Anda di halaman 1dari 20

11

PENGARUH KOMPRES ES PADA PASIEN NYERI AKUT YANG


TERPASANG WATER SEAL DRAINAGE DI RUANG RAJAWALI 1 B DI
RSUP DR. KARIADI SEMARANG

KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIA-N)

Oleh :

A. Arif Budianto

NIM : G3A021241

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS


11
12

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan judul :

Pengaruh Kompres Es Pada Pasien Nyeri Akut Yang Terpasang Water Seal Drainage di
Ruang Rajawali 1 B di Rsup Dr. Kariadi Semarang adalah hasil karya sendiri, dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : A. Arif Budianto

NIM : G3A021241

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Semarang, 25 November 2022


Penulis

A. Arif Budianto

HALAMAN PERSETUJUAN
12
13

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan judul :


Pengaruh Kompres Es Pada Pasien Nyeri Akut yang Terpasang Water Seal Drainage di Ruang
Rajawali 1 B di Rsup Dr. Kariadi Semarang Yang disusun oleh :
Nama : A. Arif Budiyanto

NIM : G3A021241

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Telah dinyatakan layak untuk diseminarkan dihadapan Dewan Penguji Karya Ilmiah Akhir
Ners (KIAN) Program Studi Pendidikan Profesi Ners.

Semarang, 25 November 2022


Pembimbing

Ns. Desi Ariyana R, M.Kep, Sp.Kep.Ji.


NIK : 28.6.1026.126

HALAMAN PENGESAHAN

13
14

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan judul :


Pengaruh Kompres Es Pada Pasien Nyeri Akut yang terpasang Water Seal Drainage di Ruang
Rajawali 1 B di Rsup Dr. Kariadi Semarang Yang disusun oleh :

Nama : A. Arif Budiyanto


NIM : G3A021241
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji pada tanggal dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar NERS pada Program
Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang.

Penguji 1: Ns. Desi Ariyani R, M.Kep :..............................................

Penguji 2: Dr.Ns. M. Fatkhul Mubin, M.Kep, Sp.Kep.Jiw..............................................

Penguji 3: Ns. Desi Ariyani R, M.Kep : ..............................................

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners

Ns. Mariyam, M.Kep, Sp.Kep.An


NIK: 28.6.1026.127

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK


KEPENTINGAN AKADEMIK
14
15

Sebagai aktivitas akademik Universitas Muhammadiyah Semarang, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Nama : A. Arif Budianto
NIM : G3A021241
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas


Muhammadiyah Semarang Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Kompres Es Pada Pasien Nyeri
Akut yang Terpasang Water Seal Drainage Di Ruang Rajawali 1 B Di Rsup Dr. Kariadi
Semarang beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Muhammadiyah Semarang berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Semarang, 25 November 2022


