Anda di halaman 1dari 46

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI TEPID WATER SPONGE

(TWS) DENGAN SUHU AIR 37 C TERHADAP PENINGKATAN


SUHU TUBUH PADA ANAK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

DASFIANTI, S.Kep
NIM. 2211437155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
EFEKTIVITAS PEMBERIAN TERAPI TEPID WATER SPONGE
(TWS) DENGAN SUHU AIR 37 C TERHADAP PENINGKATAN
SUHU TUBUH PADA ANAK

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

DASFIANTI, S.Kep
NIM. 2211437155

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya


sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun
dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : DASFIANTI, S.Kep

NIM : 2211437155

Tanda Tangan :

Tanggal : Mei 2023

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh:


Nama : Dasfianti, S.Kep
NIM : 2211437155
Program Studi : Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Judul : Efektivitas Pemberian Terapi Tepid Water Sponge (TWS)
dengan suhu air 37 C Terhadap Peningkatan Suhu
Tubuh pada Anak

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan


diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh
gelar Ners pada Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas
Keperawatan, Universitas Riau.

DEWAN PENGUJI

Ketua Penguji : Ns. ( )

Penguji 1 : Ns. ( )

Penguji 2 : Ns. ( )

Ditetapkan di : Pekanbaru

Tanggal : Mei 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini
dengan judul “Efektivitas Pemberian Terapi Tepid Water Sponge (TWS) dengan
air suhu 37 C Terhadap Peningkatan Suhu Tubuh pada Anak ”. Penulisan KIAN
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Profesi Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa profesi sampai pada penyusunan KIAN ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan KIAN ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Ir. Usman M. Tang, MS selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Riau.
2. Ns. Wasisto Utomo, M.Kep., Sp.KMB selaku Ketua Jurusan Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
3. Dr. Reni Zulfitri, M.Kep.,Sp.Kom selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
4. Ns. selaku coordinator mata kuliah Karya ilmiah Akhir Ners (Karya Ilmiah
Akhir Ners).
5. Ns. selaku pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan
bimbingan, masukan, serta dukungan bagi penulis dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
6. Ns. , S.Kep., selaku pembimbing klinik yang telah bersedia membimbing,
memberikan masukan, serta dukungan bagi penulis dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.

iv
7. Orangtua saya, Ayahanda dan Ibunda, serta adik saya yang selalu mendoakan
dan memberi dukungan kepada saya.
8. , yang memberi dukungan untuk saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
9. Teman-teman seperjuangan yang membantu serta memberi dukungan dalam
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.

Penulis sadar bahwa KIAN ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran pembaca sangat diharapkan penulis demi kebaikan KIAN ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga KIAN ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.
Pekanbaru, Mei 2023

Penulis

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Riau, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Dasfianti, S.Kep
NIM : 2211437155
Program Studi : Program Studi Pendidikan Profesi
Ners Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Riau Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royality-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Efektivitas Pemberian Terapi Tepid Water Sponge (TWS) dengan air suhu 37
C Terhadap Peningkatan Suhu Tubuh Pada Anak

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Riau berhak menyimpan, mengalih media/format-
kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Pekanbaru Pada


tanggal: Juni 2023
Yang menyatakan

(Dasfianti, S.Kep)

vi
RINGKASAN

Salah satu masalah keperawatan yang paling sering dialami oleh anak
adalah hipertermia. Demam atau hipertermia dapat didiartikan suatu keadaan suhu
tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di
hipotalamus. apabila hipertermi tidak ditangani maka akan menimbulkan efek
yang dapat mengancam kelangsungan hidup seperti menyebabkan dehidrasi,
kerusakan otak, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar, penurunan nafsu
makan, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, hingga epilepsi. Untuk
mengatasi masalah hipertermia dapat dilakukan beberapa tindakan keperawatan
mandiri, salah satunya yaitu Tepid Water Sponge (TWS). Beberapa penelitian
terkait terapi tepid water sponge pada kasus hipertermi sudah banyak yang
membuktikan keefektifannya. Pemberian terapi ini dilakukan pada klien dengan
masalah hipertermi. Asuhan keperawatan diberikan secara langsung selama tiga
hari berturut-turut pada An.N (2 Th) yang mengalami demam. Setelah diberikan
intervensi selama tiga hari dengan intensitas dua kali pemberian dalam sehari
dengan waktu pelaksanaan 15-20 menit, didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh
pada An.N. Didapatkan rata-rata penurunan suhu sebelum dilakukan pemberian
tepid water sponge adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah diberikan terapi
tepid water sponge adalah 37,8ºC. Didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh
sebanyak 0,6ºC. Selain itu, pasien juga mengatakan ibu An.N mengtakan anaknya
merasa nyaman dan senang saat dilakukan terapi tepid water sponge . Berdasarkan
hasil penerapan asuhan keperawatan ini disarankan kepada orang tua, keluarga
dan pasien agar dapat mempraktikan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37
C ini sebagai salah satu intervensi non farmakologi untuk menurunkan demam
pada anak.

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................................


HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS....................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................
A. Latar Belakang......................................................................................................................
B. Tinjauan Pustaka...................................................................................................................
C. Tujuan.................................................................................................................................
D. Manfaat...............................................................................................................................
BAB II GAMBARAN KASUS KELOLAAN............................................................................
A. Asuhan Keperawatan Kasus...............................................................................................
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................
A. Analisis Asuhan Keperawatan............................................................................................
B. Analisis Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Kajian Praktik Berbasis Bukti.............
C. Rekomendasi.......................................................................................................................
D. Implikasi.............................................................................................................................
BAB IV PENUTUP......................................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................................
B. Saran...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................................
DOKUMENTASI.........................................................................................................................

viii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Tabel Analisa Data.......................................................................... 18
Tabel 2 Intervensi Keperawatan................................................................... 20

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengkajian Keperawatan Anak


Lampiran 2 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
Lampiran 3 Standar Operasional Prosedur
Lampiran 4 Dokumentasi Kegiatan

x
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat
adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus
dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya (Supartini, 2012). Selama proses
pertumbuhan dan perkembangan, anak sering mengalami sakit. Berbagai penyakit
khususnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi hampir selalu disertai demam.
(Roper, 2002)

Masalah demam sudah menjadi fokus perhatian tersendiri pada berbagai


profesi kesehatan baik itu dokter, perawat, dan bidan. Bagi profesi perawat masalah
gangguan suhu tubuh atau perubahan suhu tubuh termasuk demam sudah
dirumuskan secara jelas pada North Nursing Association (Sodikin, 2012). Demam
dapat didefinisikan suatu keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus (Nabila, 2019) Ikatan Dokter Anak
Indonesia menetapkan suhu tubuh normal untuk anak berkisar antara 36,5°C sampai
37,5°C (Setiwati, 2009).

Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu
ukuran penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau
membaiknya keadaan penderita. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan
jumlah kasus demam pada anak usia balita di seluruh dunia mencapai 18-34 juta,
anak merupakan yang paling rentan terkena demam, walaupun gejala yang dialami
anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil survey Departemen
Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Survey
berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah penderita.
Sedangkan Kasus DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah
kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya,
yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DHF
tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per
100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak
terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018
(Kemenkes RI, 2019),dan dari data hasil yang ada di puskesmas karya wanita dari
bulan februari sampai dengan bulan mei di dapatkan data Anak sakit Ispa yaitu 64
%, Febris 9,3 % ,Gea 10 %, dan penyakit lain nya ada 16,1 %. Dampak yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani maka akan dapat menyebabkan kerusakan
otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau
ketidakmampuan belajar (Ganong, 2002)
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis,
tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan farmakologis
yaitu memberikan obat antipiretik (Kania, 2007). Tindakan non farmakologis yaitu
tindakan tambahan dalam menurunkan panas yang dilakukan setelah pemberian obat
antipiretik (Kania, 2007). Kompres adalah salah satu tindakan non farmakologis
untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada beberapa macam
kompres yang bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu tepid water
sponge dan kompres air hangat. (Dewi, 2016).
Menurut Bulechek (2018) dalam NIC (Nursing Interventions Classifications)
yaitu intervensi aplikasi panas atau dingin. Aplikasi panas atau dingin adalah
stimulasi kulit dan jaringan dibawahnya dengan menggunakan aplikasi panas atau
dingin untuk mengurangi rasa sakit, kejang otot, atau gejala peradangan. Dimana
salah satu dari tindakan tersebut adalah water tepid sponge. Water tepid sponge
(WTS) merupakan contoh dari aplikasi panas atau dingin yang artinya sebuah teknik
kompres blok pada pembuluh darah superfisal dengan teknik seka (Mulyani and
Lestari, 2020).

Pemberian water tepid sponge merupakan upaya memberikan rangsangan


pada hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh
darah ini menuju hipotalamus akan merangsang hipotalamus mengakibatkan
pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya
pengeluaran panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi
pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2012). Pemberian water
tepid sponge dilakukan dengan menggunakan air hangat dimana prosedurnya hamper
sama dengan kompres hangat. Suhu air dalam pemberian water tepid sponge adalah
air hangat (34-37oC) yang mendekati suhu inti tubuh (37,1oC) diharapkan mampu
menurunkan suhu tubuh anak demam dengan optimal.

Suhu air yang diberikan diatas suhu tubuh normal memungkinan pengeluaran
panas tubuh akan semakin efektif, tetapi pemberian suhu air yang terlalu hangat
beresiko melukai kulit. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto, Widyawati,
dan Cahyanti (2008) menyatakan bahwa pemberian tepid water sponge dengan
menggunakan air hangat suhu 32oC atau 37oC efektif menurunkan suhu tubuh pada
anak demam dan pemberian tepid water sponge dengan air hangat suhu 37oC lebih
efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak demam di ruang Anggrek RSU dr.
Iskak Tulungagung dibandingkan pemberian tepid water sponge dengan air hangat
suhu 32oC.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Tito pada tahun 2014 didapatkan bahwa
penggunaan tepid water sponge lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh, karena
memberikan efek yang besar pada kulit manusia dibandingkan dengan kompres
plester yang terfokus pada satu titik. Pemberian tepid water sponge menggunakan
metode seka sehingga mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga
mempercepat proses evaporasi. (Nabila, 2019)

Perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan dapat melakukan


tindakan mandiri perawat dalam mengatasi demam pada anak. Salah satu tindakan
mandiri dapat diberikan pada pasien dengan peningkatan suhu tubuh diatas normal
yaitu dengan tindakan tepid water sponge. Teknik water tepid sponge dilakukan
dengan cara kompres menggunakan air hangat dibeberapa bagian tubuh yang
memiliki pembuluh darah besar seperti ketiak, leher dan lipatan paha kemudian
dilakukan seka dibeberapa area tubuh. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai efektifitas tepid water
sponge suhu air 37oC terhadap peningkatan suhu tubuh pada anak.

b. Tinjauan Pustaka
1. Febris
a. Definisi Febris
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar
demam yang terjadi pada anak akibat dari perubahan pada pusat panas
(termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan adanya
demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2012).

Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas variasi sirkadian yang


normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak
dalam hipotalamus anterior. Suhu tubuh normal dapat dipertahankan, ada
perubahan suhu lingkungan, karena adanya kemampuan pada pusat
termoregulasi untuk mengatur keseimbangan antara panas yang diproduksi
oleh jaringan, khususnya oleh otot dan hati, dengan panas yang hilang.
Dalam keadaan febris, keseimbangan tersebut bergeser hingga terjadi
peningkatan suhu dalam tubuh (Ngastiyah, 2005).

Demam merupakan kondisi terjadinya kenaikan suhu tubuh hingga


>37,5C. Ikatan Dokter Anak Indonesia menetapkan suhu tubuh normal untuk
anak berkisar antara 36,5oC sampai 37,5oC (Setiawati, 2009). Pada demam
tinggi dapat terjadi alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, kerusakan hati,
kelainan EKG, dan berkurangnya aliran darah otak. Dampak lain yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani maka akan dapat menyebabkan
kerusakan otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi,
retardasi mental atau ketidakmampuan belajar (Ganong, 2002).

b. Etiologi

Penyebab demam 50% karena infeksi, demam tersebut terjadi karena


benda asing yang masuk dalam tubuh merangsang sistem pertahanan tubuh
untuk melepaskan zat pirogen endogen penyebab demam (Roper, 2002).
Penyebab febris selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia,
keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat
regulasi suhu sentral (misalnya : perdarahan otak, koma). Pada dasarnya
untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam antara lain: ketelitian
pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik,
observasi perjalanan penyakit, dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta
penunjang lain secara tepat dan holistic. Beberapa hal khusus perlu
dipeehatikan pada demam adalah cara timbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala lain yang menyertai demam.
Febris umumnya terjadi akibat adanya gangguan pada
hipotalamus, atau sebaliknya dapat disebabkan oleh setiap gangguan
berikut: Penyebab umum febris pada bayi antara lain infeksi saluran
pernapasan atas dan bawah, faringitis, otitis media, dan infeksi virus umum
dan enteric. Reaksi vaksinasi dan pakaian yang terlalu tebal juga sering
menjadi
penyebab demam pada bayi.Penyebab febris yang lebih serius antara
lain infeksi saluran
kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis, osteomielitis, atritis septic,
kanker, gangguan imunologik keracunan atau overdosis obat, dan dehidrasi
(Muscari, 2001).
c. Patofisiologi
Demam terjadi sebagai respon tubuh terhadap peningkatan set point, tetapi
ada peningkatan suhu tubuh karena pembentukan panas berlebihan tetapi tidak
disertai peningkatan set point (Julia,2000). Demam adalah sebagai mekanisme
pertahanan tubuh (respon imun) anak terhadap infeksi atau zatasing yang masuk
ke dalam tubuhnya. Bila ada infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan
merangsang sistem pertahanan tubuh dengan dilepaskannya pirogen.Pirogen
adalah zat penyebab demam, ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen
endogen) dan luar tubuh (pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh
mikroorganisme atau merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing
(noninfeksi).
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima (reseptor)
yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam
arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ).
Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan
pembuluh darah tepidan menghambat sekresi kelenjar keringat.
Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan
dan pengeluaran panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang
tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel
limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan
proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan dalam
pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh.
Sedangkan sifat-sifat demam dapat berupa menggigil atau
krisis/flush. Menggigil. Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah
dari tingkat normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat dari
kerusakan jaringan,zat pirogen atau dehidrasi. Suhu tubuh biasanya memerlukan
beberapa jam untuk mencapai suhu baru.
Bila faktor yang menyebabkan suhu tinggi dengan mendadak disingkirkan,
termostat hipotalamus dengan mendadak berada pada nilai rendah, mungkin
malahan kembali ke tingkat normal (Corwin, 2000).

