DASFIANTI, S.Kep
NIM. 2211437155
DASFIANTI, S.Kep
NIM. 2211437155
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 2211437155
Tanda Tangan :
ii
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Penguji 1 : Ns. ( )
Penguji 2 : Ns. ( )
Ditetapkan di : Pekanbaru
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini
dengan judul “Efektivitas Pemberian Terapi Tepid Water Sponge (TWS) dengan
air suhu 37 C Terhadap Peningkatan Suhu Tubuh pada Anak ”. Penulisan KIAN
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Profesi Ners di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Riau.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa profesi sampai pada penyusunan KIAN ini, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan KIAN ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Ir. Usman M. Tang, MS selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Riau.
2. Ns. Wasisto Utomo, M.Kep., Sp.KMB selaku Ketua Jurusan Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
3. Dr. Reni Zulfitri, M.Kep.,Sp.Kom selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Keperawatan Universitas Riau.
4. Ns. selaku coordinator mata kuliah Karya ilmiah Akhir Ners (Karya Ilmiah
Akhir Ners).
5. Ns. selaku pembimbing akademik yang telah bersedia memberikan
bimbingan, masukan, serta dukungan bagi penulis dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
6. Ns. , S.Kep., selaku pembimbing klinik yang telah bersedia membimbing,
memberikan masukan, serta dukungan bagi penulis dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini.
iv
7. Orangtua saya, Ayahanda dan Ibunda, serta adik saya yang selalu mendoakan
dan memberi dukungan kepada saya.
8. , yang memberi dukungan untuk saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah
Akhir Ners ini.
9. Teman-teman seperjuangan yang membantu serta memberi dukungan dalam
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
Penulis sadar bahwa KIAN ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu,
kritik dan saran pembaca sangat diharapkan penulis demi kebaikan KIAN ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga KIAN ini dapat membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu keperawatan.
Pekanbaru, Mei 2023
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Riau, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Dasfianti, S.Kep
NIM : 2211437155
Program Studi : Program Studi Pendidikan Profesi
Ners Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
Efektivitas Pemberian Terapi Tepid Water Sponge (TWS) dengan air suhu 37
C Terhadap Peningkatan Suhu Tubuh Pada Anak
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Riau berhak menyimpan, mengalih media/format-
kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database) merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
(Dasfianti, S.Kep)
vi
RINGKASAN
Salah satu masalah keperawatan yang paling sering dialami oleh anak
adalah hipertermia. Demam atau hipertermia dapat didiartikan suatu keadaan suhu
tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di
hipotalamus. apabila hipertermi tidak ditangani maka akan menimbulkan efek
yang dapat mengancam kelangsungan hidup seperti menyebabkan dehidrasi,
kerusakan otak, retardasi mental atau ketidakmampuan belajar, penurunan nafsu
makan, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, hingga epilepsi. Untuk
mengatasi masalah hipertermia dapat dilakukan beberapa tindakan keperawatan
mandiri, salah satunya yaitu Tepid Water Sponge (TWS). Beberapa penelitian
terkait terapi tepid water sponge pada kasus hipertermi sudah banyak yang
membuktikan keefektifannya. Pemberian terapi ini dilakukan pada klien dengan
masalah hipertermi. Asuhan keperawatan diberikan secara langsung selama tiga
hari berturut-turut pada An.N (2 Th) yang mengalami demam. Setelah diberikan
intervensi selama tiga hari dengan intensitas dua kali pemberian dalam sehari
dengan waktu pelaksanaan 15-20 menit, didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh
pada An.N. Didapatkan rata-rata penurunan suhu sebelum dilakukan pemberian
tepid water sponge adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah diberikan terapi
tepid water sponge adalah 37,8ºC. Didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh
sebanyak 0,6ºC. Selain itu, pasien juga mengatakan ibu An.N mengtakan anaknya
merasa nyaman dan senang saat dilakukan terapi tepid water sponge . Berdasarkan
hasil penerapan asuhan keperawatan ini disarankan kepada orang tua, keluarga
dan pasien agar dapat mempraktikan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37
C ini sebagai salah satu intervensi non farmakologi untuk menurunkan demam
pada anak.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tabel Analisa Data.......................................................................... 18
Tabel 2 Intervensi Keperawatan................................................................... 20
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat sakit. Sehat
adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang harus
dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya (Supartini, 2012). Selama proses
pertumbuhan dan perkembangan, anak sering mengalami sakit. Berbagai penyakit
khususnya penyakit yang disebabkan oleh infeksi hampir selalu disertai demam.
