Disusun Oleh :
Diajukan oleh:
Yudi Hadi Prayitno, S.Kep
2019086026040
Tim Penguji
Nama : Rohmani, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.KMB (..........................)
NIP : 19830706 200912 1 002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
i
HALAMAN PERSETUJUAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep., Ns., M.Ng Angela L. Thome, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 19770928 201404 2 001 NUP. 9914011909
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini merupakan hasil karya saya sendiri, disusun berdasarkan
pedoman tata cara penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.. Semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat pernyaaan yang tidak benar, saya bersedia dituntut dan menerima segala tindakan
atau sanksi sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Memulai dengan penuh keyakinan, menjalankan dengan penuh keikhlasan,
menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan”
“Ijasah hanya tanda pernah sekolah, bukan pernah berfikir. Karena ilmu disaat kamu
miskin akan menjadi hartamu, dan disaat kamu kaya akan menjadi perhiasanmu”.
(Rocky Gerung)
Persembahan:
Karya Ilmiah Akhir Ners ini, penulis persembahkan kepada:
1. Allah SWT atas segala penyertaan dan bimbingan-Nya serta kasih serta hikmat,
kepandaian, kekuatan dan kesehatan bagi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Kedua orang tua yang tercinta dan saya kasihi yang senantiasa memberikan motivasi,
doa dan cinta kasih sayang.
3. Teman-teman seperjuangan Ners Angkatan XI tahun 2019 yang saya cintai dan
banggkan atas motivasi, doa dan bantuannya selama penelitian ini.
4. Almamaterku tercinta Tahap Pendidikan Profesi Ners Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners (KIAN) Analisis Praktik Klinik
Keperawatan Pada Pasien CKD dengan Intervensi Inovasi Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu Terhadap Penurunan Rasa Haus di Ruang Hemodialisa
RSUD Jayapura Tahun 2020 ini dengan tepat waktu.
Tujuan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini selain untuk
melengkapi tugas pada akhir Stase Tahap pendidikan Profesi, juga merupakan
sebagai salah satu syarat mahasiswa untuk dapat menyelesaikan Tahap Pendidikan
Profesi Ners pada Fakultas Kedokteran (FK) Program Studi Ilmu Keperawatan
(PSIK) Universitas Cenderawasih Jayapura.
Di dalam pengerjaan maupun penyusunan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini
telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh
sebab itu, di sini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Fransisca B. Baticaca, S.Pd., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom Selaku Ketua
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Cenderawasih yang telah banyak membantu maupun memfasilitasi kami selama
praktika klinik pada hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini.
2. Ibu Juliawaty, S.Kp., M.Kep., Sp.An. selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Ners kultas Kedokteran Universitas Cenderawasih yang telah banyak
membantu, memfasilitasi maupun mengerahkan segala pikiran untuk
mengarahkan kami selama praktika klinik pada Tahap pendidikan Profesi
hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini.
3. Ibu Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep., Ns., M.Ng. selaku Pembimbing I yang
telah banyak membantu maupun membimbing kami dengan penuh kesabaran
selama penyusunan hingga terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini.
4. Ibu Angela L. Thome, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Pembimbing II yang telah
banyak membantu maupun membimbing kami selama penyusunan hingga
terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini.
v
5. Sahabat dan rekan pejuang Ners Angkatan ke-11 tercinta yang telah kompak
dalam memberi dukungan dan saling memotivasi satu dan yang lain.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan Karya Tulis
Ilmiah Akhir Ners ini yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners
ini sepenuhnya masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna.
Sehingga saran dan kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan
kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini penulis sangat hargai. Semoga
Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners ini dapat bermanfaat bagi Ilmu Keperawatan
khusunya dan Kedokteran Medis umumnya.
Penulis,
vi
Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien CKD dengan Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang dan Menghisap Es Batu Terhadap Penurunan Rasa Haus
di Ruang Hemodialisa RSUD Jayapura Tahun 2020
ABSTRAK
Kata Kunci: Chronic Kidney Deseases, penurunan rasa haus, berkumur air matang,
menghisap es batu
1
Mahasiswa Program Pendidikan Profesi Ners, Universitas Cenderawasih
2, 3
Dosen Universitas Cenderawasih
vii
Analysis of Nursing Clinical Practices in CKD Patients with Innovative
Interventions Rinsing Clean Water and Sucking Ice Cubes
Against Decreasing Thirst in the Hemodialysis Room
at the Jayapura Hospital in 2020
ABSTRACT
1
Student of the Nurse Professional Education Program, Cenderawasih University
2,3
Lecturer of Cenderawasih University
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan KIAN …………………………………………………. i
Halaman Persetujuan KIAN …………………………………………………. ii
Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………………..... iii
Motto dan Persembahan ……………………………………………………… iv
Kata Pengantar ……………………………………………………………….. v
Abstrak ……………………………………………………………………….. vii
Abstract ………………………………………………………………………. viiii
Daftar Isi ……………………………………………………………………... ix
Daftar Gambar ……………………………………………………………….. xii
Daftar Skema ………………………………………………………………… xiii
Daftar Tabel …………………………………………………………………. xiv
Daftar Singkatan …………………………………………………………….. xv
Daftar Lampiran …………………………………………………………….. xvi
BAB I Pendahuluan …………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 1
1.2 Tujuan Penulisan ……………………………………………………….. 7
1.3 Manfaat Penelitian ……………………………………………………… 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..... 10
2.1 Konsep Teori CKD ………………………………………………............ 10
2.1.1 Definisi ……………………………………………………………. 10
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Ginjal …………………………………….. 11
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ……………………………………….. 24
2.1.4 Patofisiologi ………………………………………………………. 25
2.1.5 Pathway CKD …………………………………………………….. 28
2.1.6 Manifestasi Klinis ………………………………………………… 30
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang …………………………………………. 31
ix
2.1.8 Penatalaksanaan …………………………………………………. 31
2.2 Konsep Hemodialisa ……………………………………………………. 38
2.2.1 Definisi …………………………………..……………………….. 38
2.2.2 Tujuan Hemodialisa ………………………………..……………... 39
2.2.3 Prinsip Hemodialisa ………………………………………..……... 39
2.2.4 Indikasi ……….…………………………..……………………….. 41
2.2.5 Perawatan Hemodialisa ………………………………..………….. 44
2.2.6 Proses Hemodialisa ………………………………………..…….... 51
2.2.7 Adekuasi Hemodialisa …………………………………..………... 52
2.3 Konsep Teori Haus …... ………………………………………………… 52
2.3.1 Definisi ……………………………………..…………………….. 52
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Rasa Haus ………………………….. 53
2.3.3 Fisiologi Munculnya Rasa Haus …………………………………. 56
2.4 Inovasi Terapi Manajemen Haus…... …………………………………… 59
2.4.1 Menghisap Es Batu ……………………………………..………… 60
2.4.2 Berkumur Air Matang ……………………………………………. 62
2.5 Konsep Asuhan Keperawatan CKD …... ………………………………... 66
2.5.1 Pengkajian ……………………………………..…………………. 66
2.5.2 Diagnosa Keperawatan …………………………………………… 75
2.5.3 Intervensi Keperawatan ………………………………………….. 76
2.6 Kerangka Teori …... …………………………………………………….. 80
2.7 Kerangka Konsep …... ………………………………………………….. 80
BAB III TINJAUAN KASUS ………………………………………………. 81
3.1 Gambaran Lokasi Penelitian ……………………………………………. 81
3.2 Pengkajian …... …………………………………………………………. 82
3.2.1 Identitas Pasien …………………………………………………… 82
3.2.2 Data Fokus ………………………………………………………... 84
3.2.3 Genogram ………………………………………............................. 86
3.2.4 Data Khusus ………………………………………………………. 87
x
3.2.5 Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan ……………………………….. 88
3.2.6 Pemeriksaan Fisik ………………………………………................ 93
3.3 Klasifikasi Data ………………………………………………………..... 102
3.4 Analisa Data ………. ……………………………………………………. 103
3.5 Rencana Asuhan Keperawatan …………………....................................... 107
3.6 Catatan Perkembangan …………………………………………………... 118
BAB IV ANALISA SITUASI ……………………………………………….. 122
4.1 Profil Lahan Praktik………………………………………………………. 122
4.2 Analisa Masalah Keperawatan pada Pasien Kelolaan ………………….... 124
4.3 Analisis salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait …... 135
4.4 Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan …………………................. 141
BAB V PENUTUP …………………………………………………………... 144
5.1 Kesimpulan……………………………………………………….. ……... 144
5.2 Saran ……………………………………………………….. …………… 146
5.2.1 Bagi Institusi Akademik ………………………………………….. 146
5.2.2 Bagi Perawat ……………………………………………………… 146
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya …………………………………………. 148
Daftar Pustaka ……………………………………………………………….. 147
Lampiran
xi
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 2.1 Letak Ginjal 12
Gambar 2.2 Anatomi Ginjal 17
Gambar 2.3 Mekanisme Hemodialisa 38
Gambar 2.4 Visual Analog Scale of Thristy 65
xii
Daftar Skema
Halaman
Skema 2.1 Pathway 28
Skema 2.2 Kerangka Teori 80
Skema 2.3 Kerangka Konsep 80
Skema 3.1 Genogram 86
xiii
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi CKD 30
Tabel 2.2 Strategi Pembatasan Asupan Cairan 60
Tabel 2.3 Thirst Distress Scale 64
Tabel 2.4 Dialysis Thrist Inventory 66
Tabel 2.5 Intervensi Keperawatan 76
Tabel 3.1 Balance Cairan 100
Tabel 3.2 Pemeriksaan Penunjang 101
xiv
Daftar Singkatan
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit gagal ginjal kronik atau disebut juga dengan CKD (Chronic Kidney
Disease) adalah kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) atau penurunan faal ginjal
internalnya yang berlangsung dari perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat yang berlangsung dalam jangka waktu lama dan menetap sehingga
dapat memenuhi kebutuhan dan pemulihan fungsi lagi yang menimbulkan respon
masyarakat dan telah meliputi secara global. Angka kejadian dan prevalensi gagal
ginjal terus menerus meningkat. Peningkatan jumlah penderita ini disertai dengan
semakin buruknya prognosis dan biaya perawatan yang cukup tinggi. Seiring
meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan penyakit komorbid lain seperti
stadium tertentu. Global Burden of Disease tahun 2010 menyebutkan bahwa CKD
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia pada tahun 1990. Hal ini
mengalami peningkatan menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010 (Widiani, 2020).