d. Klasifikasi
Klasifikasi demam antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat di atas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang etrus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. (Nurarif &
Kusuma, 2013)

e. Manifestasi Klinis
1. Anak rewel
2. Demam (suhu lebih tinggi dari 37,8C-40C)
3. Kulit kemerahan
4. Hangat pada sentuhan
5. Peningkatan frekuensi pernafasan
6. Menggigil
7. Dehidrasi
8. Kehilangan napsu makan (Nurrari&Kusuma, 2013)
f. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk
digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan
atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang
dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b) Kimia Darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin
harus dilakukan
c) Imunologi
Tes widal adalah pemeriksaan serolog yang ditujukan untuk mendeteksi
adanya antibodi di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella
typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negatif
palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain.
d) Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit
dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit
e) Mikrobioligi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina
harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur
darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui
komplikasi yang muncul
f) Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g) Biologi moluker
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi (Soedarto, 2007).
g. Penatalaksanaan
1. Secara fisik
a) Mengawasi kondisi klien dengan pengukuran suhu secara berkala setiap
4-6 jam. Perhatikan apakan anak tidur gelisah, sering terkejut atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas
atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai
kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen
ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian,
cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu.
b) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c) Jalan napas harus terbuka untuk mencegah ter[putusnya suplai okesigen
ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyk-banyaknya
e) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
2. Obat-obatan antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehingga set poin hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
di atas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001)
h. Komplikasi
1) Kerusakan otak
2) Hiperpireksia yang akan menyebabkan syok
3) Epilepsi
4) Retardasi mental (Ganong, 2002)

2. Tepid Water Sponge (TWS)


a. Definisi Tepid Water Sponge (TWS)
Tepid water sponge Merupakan tindakan yang dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh saat demam yaitu dengan merendam anak di
dalam air hangat, mengelap sekujur tubuh dengan air hangat
menggunakan waslap, dan dengan kompres pada bagian tubuh tertentu
yang memiliki pembuluh darah besar.

Terapi tepid water sponge adalah suatu tindakan dimana


dilakukan penyekatan keseluruhan tubuh dengan menggunakan air
hangat dengan suhu 32℃ sampai 37℃ yang bertujuan untuk
menurunkan suhu tubuh yang diatas normal yaituh 37,5 ℃
(Widyawati & Cahyanti, 2010). Kompres tepid water sponge (TWS)
yakni mengompres pada lima titik (leher, 2 ketiak, 2 pangkal paha)
ditambah menyeka bagian perut dan dada atau diseluruh badan dengan
kain. Kompres tepid water sponge adalah teknik kompres hangat
dengan menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh-
pembuluh darah supervisial dengan teknik seka di seluruh tubuh
menggunakan air hangat. Kompres water tepid sponge efektif dalam
mengurangi suhu tubuh pada anak dengan hipertermi dan juga
membantu dalam mengurangi rasa sakit atau ketidaknyamanan
(Widyawati & Cahyanti, 2010).
Pada saat pemberian tepid water sponge otak akan menyangka
bahwa suhu diluar panas, sehingga otak akan segera memproduksi
dingin dan terjadilah penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat
pada daerah vaskuler yang banyak, maka akan memperluas daerah
yang mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit akan
memungkinkan percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit,
hingga delapan kali lipat lebih banyak (Tamsuri, 2007). Tepid
water

sponge dilakukan apabila suhu diatas 38,5ºC dan telah mengkonsumsi


antipiretik setengah jam sebelumnya. Suhu air untuk kompres antara
30º-35ºC, untuk pelaksanaannya dilakukan dalam waktu 15 sampai 20
menit dalam 1 kali pelaksanan. Panas dari kompres tersebut
merangsang vasodilatasi sehingga mempercepat proses evaporasi dan
konduksi, yang pada akhirnya dapat menurunkan suhu tubuh (Alves &
Almeida 2008 dalam Setiawati, 2009).
b. Tujuan
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) terapi tepid water sponge
memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Memberikan pelepasan panas tubuh melalui cara evaporasi
(menstabilkan suhu tubuh)
b) Memberi efek vasodilitasi pada pembuluh darah
c) Memberi rasa nyaman pada anak
d) Menurunkan suhu tubuh yang demam
c. Indikasi
Menurut (Widyawati & Cahyanti, 2010) anak yang diberi terapi
tepid water sponge adalah anak yang mengalami peningkatan suhu
tubuh diatas normal yaitu lebih dari 37,5℃.
d. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada terapi tepid water sponge (Widyawati &
Cahyanti, 2010) adalah :
1) Tidak ada luka pada daerah pemberian terapi tepid water sponge
2) Tidak diberikan pada neonates
e. Suhu air
Suhu air dalam pemberian water tepid sponge adalah air hangat
(37oC) yang mendekati suhu inti tubuh (37,1oC) diharapkan mampu
menurunkan suhu tubuh anak demam dengan optimal. Suhu air yang
diberikan diatas suhu tubuh normal memungkinan pengeluaran panas
tubuh akan semakin efektif, tetapi pemberian suhu air yang terlalu hangat
beresiko melukai kulit.

