%
 Obstruksi ringan jika rasio FEV1 / FVC 60% -80%
 Obstruksi sedang jika rasio FEV1 / FVC 30% -59%
 Obstruksi berat jika rasio FEV1 / FVC <30%
3. PATOFSIOLOGI PPOK
Prinsip terjadinya penyakit paru obstruksi kronik yaitu adanya keterbatasan jalan napas yang tidak
sepernuhnya reversible. Secara progresif terjadinya penyempitan jalan napas dan kehilangan daya
elastisitas paru yang berakibat pada terjadinya penurunan FEV (Forced Expiratory Volume,
ketidakadekuatan dalam pengosongan paru dan hiperinflasi (Decramer, 2012).
Adanya proses penuaan yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi paru-paru. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya penurunan elastisitas jaringan paru dan dinding dada yang mengakibatkan
terjadinya penurunan kekuatan kontraksi otot pernapasan dan menyebabkan kesulitan dalam
bernapas.
Selain itu faktor kebiasaan buruk merokok juga dapat menyababkan cedera pada sel epitel jalan
napas yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi, dimana pada kandungan asap rokok dapat
merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru-paru.
Mediator peradangan dapat merusak struktur penunjang dari paru-paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran pernapasan dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi paru berkuramg. Saluran udara yang
mengalami kolaps terjadi terutama pada saat ekspirasi dimana ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Apabila tidak terjadi pengempisan pasif,
maka udara akan terperangkap didalam paru-paru dan saluran udara kolaps (Greace, 2011).
Fungsi paru menentukan jumlah kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh seseorang, yaitu jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan oleh tubuh. Kebutuhan oksigen
sangat erat hubungannya dengan aliran darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sitem respirasi seperti fungsi ventilasi paru. Faktor resiko
merokok dan polusi udara menyebabkan proses inflamasi bronkus dan juga dapat menimbulkan
kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis.
Terjadinya kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis dapat menyebabkan obstruksi pada
bronkiolus terminalis yang akan mengalami obstruksi pada fase awal ekspirasi. Udara yang masuk ke
alveoli pada saat inspirasi akan terjebak kedalam alveolus pada saat terjadi ekspirasi sehingga akan
menyebabkan terjadinya penumpukan udara ( air trapping). Kondisi seperti ini yang dapat
menyebabkan terjadinya keluhan sesak napas.
4. Patofisologi sesak nafas obstruktif &
restriktif
5. CMD PPOK
Anamnesis
Menurut Decramer (2012), penyebab munculnya PPOK adalah perokok tembakau, dan
juga ada faktor lain sebagai pendukung seperti genetik, faktor perkembangan paru,
serta faktor stimulus lingkungan. Faktor resiko munculnya PPOk menurut antara lain :
1. Usia pertengahan dan riwayat pajanan asap rokok, polusi udara, polusi tempat
kerja.
2. Kebiasaan buruk (merokok)
3. Terpajan polutan, bahan kimia, kayu, pupuk dari hewan peliharaan, hasil panen,
batu bara, pembakaran, dll. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa polutan dari
bahan biomas untuk memasak dan menjahit mempunya faktor resiko yang
signifikan terhadap terjadinya penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
4. Faktor lain yang beresiko terhadap terjadinya penyakit paru obstruksi kronik
adalah genetik, abnormalitas paru, faktor usia yang sudah lanjut, banyaknya
aktivitas bronkial, dan juga status sosial ekonomi.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama
auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli.
Sedangkan pada PPOK sedang dan PPOK berat seringkali terlihat perubahan cara
bernapas atau perubahan bentuk anatomi thoraks. Secara umum pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Inspeksi Bentuk dada : barre chest (dada seperti tong), terdapat cara napas
pursed lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan
hipertrofi (pembesaran) otot bantu napas dan pelebaran sela iga.
2. Perkusi Hipersonor
3. Auskultasi Suara napas vesikuler normal atau melemah, ekspirasi memanjang,
mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) dan rochi.
4. Palpasi Vokal premitus melemah
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain
pemeriksaan radiologi (foto thoraks), spirometri, laboratorium darah rutin
(timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik), analisa gas
darah, mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi
eksaserbasi)
• Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK
ringan tetapi pemeriksaan radiologi ini berfungsi juga untuk menyingkirkan
diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari
keluhan pasien.
• Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan paru hiperinflasi atau
hiperluse, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, bulla, jantung
pendulum.