Penulis

A. Arif Budianto

BAB I
PENDAHULUAN
15
16

A. Latar Belakang Masalah


Efusi pleura merupakan penumpukan cairan pada pleura terjadi apabila produksi
meningkat minimal 30 kali normal atau adanya gangguan pada absorbsinya (Harjanto, Nurdin,
and Rahmanoe 2018). Cairan pleura berupa eksudat, transudat dan chylus. Pada cairan pleura
eksudat protein rasionya >0,60. Sedangkan chylus warnanya putih seperti susu dan
mengandung lemak. Eksudat disebabkan oleh karena adanya kerusakan pada capillary bed di
paru, pleura dan jaringan sekitarnya. Transudat disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang
meningkat atau tekanan osmotik yang menurun. Sedangkan pada absorbsi terhambat
disebabkan adanya gangguan kemampuan kontraksi saluran lymphe, infiltrasi pada kelenjar
getah bening dan kenaikan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran lymphe (Jasaputra,
Widjaja, and Liliana 2019).
Adapun penatalaksanaan pada efusi pleura untuk mencegah penumpukan kembali
cairan, menghilangkan ketidaknyamanan serta dispnea. Jika torakosentesis tidak berhasil maka
dilakukan Water Seal Drainage (WSD) (Bahrudin 2018). Tindakan pemasangan Water seal
Drainage sering menimbulkan rasa nyeri. Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan baik
sensori maupun emosional yang berhubungan dengan resiko atau aktualnya kerusakan jaringan
tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri (Adam 2017).
Salah satu metode pengobatan non-farmakologis digunakan untuk manajemen nyeri
adalah Kompres es. Kompres es merupakan salah satu metode non-farmakologi tertua yang
diketahui. Ini diterapkan untuk menghilangkan rasa sakit dengan memberikan efek lokal atau
sistemik pada tubuh, Efek tidak langsung dari terapi dingin pada rasa sakit adalah mengurangi
edema, kejang otot, dan peradangan dengan mengurangi tekanan pada ujung saraf (Kÿya,
Demirayb, and Borana 2022). Kompres es digunakan untuk mengurangi penggunaan
analgesik dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan membantu mereka mengatasi rasa
sakit. Aplikasi kompres es pada area insisi setelah operasi hernia inguinalis, dan pasien
episiotomi mengurangi rasa sakit (Ceklik and Ozer 2020). Aplikasi kompres es merupakan
metode nonfarmakologis yang sederhana, efektif, aman, dan murah yang digunakan untuk
pengendalian nyeri baik dalam perawatan bedah maupun medis. Aplikasi dingin meningkatkan
ambang nyeri, mengurangi penggunaan obat analgesik dan anti inflamasi, meredakan kejang,
meningkatkan mobilitas, dan mempersingkat masa tinggal di rumah sakit (Ozkan and Cavdar
2021).
Aplikasi kompres dingin menciptakan efek anestesi setelah menit ke-12 dan
mengurangi edema dan nyeri dengan meningkatkan metabolisme dan vasodilatasi refleks

16
17

di jaringan dalam antara 12 dan 15 menit. Pasien dapat ditanya bagaimana perasaan
mereka tentang aplikasi ini 5 menit setelah CGP diterapkan. Studi sebelumnya telah
menekankan bahwa interval harus minimal 2 jam untuk memastikan bahwa data tidak
dipengaruhi oleh faktor selain aplikasi dingin (Kÿya et al. 2022). Penelitian yang dilakukan
oleh (Kÿya et al. 2022) kompres es saat didinginkan, mereka tidak mengeras atau kehilangan
kemampuannya untuk terbentuk. Mereka dapat didinginkan hingga 0°C.12 Paket dingin dapat
diterapkan untuk sementara waktu sebelum kehilangan rasa dinginnya, tetapi peningkatan suhu
di area yang diterapkan diamati mulai dari menit kelima belas aplikasi. Aplikasi dingin dengan
metode kompres dingin harus dilakukan selama minimal 12 15 menit.26,27 Pada penelitian ini,
terapi dingin dilakukan selama 15 menit. Penelitian yang dilakukan (Ozkan and Cavdar 2021)
Terapi dingin diterapkan selama 20 menit, karena aplikasi yang lebih lama dengan
bahan pembalut tipis akan meningkatkan risiko komplikasi. Terapi dingin diterapkan
pada jam pertama, kedua, dan kedelapan pasca operasi. Aplikasi pertama (seperti yang
diterapkan dalam satu jam pertama setelah operasi selesai, itu disebut aplikasi jam
pertama) diterapkan di ruang operasi dan unit perawatan pasca anestesi, sedangkan
aplikasi jam kedua dan kedelapan terjadi di ruang operasi. klinik bedah. Sebelum dan
sesudah terapi dingin, tanda-tanda vital diukur, dan VAS digunakan untuk mengukur
tingkat nyeri. Metode, bahan, dan alat yang sama (cold gel pack, sphygomanometer,
stetoskop, dan termometer) digunakan oleh peneliti untuk mengevaluasi nyeri dan tanda-tanda
vital pada pasien dalam kelompok eksperimen dan kontrol. Semua luka dibalut dengan kain
kasa dan selotip dua lapis standar. Penilaian pasca operasi Setelah hari pertama pasca operasi,
aplikasi terapi dingin terjadi atas permintaan pasien.
Pasien diminta untuk mengulangi aplikasi segera setelah mereka merasa sakit, dan
untuk memberi tahu peneliti tentang waktu dan interval terapi dingin. Protokol penerapan
terapi dingin termasuk terapi dingin selama 3 hari pertama setelah operasi. Pasien yang
dipulangkan di dalam periode ini diminta untuk menghubungi peneliti dengan perincian
penggunaan terapi dingin setelah keluar dari rumah sakit. Tidak ada intervensi yang dilakukan
pada kelompok kontrol. Dan penelitian yang dilakukan (Ceklik and Ozer 2020). Penelitian ini
mengevaluasi efek penerapan dingin pada lokasi sayatan pada karakteristik sensorik,
emosional, dan nyeri total, tingkat keparahan nyeri saat ini, dan tingkat keparahan nyeri secara
keseluruhan melalui pengukuran berulang yang dilakukan pada titik waktu yang berbeda pada
pasien yang menjalani operasi CABG Para pasien juga menerima oksigen melalui kanula
hidung. CGP dan kelompok kontrol terdiri dari pasien yang memiliki karakteristik serupa
terkait perawatan medis, dan efek perawatan medis pada temuan penelitian diminimalkan