f. Prosedur pemberian dan rasionalisasi


1) Persiapkan bahan tepid water sponge
a) Thermometer air raksa atau digital
b) Kom kecil berisi air hangat kira-kira 37C
c) Beberapa buah waslpa/kain kasa dengan ukuran tertentu
d) Handscoon
e) Jam tangan
f) Pengukur suhu Air
g) Termos Air
2) Prosedur yang dilakukan
a) Tahap pra Interaksi
(1) Menyiapkan alat dan bahan
(2) Mencuci tangan
(3) Membawa alat di dekat klien
b) Tahap orientasi
(1) Memberikan salam terapeutik, memperkenalkan diri dan
membina hubungan saling percaya kepada anak,
orangtua/keluarga
(2) Menanyakan perasaan dan kesiapan anak
(3) Kontrak : Menjelaskan tujuan dan prosedur tepid water
sponge kepada anak dan keluarga.
(4) Memberikan kesempatan anak dan keluarga untuk bertanya
c) Tahap kerja
(1) Dekatkan alat-alat yang sudah di siapkan di dekat klien
(2) Atur posisi klien yang nyaman sesuai yang di ingikan klien
(3) Cuci tangan Masukkan waslap/kain kasa ke dalam kom
berisi air hangat suhu 37 C lalu peras sampai lembab
(4) Letakkan waslap/kain kasa tersebut pada area yang akan
dikompres yaitu pada dahi, axilah, lipatan paha, dan
diusapakan keseluruh tubuh
(5) Ganti waslap/ kain kasa dengan waslap/ kain yang sudah
terendam dalam kom berisi air hangat
(6) Diulang-ulang sampai 15 menit (3-4 kali)
(7) Ukur suhu pasien sesudah 30 menit dilakukan tepid water
sponge
(8) Rapikan klien dan bereskan alat-alat bila sudah selesai
(9) Mencuci tangan
d) Tahap terminasi
(1) Evaluasi perasaan anak dan keluarga setelah melakukan
tindakan
(2) Beri kesempatan anak dan keluarga untuk bertanya
(3) Memberikan umpan balik yang positif terhadap tindakan klien
(4) Kontrak waktu untuk pertemuan selanjutnya
(5) Pemberian leaflet edukasi tentang Tepid water sponge dan
prosedur kerjanya.
e) Dokumentasi
(1) Dokumentasikan hasil pengukuran suhu tubuh Anak sebelum
dan sesudah di lakuakan tindakan juga vital sign lainnya serta
data sobjektif yang apa bila ada di keluhkan anak dan keluarga.
(2) Respon anak selama tindakan dan hasil dari intervensi yang
telah dilakukan.

c. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pemberian intervensi tepid water sponge
(TWS) dengan suhu air 37 C dalam asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh di wilayah puskesmas karya wanita
rumbai pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran hasil pengkajian pada pasien dengan anak
yang mengalami peningkatan suhu tubuh.

b. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan anak yang


mengalami peningkatan suhu tubuh.

c. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan anak yang


mengalami peningkatan suhu tubuh.

d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan


anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan


sesuai dengan rencana keperawatan pada pasien dengan anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh.

f. Menganalisis intervensi tepid water sponge pada pasien dengan


anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.

g. Mengetahui implementasi terhadap penurunan suhu tubuh pada


pasien dengan anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.
d. Manfaat
1. Manfaat Keilmuan
a. Karya ilmiah ini dapat dijadikan referensi untuk menambah wawasan baik
bagi penulis dan pembaca. Selain itu, dapat dijadikan tambahan ilmu
pengalaman praktik dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.
2. Manfaat Aplikatif
a. Studi kasus ini dapat dijadikan sumber informasi bagi pihak puskesmas
karya wanita rumbai pekanbaru dalam evaluasi penerapan asuhan
keperawatan pada pasien dengan anak yang mengalami peningkatan
suhu tubuh. Kemudian, pendekatan terapi non farmakologi tepid water
sponge dengan suhu air 37 C menjadi intervensi yang perlu dilakukan bagi
pasien dengan anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh.

3. Manfaat Karya Ilmiah Akhir

Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi studi kasus
yang serupa. Selain itu, dapat dijadikan referensi pembuktian asuhan keperawatan
dan perbaikan dalam karya ilmiah ners selanjutnya.
BAB II
GAMBARAN KASUS KELOLAAN

A. Asuhan Keperawatan Kasus


1. Pengkajian
a. Riwayat Pasien Sebelumnya
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan, didapatkan
data pasien yaitu An.N berusia 2 tahun 1 bulan dengan jenis kelamin
perempuan. Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. An.N
dilahirkan dengan persalinan operasi caesar dengan usia kehamilan
kurang lebih 38 minggu. Ibu An.A mengatakan anaknya mendapatkan
imunisasi yang lengkap dan mendapatkan ASI eksklusif.
An.N masuk ke puskesmas karya wanita ke poli anak pada
tanggal 29 mei 2023 pukul 09.00 WIB. Ibu An. N mengatakan
anaknya demam sudah tiga hari dan di berikan obat inzana bila anak
rewel dan ibu pasien mengatakan ada gatal dan luka pada semua jari
tangan dan di tumit kaki kiri anak nya dengan riwayat sebelumnya
anaknya sudah pernah berobat tapi gatal dan luka pada jari tangan dan
telapak kaki anaknya belum sembuh.
Ibu An. N mengatakan demam anaknya naik turun dan suhu
yang di rasakan ibu naik di malam hari di mana anaknya rewel dan
sulit tidur karena badan anaknya terasa panas dengan suhu 38,5
C,malam nya (29 mei 2023) demamnya semakin tinggi dan anak
masih rewel sehingga paginya langsung dibawa ke puskesmas karya
wanita rumbai pekanbaru.
Saat berada di poli anak puskesmas karya wanita rumbai
pekanbaru tanda-tanda vital An. N yaitu Nadi 130 x/menit, pernapasan
25 x/menit, dan suhu 38,9℃, Ibu An. N mengatakan An.N selalu di
bawa ibunya berjualan tisu di jalan dan lampu merah dengan berjalan
kaki dan terpapar suhu matahari yang panas,ibunya seorang single
parent yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari hari dan juga
biaya sekolah anaknya,Diagnosis pasien yang didapat di puskesmas
karya wanita rumbai pekanbaru adalah febris dan Dermatitis.
15
16
b. Kondisi Klien
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan didapatkan
hasil yaitu Ibu An. N mengatakan saat ini badan anaknya panas sudah
tiga hari demam dan anak selalu rewel, demam naik turun. Ibu An.N
mengatakan anaknya mempunyai riwayat sakit dermatitis sudah
berobat tapi belum sembuh, ps tidak pernah dirawat di Rumah Sakit.
Ibu An.N juga mengatakan anaknya sakit karena anaknya kurang
istrahat, sering terpapar panasnya matahari di saat An.N ikut berjualan
dengan ibu dengan di gendong dan ibu berjualan tisu di jalan dan
lampu merah dengan berjalan kaki .
Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan bahwa keadaan
umum An.N baik dengan tingkat kesadaran composmentis dengan
nilai GCS 15 (E:4 V:5 M:6). An.N tampak lemas saat dilakukan
pengkajian awal di puskesmas karya wanita rumbai pekanbaru.
Berdasarkan hasil pemeriksaan antropometri didapatkan data tinggi
badan 80 cm dan berat badan 8,4 kg,lingkar lengan 14 cm ,lingkar
kepala 47 cm dengan status gizi anak berat badan normal. Berdasarkan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil, denyut nadi 130
x/menit, pernapasan 25 x/menit, dan suhu 38,9ºC, tubuh teraba
hangat.
Berdasarkan pemeriksaan fisik An.N didapatkan data yaitu pada
pemeriksan kepala : rambut tidak ada habis di cukur ibu .N karena
rambutnya tipis , kepala bentuknya normal dengan Lk 47 cm, dan kulit
kepala tampak bersih. Pada bagian mata tampak bentuk mata simetris,
gangguan penglihatan tidak ada , konjungtiva tidak anemis anemis,
sclera tidak ikterik, kordinasi mata baik, reaksi pupil (+/+),reflek
cahaya pada mata ada, perdarahan tidak ada. Pada bagian hidung
tampak bentuk hidung simetris, hidung tampak bersih, gangguan
penciuman tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak ada , secret tidak
ada. Pada bagian telinga tampak bentuk telinga simetris antara yang
kiri dan kanan, gangguan pendengaran tidak ada, telinga tampak
bersih, tidak ada kelainan. Pada bagian mulut tampak bentuk mulut
simetris, mukosa tampak lembab, mulut tampak bersih, tidak ada luka
pada mulut, makan dan minum per oral. Pada bagian gigi terlihat gigi
tampak bersih, tidak terdapat caries dan gigi palsu.
17