2
Secara global angka kejadian gagal ginjal kronis meningkat setiap tahunnya,
dimana angka kejadian CKD di seluruh dunia pada tahun 2010 berjumlah sekitar 2
juta orang dan yang melakukan hemodialisis serta trasnplantasi berjumlah 651 ribu
orang. Menurut Global Burden of Disease Study (2010), CKD menduduki peringkat
tersebut naik menjadi peringkat ke-18 pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2017). Hal
terakhir.
angka kejadian CKD di seluruh dunia mencapai 10% dari populasi, sementara itu
pasien CKD yang menjalani hemodialisis diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di
CKD menempati penyakit kronis dengan angka kematian tertinggi ke-20 di dunia
dan terus berkembang di Amerika Serikat. Gagal ginjal kronis menempati posisi
ke-9 dari 15 penyebab utama kematian yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun
2015 (Murphy, dkk, 2017). Data Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) tahun 2017 menyebutkan bahwa diperkirakan sebesar 15% orang dewasa di
Amerika Serikat memiliki gagal ginjal kronis yaitu sekitar 30 juta orang. Terapi
penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan untuk
bertahan hidup ketika ginjal berhenti bekerja. Berdasarkan USRDS (2017), tercatat
3
transplantasi ginjal.
meningkat 10% setiap tahunnya. Prevalensi CKD dipekirakan mencapai 400 per
1 juta penduduk dan prevalesi pasien CKD yang menjalani hemodialisis mencapai
15.424. Sampai dengan tahun 2016, sebanyak 15.424 orang penduduk Indonesia
ekonomi yang cukup baik pada beberapa tahun terakhir. Berdasarkan perkiraan
(WHO, 2012) angka harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun dan
pada tahun yang sama WHO memperkirakan angka kematian yang disebabkan
oleh penyakit kronis di Indonesia mencapai 54% dari seluruh penyebab kematian.
Salah satu penyakit kronis yang angka kejadiannya diperkirakan meningkat setiap
di Indonesia sekitar 1,5%. Dimana prevalensi dari kelompok umur usia lanjut (55
lainnya. Prevalensi kasus gagal ginjal kronis permil berdasarkan diagnosis dokter
pada semua umur penduduk di Provinsi Papua menempati urutan ke-33 yaitu
2020 pada bulan November menunjukkan jumlah kasus penyakit gagal ginjal
4
kronis yang dilakukan oleh pasien yang rutin melakukan hemodialisis sebanyak
256 pasien.
penderita CKD. Terapi hemodialisis adalah suatu tekhnologi tinggi sebagai terapi
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
ginjal menjalani proses hemodialisa 1-3 kali seminggu dan setiap kalinya
memerlukan waktu 2-5 jam, kegiatan ini akan berlangsung terus menerus
sepanjang hidupnya. Pengaturan pola makan atau diet pada penderita gagal ginjal
yang menjalani hemodialisa merupakan anjuran yang harus dipatuhi oleh setiap
Status hidrasi yang normal menjadi hal yang sangat penting bagi pasien
CKD. Status hidrasi yang melebihi ambang batas yang ditoleransi (overhidrasi)
akan membuat pasien jatuh pada kondisi yang tidak baik. Besarnya dampak yang
5
ditimbulkan dari adanya overhidrasi terhadap hidup pasien CKD membuat hal ini
harus ditangani dengan baik. Salah satu penatalaksanaan yang sering dilakukan di
rumah sakit untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan melakukan program
salah satunya adalah timbul rasa haus yang menyebabkan mulut pasien kering
karena produksi saliva yang berkurang (xerostomia), sehingga pasien akan minum
Hal ini dikarenakan dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama
tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan (Potter & Perry, 2008).
Pada pasien CKD apabila tidak melakukan pembatasan asupan cairan, maka
cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema disekitar
tubuh seperti tangan, kaki dan wajah. Penumpukkan cairan juga dapat terjadi
di rongga perut (acites). Kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat dan
Menurut Fransiska (2013) cara untuk mengatasi rasa haus terhadap pasien
batu, bilas mulut dengan obat kumur maupun air matang dan juga mengunyah
permen karet yang rendah gula. Beberapa penelitian serupa (Arfany, dkk., 2015)
mengunyah permen karet yang rendah gula dalam mengatasi rasa haus yang
6
cara untuk mengurangi rasa haus yang dapat dilakukan oleh penderita CKD. Salah
satunya adalah berkumur dengan air dingin yang dicampur dengan daun mint.
sehingga hal tersebut akan dapat menurunkan rasa haus yang muncul. Gerakan
berkumur juga akan membuat otot-otot bibir, lidah dan pipi berkontraksi.
saliva. Akumulasi saliva di mulut mencegah mulut dari kering dan haus karena
terpenuhi.
RSUD Jayapura merupakan salah satu rumah sakit rujukan terbesar di kota
Jayapura, Papua. Selain itu RSUD Jayapura mempunyai fasilitas unit hemodialisa,
dimana di unit hemodialisa memiliki daya tampung sebanyak 13 bed dan 13 mesin
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 dan 21 Januari 2020 kepada 5 pasien
Sebanyak 3 dari 5 pasien mengatakan bahwa ia tidak tahu cara untuk mengurangi
rasa haus yang sering timbul akibat program pembatasan intake cairan, sehingga
ketika rasa haus itu timbul tindakan yang dilakukan oleh pasien adalah ingin
minum dalam jumlah yang banyak. Pada saat pasien mengkonsumsi cairan yang
7
membuat berat badan pasien meningkat dan juga membuat pasien tersebut bisa
sesak nafas.
RSUD Jayapura.
melakukan analisa terhadap kasus kelolaan pada pasien CKD dengan intervensi
inovasi berkumur air matang dan menghisap es batu terhadap penurunan rasa
hemodialisis.
8
a. Bagi Pasien
salah satu tindakan alternatif untuk mengurangi rasa haus yang sering
b. Bagi Perawat
hemodialisis.
a. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
harus di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat
mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal
ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti
jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
2018)
sementara PGK stadium akhir yang disebut juga penyakit ginjal kronis
11
hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini baik pada stadium awal
lebih dari tiga bulan; berupa kelainan struktural atau fungsional; dengan atau
a. Kelainan patologis
atau urine
a. Anatomi Ginjal
peritonium di depan dua kosta terakhir dan tiga oto-otot besar tranversus
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Di sebelah posterior
dan ukuran tubuh. Sebanyak 95% orang dewasa memiliki jarak antara
katup ginjal antara 11-15 cm. Perbedaan panjang kedua ginjal lebih dari
Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta pinggir
konkaf karena adanya hilus. Terdapat beberapa struktur yang masuk atau
keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan
Bila ginjal kita iris memanjang, akan tampak bahwa ginjal terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (Korteks), Sumsum ginjal (medulla),
Dan zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk ke dalam sampai
bownman. Dari sini zat- zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang
dan fungsi yang sama. Nefron dibagi dalam dua jenis yaitu:
bagian luar dari korteks dengan lengkungan henle yang pendek dan
panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medulla, sebelum
a) Glomerulus
urea, dan zat–zat lain. Molekul besar dalam darah seperti sel darah
b) Kapsula Bowman
c) Tubulus
3 (tiga) bagian:
1) Tubulus Proksimal
Proksimal dilapisi oleh sel selapis kuboid dengan inti sel bulat,
2) Tubulus Henle
bagian, yaitu :
Klorida. Artinya pada saat urin melewati bagian ini air akan
Artinya pada saat urin melewati bagian ini air akan tetap
tertentu.