(Roper, 2002)
Suhu tubuh pada kondisi meningkat dapat dipergunakan sebagai salah satu
ukuran penting yang dapat memberikan petunjuk mengenai memburuk atau
membaiknya keadaan penderita. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan
jumlah kasus demam pada anak usia balita di seluruh dunia mencapai 18-34 juta,
anak merupakan yang paling rentan terkena demam, walaupun gejala yang dialami
anak lebih ringan dari dewasa (Wardiyah dkk., 2016). Dari hasil survey Departemen
Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Survey
berbagai rumah sakit di Indonesia memperlihatkan peningkatan jumlah penderita.
Sedangkan Kasus DHF pada tahun 2018 berjumlah 65.602 kasus, dengan jumlah
kematian sebanyak 467 orang. Jumlah tersebut menurun dari tahun sebelumnya,
yaitu 68.407 kasus dan jumlah kematian sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DHF
tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari 26,10 menjadi 24,75 per
100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya tidak
terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018
(Kemenkes RI, 2019),dan dari data hasil yang ada di puskesmas karya wanita dari
bulan februari sampai dengan bulan mei di dapatkan data Anak sakit Ispa yaitu 64
%, Febris 9,3 % ,Gea 10 %, dan penyakit lain nya ada 16,1 %. Dampak yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani maka akan dapat menyebabkan kerusakan
otak, hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsi, retardasi mental atau
ketidakmampuan belajar (Ganong, 2002)
Penanganan terhadap demam dapat dilakukan dengan tindakan farmakologis,
tindakan non farmakologis maupun kombinasi keduanya. Tindakan farmakologis
yaitu memberikan obat antipiretik (Kania, 2007). Tindakan non farmakologis yaitu
tindakan tambahan dalam menurunkan panas yang dilakukan setelah pemberian obat
antipiretik (Kania, 2007). Kompres adalah salah satu tindakan non farmakologis
untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam. Ada beberapa macam
kompres yang bisa diberikan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu tepid water
sponge dan kompres air hangat. (Dewi, 2016).
Menurut Bulechek (2018) dalam NIC (Nursing Interventions Classifications)
yaitu intervensi aplikasi panas atau dingin. Aplikasi panas atau dingin adalah
stimulasi kulit dan jaringan dibawahnya dengan menggunakan aplikasi panas atau
dingin untuk mengurangi rasa sakit, kejang otot, atau gejala peradangan. Dimana
salah satu dari tindakan tersebut adalah water tepid sponge. Water tepid sponge
(WTS) merupakan contoh dari aplikasi panas atau dingin yang artinya sebuah teknik
kompres blok pada pembuluh darah superfisal dengan teknik seka (Mulyani and
Lestari, 2020).
Suhu air yang diberikan diatas suhu tubuh normal memungkinan pengeluaran
panas tubuh akan semakin efektif, tetapi pemberian suhu air yang terlalu hangat
beresiko melukai kulit. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto, Widyawati,
dan Cahyanti (2008) menyatakan bahwa pemberian tepid water sponge dengan
menggunakan air hangat suhu 32oC atau 37oC efektif menurunkan suhu tubuh pada
anak demam dan pemberian tepid water sponge dengan air hangat suhu 37oC lebih
efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak demam di ruang Anggrek RSU dr.
Iskak Tulungagung dibandingkan pemberian tepid water sponge dengan air hangat
suhu 32oC.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Tito pada tahun 2014 didapatkan bahwa
penggunaan tepid water sponge lebih efektif dalam menurunkan suhu tubuh, karena
memberikan efek yang besar pada kulit manusia dibandingkan dengan kompres
plester yang terfokus pada satu titik. Pemberian tepid water sponge menggunakan
metode seka sehingga mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer sehingga
mempercepat proses evaporasi. (Nabila, 2019)
b. Tinjauan Pustaka
1. Febris
a. Definisi Febris
Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar
demam yang terjadi pada anak akibat dari perubahan pada pusat panas
(termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan adanya
demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2012).
b. Etiologi
d. Klasifikasi
Klasifikasi demam antara lain :
1. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
hari dan turun kembali ketingkat di atas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan mengigil dan berkeringat. Bila demam
yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik.
2. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat
mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat
demam septik.
3. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam
diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang etrus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
5. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. (Nurarif &
Kusuma, 2013)
e. Manifestasi Klinis
1. Anak rewel
2. Demam (suhu lebih tinggi dari 37,8C-40C)
3. Kulit kemerahan
4. Hangat pada sentuhan
5. Peningkatan frekuensi pernafasan
6. Menggigil
7. Dehidrasi
8. Kehilangan napsu makan (Nurrari&Kusuma, 2013)
f. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk
digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan
atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang
dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b) Kimia Darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin
harus dilakukan
c) Imunologi
Tes widal adalah pemeriksaan serolog yang ditujukan untuk mendeteksi
adanya antibodi di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella
typhi. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negatif
palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah
mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1
minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit
imunologik lain.
d) Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam) Leukosit
dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit
e) Mikrobioligi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina
harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan
untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur
darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui
komplikasi yang muncul
f) Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g) Biologi moluker
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi (Soedarto, 2007).
g. Penatalaksanaan
1. Secara fisik
a) Mengawasi kondisi klien dengan pengukuran suhu secara berkala setiap
4-6 jam. Perhatikan apakan anak tidur gelisah, sering terkejut atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas
atau apakah anak mengalami kejang-kejang. Demam yang disertai
kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen
ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian,
cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual
tertentu.
b) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c) Jalan napas harus terbuka untuk mencegah ter[putusnya suplai okesigen
ke otak yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
d) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyk-banyaknya
e) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
f) Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
2. Obat-obatan antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehingga set poin hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
di atas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001)
h. Komplikasi
1) Kerusakan otak
2) Hiperpireksia yang akan menyebabkan syok
3) Epilepsi
4) Retardasi mental (Ganong, 2002)
c. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pemberian intervensi tepid water sponge
(TWS) dengan suhu air 37 C dalam asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami peningkatan suhu tubuh di wilayah puskesmas karya wanita
rumbai pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran hasil pengkajian pada pasien dengan anak
yang mengalami peningkatan suhu tubuh.
Karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi studi kasus
yang serupa. Selain itu, dapat dijadikan referensi pembuktian asuhan keperawatan
dan perbaikan dalam karya ilmiah ners selanjutnya.
BAB II
GAMBARAN KASUS KELOLAAN
Panas
Data Objektif :
- Pasien tampak gelisah
- Suhu tubuh 38,9℃
- Pemeriksaan Laboratorium
didapatkan terdapat
salmonella reaktif
2 Data Subjektif: Salmonella Typhi Nyeri Akut
Pasien mengatakan nyeri
dibagian bawah Saluran Pencernaan
perut
sebelah kanan
Pasien mengatakan nyeri Diserap usus halus
jika kaki ditekuk dan
nyeri
terasa ditusuk-tusuk
Bakteri masuk ke aliran
Pasien mengatakan skala darah sistemik
nyeri 4
- Pasien
Peradangan pada usus
mengatakan nyeri
halus
hilang timbul
dan tidak
menyebar
Data Objektif: Proses inflamasi
Pasien tampak gelisah
Ekspresi pasien tampak
Nyeri Akut
meringis
Nadi : 158x/Menit
Pernapasan : 26x/Menit
c. Masalah Keperawatan
- Hipertermi
- Nyeri Akut
20
2. Diagnosa
Berdasarkan analisa data yang telah dilakukan didapatkan 2 buah
diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI) (2018) yaitu:
a. Hipertermi
b. Nyeri Akut
3. Rencana/ Intervensi Keperawatan
Berdasarkan analisa data pada studi kasus ini, didapatkan masalah
keperawatan yang muncul yaitu hipertermi dan nyeri akut. Intervensi
yang diberikan selama merawat pasien, mencakup semua masalah
keperawatan yang muncul, namun perencanaan yang ditulis disini hanya
diagnosis hipertermi. Intervensi yang diberikan berupa tindakan
keperawatan pada individu serta terapi komplementer: Pemberian terapi
Tepid Water Sponge (TWS) dengan suhu air 37 C untuk menurunkan
suhu tubuh pada pasien febris.
Tabel 2 Intervensi Keperawatan
No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Hipertermi berhubunganTermoregulasi Intervensi Utama
dengan proses Setelah dilakukan Manajemen
asuhan keperawatan selama Hipertermia:
penyakit
(Infeksi) 3 x 24 jam diharapkan
Observasi
termogulasi membaik, 1. Identifikasi
dengan penyebab
kriteria hasil: hipertermia(mis
1. Mengigil menurun dehidrasi,terpapar
2. Suhu tubuh lingkungan
membaik panas,penggunaan
3. Suhu kulit membaik inkubator).
2. Monitor suhu
tubuh.
3. Monitor kadar
elektrolit.
4. Monitor haluaran
urin.
5. Monitor
komplikasi akibat
21
hipertermia.
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
yang dingin.
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian.
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh.
4. Berikan cairan oral.
5. Hindari pemberian
antiperetik atau
aspirin.
6. Berikan okisgen jika
perlu.
Edukasi
22
1.Anjurkan tirah
baring.