Pada pemeriksaan leher tidak ditemukannya pembesaran


kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada dilakukan 4 jenis
pemeriksaan yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada
pemeriksaan inspeksi didapatkan hasil yaitu bentuk dada tampak
simetris, tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan, luka/lesi
tidak ada, pada pemeriksaan palpasi vokal fremitus teraba, pada
pemeriksaan perkusi terdengar sonor pada paru kiri dan paru kanan
dan pemeriksaan auskultasi didapatkan vesikuler pada kedua lapang
paru.
Pada pemeriksaan abdomen juga dilakukan 4 jenis pemeriksaan yaitu
inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Pada pemeriksaan inspeksi tidak
terdapat luka pada abdomen, bentuk abdomen terlihat simetris dan tidak
terdapat jejas. Pada pemeriksaan auskultasi terdengar suara bising usus 14
x/menit. Pada pemeriksaan palpasi perut teraba normal dan tidak terdapat nyeri
tekan pada perut, dan pada pemeriksaan perkusi terdengar suara timpani. dan
pada pemeriksaan punggung tampak bentuk punggung normal dan tidak
terdapat luka. Pada pemeriksaan genitalia didapatkan hasil bahwa An.N tidak
ada terpasang alat , tidak ada keluhan buang air kecil dan besar. An. N
menggunakan pampers. Pada pemeriksaan ektremitas yaitu pada tangan
didapatkan bentuk tangan simetris antara tangan kiri dan kanan, tangan utuh
dan jumlah jari lengkap, terlihat pada semua jari tangan ada luka,berair dan
terasa gatal,akral atau suhu teraba hangat, turgor kulit tampak baik, tidak
tampak luka CRT < 3 detik, Pada bagian kaki terlihat simetris, kaki utuh dan
jumlah jari lengkap, suhu teraba hangat, turgor kulit tampak baik,pada telapak
kaki kiri terlihat luka,terasa gatal dan berair, edema tidak ada, dari pemeriksaan
reflex patologi didapatkan hasil normal, tidak ada gangguan pada neurologi.

Dari pengkajian yang dilakukan didapatkan bahwa ada


keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan An. N,
tidak ada alergi makanan dan obat-obatan, Ibu An. N mengatakan pola
tidur An. N ada perubahan sejak sakit, tidur menjadi kurang dan tidak
bisa tidur karena gelisah. Biasanya saat sehat anak tidur normal, tidur
pukul 20.00/21.00 WIB dan bangun pukul 06.00 atau 07.00 WIB.
Anaknya tidur siang tidak teratur karena ikut ibu berjualan. Untuk
nafsu makan ada penurunan saat sakit.
Hasil pemeriksaan penunjang yang di lakukan di puskesmas karya
wanita belum ada.
18

Tabel 1. Tabel Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Data Subjektif : Faktor predisposisi Hipertermi
- Ibu An. N mengatakan An.
Virus,jamur,protozoa
A demam sudah tiga hari
yang lalu
Terhirup
- Ibu An. N mengatakan
demam naik turun Masuk Alveoli
- Ibu An. N mengatakan
anaknya kurang istrahat Proses
peradangan/inflamasi
dan sering terpapar
panasnya matahari saat ikut
Peningkatan Suhu
berjualan tisu dengan ibu di Tubuh
jalan.
Hipertemia
- An.N mengatakan badan
19

Panas
Data Objektif :
- Pasien tampak gelisah
- Suhu tubuh 38,9℃
- Pemeriksaan Laboratorium
didapatkan terdapat
salmonella reaktif
2 Data Subjektif: Salmonella Typhi Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri
dibagian bawah Saluran Pencernaan
perut
sebelah kanan
Pasien mengatakan nyeri Diserap usus halus
jika kaki ditekuk dan
nyeri
terasa ditusuk-tusuk
Bakteri masuk ke aliran
Pasien mengatakan skala darah sistemik
nyeri 4
- Pasien
Peradangan pada usus
mengatakan nyeri
halus
hilang timbul
dan tidak
menyebar
Data Objektif: Proses inflamasi
Pasien tampak gelisah
Ekspresi pasien tampak
Nyeri Akut
meringis
Nadi : 158x/Menit
Pernapasan : 26x/Menit
c. Masalah Keperawatan
- Hipertermi
- Nyeri Akut
20
2. Diagnosa
Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan didapatkan 2 buah
diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) (2018) yaitu:
a. Hipertermi
b. Nyeri Akut
3. Rencana/ Intervensi Keperawatan
Berdasarkan analisa data pada studi kasus ini, didapatkan masalah
keperawatan yang muncul yaitu hipertermi dan nyeri akut. Intervensi
yang diberikan selama merawat pasien, mencakup semua masalah
keperawatan yang muncul, namun perencanaan yang ditulis disini hanya
diagnosis hipertermi. Intervensi yang diberikan berupa tindakan
keperawatan pada individu serta terapi komplementer: Pemberian terapi
Tepid Water Sponge (TWS) dengan suhu air 37 C untuk menurunkan
suhu tubuh pada pasien febris.
Tabel 2 Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Hipertermi berhubunganTermoregulasi Intervensi Utama
dengan proses Setelah dilakukan Manajemen
asuhan keperawatan selama Hipertermia:
penyakit
(Infeksi) 3 x 24 jam diharapkan
Observasi
termogulasi membaik, 1. Identifikasi
dengan penyebab
kriteria hasil: hipertermia(mis
1. Mengigil menurun dehidrasi,terpapar
2. Suhu tubuh lingkungan
membaik panas,penggunaan
3. Suhu kulit membaik inkubator).
2. Monitor suhu
tubuh.
3. Monitor kadar
elektrolit.
4. Monitor haluaran
urin.
5. Monitor
komplikasi akibat
21
hipertermia.
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin.
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian.
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh.
4. Berikan cairan oral.
5. Hindari pemberian
antiperetik atau
aspirin.
6. Berikan okisgen jika
perlu.
Edukasi
22

1.Anjurkan tirah
baring.
Kalaborasi
1.Kolaborasi
pemberian
cairan
dan elektrolit
intravena
Regulasi Temperatur:
1. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernafasan dan nadi
2. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam, jika
perlu
3. Monitor warna dan
suhu kulit
4. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
5. Melakukan terapi
non farmakologi
6.Kolaborasi
pemberian
antipiretik,bila
jik perlu