tersebut ke ureter. Urin dari ureter akan dibawa ke kandung kemih dan
b. Fisiologi Ginjal
sekitar 10 cm dengan berat kurang lebih 200 gram. Sebagai alat ekskresi,
yaitu:
1. Menyaring Darah
menghasilkan banyak zat sisa dan limbah serta racun atau toksin. Zat-
zat tersebutlah yang akan dikeluarkan oleh ginjal karena jika tidak maka
ini. Apabila seseorang tidak memiliki ginjal, maka orang tersebut akan
mati karena tubuhnya teracuni oleh kotoran yang dihasilkan oleh tubuh
menyaring sekitar 200 liter darah dan menghasilkan 2 liter zat-zat sisa
dan air per harinya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa Anda buang air kecil
2. Membentuk Urine
tepatnya di bagian nefron. Urine adalah salah satu hasil dari sistem
a) Filtrasi (Penyaringan)
protein dan sel darah tidak bisa masuk ke tubulus. Pada glomerulus
proses penyaringan.
garam, dan asam amino. Urin primer mengandung zat yang hampir
protein) dari urin primer juga hampir sama dengan cairan jaringan.
20
Kadar anion di dalam urin primer termasuk ion Cl- dan ion HCO3-,
asam amino.
bermanfaat bagi tubuh seperti glukosa, asam amino, ion- ion Na+,
K+, Ca, 2+, Cl-, HCO3-, dan HbO42-. Air akan diserap kembali
yang kadar ureanya lebih tinggi dari urine primer. Urine sekunder
c) Augmentasi (Pengumpulan)
Disini akan terjadi pengeluaran zat sisa oleh darah seperti H+, K+,
akan keluar menuju tubuh melalui uretra. Urine adalah hasil ekskresi
Kandungan utama urine adalah air, urea, dan amonia. Terdapat tiga
dalam darah. Jika kelebihan, maka darah akan mengencer dan sangat
asam dan basa dari cairan tubuh dengan cara mengeluarkan kelebihan
membuat semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh tetap berfungsi
lambat. Maka dari itu, ginjal menjadi penting karena berfungsi sebagai
garam anorganik, bakteri, dan juga obat-obatan. Jika zat tersebut tidak
tubuh kembali menuju darah. Zat tersebut berupa glukosa, garam, air,
agar tetap seimbang didalam tubuh. Tanpa adanya kontrol dari ginjal
maka tubuh akan menjadi kering karena kekurangan cairan darah atau
hormon penurun kadar gula dalam darah jika kadar gula dalam darah
dalam tubuh.
Etiologi dari CKD berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain.
primer (14%). Faktor risiko CKD terdiri dari diabetes mellitus, berusia ≥ 50
tahun dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit ginjal (Harrison, 2012).
Para peneliti di Amerika Serikat telah menemukan daftar delapan faktor risiko
untuk mendeteksi CKD. Delapan faktor tersebut meliputi usia tua, anemia,
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2010 didapatkan urutan etiologi terbanyak
penyakit gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes mellitus atau
dalam keluarga.
2.1.4 Patofisiologi
mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal
spesifik dan membentuk kompleks imun yang terdiri dari antigen, antibodi
26
oleh proses maladaptif berupa nekrosis nefron yang tersisa. Proses tersebut
Pasien yang mengalami CKD, terjadi peningkatan kadar air dan natrium
dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu
2.1.5 Pathway
jaringan parut
↓ perfusi ke ginjal Ginjal tidak mampu menyaring darah yang
terlalu banyak
Kerusakan ginjal
↓ GFR
PGK (CKD)
Loss Protein
↓ produksi sel darah merah
Menumpuknya toksik
↓ klirens ginjal metabolit (fosfat, hidrogen, ….( 1 )
Proteinuria masif
urea, amonia, kreatinin, dsb)
Anemia 1
Tertimbunnya produk
Hipoalbumin
hasil metabolisme
protein di dalam darah
Uremia PK: Anemia
↓ tekanan onkotik
Hipovolemi
Iritasi saraf perasa
Gangguan
Pruritus Kulit kering nyeri
keseimbangan asam
Aktivasi renin angio- tensin
basa
aldosteron … (2)
Digaruk
Iritasi lambung Nyeri Nyeri otot
2
Retensi Na & air kepala
1 2
Suplai O2 ke PK : hipertensi
jaringan ↓
Metabolisme basal
terganggu
↓ ATP untuk
beraktivitas
Intoleransi
aktivitas
30
basa dalam tubuh yang pada keadaan lanjut akan menyebabkan gangguan
Anemia normositik dan normokromik selalu terjadi, hal ini disebabkan karena
Klasifikasi CKD
Berdasarkan GFR Penjelasan GFR (mL/menit/1,73m2)
Stage
0 Memiliki faktor risiko ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal ≥ 90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan GFR Ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan GFR Sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan GFR Berat 15-29
5 Gagal ginjal ≤ 15
31
a. Radiologi
ginjal pada usia lanjut, diabetes mellitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, anatomi sistem
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim)
2.1.8 Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif
dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun. Tujuan
terapi konservatif:
dan hipotensi
4. Kendalikan hiperfosfatemia
b) Terapi hiperfosfatemia
b. Terapi Simtomatik
1. Asidosis metabolik
≤ atau sama dengan 7.35 atau serum bikarbonat ≤ atau sama dengan 20
mEq/L.
2. Anemia
b) Anemia hemolisis
peritoneal dialisis.
1) Hemosiderosis
3. Kelainan Kulit
tersebut diantaranya:
1) Bersifat subyektif.
P.O.
b) Easy Bruishing :
1) HD reguler
4) Hipertensi
36
c. Terapi pengganti
stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
2006).
1. Hemodialisa
toksik azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG).
medik CAPD, yaitu pasien anak- anak dan orang tua (umur lebih dari
dengan residual urin masih cukup dan pasien nefropati diabetik disertai
(mandiri) dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2008).
2.2.1 Definisi
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses
buangan. Hemodialisa digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal
elektrolit yang terjadi pada pasien CKD. Hal tersebut dikarenakan sistem
a. Akses Vaskuler
c. Difusi
e. Konveksi
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
f. Ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga
cairan dalam membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan
dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula
oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif menarik
tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari
dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu
2.2.4. Indikasi
pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
indikasi:
a. Hiperkalemia ≥ 17 mg/lt
d. Kadar ureum ≥ 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin ≥ 100 mg%
e. Kelebihan cairan
tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) ≥ 120 mg% atau ≥ 40 mmol per liter dan kreatinin ≥
10 mg% atau ≥ 90 mmol perliter. Indikasi elektif yaitu LFG antara 5 dan 8
2008).
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani
dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu
b. Penyakit Alzheimer’s
Penyakit Alzheimer adalah suatu kondisi dimana sel-sel saraf di otak mati,
43
c. Multi-infarct dementia
d. Sindrom Hepatorenal
Sindrom Hepatorenal adalah suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien
penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang
ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari
pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal. Pada ginjal terdapat
parut yang tidak berfungsi di sekeliling jaringan hati yang masih berfungsi.
f. Hipotensi
darah lebih rendah dari 90/60 mmHg atau tekanan darah cukup rendah
g. Penyakit terminal
hidup).
1. Persiapan Mesin
a. Listrik
c. Saluran pembuangan
e. Persiapan peralatan+obat-obatan
g. AV blood line
h. AV fistula/abocath
i. Infuse set
j. Spuit 50 cc dan 5 cc
k. Heparin
m. NaCl 0.9 %
n. Kain kasa
45
o. Duk steril
s. Klem
t. Plester
u. Desinfektan
w. Timbangan BB
x. Formulir hemodialisis
diatas
tempat khusus
8) Tutup semua klem yang ada pada selang ABL, VBL (untuk
obatan).