17
18

sebanyak mungkin. Memastikan kesamaan karakteristik sampel antara CGP dan kelompok
kontrol juga penting dalam meminimalkan pengaruhnya terhadap hasil. Dalam penelitian ini,
ditemukan bahwa aplikasi dingin menurunkan nyeri insisi sensorik dan afektif serta tingkat
keparahan nyeri insisional setelah operasi CABG (Elvira 2018). Setelah dilakukan intervensi
kompres dingin pada pasien nyeri aku yang terpasang water seal drainage dilakukan
pengukuran mengunakan Visual Analog Scale (VAS)
Visual Analog Scale (VAS) merupakan cara menghitung skala nyeri yang paling
banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier yang akan
memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh pasien. Pada metode VAS,
visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di mana pada ujung garis
kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa atau
intensitas nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua indicator tersebut, VAS bisa diisi
dengan indikator redanya rasa nyeri. VAS adalah prosedur penghitungan yang mudah untuk
digunakan (Manurung and Nuraeni 2020).
Kompres dingin membantu menurunkan suhu di bagian tubuh tertentu sekaligus
mengurangi rasa sakit dan bengkak. Menerapkan es pada cedera akan membatasi aliran darah
ke area tersebut, yang bisa menyebabkan memperlambat atau menghentikan pendarahan,
mengurangi pembengkakan dan peradangan mencegah atau membatasi memar meredakan
nyeri (Seingo, Sudiwati, and Dewi 2019).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari data dan temuan tersebut maka peneliti bermaksud akan melakukan studi
kasus berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh (Kÿya et al. 2022) terkait Pengaruh
Kompres Es Pada Pasien Nyeri Akut yang terpasang Water Seal Drainage Di Ruang Rajawali
1 B Di Rsup Dr. Kariadi Semarang

C. Rumusan Masalah
Aplikasi hasil penelitian tentang Pengaruh Kompres Es Pada Pasien Nyeri Akut Yang
Terpasang Water Seal Drainage di Ruang Rajawali 1 B di Rsup Dr. Kariadi Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui Aplikasi hasil penelitian tentang Pengaruh Kompres Es Pada Pasien
Nyeri Akut Yang Terpasang Water Seal Drainage di Ruang Rajawali 1 B di Rsup Dr.
Kariadi Semarang?
2. Tujuan Khusus

18
19

a. Menganalisa aplikasi hasil penelitian tentang studi kasus pada klien Nyeri Akut
Yang Terpasang Water Seal Drainage di Ruang Rajawali 1 B di Rsup Dr. Kariadi
Semarang?
b. Menganalisa aplikasi hasil penelitian tentang Pengaruh Kompres Es Pada Pasien
Nyeri Akut Yang Terpasang Water Seal Drainage Di Ruang Rajawali 1 B Di
Rsup Dr. Kariadi Semarang