Intervensi pemberian tepid water sponge untuk mengurangi suhu


tubuh

Intervensi yang dilakukan kepada pasien adalah pemberian tepid water


sponge dengan suhu air 37 C untuk mengurangi atau menurunkan suhu
tubuh. Intervensi dalam KIAN ini telah berbasis evidance based dan pada
akhirnya dapat dijadikan sumber rujukan untuk intervensi keperawatan
pada pasien dengan demam atau hipertermi terkhususnya pada kasus ini
23
pasien dengan febris. Intervensi diberikan dua kali yaitu pada saat pagi dan
siang hari setelah pemberian antipiretik dengan durasi tindakan ± 15-20
menit. Dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
Tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien dengan
peningkatan suhu tubuh yaitu dengan mengompres anak dengan kain atau
washlap yang direndam dengan air hangat, lalu dikompres pada lipatan-
lipatan tubuh (leher, lipatan ketiak, dan lipatan paha) dengan air hangat
selama ± 15-20 menit. Sebelumnya pasien diposisikan dalam posisi yang
nyaman (berbaring) dan membuka pakaian. Sebelum dan sesudah tindakan
dilakukan pengukuran suhu tubuh, untuk mengetahui keefektifan
pemberian terapi tepid water sponge ini.
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan selama mengelola klien diawali
dengan melakukan pengkajian dan pendekatan kepada klien pada tanggal
29 mei 2023 pukul 09.40 WIB. Saat melakukan pengkajian ners muda
mendapatkan beberapa data untuk menengakkan diagnosa keperawatan
hingga didapat diagnosa keperawatan utama yaitu peningkatan suhu tubuh
(hipertermi).
Kemudian pada tanggal 30 mei 2023, ners muda melakukan
intervensi sesuai dengan SIKI dan melakukan intervensi berdasarkan EBN
yaitu tepid water sponge pada pukul 10.00 WIB. Sebelum dilakukan
pemberian tepid water sponge suhu tubuh 38,9ºC. Ibu An. A mengatakan
jika demam naik turun. Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan
kompres yang dilakukan dan pasien terlihat tenang saat diberikan
kompres. Pemberian tepid water sponge dengan suhu air 37 C dilakukan
selama 15-20 menit. Setelah dilakukan intervensi suhu tubuh menjadi
38,0ºC. Lalu pada pukul
12.30 WIB dilakukan kembali intervensi, suhu sebelum dilakukan terapi
37,7ºC dan setelah dilakukan terapi suhu menjadi 37,2ºC.
Implementasi pada hari kedua yaitu tanggal 31 mei 2023 pukul
08.30 WIB. Sebelum dilakukan pemberian tepid water sponge dengan suhu
air 37 C suhu tubuh 39,5ºC dan setelah pemberian tepid water sponge
dengan suhu air 37 C selama 15 menit suhu
24

menjadi 38,9ºC. Lalu dilakukan kembali pada pukul 12.35 WIB suhu
sebelum terapi suhu 38,5ºC dan setelah dilakukan tepid water sponge
dengan suhu air 37 C suhu 38,0ºC.
Implementasi pada hari ketiga yaitu tanggal 1 Juni 2023 pukul
12.30 WIB. implementasi hari suhu tubuh sudah dalam batas normal.
Sebelum dilakukan pemberian tepid water sponge dengan suhu air 37 C
dengan suhu air 37 C suhu tubuh 37,4ºC dan setelah dilakukan pemberian
tepid water sponge dengan suhu air 37 C selama 15 menit suhu menjadi
36,9ºC.
5. Evaluasi
Penerapan intervensi pertama pada pasien dimulai pada tanggal 30
mei 2023. Data yang ditemukan pada hari pertama yaitu suhu tubuh
38,9ºC. Selama dilakukan implementasi, ibu pasien mengatakan An.N
nyaman serta anak tidak rewel lagi dan data objektif anak terlihat tenang.
Selama kegiatan dilakukan pula observasi pasien secara non verbal apakah
ada ekspresi tidak nyaman saat dilakukan implementasi tersebut.
Selanjutnya mengevaluasi suhu tubuh dan didapatkan tubuh 38,0ºC. Lalu
pada pukul 12.30 WIB dilakukan kembali intervensi, suhu sebelum
dilakukan terapi 37,7ºC dan setelah dilakukan terapi suhu menjadi 37,2ºC.
Ibu An. N mengatakan nanti akan dikompres kembali jika suhu tubuh anak
meningkat.
Penerapan intervensi pada hari kedua yaitu tanggal 31 mei 2023.
Sebelum dilakukan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C suhu
tubuh 39,5ºC menjadi 38,9ºC. Lalu dilakukan kembali pada pukul 12.35
WIB suhu sebelum terapi suhu 38,5ºC dan setelah dilakukan tepid water
sponge dengan suhu air 37 C suhu 38,0ºC. Selama kegiatan dilakukan
pula observasi pasien secara nonverbal dari implementasi yang sedang
dilakukan.
Penerapan intervensi hari ketiga yaitu tanggal 01 Juni 2023.
Sebelum dilakukan terapi suhu tubuh 37,4ºC. Selama dilakukan
implementasi, pasien terlihat tenang dan merasakan nyaman. Selama
kegiatan dilakukan pula observasi pasien secara nonverbal apakah ada
ekspresi tidak nyaman saat dilakukan implementasi tersebut. Selanjutnya
mengevaluasi suhu tubuh dan didapatkan tubuh 36,9ºC. Pada hari ketiga
implementasi dilakukan hanya sekali dikarenakan suhu tubuh sudah dalam
batas normal sehingga tidak dapat dilakukan tepid water sponge dengan
suhu air 37 C lagi kepada pasien.
Intervensi utama dari asuhan keperawatan ini yaitu pemberian
terapi tepid water sponge dimana pasien telah mendapatkan intervensi
selama tiga hari berturut-turut. Selama intervensinya, dilakukan
pengukuran suhu pada pasien sebelum dan sesudah dilakukannya
intervensi. Hasil yang didapatkan dari pemberian terapi tepid water
sponge dengan suhu air 37 C selama tiga hari berturut-turut didapatkan
rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge dengan
suhu air 37 C adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah diberikan
terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C adalah 37,8ºC. Didapatkan
terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 0,6ºC. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi penurunan suhu setelah diberikan terapi tepid water sponge dengan
suhu air 37 C. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tauhidah, Noorhasanah, Munirah & Muhsinin (2021) yang mengatakan
ada pengaruh pemberian terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C
dengan peningkatan suhu tubuh pada anak. Pemberian terapi tepid water
sponge dengan suhu air 37 C disertai antipiretik dapat lebih menurunkan
suhu tubuh pada pasien demam dibandingkan dengan antipiretik saja. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dkk.
(2009) menunjukan bahwa pada menit ke 5 setelah minum antipiretik, rata-
rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat
antipiretik ditambah tepid water sponge adalah sebesar 1,3º C. Sedangkan
pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik tanpa pemberian tepid
water sponge, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30 menit setelah
minum antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan bahwa lebih
besarnya penurunan suhu tubuh pada anak dengan pemberian tepid water
sponge.
BAB III
PEMBAHASA
N