11) Udara yang ada dalam GB harus hilang (sampai bebas udara)
dimatikan
16) Ganti kolf NaCl dengan yang baru yang telah diberi heparin 500
(pasien)
1. Pasien
e) Anestesi lokal
k) Punksi outlet/vena
vena femoralis
p) Anestesi lokal
2. Memulai hemodialisis
c) Semua klem dibuka, kecuali klem infuse set 100 ml/m, sampai
f) Fiksasi ABL dan VBL (sehingga pasien tidak sulit untuk bergerak)
l) Ukur TD, nadi setiap 1 jam. Bila keadaan pasien tidak baik/lemah
m) Isi formulir HD antara lain: nama, umur, BB, TD, suhu, nadi, tipe
3. Mesin
c) Temperatur: 36-40 ˚C
d) TMP.UFR
e) Heparinisasi
49
1000 U/kg BB
h) Peralatan Qb dan Qd
i) Temperature
j) Koduktiviti
m) Heparinisasi
o) Sambungan-sambungan
a) Mengakhiri HD
Persiapan alat:
1) Kain kassa
3) Alkohol/betadine
4) Antibiotik
Langkah-langkah :
cc/m, UFR = 0
50
Qb dijalankan
diklem
8) Jarum outlet dicabut, bekas punksi inlet dan outlet ditekan dengan
inlet dan outlet dengan antibiotik powder, lalu tutup dengan kain
14) Sebelum ABL dan VBL dilepas dari kanula maka kanula arteri
15) Kanula arteri dan vena dibilas dengan NaCl yang diberi 2500 U-
3000 U heparin
18) Fiksasi
19) Pasang balutan dengan sedikit kanula bisa dilihat dari luar, untuk
sirkulasi dialisat.
melalui akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan
akses vena. Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi
darah ekstrakorporeal.
b. Dialiser
Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari
Standar tetap dari adekuasi hemodialisis adalah berdasarkan klirens urea dan
waktu dialisis. Standar tetap tersebut dapat diukur secara kuantitatif dengan
Keterangan:
V : volume cairan tubuh dalam liter (pria 65% berat badan, wanita 55% berat
badan)
Ln : Logaritma natural
2.3.1 Definisi
Haus adalah kata yang sering kita dengar sehari–hari. Beberapa literatur
memiliki definisi haus yang berbeda-beda. Berikut ini adalah definisi haus
a. Haus merupakan salah satu stimulus paling kuat yang terkait keinginan
(Kara, 2013).
salah satu faktor utama untuk menentukan asupan cairan (Potter & Perry,
2010).
sebagai perasaan sadar dan salah satu stimulus paling kuat yang terkait
keinginan akan cairan atau keinginan untuk minum sebagai akibat sensasi
selain itu haus merupakan pengaturan primer dan salah satu faktor utama
tubuh. Pusat rasa haus ada di hipotalamus. Beberapa stimulus memicu pusat
ini, termasuk volume vaskuler, tekanan osmotik cairan tubuh, dan angiotensin
(suatu hormon yang dilepaskan sebagai respon akibat penurunan aliran darah
Faktor yang dapat mempengaruhi rasa haus yaitu usia, jenis kelamin
a. Usia
cairan yang jauh lebih cepat daripada orang dewasa karena laju
Bayi lebih banyak kehilangan cairan lewat ginjal dibanding dengan orang
dewasa karena ginjal bayi yang belum matang kurang mampu untuk
yang tidak dirasakan karena bayi memiliki pernafasan yang cepat dan
dewasa.
seimbangan cairan dalam tubuh. Respon terhadap rasa haus sering kali
muncul pada lansia dapat turut andil pada gangguan kemampuan untuk
Faktor yang mempengaruhi rasa haus selain usia ada juga faktor
lebih tinggi dan memiliki massa otot yang lebih besar dibanding
mengandung lebih sedikit atau sama sekali tidak memiliki air dan jaringan
tanpa lemak memiliki kandungan air yang lebih tinggi. Pada individu
gemuk, kandungan cairan tubuh lebih sedikit sekitar 30% sampai 40% dari
lemak tubuh yang lebih tinggi dan cairan tubuh lebih sedikit dibandingkan
pria. Air menyusun sekitar 60% berat badan pada pria dewasa, namun
hanya 52% untuk wanita dewasa (Kozier, Glenora, Berman, & Snyder,
2011).
56
c. Suhu lingkungan
panas. Kehilangan ini akan lebih besar pada individu yang belum
beradaptasi dengan lingkungan. Garam dan air tubuh akan hilang melalui
keringat. Apabila hanya air yang digantikan, maka akan terjadi risiko
dan anoreksia. Efek yang lebih buruk akan terjadi jika air tidak segera
terjadi pada lansia dan orang sakit selama periode panas yang
berkepanjangan serta atlet dan para buruh apabila produksi panas mereka
d. Gaya hidup
glukosa darah dan kadar katekolamin serta produksi ADH, yang perannya
meningkatkan volume darah dalam tubuh. Faktor gaya hidup yang lain
dan suhu sedang yaitu sekitar 1500 ml cairan per hari tetapi kebutuhan asupan
cairan orang dewasa adalah 2500 ml per hari, untuk memenuhinya maka
makanan cukup besar yaitu sekitar 750 ml per hari. Kandungan air dalam
sayuran segar 90%, buah-buahan segar 85% dan daging tanpa lemak 60%.
Salah satu faktor yang mempengaruhi asupan cairan adalah rasa haus. Pusat
penurunan aliran darah ke ginjal) adalah stimulus yang dapat memicu pusat
ginjal juga akan terjadi. Renin akan memecah angiotensin plasma menjadi
timbul rasa haus (Ward, Clarke, & Linden, 2009; Slone, 2014).
untuk peningkatan asupan cairan per oral. Hipotalamus juga dapat distimulus
mengalami muntah dan perdarahan yang berlebihan (Potter & Perry, 2010).
Rasa haus normalnya segera hilang dengan cara minum air, bahkan
sebelum cairan itu diserap saluran cerna. Orang yang mempunyai fistula
esophagus (suatu keadaan dimana air keluar dari esophagus dan tidak pernah
59
tepat masuk saluran cerna karena bocor) juga mengalami pengurangan rasa
haus setelah minum namun pengurangan rasa haus ini hanya berlangsung
selama 15 menit atau lebih. Bila air benar-benar masuk lambung, peregangan
lambung dan bagian lain saluran cerna bagian atas akan mengurangi rasa haus
lebih lama untuk sementara waktu sekitar 5-30 menit. Mekanisme ini terjadi
untuk melindungi individu agar tidak meminum air terlalu banyak, karena
menit hingga 1 jam (Guyton, 2012; Kozier, Glenora, Berman, & Snyder,
2011).
2.4 Inovasi Terapi Manajemen Haus: Berkumur Air Matang dan Mengulum Es
Batu
Rasa haus merupakan salah satu stimulus paling kuat terhadap keinginan
(Kara, 2013). Rasa haus normalnya segera hilang dengan cara minum air namun
pada pasien PGK harus membatasi asupan cairan agar tidak terjadi over hidrasi
(Kozier, Glenora, Berman, & Snyder, 2011; Suyatni, Armiyati, & Mustofa,
2016).
over hidrasi karena pasien PGK mengalami penurunan fungsi ginjal, bila hal ini
tidak dicegah maka akan terjadi komplikasi serta menurunkan kualitas hidup
memerlukan manajemen rasa haus yang dapat mengurangi sensasi rasa haus dan
tidak meminum air telalu banyak (Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016; Kozier,
Glenora, Berman, & Snyder, 2011). Strategi untuk membatasi asupan cairan
yang masuk dalam tubuh untuk mencapai keseimbangan cairan tubuh dapat
grapes atau buah yang dibekukan (Solomon, 2006 dalam Suyatni, Armiyati, &
Mustofa, 2016).
61
manajemen rasa haus pada pasien PGK. Penelitian yang dilakukan Arfany,
batu selama 5 menit akan dapat menurunkan rasa haus pasien PGK. Dia
batu akan mencair. Es batu yang telah mencair tersebut menurutnya akan
berkurang.
rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik karena kandungan air di
dalam es batu memberikan rasa dingin di mulut dan air yang mencair di
dalam mulut juga dapat mengurangi rasa haus yang timbul. Potongan
haus pasien pada periode pemulihan di Recovery Room (RR). Dia juga
haus. Jumlah es yang dikulum pada manajemen rasa haus tetap harus
62
2013).
pemberian fruit frozen terhadap penurunan keluhan rasa haus dan mulut
karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus
permen karet rendah gula dengan p value 0,000 (Arfany, Armiyati dan
Kusumo, 2015).
secara berulang dengan kuat dan menjangkau bagian lingual, bukal, dan
berkumur menggunakan obat kumur rasa mint dapat mengurangi rasa haus
segar masih ada ketika obat kumur sudah tidak berada dalam mulut. Selain
sehingga rasa haus berkurang (Ardiyanti, Armiyati, & Arif, 2015; Suyatni,
2017).
berbagai metode rasa haus dapat menjadi alternatif pilihan intervensi yang
lama menahan rasa haus pada “manajemen rasa haus” mengulum es batu,
berkumur air matang dan berkumur dengan obat kumur. Penelitian ini
dengan CKD ini dilakukan setelah calon responden yang terpilih setuju.
Scale (VAS) untuk mengukur rasa haus, skala pengukuran berada dalam
64
rentang 0-10. Nilai 0 digunakan untuk kategori “tidak haus”, dan nilai 10
ukur dengan menghitung lama waktu pasien menahan rasa haus setelah
stopwatch setelah itu air bekas kumuran dibuang pada gelas yang sudah di
siapkan untuk memastikan volume air yang keluar tidak kurang dari 25 ml.