D. Manfaat Penelitian
Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua
aspek yaitu secara aplikatif dan keilmuan meliputi :
1. Manfaat Aplikatif
a) Bagi Klien
Meningkatkan pengetahuan klien tentang tindakan mandiri yang dapat dilakukan
untuk menurunkan nyeri.
b) Bagi Perawat dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Menjadi rujukan ilmu dalam menerapkan intervensi mandiri perawat selain
intervensi medis.
2. Manfaat Keilmuan
a) Bagi Mahasiswa
Meningkatkan ilmu pengetahuan keperawatan, menambah wawasan serta
pengalaman baru bagi mahasiswa ners dalam memberikan asuhan keperawatan
klien nyeri akut dengan kompres es
b) Bagi Institusi Universitas Muhammadiyah Semarang
Memberikan rujukan bagi institusi pendidikan dalam melaksanakan proses
pembelajaran mengenai asuhan keperawatan klien dengan nyeri akut dengan
pelaksanaan intervensi mandiri keperawatan berdasarkan hasil riset terbaru.

19
20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP WATER SEALED DRAINAGE (WSD)
1. Definisi
Water Sealed Drainage (WSD) adalah suatu prosedur untuk mengeluarkan
cairan atau udara dari dalam rongga pleura dengan menggunakan slang kecil diameter
G14– G18, dengan air sebagai katup pembatas. Drainasechest tube terdiri dari insersi
perkutan selang yang kecil atau besar yang biasanya terbuat dari silikon atau
polyurethane ke dalam rongga pleura. Prosedur ini dikerjakan pada pasien dengan
penyakit pada paru dan pleura. Indikasi utamanya adalah pasien dengan pneumotoraks,
emfiema, efusi pleura berulang, complicated parapneumonic effusion, hemotoraks,
pasien yang menjalani pleurodesis, dan setelah pembedahan toraks (Mufida 2019).
Pasien yang membutuhkan chest tube seringkali adalah pasien yang mengalami
sakit yang akut. Biasanya pasien-pasien ini memiliki komorbiditas berupa koagulopati,
gangguan hemodinamik, penyakit kronik atau terminal, keganasan, disfungsi jantung,
sepsis, dan malnutrisi. Meskipun risiko drainase chest tube harus dipertimbangkan, jika
ada indikasi untuk pemasangan chest tube, prosedur tersebut harus dilakukan meskipun
berisiko. Risiko tersebut mencakup perdarahan pada tempat insisi, perdarahan atau
pneumotoraks akibat robeknya adesi pleura atau jaringan paru, insersichest tube pada
jantung, abdomen, atau arteri pulmonalis, dan hipersensitivitas atau alergi terhadap
obat-obat analgesia atau anestesia. Kesulitannya adalah jika pasien memiliki habitus
tubuh yang abnormal atau tidak dapat diposisikan pada posisi yang memudahkan
pemasangan chest tube. Risiko tersebut dapat dihilangkan dengan: 1). menatalaksana
koagulopati; 2). menggunakan penuntun ultrasound atau computed tomografi dalam
menentukan lokasi loculated pleural effusion atau loculated pneumothoraces; 3).
mempertahankan jumlah trombosit lebih besar dari 25.000 dan serum kreatinin di
bawah 6 mg/dl; 4). Merujuk untuk dilakukan torakoskopi, dan 5). Melakukan reseksi iga atau
toraksotomi terbuka (Putri 2020).

2. TEKNIK INSERSI
Insersi chest tubeberukuran kecil
Chest tube yang berukuran kecil (kurang dari 20 french) biasanya ditempatkan
untuk mengeluarkan efusi pleura yang terlokalisasi atau kecil dan untuk mengeluarkan
udara pada pneumotoraks iatrogenik jika pneumotoraks terjadi setelah biopsi paru
transbronkial. Chest tube yang berukuran kecil diinsersikan menggunakan sistem
20
21