Kalaborasi
1.Kolaborasi
pemberian
cairan
dan elektrolit
intravena
Regulasi Temperatur:
1. Monitor tekanan
darah, frekuensi
pernafasan dan nadi
2. Monitor suhu tubuh
anak tiap dua jam, jika
perlu
3. Monitor warna dan
suhu kulit
4. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
5. Melakukan terapi
non farmakologi
6.Kolaborasi
pemberian
antipiretik,bila
jik perlu
menjadi 38,9ºC. Lalu dilakukan kembali pada pukul 12.35 WIB suhu
sebelum terapi suhu 38,5ºC dan setelah dilakukan tepid water sponge
dengan suhu air 37 C suhu 38,0ºC.
Implementasi pada hari ketiga yaitu tanggal 1 Juni 2023 pukul
12.30 WIB. implementasi hari suhu tubuh sudah dalam batas normal.
Sebelum dilakukan pemberian tepid water sponge dengan suhu air 37 C
dengan suhu air 37 C suhu tubuh 37,4ºC dan setelah dilakukan pemberian
tepid water sponge dengan suhu air 37 C selama 15 menit suhu menjadi
36,9ºC.
5. Evaluasi
Penerapan intervensi pertama pada pasien dimulai pada tanggal 30
mei 2023. Data yang ditemukan pada hari pertama yaitu suhu tubuh
38,9ºC. Selama dilakukan implementasi, ibu pasien mengatakan An.N
nyaman serta anak tidak rewel lagi dan data objektif anak terlihat tenang.
Selama kegiatan dilakukan pula observasi pasien secara non verbal apakah
ada ekspresi tidak nyaman saat dilakukan implementasi tersebut.
Selanjutnya mengevaluasi suhu tubuh dan didapatkan tubuh 38,0ºC. Lalu
pada pukul 12.30 WIB dilakukan kembali intervensi, suhu sebelum
dilakukan terapi 37,7ºC dan setelah dilakukan terapi suhu menjadi 37,2ºC.
Ibu An. N mengatakan nanti akan dikompres kembali jika suhu tubuh anak
meningkat.
Penerapan intervensi pada hari kedua yaitu tanggal 31 mei 2023.
Sebelum dilakukan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C suhu
tubuh 39,5ºC menjadi 38,9ºC. Lalu dilakukan kembali pada pukul 12.35
WIB suhu sebelum terapi suhu 38,5ºC dan setelah dilakukan tepid water
sponge dengan suhu air 37 C suhu 38,0ºC. Selama kegiatan dilakukan
pula observasi pasien secara nonverbal dari implementasi yang sedang
dilakukan.
Penerapan intervensi hari ketiga yaitu tanggal 01 Juni 2023.
Sebelum dilakukan terapi suhu tubuh 37,4ºC. Selama dilakukan
implementasi, pasien terlihat tenang dan merasakan nyaman. Selama
kegiatan dilakukan pula observasi pasien secara nonverbal apakah ada
ekspresi tidak nyaman saat dilakukan implementasi tersebut. Selanjutnya
mengevaluasi suhu tubuh dan didapatkan tubuh 36,9ºC. Pada hari ketiga
implementasi dilakukan hanya sekali dikarenakan suhu tubuh sudah dalam
batas normal sehingga tidak dapat dilakukan tepid water sponge dengan
suhu air 37 C lagi kepada pasien.
Intervensi utama dari asuhan keperawatan ini yaitu pemberian
terapi tepid water sponge dimana pasien telah mendapatkan intervensi
selama tiga hari berturut-turut. Selama intervensinya, dilakukan
pengukuran suhu pada pasien sebelum dan sesudah dilakukannya
intervensi. Hasil yang didapatkan dari pemberian terapi tepid water
sponge dengan suhu air 37 C selama tiga hari berturut-turut didapatkan
rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge dengan
suhu air 37 C adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah diberikan
terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C adalah 37,8ºC. Didapatkan
terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 0,6ºC. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi penurunan suhu setelah diberikan terapi tepid water sponge dengan
suhu air 37 C. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tauhidah, Noorhasanah, Munirah & Muhsinin (2021) yang mengatakan
ada pengaruh pemberian terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C
dengan peningkatan suhu tubuh pada anak. Pemberian terapi tepid water
sponge dengan suhu air 37 C disertai antipiretik dapat lebih menurunkan
suhu tubuh pada pasien demam dibandingkan dengan antipiretik saja. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawati dkk.