Lama waktu menahan rasa haus di ukur dengan menanyakan lama pasien
menahan rasa haus dari waktu awal setelah selesai perlakuan sampai mulai
rasa haus. Beberapa instrument untuk mengukur rasa haus adalah sebagai
berikut:
Instrument trirst distress scale (TDS) sudah dilakukan uji validitas dan
No Item
1 Rasa haus saya menyebabkan saya merasa tidak nyaman
2 Rasa haus saya membuat saya minum sangat banyak
3 Saya sangat tidak nyaman ketika saya haus
4 Mulut saya terasa sangat kering ketika saya haus
5 Saliva saya sangat sedikit ketika saya haus
6 Ketika saya kurang minum, saya akan sangat kehausan
Sumber : Kara (2013)
Instrument visual analogy scale (VAS) (garis 0-10 cm pada ujung kiri
tidak haus dan ujung kanan haus berat) telah digunakan oleh beberapa peneliti
Kategori skor VAS meliputi 0 tidak haus, 1-3 haus ringan, 4-6 haus sedang,
7-10 haus berat (Kara, 2013; Stafford, Deborah, O' Dea, & Norman, 2012).
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Haus Haus Berat
Gambar 2.4 Visual Analog Scale of Thirsty
Sumber : Stafford, Deborah, O' Dea, & Norman (2012)
66
Instrumen ini dapat dipakai untuk mengukur rasa haus pasien sebelum
dan setelah menjalani terapi hemodialisis. DTI adalah sebuah kuesioner yang
sudah divalidasi dimana di dalamnya terdiri dari 5 item, yang mana setiap
item mempunyai 5 poin yang berasal dari skala Likert (tidak pernah = 1
sampai sangat sering = 5). Respon dari kelima item kemudian dijumlahkan,
dengan tipe 1 tidak sampai 5 sangat sering, untuk jawaban tidak pernah dan
hampir tidak pernah dikategorikan tidak ada haus, kadang-kadang dan sangat
sering dikategorikan ada haus (Said & Mohammed dalam Wardana, 2018).
2.5.1 Pengkajian
(anonim), usia, jenis kelamin, agama, alamat, pekerjaan dan diagnosa medis.
67
a. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
nafas berbau (ureum) dan gatal pada kulit. Pada kasus CKD dapat
terjadi pada segala usia dan jenis kelamin (tidak ada perbandingan
2. Riwayat Penyakit
keluhan yang pasien rasakan saat ini, seperti berapa lama keluhan
b. Primary Survey
1. Airway
2. Breathing
Observasi apakah pasien terlihat sesak nafas dan cepat kelelahan, nafas
berbau amoniak.
3. Circulation
Dilihat tekanan darah pasien apakah meningkat atau tidak, nadi yang
c. Secondary Survey
1. Brain
2. Breathing
hidung.
3. Blood
4. Bladder
5. Bowel
mual/muntah.
6. Bone
kontrol tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada 28 mulut
dehidrasi.
3. Pola eliminasi
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
e. Pengkajian Fisik
1. Keluhan umum:
serta haus.
2. Tingkat kesadaran
sudah ada sejak tahun 1974. Metode ini diperkenalkan oleh Graham
tiga aspek yaitu mata, respons verbal, dan gerakan tubuh. Tingkat
karena uremia, elektrolit Kalium serum > 6 mEq/L, Ureum darah >
3. Tanda vital
4. Head to toe
berikut:
a) Kepala
edema periorbital
serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
(purpura), edema.
f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
73
protein, antibody.
2. Pemeriksaan EKG
(hiperkalemia, hipokalsemia).
3. Ultrasonografi (USG)
adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau
ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal, apakah ada batu atau obstruksi
74
lain.
Pada CKD yang berlanjut tidak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tidak
penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes
jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang
menurun.
g. Penatalaksanaan Medis
adalah:
transplantasi ginjal.
Bulechek, 2013:
(hipertensi/diabetes mellitus)
kebutuhan oksigen
76
CKD
Over
dengan Rasa haus
cairan
HD
Variabel confounding
Skema 2.3 Kerangka Konsep
81
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hasil
pengamatan tentang data umum pasien dan tentang gambaran lokasi umum praktik
dilakukan pada tanggal 27 dan 30 Januari 2020 dengan jumlah sampel sebanyak 1
pasien. Adapun hasil tinjauan dari kasus kelolaan tersebut diuraikan sebagai berikut:
Utara, Kota Jayapura - Papua. RSUD Jayapura merupakan salah satu dari 3
rumah Sakit rujukan milik Pemerintah Provinsi Papua dan merupakan Rumah
Diresmikan sebagai Rumah Sakit dengan nama RSUD Dok II pada tanggal 3
Juni 1959, dibangun tahun 1958 pada masa perang Pasifik. Fasilitas yang
tersedia di RSUD Jayapura ini antara lain Instalasi rawat jalan, instalasi farmasi,
ruang rawat inap, fisioterapi, dan IGD 24 Jam. Untuk fasilitas rawat jalan terdiri
dari poliklinik, medical check up, dan resume medis. Fasilitas pemeriksaan
hemodialisa, CT-scan, OK sentral, Laundry, Farmasi, gizi. Untuk unit rawat inap
terdapat beberapa ruangan yaitu Ruang Bedah Pria, Ruang Bedah Wanita, Ruang
Orthopedia, Ruang Penyakit Dalam Pria, Ruang Penyakit Dalam Wanita, Ruang
82
HCU, ESWL Center, dan sedang dibangun Ruang Perawatan Penyakit Jantung.
yang ditangani di ruang hemodialisa ini meliputi kasus gagal ginjal kronik,
sebelah barat terdapat ruang Radiologi, sebelah utara terdapat Instalasi Gawat
Darurat dan sebelah Timur terdapat halaman parker pengunjung Rumah Sakit
kapasitas 13 tempat tidur dengan 1 kamar mandi disetiap kamar tidur, 1 ruang
3.2 Pengkajian
NIM : 2019086026040
Nama : Tn. JK
Umur : 49 tahun
Kabupaten Jayapura
Definisi :
2020).
a Keluhan Utama
Klien mengatakan kedua kaki bengkak, terutama saat klien tidak banyak
hijau berkuah. Klien seringkali merasa haus dan biasanya minum air putih
3-4 gelas perhari (+/- 600 cc) dan biasa minum teh manis saat pagi dan sore
hari (2 gelas atau +/- 200 cc). Klien mengatakan bahwa berat badan pada
tahun 2017 atau sekitar 2,5 tahun. Hemodialisa yang rutin dilakukan klien
adalah 2x selama satu minggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Awal
85
penyakit batu ginjal akibat kebiasaan lama klien yang sering meminum
memang batu ginjal keluar semua melalui urine selama 1 bulan. Namun
keluhan semakin diperparah karena akibat batu ginjal yang ada dalam
saluran kemih dan ginjal klien, telah merusak fungsi ginjal klien sehingga
keluarga klien tidak ada yang memiliki Riwayat batu ginjal, baik dari
3.2.3 Genogram
Generasi 1
Tn. DK Ny. SS
Generasi 2
Ny. AK Ny. CK Tn. JSK
Generasi 3
Tn. AK Ny. PK Tn. TK Ny. CK Ny. T Tn.S
Tn. JK Ny. E
Generasi 4
An. AK
Tn.YK Nn.MK An. AK
Keterangan :
: Perempuan
a. Primary survey
1) Airway
Saat pengkajian tidak ada sumbatan di jalan napas klien, klien tidak
2) Breathing
3) Circulation
4) Fluid
b. Secondary survey
1) Brain
2) Blood
cepat dangkal dan reguler, akral teraba hangat, CRT <2 detik saat
3) Bladder
4) Bowel
Saat pengkajian klien tidak ada distensi abdomen, bising usus 7-12
x/menit.
5) Bone
5 5
5 5
Kaki klien tampak edema khususnya pada bagian punggung kaki kiri
maupun kanan, CRT < 2 detik. Klien mengatakan dapat berjalan secara
Ketika klien sakit, sebagian aktivitas pasien yang dirasa cukup berat bagi
klien dibantu oleh keluarga, namun ADL pasien masih dapat dilakukan
89
secara mandiri.
c. Pola eliminasi
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu alat
4 : tergantung total
tempat baik.
1) Sebelum sakit
tubuhnya
2) Saat sakit
dideritanya sekarang
oleh keluarga.
92
h. Pola peran-hubungan
orang putra dan 1 orang putri. Tn. JK sebagai kepala rumah tangga. Istri
yang dirasa cukup berat bagi Tn. JK. Dalam satu rumah terdapat 5 orang
termasuk klien.
i. Pola seksualitas-reproduktif
istri klien.