kateter seperti catheter over atau through needle technique dan catheter over guide
wire (Seldinger) technique (Waryantini and Astri 2020).
Ketika menggunakan catheter over atau through needle technique, prosedur
dimulai seperti melakukan torakosentesis. Dengan jarum yang masih melekat pada
tabung suntik, jarum diarahkan ke lokasi intapleura. Tabung kateter diinsersikan
melalui jarum dan introducer tetap dipertahankan. Untuk pneumotoraks, kateter ini
dihubungkan dengan sistem pengisap bertekanan negatif dan dilekatkan ke kulit dengan
benang yang tidak dapat diabsorpsi. Ketika menggunakan tehnik Seldinger, jarum
berukuran 18 dimasukkan pada rongga pleura bersamaan dengan tabung suntik. Tabung
suntik dilepas ketika jarum telah pada lokasi yang tepat dan guide wire kemudian
dimasukkan melalui jarum ke dalam rongga pleura. Setelah jarum dilepaskan, dibuat
insisi kecil dengan skalpel no 11. Dilating Catheter dimasukkan melalui guide wire dan
menembus dinding dada dan ruang interkostal dengan gerakan berputar. Chest tube
yang berukuran kecil diinsersikan dengan menggunakan tehnik di atas. Chest tube
memiliki karakteristik yang berbeda bergantung pada bentuk, kelembutan, kekakuan,
kelengkungan (beberapa dari alat tersebut mempunyai lengkungan seperti pig’s tail
pada ujungnya) dan berukuran 8–36 french.
Tehnik ketiga digunakan untuk menginsersikan chest tube yang melekat pada
trokar yang berujung tajam. Insisi 1–3cm seringkali dibuat melalui ruang interkostal
sebelum memasukkan trokar. Setelah trokar ditempatkan, inner stylet dikeluarkan dan
tube dimasukkan ke dalam toraks. Trokar dilepaskan dengan digeserkan melalui chest
tube kemudian chest tube diklem di antara trokar dan dinding dada. Chest tube tetap
diklem sampai chest tube dihubungkan dengan alat drainase (Yuningsih 2019).
Insersi chest tube berukuran besar (blunt dissection technique)
Keuntungan blunt dissection technique adalah dimungkinkannya memasukkan
jari ke dalam rongga pleura untuk meyakinkan pemasangan chest tube di dalam rongga
pleura dan dapat menghindari adesi/perlekatan. Tehnik ini tidak selalu mudah,
khususnya pada pasien dengan jaringan subkutan yang banyak, atau ketika analgesia
yang memuaskan tidak dapat ditemukan. Kulit diinsisi sampai cukup untuk
memasukkan jari telunjuk ke dalam rongga pleura. Jaringan interkostal didiseksi secara
tumpul menggunakan forsep Kelly, untuk memudahkan akses ke dalam rongga pleura.
Pada kasus pneumotoraks, udara akan segera terdengar keluar melalui luka. Jari
ditempatkan melalui tempat insisi untuk mencari apakah terdapat adesi pleura yang
dapat mengubah arah chest tube yang dimasukkan ke apeks paru atau basal paru. Jika

21
22

adesi ditemukan, jari yang dimasukkan dapat melepaskan adesi tersebut. Chest tube
yang berukuran besar (biasanya 20–36 french) diklem menggunakan forsep Kelly yang
besar, ditempatkan pada tempat yang tepat, kemudian dilepaskan dari klemnya setelah
posisinya tepat di dalam toraks. Setelah bagian paling proksimal chest tube berukuran
paling sedikit 2 cm di dalam rongga pleura, insisi ditutup dan tube dilekatkan pada
dinding dada. Tehnik ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain kemampuan untuk
secara manual meraba pleura, palpasi paru, mencegah adesi, dan mengontrol arah tube
pada saat menginsersikannya pada rongga pleura. Teknik ini memungkinkan
pemasangan chest tube berukuran besar untuk mengevakuasi darah, cairan pleura yang
kental, atau sejumlah besar udara. Kerugiannya adalah pemasangan memerlukan
pengalaman dan risiko perdarahannya lebih besar (Sari 2022).
Penjahitan dan Penutupan
Ada beberapa macam cara untuk melekatkan chest tube ke dinding dada. Untuk
chest tube yang berukuran besar, metode pertama lebih dipilih yaitu dengan melakukan
jahitan matras pada bagian tengah insisi. Kedua ujung jahitan dibiarkan bebas dan
digunakan menutup insisi ketika chest tube dilepas. Setelah tube masuk, pertama kali
ikat setiap jahitan lateral pada kulit menggunakan simpul ganda kemudian ditutup
dengan surgeon knot. Bagian ujung setiap jahitan lateral yang bebas dilekatkan di
sekeliling chest tube untuk mempertahankan chest tube pada tempatnya. Ketika
melekatkan jahitan di sekeliling chest tube, ujung yang bebas dilekatkan kuat di
sekeliling tube pada arah yang berlawanan. Ketika chest tube dilepaskan, jahitan lateral
ini dilepaskan dari chest tube. Chest tube dilepas saat pasien ekshalasi. Seorang asisten
menutup tempat insersi menggunakan 2 jari sementara operator mengikat midline
suture. Untuk menentukan tempat insersi tube secara membuta pada spatium intercostal
5 linea axillaris media, atau dengan dipandu USG toraks untuk menentukan titik insersi
tube (Asnidar 2019)
3. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dapat terjadi dalam pemasangan chest tube. Hal ini terjadi
karena operator yang tidak berpengalaman, tipe dari chest tube yang digunakan, atau
adanya penyakit yang mendasari. Risiko nyeri, perdarahan, dan infeksi menurun
dengan pemasangan dan observasi yang cermat serta dengan penggunaan analgesia
yang sesuai. Hampir semua chest tube menyebabkan pembentukan adesi intrapleura.
Hal ini mengakibatkan paru sulit bergerak, khususnya pada pasien dengan efusi pleura
kronik atau emfiema. Laserasi paru pada saat pemasangan chest tube dapat