(2009) menunjukan bahwa pada menit ke 5 setelah minum antipiretik, rata-
rata penurunan suhu tubuh pada anak penderita demam yang mendapat
antipiretik ditambah tepid water sponge adalah sebesar 1,3º C. Sedangkan
pada kelompok anak yang hanya minum antipiretik tanpa pemberian tepid
water sponge, penurunan suhu tubuh rata-rata setelah 30 menit setelah
minum antipiretik sebesar 0,63º C. Hal ini menunjukan bahwa lebih
besarnya penurunan suhu tubuh pada anak dengan pemberian tepid water
sponge.
BAB III
PEMBAHASA
N
3. Penelitian Keperawatan
Penerapan asuhan keperawatan ini dapat menambah referensi pada
penelitian intervensi keperawatan penurunan suhu tubuh dengan tepid
water sponge dengan suhu air 37 C. Selain itu, karya ilmiah akhir ners ini
dapat membuktikan penelitian lain terkait adanya pengaruh pemberian
tepid water sponge dengan suhu air 37 C.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan penerapan Evidance Based Practice terapi tepid
water sponge dengan suhu air 37 C pada pasien dengan peningkatan suhu
tubuh masalah hipertermi selama tiga hari berturut-turut maka masalah yang
ada pada pasien dapat teratasi. Hasil yang didapatkan dari pemberian terapi
tepid water sponge dengan suhu air 37 C selama tiga hari berturut-turut
didapatkan rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan terapi tepid water sponge
dengan suhu air 37 C adalah 38,4ºC dan rata-rata suhu tubuh setelah
diberikan terapi tepid water sponge dengan suhu air 37 C adalah 37,8ºC.
Didapatkan terjadi penurunan suhu tubuh sebanyak 0,6ºC. Hal ini
menunjukkan bahwa tepid water sponge dengan suhu air 37 C efektif dalam
menurunkan suhu tubuh.
B. Saran
1. Aplikatif
Pihak puskesmas karya wanita rumbai pekanbaru dapat
menggunakan hasil penerapan asuhan keperawatan ini sebagai bahan
evaluasi. Bidang keperawatan dapat mengembangkan intervensi ini
sebagai pembuatan standar perawatan pasien dengan demam. Kemudian,
penulis merekomendasikan petugas kesehatan berupaya menerapkan
tindakan tepid water sponge dengan suhu air 37 C untuk membantu
menurunkan suhu tubuh pada anak demam. Peran perawat sebagai
educator juga diharapkan dapat memberikan informasi dan penyuluhan
kepada keluarga untuk melakukan intervensi ini, sehingga keluarga
menerapkan serta melanjutkan intervensi yang telah diberikan.
2. Pendidikan
Karya ilmiah akhir ners ini memberikan gambaran mengenai
penerapan intervensi dengan terapi tepid water sponge dengan suhu air
37 C dengan peningkatan suhu tubuh pada anak. Penulis berharap karya
ilmiah ini dapat menjadi contoh kasus yang aplikatif dalam pembelajaran
mata ajar keperawatan anak.
30
31
Agustyana. dkk. (2019). Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada
Balita Di Daerah Perkotaan (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas). Jurnal Kesehatan
Masyarakat (e-Journal), 7(1), 176– 185.
Dahlan Z. (2013). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V ( dkk Pneumonia, dalam Sudoyo AW
(ed.)). Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Dinas Kesehatan Profinsi Riau, 2020. Profil Kesehatan Provinsi Riau 2018i. Pekanbaru: Dinkes
Riau
Dr.R.Darmanto Djojodibroto, Sp.P, FCCP. 2014. Respirologi (Respiratory Medicine) . 2nd ed.
Jakarta: Buku Kedokteran : EGC.
Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI; 2019.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI; 2020.
Misnadiarly. (2015). penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak balita dewasa dan usia
lanjut. Pustaka Obor Populer.
Ramadhani, Apri Nur et al. 2014. 1 JOM PSIK EFEKTIFITAS PEMBERIAN MINUMAN
JAHE MADU TERHADAP KEPARAHAN BATUK PADA ANAK DENGAN ISPA.
Riau. https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMPSIK/article/view/4137.
Suratun & Santa, et al. 2013. Seri Asuhan Keperawatan : Gangguan Sistem Pernafasan Akibat
Infeksi. Jakarta: Trans Info Media. 90 http://ucs.sulsellib.net//index.php?
p=show_detail&id=55021.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Agung Waluyo..[et al.]. 2013. 1 Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner&Suddarth. 8th ed. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. I. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yuyun Aprilya Dimu Ludji. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. R.F DENGAN
PNEUMONIA DI RUANG KENANGA RSUD Prof. Dr. W. Z. JOHANNER KUPANG. Kupang.
http://repository.poltekeskupang.ac.id/549/.
32