Klien hanya mengeluh saat ini kondisinya belum stabil seperti saat
sebelum sakit, masih sering drop dan tidak bisa melakukan aktivitas
mengatasi penyakitnya.
k. Pola nilai-keyakinan
2) Saat sakit: klien semenjak sakit tidak aktif mengikuti ibadah dan
kesembuhannya.
c. Tanda-tanda vital:
Nadi : 88 x/i
Respirasi : 26 x/i
d. BB Kering: 82 kg
BB Pre HD: 85 kg
BB Post HD: 83 kg
Kenaikan BB klien: 3 kg
f. Pemeriksaaan Kepala
kelainan.
g. Pemeriksaan Mata
nyeri tekan.
h. Pemeriksaan Telinga
pendengaran baik.
i. Pemeriksaan Hidung
j. Pemeriksaan Mulut
k. Pemeriksaan Leher
l. Pemeriksaan Thorax
BB Kering: 82kg
BB Pre HD: 85 kg
TB: 172 Cm
BAB 1x/hari konsistensi lunak, diet lunak, jenis diet : Diet rendah
porsi .
dan lien.
97
Memori: Panjang
Refleks Fisiologis:
1) Patella: 2
2) Achilles: 2
3) Bisep: 2
4) Trisep: 2
5) Brankioradialis: 2
dan alkohol
tekanan
Warna: Kuning
kemih
RL +3 dan LL +3)
99
r. Kemanan Lingkungan
Total skor penilaian risiko pasien jatuh dengan skala morse adalah 40
(resiko sedang)
s. Pengkajian Psikososial
saat interaksi. Pasien tidak mengalami ganguan konsep diri dilihat dari
citra tubuh persepsi pasien terhadap kondisi kakinya tidak jadi masalah
pasien hanya harus mengikuti anjuran dari dokter dan perawat dan pasien
t. Pengkajian Spiritual
Kebiasaan beribadah :
u. Personal Hygiene
v. Balance Cairan
Tabel 3.1
Balance cairan per hari perawatan Tn. JK
Di Ruang Hemodialisa RSUD Jayapura – Papua
Intake/ Output/
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
24 jam 24 jam
Minum 600 cc BAK (Urine) 150 cc
peroral
w. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 3.2
Pemeriksaan Penunjang Pada pasien Tn. JK
di Ruang Hemodialisa RSUD Jayapura
Tanggal 27 Januari 2020
Jenis
Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
Hemoglobin 9,0 g/dl 14,0 – 18,0 g/dl
Hematokrit 28.1 % 37,0 – 54,0 %
Albumin 3,2 g/dl 3,5 – 5,5 g/dl
Ureum 132,7 mg/dl 19,3 – 49,2 mg/dl
Kreatinin 14,1 mg/dl 0,7 – 1,3 mg/dl
102
lantai)
BB Kering: 82 kg
BB Pre HD: 85 kg
BB Post HD: 83 kg
DO (Klien tampak) :
Trauma jaringan
Inflamasi /
peradangan
105
Rangsangan
terhadap mediator
nyeri
Persepsi nyeri
Nyeri akut
dan struktur
(E4M5V6)
(selama dialisis)
Inflamasi /
peradangan
Tindakan invasive
106
Penggunaan
heparin di atas
dosis normal
Perlambatan
pembekuan darah
Risiko perdarahan
107
saat klien duduk terlalu lama dengan ada dispneu selanjutnya Jam 08.45 WIT :
O (Klien tampak) :
posisi kaki tergantung ke bawah (ke c. Memelihara tekanan 2. Timbang berat 2. Penimbangan TD: 190/115
Edema di kaki masih
lantai) vena sentral ditandai badan berat badan mmHg N: 76 x/m
ada
dengan frekuensi nadi adalah sebagai Jam 09.45 WIT :
- Klien biasanya minum air putih Pitting edema masih
dalam ambang batas pengawasan TD: 180/110
3 – 4 gelas per hari (600-800 ml) >2 detik
normal (60-100 x/menit) status cairan mmHg N: 84 x/m
dan kadang minum teh manis 2 TTV Post
dan vital sign dalam terbaik. Jam 10.45 WIT :
108
gelas per hari (400ml) batas normal. Peningkatan TD: 170/110 Hemodialisa :
- Klien mengatakan setiap d. Terbebas dari kelelahan BB spontan mmHg N: 92 x/m TD : 180/100 mmHg
berkemih volumenya <1 gelas dan kecemasan mengindikasik Jam 11.45 WIT : N : 88 x/i
(<100 ml) an adanya TD: 180/100 SB : 35,8 oC
DO (Klien tampak) : 3. Kaji lokasi dan 3. Edema terjadi 2. Menimbang berat volume cairan belum
luas edema pada jaringan badan klien teratasi
- Kesadaran : Compos Mentis
yang Respon: BB pre
(E4M5V6)
tergantung hemodialisa: 85 P:
- Edema pada ekstremitas bagian
pada tubuh, kg Lanjutkan intervensi
bawah
biasanya pada BB post nomor 2, 4, 5
- TTV saat pengkajian :
tangan dan hemodialisa 83 kg
TD : 203/110 mmHg
kaki.
N. : 88 x/i
4. Rencanakan 4. Pembatasan Jam 07.15 WIT
SB : 35,6oC
pembatasan cairan efektif 3. Mengkaji lokasi
R : 26 x/i
cairan dalam dan luas edema
- TTV setelah selesai
menghindari Respon: Lokasi
hemodialisa:
akibat edema pada kaki
TD : 180/100 mmHg
kelebihan kiri/kanan
N. : 76 x/i
volume cairan khususnya pada
SB : 35,8oC
109
meminum air
putih matang saja
sebanyak 600
ml/hari
2 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan 1. Gunakan teknik 1. Komunikasi Jam 08.35 WIT Jam 12.30 WIT
peningkatan kontraksi uretral dan keperawatan selama 1x5 jam, komunikasi terapeutik 1. Menggunakan S (Klien mengatakan) :
trauma jaringan, ditandai dengan: nyeri akut yang dialami klien terapeutik meningkatkan teknik komunikasi - Merasa sedikit lebih
DS (Klien mengatakan): dapat berkurang bahkan untuk hubungan terapeutik untuk nyaman
- Nyeri saat berkemih hilang, dengan kriteria hasil: mengetahui saling percaya mengetahui - Nyeri berkurang
- Klien mengatakan sesekali kencing a. Klien mampu pengalaman klien dan pengalaman nyeri setelah diberikan
bercampur darah mengontrol nyeri (tahu nyeri memudahkan Respon : pijatan / massage
penyebab nyeri, mampu serta Klien bersedia O (Klien tampak) :
- Klien mengatakan BAK 5-6
menggunakan Teknik meningkatkan kooperatif dan
kali/hari - Menunjukkan hasil
non farmakologi untuk klien untuk mengatakan nyeri
- Klien mengatakan setiap berkemih pemeriksaan nyeri :
mengurangi nyeri) kooperatif di bagian
volumenya +/- <1 gelas (100 ml) P : Batu ginjal
b. Melaporkan bahwa nyeri 2. Evaluasi 2. Membantu kemihnya muncul
DO (Klien tampak) : Q : Hilang dan timbul
berkurang dengan pengalaman mengevaluasi saat BAK, kadang
- Pengkajian nyeri PQRST saat BAK
menggunkan manajemen nyeri masa penyebab dan disertai darah
P: Nyeri karena nefrolitiasis R : Pada saluran
nyeri lampau faktor yang
Q: Kualitas nyeri hilang timbul kencing hingga ujung
c. Menyatakan rasa nyaman meningkatkan Jam 08.45 WIT
R: Saluran kencing dan penis
setelah nyeri berkurang nyeri 2. Mengevaluasi
genetalia klien S : Skala nyeri yang
3. Jelaskan 3. Mewaspadaka pengalaman nyeri
S: Skala 5 (dari rentang skala 1- dirasakan klien pada
penyebab nyeri n klien akan masa lampau
10) skala 4 dari rentang
dan pentingnya kemungkinan Respon :
T: Saat klien berkemih / BAK skala 1-10)
penanganan terjadinya Klien mengatakan
T : Pada saat berkemih
- TTV saat pengkajian : terhadap komplikasi dan nyeri ini muncul
A : Masalah nyeri akut
TD : 203/110 mmHg
112
N. : 88 x/i kejadian nyeri nyeri yang sejak awal klien belum teratasi
SB : 35,6 oC lebih berat didiagnosis batu
R : 26 x/i 4. Ajarkan tentang 4. Menghilangka ginjal pada bulan P : Lanjutkan intervensi
teknik non n ketegangan September 2017 nomor 4,5,6
farmakologi otot dan lalu, untuk
penanganan membantu mengurangi nyeri
nyeri dengan dalam relaksasi yang dirasakan,
teknik distraksi, otot klien biasanya
relaksasi duduk sejenak dan
5. Berikan 5. Meningkatkan Tarik nafas dalam
Tindakan relaksasi, kemudian
nyaman, contoh menurunkan menghembuskann
pijatan ketegangan ya lewat mulut
punggung dan otot dan
tingkatkan meningkatkan Jam 08.55 WIT
istirahat koping 3. Menjelasan
6. Monitor tanda- 6. Ambang respon penyebab
tanda vital klien normal tanda nyeri dan
vital pentingnya
menunjukkan penanganan nyeri.