22
23

menyebabkan fistula bronkopleura yang persisten. Hal ini sering terjadi pada
penggunaan tube over trocars dan kadang-kadang memerlukan torakoskopi atau
toraksotomi untuk memperbaikinya. Foto toraks harus dilakukan setelah insersi untuk
mengkonfirmasi posisi tube. Kesalahan penempatan tubes dapat terjadi, misalnya pada
fisura, paru, atau organ di dekatnya seperti esofagus atau hati. Tubes dapat juga
memutar kembali ke jaringan subkutan tanpa memasuki rongga pleura. Hal ini sering
terjadi pada pasien yang obese. Kadang-kadang, chest tube dapat menyebabkan
kerusakan sementara pada saraf interkostalis akibat tekanan pada ruang interkostal, atau
dapat pula menyebabkan syok kardiogenik jika terjadi kompresi pada ventrikel kanan
(Kartika, Erwin, and Lestari 2020).

Gambar 1 – Sistem DrainaseToraks


4. ALAT DRAINASE TORAKS
Alat drainase memiliki beberapa bentuk. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan cairan pleura, atau untuk memungkinkan pengeluaran udara yang
aman. Selang penghisap dilekatkan pada ujung proksimal chest tube dan dihubungkan
dengan perangkat drainase. Perangkat tersebut mencakup tempat pengumpul sederhana,
sistem botol, atau single-use water column atau valve-controlled Pleurevac-type
apparatus. Seluruh chest tube harus dihubungkan dengan perangkat drainase. Jika alat
penghisap tidak diperlukan, tabung drainase sederhana saja cukup untuk mengeluarkan
cairan dengan menggunakan gravitasi, atau jika tidak ada cairan, sebuah katup satu
arah dapat mengeluarkan udara dari rongga pleura. Keputusan mengenai tipe perangkat
yang digunakan tergantung pada ketersediaan, physician biases, kebutuhan