A. Analisis Asuhan Keperawatan


Studi kasus diawali dengan melakukan pengkajian awal sebelum
melakukan intervensi keperawatan. Berdasarkan analisis dari hasil
pengkajian keluhan utama yang di sampaikan oleh ibu pasien adalah demam
sudah tiga hari dengan suhu 38,9℃. Demam atau hipertermia merupakan
suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan pusat
pengatur suhu di hipotalamus (Wardiyah et al, 2016). Sedangkan menurut
(Sodikin, 2012) hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh diatas rentang
normal yang tidak teratur disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi
dan pembatasan panas. Berdasarkan analisis dari hasil pengkajian pada klien
An. N, hal yang menyebabkan pasien mengalami kenaikan suhu (hipertermi)
adalah karena adanya bakteri salmonella typhi. Masuknya bakteri salmonella
typhi ke dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya aktivasi kompleks. Hal
ini sejalan dengan penelitian Martha Ardiaria (2019) yang menyatakan anak
dengan demam tifoid mengalami kenaikan suhu disebabkan karena
salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang sehingga timbul demam.
Pasien yang sudah terdiagnosa demam dapat membahayakan apabila
timbul peningkatan suhu yang tinggi. Dampak yang dapat ditimbulkan jika
demam tidak ditangani bisa menyebabkan kerusakan otak, hiperpireksia yang
akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau ketidakmampuan
belajar maka harus segera diatasi (Marcdante dkk., 2014).
Analisis dari hasil intervesi keperawatan yang dilakukan pada An. N
adalah pemberian terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C.
Penggunaan tepid water sponge dengan suhu air 37 C merupakan salah satu
metode penurun panas secara konduksi yaitu perpindahan panas dari suatu
objek lain dengan kontak langsung, dan evaporasi perpindahan panas
(Hijriani, 2019).
25
26

Berdasarkan analisis dari implementasi dan evaluasi keperawatan yang


dilakukan selama tiga hari berturut-turut dan dilakukan 2 kali dalam sehari
didapatkan hasil dari implementasi hari pertama dimana sebelum diberikan
terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C dilakukan pengukuran suhu
dengan hasil 38,9℃ sedangkan setelah dilakukan evaluasi dan dilakukan
pengukuran suhu tubuh dengan hasil 38,0℃. Lalu pemberian terapi kedua
pada pukul 12.30 WIB suhu sebelum terapi 37,7ºC dan setelah dilakukan
terapi suhu 37,2ºC. Hari kedua dilakukan implementasi pada pukul 08.30
WIB pengukuran suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C dengan hasil 39,5℃ setelah dilakukan pemberian
terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C kemudian di evaluasi
pengukuran suhu tubuh dengan hasil 38,9℃. Lalu pemberian terapi kedua
pada pukul 12.35 WIB suhu sebelum terapi 38,5ºC dan setelah dilakukan
terapi suhu 38ºC. Hari ke tiga dilakukan terapi pada pukul 12.30 WIB suhu
tubuh 37,4℃ dan setelah dilakukan terapi tepid water sponge dengan suhu
air 37 C didapatkan hasil 36,9℃.
Dari implementasi keperawatan yang telah dilakukan pada An. N
selama tiga hari berturut-turut dengan pemberian terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C didapatkan hasil suhu tubuh An. N menurun. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Faradilla and Abdullah (2020)
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dalam pemberian tepid water
sponge dengan suhu air 37 C kepada pasien yang mengalami demam. Hal ini
di karenakan tepid water sponge dengan suhu air 37 C dapat mempercepat
vasodilitasi pembuluh darah perifer diseluruh tubuh sehingga pengeluaran
panas dari tubuh melalui kulit lebih cepat, selain itu terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C lebih cepat memberikan rangsangan atau sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang (Potter, 2012).
B. Analisis Penerapan Intervensi
1. Intervensi Umum Pada Klien
Intevensi umum sekaligus tindakan keperawatan utama yang
diberikan pada diagnosis hipertermi adalah dengan pemberian terapi
tepid water sponge dengan suhu air 37 C. Tujuannya adalah agar suhu
turun dan berada dalam rentang normal. Hal lain yang dilakukan adalah
memonitor keadaan
27

umum pasien termasuk mengukur suhu tubuh pasien secara


komprehensif. Dalam melakukan intervensi keperawatan hal yang perlu
diperhatikan adalah menciptakan hubungan dan menumbuhkan
kepercayaan pasien kepada petugas kesehatan, sehingga saat melakukan
asuhan keperawatan pasien terlihat tenang dan merasa nyaman dan
percaya kepada petugas kesehatan. Dalam melakukan asuhan
keperawatan, petugas kesehatan dapat melakukan tindakan keperawatan
mandiri yang dapat mengatasi kondisi pasien. Dalam kasus ini, Tindakan
keperawatan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
hipertermi yaitu tepid water sponge (Mulyani & Lestari, 2020).
Penggunaan tepid water sponge merupakan salah satu metode
penurun panas secara konduksi yaitu perpindahan panas dari suatu objek
lain dengan kontak langsung dan evaporasi perpindahan panas (Hijriani,
2019). Proses konduksi ini di mulai dari tindakan mengkompres anak
dengan waslap dan proses evaporasi diperoleh dari adanya seka pada
tubuh saat pengusapan yang dilakukan sehingga terjadi proses penguapan
panas menjadi keringat (Sodikin, 2012). Proses penguapan dapat
memperlancar sirkulasi darah, sehingga darah akan mengalir dari organ
dalam kepermukaan tubuh dengan membawa panas.