6. DD & komplikasi
Diagnosis banding

Diagnosis banding penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive


pulmonary disease (COPD) bergantung dari presentasi klinis pasien. Secara umum,
PPOK dapat didiagnosis banding dengan:
• Asma
Asma biasanya sudah muncul dari usia anak. Gejala asma biasanya muncul pada
malam atau dini hari dan bersifat reversibel. Dapat juga ditemukan alergi, rhinitis
dan/atau eczema. Namun dapat juga ditemukan kombinasi gejala dari PPOK dan
Asma.
• Gagal Jantung Kongestimerupakan
Gagal jantung penyebab sesak nafas yang sering ditemui pada pasien usia tua, dan
beberapa pasien merasakan berat di dada dan wheezing dengan penumpukan cairan.
Pada gagal jantung biasanya ditemukan rhonki basah halus pada basal paru. Pada foto
thoraks ditemukan kardiomegali dan edema paru. Pada pemeriksaan fungsi paru
menunjukkan adanya restriksi volume, bukan keterbatasan aliran udara. Peningkatan
BNP juga dapat ditemukan pada gagal jantung kongestif.
• Bronkiektasis
Merupakan pelebaran abnormal bronchus yang berhubungan dengan infeksi kronik
atau infeksi berulang. Gejala menyerupai PPOK, namun disertai dengan sesak semakin
berat dengan produksi sputum yang mukopurulen.
• Tuberkulosis
Tuberkulosis dapat terjadi pada semua usia. Foto thoraks polos menunjukkan
gambaran infiltrat dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikrobiologis.
.
• Bronkiolitis Konstriktif
Biasanya muncul pada usia muda, dan terjadi setelah trauma inhalasi, transplantasi
(sumsum tulang, paru), riwayat reumatoid arthritis atau inflammatory bowel
disease (IBS). Pasien akan mengalami batuk dan sesak yang dapat muncul saat
istirahat atau beraktifitas. Tes fungsi paru menunjukkan keterbatasan aliran udara
yang progresif dan ireversibel.
• Panbronkiolitis Difusa
Biasanya ditemukan pada pasien dengan keturunan asia. Sebagian besar pasien
laki-laki dan tidak merokok. Tes fungsi paru menunjukkan adanya gambaran
obstruktif, namun terkadang ditemukan juga campuan obstruktif-restriktif.
Komplikasi
Beberapa komplikasi PPOK yang mungkin muncul, antara lain:
• Hipoksia
• Infeksi pernapasan
• Gagal jantung
• Kanker paru-paru
• Diabetes
• Edema (retensi cairan)
• Osteoporosis
• Demensia
7. Tatalaksana (farmako & non farmako)
ppok
Farmako
• Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1 atau
mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada
jalan napas
• Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak
direkomendasikan jika obat lain tersedia.25
• Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat
memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi
frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV1
• Phosphodiesterase-4 inhibitor
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
menghambat pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi, penggunaan obat
ini memiliki efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan,
Terapi Farmakologis Lain
• Vaksin :vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien PPOK usia >
65 tahun
• Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda
dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal, dan
tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak direkomendasikan untuk pasien
PPOK yang tidak ada hubungannya dengan defisiensi alpha-1 antitripsin.
• Antibiotik: Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial yang mencetuskan
eksaserbasi
• Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan: Ambroksol, erdostein,
carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein dapat mengurangi gejala
eksaserbasi.
• Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator)
• Antitusif: Golongan obat ini tidak direkomendasikan.
• Vasodilator
Non farmako
• Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
• Berhenti Merokok
• Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya
eksaserbasi dan memperbaiki status kesehatan dan toleransi aktivitas.
• Regimen terapi farmakologis sesuai dengan pasien spesifik, tergantung beratnya
gejala, risiko eksaserbasi, availabilitas obat dan respon pasien.
• Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal
• Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus diberikan rehabilitasi
yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas fisik dan emosional pasien
dalam kehidupannya sehari-hari.
8. Pencegahan (kaitkan dengan kajian islam)
Langkah utama pencegahan PPOK adalah dengan menjauhi penyebabnya. Tidak
hanya untuk mencegah terjadinya PPOK, langkah-langkah ini pun bisa membantu
meringankan dan membuat PPOK agar tidak semakin parah.
Untuk melindungi diri Anda dari PPOK, ada beberapa langkah pencegahan yang
bisa dilakukan, antara lain:
• Menghentikan kebiasaan merokok dan selalu jauhi asap rokok
• Menghindari paparan debu, asap, polusi, atau polutan lain, terutama bila Anda
bertempat tinggal atau bekerja di lingkungan dengan kualitas udara yang buruk
• Menjalani vaksinasi flu dan vaksinasi pneumokokus untuk mencegah dan
mengurangi risiko infeksi pada saluran pernapasan dan paru-paru
• Menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin berolahraga, mengonsumsi makanan
bergizi seimbang, dan cukup minum air putih (sekitar 8 gelas per hari)
Salah satu pencegahan ppok adalah menghindari rokok, maka berikut pqandangan dalam
tentang menurut penggalan bahtsul masail Forum Bahtsul Masail yang digelar Lembaga
Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) sejak 23-24 Februari 2011
tentang hukum merokok :
• Pertama ; hukum merokok adalah mubah atau boleh karena rokok dipandang tidak
membawa mudarat. Secara tegas dapat dinyatakan, bahwa hakikat rokok bukanlah benda
yang memabukkan.