keberhasilan Respon :
tindakan Klien tampak
113
5. Memberikan
tindakan nyaman
dengan pijatan
punggung
Respon :
Klien mengatakan
merasa lebih
nyaman (post
BAK) dan
berpamitan pulang
3 Risiko perdarahan berhubungan Setelah dilakukan Tindakan 1. Monitor tanda 1. Penurunan Jam 10.15 WIT Jam 12.35 WIT
dengan trauma, trombositopenia, keperawatan selama 1x5 jam, penurunan trombosit 1. Memonitor S (Klien mengatakan)
ditandai dengan: risiko perdarahan klien dapat trombosit merupakan tanda-tanda Masih lemas dan
DS (Klien mengatakan) teratasi dengan kriteria hasil: disertai gejala tanda penurunan mengantuk
- Klien mengatakan sesekali kencing a. Tidak ada hematuria klinis kebocoran trombosit disertai Setelah kencing
bercampur darah b. Tekanan darah dalam pembuluh gejala klinis mengatakan warna urine
ambang batas normal darah Respon : kemerahan
DO (Klien tampak) c. Tidak ada distensi 2. Anjurkan 2. Aktivitas Hasil pemeriksaan O (Klien tampak)
- Kesadaran : CM (E4M5V6) abdominal pasien untuk pasien yang trombosit 115.000 Anemis
d. Hemoglobin dalam batas banyak istirahat tidak terkontrol mcL, klien tampak Sediaan heparin yang
- Penggunaan heparin yang
normal (Bed Rest) dapat anemis digunakan 5000 mg
diindikasikan 5000-6000 mg
menyebabkan Pemeriksaan TTV :
(selama dialisis)
20
risiko Jam 10. WIT TD : 180/100 mmHg
- Pemeriksaan TTV :
perdarahan 2. Menganjurkan N : 88 x/i
TD : 203/110 mmHg
3. Awasi adanya 3. Peningkatan pasien untuk SB : 35,8 oC
N. : 88 x/i
perubahan nadi dengan banyak istirahat R : 24 x/i
SB : 35,6oC
tanda-tanda penurunan Respon : Trombosit : 115.000
R : 26 x/i
vital secara tekanan darah Klien tampak Hb : 11,7
mendadak dapat mengantuk berat A:
menunjukkan Masalah belum teratasi
kehilangan P:
volume darah Lanjutkan intervensi
116
Hari / Nomor
Implementasi Evaluasi
Tanggal Diagnosis
Senin, 1 Jam 09.45 WIT Jam 12.20 WIT
27 Januari 1. Mengobservasi status hemodinamik dan dialisis S (Klien mengatakan) :
2020 Respon : - Badan lebih segar
TD : 180/110 mmHg - Sedikit merasakan lemas
N : 92 x/i
- Masih sering merasakan haus
SB :35,6 oC
O (Klien tampak) :
R :22 x/i
- Edema di kaki masih ada
Qb : 250
- Pitting edema masih > 2 detik
Qd : 500
- TTV Post Hemodialisa :
V/APressure : 114/124
TD : 180/100 mmHg
TMP : 175
N : 88 x/i
UFrate : 1103
SB :35,8 oC
UFremoved : 175
R :24 x/i
BB Post HD : 83 kg
Jam 10.45 WIT
A:
2. Mengobservasi status hemodinamik dan dialisis
Masalah kelebihan volume cairan
Respon :
belum teratasi
TD : 170/100 mmHg
P : Lanjutkan intervensi :
N : 88 x/i
SB :36,2 oC - Rencanakan pembatasan cairan
R :24 x/i - Siapkan untuk kembali dialisis
Qb : 250 sesuai indikasi
Qd : 500
V/APressure : 116/118
TMP : 176
UFrate : 1102
UFremoved : 3151
BAB IV
ANALISA SITUASI
masyarakat.
terjangkau.
dan akuntabel.
4.1.5 Terciptanya rumah sakit dengan medical tourism di kawasan Asia Pasifik.
4.1.6 Terselenggaranya tata kelola rumah sakit berbasis peningkatan mutu dan
123
keselamatan pasien.
Motto dari RSUD Jayapura yaitu keselamatan pasien adalah prioritas kami.
Sedangkan nilai dasar yang diterapkan di RSUD Jayapura adalah panutan, ramah,
inovasi, melayani, dan aman. Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura selalu
perbaikan ataupun kekurangan, baik dalam hal fasilitas maupun sumber daya
manusia, sehingga pelayanan yang baik dapat dirasakan oleh masyarakat. Hal ini
juga terkait dengan pelayanan di instalasi atau unit lain seperti unit hemodialisa
rumah sakit lain. Ruangan HD memiliki fasilitas 13 tempat tidur dan 13 mesin
hemodialisis. Pada saat ini jumlah pasien pada bulan Desember 2020 yang rutin
pelaksanaan, yaitu pada hari senin dan kamis pada pagi, siang dan sore.
Sedangkan pada hari selasa dan jum'at pada pagi dan siang hari, dan hari sabtu
hanya pada pagi hari saja. Jadwal hemodialisa diatur dua kali dalam satu minggu
terdiri dari 3 waktu yaitu jadwal senin dan kamis, selasa dan jum’at, rabu dan
sabtu. Pelaksanaan hemodialisa di pagi hari dimulai dari jam 06.00-11.00 WIT,
siang pada pukul 11.00-17.00 WIT dan sore pada pukul 17:00-22:00 WIT.
Waktu kerja karyawan di Ruang Hemodialisa diatur dalam tiga shift yakni pagi,
penanggung jawab, Kepala Ruangan (Ns. Teddy Wopari, S.Kep), 9 perawat yang
atau tindakan hemodialisa, ruang istirahat, ruang dokter penanggung jawab, ruang
administrasi, ruang re-use dan bilas, 1 gudang alat kesehatan dan satu gudang
BHP (Bahan Habis Pakai), 3 toilet (2 toilet untuk karyawan dan 1 toilet pasien dan
Kasus kelolaan utama dalam karya akhir ilmiah Ners ini adalah pasien
dengan Chronic Kidney Desease (CKD) stage V. Perjalan penyakit dari PGK
yaitu berlanjut menjadi gagal ginjal terminal atau end stage renal disease. Pada
tubuh. Hal ini menyebabkan perlunya penanganan lebih lanjut. Hal yang
diperlukan dapat berupa tindakan dialisis atau pencangkokan ginjal. Gagal ginjal
kronik ditentukan berdasarkan dua kriteria. Pertama yaitu kerusakan ginjal yang
terjadi lebih dari tiga bulan. Hal ini dapat disertai kelainan struktural maupun
fungsional dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang
bermanifestasi adanya kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan pada ginjal
yang berupa kelainan pada komposisi darah, urin atau kelainan pada tes
125
pencitraan ( imaging test). Kedua yaitu LFG kurang dari 60 ml/ menit/1,73 m2
(Widiani 2020).
tahun 2017 dan menjalankan hemodialisis secara rutin sampai saat ini. Riwayat
hipertensi tidak terkontrol sejak 7 tahun yang lalu dengan tekanan darah tertinggi
saluran kemih, riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal, dan riwayat
merokok disangkal serta riwayat minum alkohol. Informasi dari catatan medis
klien diperoleh penyebab utama keadaan yang dialami pasien saat ini adalah
hipertensi sejak tiga tahun yang lalu dan didapatkan batu pada ginjal kanan. Kedua
keadaan tersebut termasuk faktor resiko terjadinya penyakit ginjal kronik. Adapun
secara lama pada arteriol dan glomeruli pada pembuluh darah glomeruli. Hal ini
dari berkurangnya jumlah nefron yaitu dengan peningkatan aliran darah. Hal ini
urine di dalam nefron yang tidak mengalami kerusakan. Namun proses ini akan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada nefron yang ada. Lesi-lesi sklerotik
ini mengakibatkan penurunan fungsi ginjal lebih lanjut, dan akan membentuk
lingkaran setan dan berakhir sebagai penyakit gagal ginjal kronik (Kadir, 2018).
beberapa hal, tetapi sebenarnya peningkatan ini terjadi akibat 2 parameter yang
meningkat yaitu peningkatan tahanan perifer total tubuh dan peningkatan cardiac
sekitar 5 %, jauh lebih sedikit dibanding dengan hipertensi primer. Tetapi kejadian
hipertensi renal yang terjadi dapat merupakan komplikasi dari hipertensi primer.