Berdasarkan hasil yang didapat bahwa dari hari pertama sebelum


pemberian tepid water sponge dengan suhu air 37 C suhu tubuh anak
38,9℃ sedangkan setelah dilakukan evaluasi dan dilakukan pengukuran
suhu tubuh dengan hasil 38,0℃. Lalu pemberian terapi kedua pada pukul
12.30 WIB suhu sebelum terapi 37,7ºC dan setelah dilakukan terapi suhu
37,2ºC. Hari kedua dilakukan implementasi pada pukul 08.30 WIB
pengukuran suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C dengan hasil 39,5℃ setelah dilakukan pemberian
terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C kemudian di evaluasi
pengukuran suhu tubuh dengan hasil 38,9℃. Lalu pemberian terapi
kedua pada pukul 12.35 WIB suhu sebelum terapi 38,5ºC dan setelah
dilakukan terapi suhu 38ºC. Hari ke tiga dilakukan terapi pada pukul
12.30 WIB suhu tubuh 37,4℃ dan setelah dilakukan terapi tepid water
sponge didapatkan hasil 36,9℃.
Hal ini sejalan dengan penelitian Putri, (2019) dari dengan hasil
28
penelitiannya mengatakan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37
C lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak. Intervensi terapi
tepid water sponge dengan suhu air 37 C ini tidak berjalan sendiri,
kolaborasi dengan profesi kesehatan lainnya juga dilakukan seperti
pemberian obat untuk mengatasi hipertermi yang dialami pasien. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh S Thomas, C Vijaykumar,
R Naik, Pd Moses, dan B Antonisamy didapatkan hasil bahwa
penggunaan metode tepid water sponge dan dengan suhu air 37 C dapat
menurunkan suhu tubuh lebih cepat dibandingkan hanya menggunakan
antipiretik saja (Thomas, 2009).
2. Alternatif Pemecahan Masalah
Terapi generalisis yang diterapkan sesuai dengan standar perawatan
pada pasien hipertermi. Implementasi yang diberikan sesuai dengan
terapi berbasis EBN yaitu tepid water sponge dengan suhu air 37 C.
Terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C merupakan alternatif
teknik kompres yang menggabungkan teknik blok dan seka (Efendi,
2012). Hal ini disebabkan adanya seka tubuh pada teknik tersebut akan
mempercepat vasodilitasi pembuluh darah perifer disekujur tubuh
sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih
cepat dibandingkan dengan hasil yang diberikan oleh kompres air hangat
yang hanya mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus (Yuniati SC
et Al, 2019). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan dari intervensi
yang dilakukan, dimana terjadi penurunan suhu pada pasien. sehingga
permasalahan pasien dapat teratasi dengan intervensi yang dilakukan.
C. Rekomendasi
Penerapan asuhan keperawatan ini memberikan perkembangan yang
baik pada kondisi klien, selain bermanfaat dalam menurunkan suhu tubuh,
tepid water sponge dengan suhu air 37 C merupakan salah satu intervensi
yang dapat lakukan oleh keluarga dirumah dalam penanganan hipertermi
pada anak karena mudah
dilakukan, tidak memerlukan banyak biaya dan tidak menimbulkan efek
samping. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan intervensi atau terapi
ini untuk dapat dilakukan dan tenaga kesehatan di rumah sakit dapat
melakukan edukasi kepada keluarga pasien sehingga keluarga mengetahui
terapi mandiri ini. Pemberian terapi ini dapat dilakukan berdampingan dengan
atau tanpa pemberian antipiretik, apabila dilakukan berdampingan dengan
pemberian antipiretik penurunan suhu yang dihasilkan lebih maksimal.
D. Implikasi
1. Pelayanan Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan dengan terapi tepid water dengan
suhu air 37 C pada pasien yang mengalami peningkatan suhu
(hipertermi) dapat memberikan manfaat dalam menurunkan suhu tubuh.
Hal ini dibuktikan dengan penurunan suhu tubuh pada pasien. Selain itu,
pemberian tepid water sponge dengan suhu air 37 C juga dapat
memberikan rasa nyaman dan tidak menimbulkan efek samping sehingga
aman untuk dilakukan pada pasien. Praktik asuhan keperawatan ini dapat
menjadi contoh pemberian asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang pada akhirnya akan mengurangi angka rawatan rumah
sakit dan perawatan secara holistik.
2. Pendidikan Keperawatan
Pendidikan keperawatan terus berkembang sejalan dengan
kemajuan ilmu pengetahuan. Penerapan asuhan keperawatan ini dapat
menjadi penunjang ilmu pengetahuan terkait masalah peningkatan suhu
pada pasien.

3. Penelitian Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat menambah referensi pada
penelitian intervensi keperawatan penurunan suhu tubuh dengan tepid
water sponge dengan suhu air 37 C. Selain itu, karya ilmiah akhir ners ini
dapat membuktikan penelitian lain terkait adanya pengaruh pemberian
tepid water sponge dengan suhu air 37 C.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penerapan Evidance Based Practice terapi tepid
water sponge dengan suhu air 37 C pada pasien dengan peningkatan suhu
tubuh masalah hipertermi selama tiga hari berturut-turut maka masalah yang
ada pada pasien dapat teratasi. Hasil yang didapatkan dari pemberian terapi
tepid water sponge dengan suhu air 37 C selama tiga hari berturut-turut
didapatkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah
diberikan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C adalah 37,8ºC.
Didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 0,6ºC. Hal ini
menunjukkan bahwa tepid water sponge dengan suhu air 37 C efektif dalam
menurunkan suhu tubuh.
B. Saran
1. Aplikatif
Pihak puskesmas karya wanita rumbai pekanbaru dapat
menggunakan hasil penerapan asuhan keperawatan ini sebagai bahan
evaluasi. Bidang keperawatan dapat mengembangkan intervensi ini
sebagai pembuatan standar perawatan pasien dengan demam. Kemudian,
penulis merekomendasikan petugas kesehatan berupaya menerapkan
tindakan tepid water sponge dengan suhu air 37 C untuk membantu
menurunkan suhu tubuh pada anak demam. Peran perawat sebagai
educator juga diharapkan dapat memberikan informasi dan penyuluhan
kepada keluarga untuk melakukan intervensi ini, sehingga keluarga
menerapkan serta melanjutkan intervensi yang telah diberikan.
2. Pendidikan
Karya ilmiah akhir ners ini memberikan gambaran mengenai
penerapan intervensi dengan terapi tepid water sponge dengan suhu air
37 C dengan peningkatan suhu tubuh pada anak. Penulis berharap karya
ilmiah ini dapat menjadi contoh kasus yang aplikatif dalam pembelajaran
mata ajar keperawatan anak.
30
31

3. Karya Ilmiah Akhir profesi Ners


Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempelajari
hambatan dari penelitian ini. Intervensi ini dapat dilakukan setelah
pemberian antipiretik dan dilakukan selama tiga hari dengan waktu
pemberian terapi 15 menit atau salama suhu tubuh pasien belum stabil.
Asuhan keperawatan ini dilakukan secara langsung dan melibatkan
anak,ibu dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Agustyana. dkk. (2019). Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita Di Daerah Perkotaan (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 7(1), 176– 185.

Dahlan Z. (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V ( dkk Pneumonia, dalam Sudoyo AW
(ed.)). Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Dinas Kesehatan Profinsi Riau, 2020. Profil Kesehatan Provinsi Riau 2018i. Pekanbaru: Dinkes
Riau

Dr.R.Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP. 2014. Respirologi (Respiratory Medicine) . 2nd ed.
Jakarta: Buku Kedokteran : EGC.

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI; 2019.

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI; 2020.

Misnadiarly. (2015). penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak balita dewasa dan usia
lanjut. Pustaka Obor Populer.

Ramadhani, Apri Nur et al. 2014. 1 JOM PSIK EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN
JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA.
Riau. https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/view/4137.

Suratun & Santa, et al. 2013. Seri Asuhan Keperawatan : Gangguan Sistem Pernafasan Akibat
Infeksi. Jakarta: Trans Info Media. 90 http://ucs.sulsellib.net//index.php?
p=show_detail&id=55021.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Agung Waluyo..[et al.]. 2013. 1 Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner&Suddarth. 8th ed. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. I. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Yuyun Aprilya Dimu Ludji. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. R.F DENGAN
PNEUMONIA DI RUANG KENANGA RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNER KUPANG. Kupang.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/549/.
32

Anda mungkin juga menyukai