• Kedua ; hukum merokok adalah makruh karena rokok membawa mudarat relatif kecil yang
tidak signifikan untuk dijadikan dasar hukum haram.
• Ketiga; hukum merokok adalah haram karena rokok secara mutlak dipandang membawa
banyak mudarat. Berdasarkan informasi mengenai hasil penelitian medis, bahwa rokok dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit dalam, seperti kanker, paru-paru, jantung dan
lainnya setelah sekian lama membiasakannya.
• Tiga pendapat di atas dapat berlaku secara general, dalam arti mubah, makruh, dan haram
itu bagi siapa pun orangnya. Namun bisa jadi tiga macam hukum tersebut berlaku secara
personal, dengan pengertian setiap person akan terkena hukum yang berbeda sesuai dengan
apa yang diakibatkannya, baik terkait kondisi personnya atau kuantitas yang dikonsumsinya.
Rokok bukan hal yang baik untuk tubuh, allah berfirman :
• “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya)
mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang
yang beruntung. (QS. al-A’raaf: 157)
Dari ayat tersebut telah menjelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan segal
yang baik bagi umat manusia dan mengharamkan yang buruk bagi manusia.
Secara ilmu pengetahuan, kesehatan, rokok merupakan barang yang berpotensi
untuk membuat kondisi pemakainya justru menurun. Hal ini dapat diartikan
bahwa merokok adalah kebiasaan yang tidak baik serta dilarang oleh Allah SWT
9. PROGNOSIS & EDUKASI PPOK
PROGNOSIS
Prognosis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
secara umum bergantung pada klinir, riwayat penyakit, dan komorbiditas masing-masing pasien.
PPOK merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Dalam perannya sebagai penyebab
langsung kematian, mortality rate PPOK di Amerika Serikat adalah 77.3 kematian dari 100.000
kematian pada laki-laki, dan 56 kematian dari 100.000 perempuan.
Prognosis juga bisa dibuat berdasarkan sistem skoring dengan menggunakan 4 faktor, yaitu :
1. Indeks massa tubuh :
•  > 21 bernilai 0 poin
• ≤ bernilai 1 poin
2. FEV1 :
• ≥65% bernilai 0 poin
• 50-64% bernilai 1 poin
• 36-49% bernilai 2 poin
• ≤35% bernilai 3 poin.
3. Modified medical research council (MMRC) skala dyspnea :
• dyspnea saat berolahraga berat bernilai 0 poin
• dyspnea saat menaiki tanjakan landai bernilai 0 poin
• dyspnea saat berjalan di permukaan yang datar bernilai 1
• dyspnea setelah berjalan sekitar 100 meter atau beberapa menit bernilai 2
• tidak bisa meninggalkan rumah, dyspnea saat mengerjakan aktivitas sehari-hari
bernilai
4. Jarak berjalan selama 6 menit:
• ≥ 350 meter bernilai 0 poin
• 250-349 meter bernilai 1 poin
• 150-249 meter bernilai 2 poin
• <150 meter bernilai 3 poin
Perhitungan 4-year survival berdasarkan sistem di atas adalah :
• 0-2 poin 80%
• 3-4 poin 67%
• 5-6 poin 57%
• 7-10 poin 18%
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada
PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan
progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan
perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
• Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
• Melaksanakan pengobatan yang maksimal
• Mencapai aktiviti optimal
• Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap
kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di
poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif
edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien
PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti
dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan
dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
• Pengetahuan dasar tentang PPOK
• Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
• Cara pencegahan perburukan penyakit 4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
• Penyesuaian aktiviti
REFERENSI
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK ( PPOK ) PEDOMAN DIAGNOSIS &
PENATALAKSANAAN DI INDONESIA, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2003
• http://pulmonologi.usu.ac.id/images/PDF/Guideline_PPOK_PDPI.pdf
Makalah Universitas Muhammadiyah Semarang
• http://repository.unimus.ac.id/2034/2/BAB%20I.pdf
• http://eprints.ums.ac.id/61313/3/BAB%20I.pdf
• http://
eprints.undip.ac.id/43859/3/FATHIA_KHAIRANI_G2A009079_BAB_1_KTI.pdf

Anda mungkin juga menyukai