23
24

hospitalisasi atau rawat jalan, dan keinginan pasien untuk autonomi dan ambulasi
(Murjani, Hamzah, and Muhsinin 2020).
The One-,Two-and Three-Bottle Systems
Beberapa sistem drainase yang berbeda tersedia. Masing-masing dapat
dilekatkan dengan chest tube untuk memberikan tekanan negatif pada rongga pleura,
memfasilitasi reekspansi paru, dan menghilangkan udara atau cairan dari rongga pleura.
Biasanya, alat penghisap ditempatkan pada tekanan -5 sampai -20 cmH2O. Sistem
pengumpul awal terbuat dari gelas dan terdiri dari 3 botol. Pada sistem satu botol, botol
berguna untuk tabung pengumpul dan ruangan water seal, yang mencegah udara masuk
ke dalam rongga pleura pada inspirasi. Chest tube dihubungkan dengan kanula yang
kaku yang diinsersikan melalui rubber stopper ke botol yang steril. Cairan salin steril
atau air dimasukkan ke dalam botol sampai ujung kanula yang kaku berada 2 cm di
bawah permukaan cairan salin. Ketika pasien ekshalasi, udara di rongga pleura akan
mengalir ke dalam botol dan dikeluarkan melalui ruangan “water sealed” kemudian
keluar dari botol melalui stopper yang memiliki lubang. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari peningkatan tekanan di dalam botol. Tentu saja, jika cairan didrainase
keluar dari toraks, cairan ini akan terkumpul di dalam botol sehingga meningkatkan
jumlah cairan di dalamnya.
Untuk mengatasi kelemahan sistem satu botol, sistem dua botol dikembangkan
dengan menggunakan satu botol sebagai tabung pengumpul, dan dihubungkan secara
serial pada botol yang lain yang bertindak sebagai ruangan water seal. Cairan akan
terakumulasi pada botol pertama, dan udara akan melalui botol pertama ke dalam
kanula yang pendek menuju ke botol kedua, yang merupakan ruangan water sealed.
Pompa penghisap seperti pompa emerson (yang mengatur tekanan negatif) dapat
dihubungkan ke botol. Tetapi, sejumlah tekanan negatif yang terjadi selama aspirasi
dapat segera terkontrol jika botol penghisap yang ketiga ditambahkan pada sistem 2
botol. Pada kondisi ini, kanula pada botol penghisap dihubungkan dengan vent pada
botol water sealed. Sistem 3 botol telah digunakan selama beberapa tahun tetapi
memiliki ketidaknyamanan berupa kebocoran, tubing, kemungkinan diskoneksi,
fragilitas, dan penurunan mobilitas karena banyak botol pada lantai (Felina and Iryani
2019).
The One Way Heimlich Valve
Katup Heimlich sering digunakan pada pasien dengan pneumotoraks. Chest
tube dihubungkan dengan katup plastik satu arah menggunakan five in one connector.

24
25

Pada saat inspirasi, tube karet tipis fleksibel di dalam tabung plastik dari katup
Heimlich kolaps. Hal ini terjadi karena tekanan di luar tube yang lebih besar dari
tekanan di dalamnya. Selama ekspirasi, tekanan pleura menjadi positif sehingga tube
karet fleksibel di dalam tabung tetap terbuka menyebabkan udara keluar dari rongga
pleura, melalui tabung, menuju ke atmosfer. Karena beberapa pasien dengan
pneumotoraks juga memiliki sedikit cairan di dalam toraks, dimungkinkan untuk
menghubungkan katup Heimlich satu arah ke sistem tempat pengumpul yang dapat
diletakkan pada dada pasien atau abdomen. Bagian ujung atas dari tempat pengumpul
harus diinsisi agar udara yang keluar bersama dengan cairan dapat dengan mudah
dikeluarkan (Anugerah, Purwandari, and Hakam 2020).

5. MERAWAT WSD
Mencegah infeksi pada insersi slang WSD dengan desinfeksi dan penggantian kasa tiap
hari.
Analgetik untuk mengurangi nyeri
Fiksasi slang yang kuat untuk mencegah tertarik atau bergesernya slang
menganggu bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat
dikurangi pada saat pasien bergerak.
Ukur banyaknya cairan suction
Bila ada perdarahan, ukur dalam 24 jam setelah pasca pemasangan WSD,
umumnya 500–800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus
dilakukan toraksotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga
secara bersamaan keadaan pernapasan.
Efektifitas suction
Perhatikan setiap 15–20 menit selama 1–2 jam setelah pemasangan WSD dan
setiap 1–2 jam selama 24 jam pasca pasang WSD. Ukur banyaknya cairan, keadaan
cairan, keluhan pasien, warna muka (pucat, sianosis), respirasi, denyut nadi, tekanan
darah. Dilihat tekanan negatif pada suction, cari penyebabnya misal: slang tersumbat
oleh gumpalan darah atau pus, slang tertekuk/ terhimpit (Safitri 2022).
6. MERAWAT SLANG DAN BOTOL WSD
Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari, diukur output cairan. Dilihat
adakah gelembung udara. Klem slang pada dua tempat dengan kocher pada setiap
membersihkan botol WSD. Perhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
Jangan sampai slang tertarik dari dinding dada (Indriyani, Hayati, and Chodidjah
2019).
25
26

2. KONSEP NYERI
1. Definisi
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bila mana
jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri). Nyeri merupakan sensasi yang penting bagi tubuh.
Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil
stimulasi reseptor sensorik, provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi
ketidaknyamanan, distress, atau menderita. nyeri adalah kejadian yang tidak
menyenangkan, mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu (Widiawati and
Badaruddin 2020).
2. Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos,
elektrik, neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi
darah dan kelainan pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis
(Leniwia, Prabawati, and Wihelmus Hary Susilo 2021).

3. Klasifikasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berdasarkan tempatnya dibagi menjadi :
a. Pheriperal pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada
kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit
dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit
yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau
seperti terbakar.
b. Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri
somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang
berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini
memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
c. Reffered pain
Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan dari
daerah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan
iskemia jantung atau serangan jantung.

26
27

d. Central pain
Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
1. Nyeri berdasarkan sifatnya
menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Incidental pain
Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini
biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.
b. Steady pain
Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka waktu yang
lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis.
c. Proximal pain
Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut
biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul
lagi.
2. Nyeri berdasarkan ringan beratnya
Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian sebagai berikut :
a. Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan biasanya pasien
secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang secara obyektif
pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mendiskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara obyektif pasien
terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang.
2. Nyeri berdasarkan waktu serangan
a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan penyembuhan. Awitan
nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang
dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang merangsang
reseptor nyeri dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan

27
28

umumnya dapat diperkirakan .


b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih.
Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering
tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini
berbeda dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan distress,
kegalauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Nurhayati, Andriyani,
and Malisa 2021).
4. Mekanisme Nyeri
Ada beberapa teori yang menjelaskan mekanisme nyeri. Teori tersebut diantaranya
1. Teori Spesifik
Otak menerima informasi mengenai objek eksternal dan struktur
tubuh melalui saraf sensoris. Saraf sensoris untuk setiap indra perasa bersifat
spesifik, artinya saraf sensoris dingin hanya dapat diransang oleh sensasi
dingin. Menurut teori ini, timbulnya sensasi nyeri berhubungan dengan
pengaktifan ujung-ujjung serabut saraf bebas oleh perubahan mekanik,
ransangan kimia atau temperature yang berlebihan, persepsi nyeri yang
dibawa serabut saraf nyeri diproyeksikan oleh spinotalamik ke spesifik pusat
nyeri di thalamus.
2. Teori Intensitas
Nyeri adalah hasil ransangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap ransangan
sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat.

3. Teori gate control


Teori ini menjelaskan mekanisme transisi nyeri. Kegiatannya tergantung
pada aktifitas saraf afferen berdiameter besar atau kecil yang dapat
memengaruhi sel saraf di substansia gelatinosa. Aktivitas serat yang
berdiameter besar menghambat transmisi yang artinya pintu ditutup sedangkan
serat saraf yang berdiameter kecil mempermudah transmisi yang artinya pintu
dibuka (Herliana, Wanda, and Hastono 2021).

28
29

5. Pengukuran Nyeri
1. Numeric Rating Scale (NRS
Skala ini sudah biasa dipergunakan dan tellah divalidasi. Berat dan ringannya
rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan mengobyektifkan pendapat
subyektif nyeri. Skala numeric dari 0 (nol)
hingga 10
Skala 0 : Tanpa nyeri

Skala 1-3 : Nyeri ringan

Skala 4-6 : Nyeri sedang

Skala 7-9 : Nyeri berat

Skala 10 : Nyeri sangat berat

Gambar 2.1 Numeric Rating Scale (NRS)


2. Visual Analog Scale (VAS)
Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, ke
arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri
sedang
3. Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini untuk menggambarkan rasa nyeri, efektif untuk menilai nyeri akut, dianggap
sederhana dan mudah dimengerti, ranking nyerinya dimulai dari tidak nyeri sampai
nyeri yang tidak tertahankan
4. Skala wajah dan barker
Skala nyeri enam wajah dengan eskpresi yang berbeda, menampilkan wajah
bahagia hingga wajah sedih. Digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri pada anak
mulai usia) (Nur and Khasanah 2022).

Gambar 2.4 Skala Wajah dan Barker

29
30

Anda mungkin juga menyukai