Hipertensi primer yang menetap dan tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan
ginjal dan kemudian kerusakan ginjal dapat menyebakan hipertensi menjadi lebih
resistensi peredaran darah ke ginjal dan penurunan fungsi kapiler glomerulus akan
menyebabkan terjadinya hipertensi, dan apabila penyakit ginjal tidak diobati maka
2018).
penyebab CKD karena hipertensi merupakan salah satu faktor inisiasi yang
mengawali kerusakan ginjal dan juga sebagai faktor progresif yang dapat
merupakan salah satu faktor risiko gagal ginjal. Oleh sebab itu, pengontrolan
tekanan darah pada pasein penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani
dalam Chbanian untuk semua usia pasien CKD dengan atau tanpa diabetes
diharapkan tekanan darah sistolik < 150 mmHg dan diastolik < 90 mmHg (Kadir,
2018).
Obstruksi atau batu saluran kemih (batu ginjal) dapat menyebabkan gagal
ginjal. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan intratubular, selain itu
berujung pada iskemik ginjal. Dalam jangka waktu yang berkepanjangan, hal ini
(Widiani, 2020).
128
saluran kemih. Pada pasien didapatkan faktor intrinsik yang meliputi umur
(umumnya terjadi pada usia 30-60 tahun), jenis kelamin (laki-laki tiga kali lebih
tinggi dari pada perempuan). Sedangkan faktor ekstrinsik pada pasien meliputi
asupan air (kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
Fungsi utama ginjal adalah mengekskresi bahan limbah dari darah dalam
Urine terbentuk melalui 3 proses utama yaitu filtrasi yang berlaku pada bagian
disalurkan ke ureter. Secara ringkas fungsi ginjal dapat dibagikan kepada dua
yaitu fungsi ekskresi dan fungsi non ekskresi. Fungsi ekskresinya ialah
menyaring limbah dari darah yaitu melalui urine. Seterusnya ginjal juga
regulating water fluid level dalam tubuh kita. Ginjal mengatur level ini dengan
aldostrone. Ginjal juga menjaga keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
dikontrol oleh kompleks sistem buffer. Selain itu, ginjal juga mempertahankan
ginjal) dengan retensi air, Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi
129
uretral dan trauma jaringan, dan Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma,
trombositopenia.
(gagal ginjal) dengan retensi air dijadikan sebagai prioritas masalah yang
ginjal kronik harus dibatasi dan dipatuhi. Parameter yang efektif agar bisa
terkontrol dengan berat badan pasien itu sendiri. Jika pasien mengalami
dan juga membuat edema pada tubuh. Aturan yang dipakai untuk
pengaturan yang harus dijaga dan dipatuhi, karena pada pasien CKD sering
cairan pasien dengan berat badan kering 82 kg adalah sebesar 2740 ml/hari.
Sedangkan kebutuhan cairan pasien dalam 24 jam hanya ≤ 700 ml. Hasil
peningkatan. Dimana berat badan pasien naik ≥ 3 kg serta lingkar perut 106
cm. Asupan cairan pada gagal ginjal kronik juga membutuhkan regulasi
130
ginjal. Aturan untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam
mulutnya yang terasa kering dan juga tidak bisa menahan rasa haus yang
menyebabkan pasien minum yang berlebihan. kondisi ini terjadi akibat dari
cairan dan natrium. Retensi cairan dan natrium terjadi karena ginjal tidak
GGK tahap akhir. Respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi, sehingga natrium dan cairan
tertahan di dalam tubuh (Ferrario, at al, 2014; LeMone, Burke, & Bauldoff,
2011; Shantier & O’Neil, 2010; Smeltzer & Bare dalam Arif Rahman,
2014).
kelebihan cairan seperti asites dan efusi pleura menunjukkan jumlah yang
dilakukan penarikan cairan sampai tercapai berat badan kering, yaitu berat
badan dimana sudah tidak ada cairan berlebihan dalam tubuh. Kelebihan
2018).
karena berkurangnya tekanan osmotik plasma dan retensi natrium dan air.
Akibat peranan dari gravitasi, cairan yang berlebih tersebut akan lebih
perifer akan lebih cepat terjadi dibanding gejala kelebihan cairan lainnya.
Karena hal tersebut kejadian edema perifer pada pasien cukup tinggi
(Aisara, 2018).
4.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan kontraksi uretral dan trauma
jaringan.
pasien juga masih bermasalah dengan rasa nyeri yang dideritanya sewaktu
berkemih.
darah, yang akan berujung pada iskemik ginjal. Dalam jangka waktu yang
batu saluran kemih. Pada pasien didapatkan faktor intrinsik yang meliputi
umur (umumnya terjadi pada usia 30-60 tahun), jenis kelamin (laki-laki tiga
kali lebih tinggi dari pada perempuan). Sedangkan faktor ekstrinsik pada
pasien meliputi asupan air (kurangnya asupan air dan tingginya kadar
insiden batu saluran kemih). Perlu diketahui pula bahwa penyakit komorbid
Nyeri pinggang yang dialami pasien secara umum dapat berasal dari
lokasi nyeri, sifat nyeri, jenis nyeri, awal mula nyeri muncul serta keluhan
133
penyakit yang timbul akibat nyeri pinggang. Nyeri pada bagian flank (antara
abdomen atas dan pinggang) dapat menjadi petunjuk bahwa sumber nyeri
berasal dari area retroperitoneal, dimana penyebab yang paling sering yaitu
pada laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) dan albumin, tetapi
risiko perdarahan sering kali tidak dinilai. Risiko perdarahan pada penyakit
warfarin (3.1% orang per tahun), aspirin (4.4% orang per tahun), dan
Aprianto, 2019).
134
pasien dan alat. Heparin yang ditambahkan kepada Tn. JK sebanyak 5000
alami telah tersedia pada setiap orang, antikoagulan alami ini yang
hemodialisis.
gagal ginjal kronik sendiri mudah terjadi anemia karena produksi hormon
Akibat lebih jauh dari anemia adalah hipoksemia dan akhirnya hipoksia
metabolisme anaerob pada sel dan menghasilkan asam laktat. Produksi asam
laktat ini akan menambah kondisi asidosis metabulik yang memang mudah
terjadi pada penderita gagal ginjal kronik, akibat produk asam yang
135
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen.
kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal. (Kusuma. H & Huda. A, 2012).
dari dalam tubuh dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis, aliran
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
136
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan
dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada
ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq hal ini guna
mengendalikan tekanan darah dan edema (Suciati & Sureskiarti, 2017). Asupan
tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien
kelebihan volume cairan yang tidak dapat menyebabkan terjadinya edema paru,
Beberapa cara untuk mengurangi rasa haus pada pasien yang menjalani
permen karet. Intervensi menghisap es batu dan berkumur dengan air matang
merupakan terapi alternatif yang dapat diberikan kepada pasien yang menderita
untuk merangsang kelenjar ludah yang menyebabkan mulut pasien itu merasa
kering dan haus (Solomon, 2006 dalam Suyatni, Armiyati, & Mustofa, 2016).
mengurangi rasa haus yang dapat dilakukan oleh penderita CKD. Salah satunya
adalah berkumur dengan air dingin yang dicampur dengan daun mint. Menurut
penelitian yang dilakukan, berkumur dengan bahan tersebut akan berdampak pada
137
sehingga hal tersebut akan dapat menurunkan rasa haus yang muncul. Hasil
penelitian lain tentang efektivitas mengulum es batu dan berkumur air matang
terhadap penurunan rasa haus pasien CKD, di dapatkan hasil bahwa mengulum es
batu maupun berkumur air matang efektif terhadap penurunan rasa haus pasien
Penelitian Najikhah dan Warsono (2020) tentang penurunan rasa haus pada
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan berkumur air matang didapatkan
hasil bahwa berkumur dengan air matang dapat menurunkan rasa haus pada pasien
CKD. Lama waktu menahan rasa haus berkumur air matang rata-rata 50 menit.
Pasien yang sensitif terhadap mint dan es dapat memilih mengurangi rasa haus
pasien hemodialisis untuk melakukan perwatan diri (self care) dalam pembatasan
intake cairan dengan pemilihan intervensi manajemen rasa haus yang tepat.
mengulum es batu paling lama dalam menahan rasa haus dibandingkan dengan
berkumur air matang dan berkumur dengan obat kumur. Hal ini karena air yang
menyegarkan dan mengatasi haus sehingga pasien dapat menahan rasa haus lebih
lama. Temuan penelitian ini menunjukkan rata- rata lama waktu menahan rasa
melembabkan mulut maka menghasilkan rasa haus. Efek pada rasa haus
138
mengubah sensasi oral. Rasa haus normalnya akan segera hilang dengan cara
minum, rasa haus juga dapat diatasi hanya dengan membasahi mulut tanpa ada air
yang tertelan. Membasahi mulut dengan berkumur dapat mengurangi rasa haus.
mengalami penurunan (Ardiyanti, A., Armiyati, Y., & Arif, M. S., 2015) .
bertujuan untuk mengurangi rasa haus pada pasien, dilakukan dan diobservasi
pada waktu 3 kali pertemuan. Dimana pertemuan ke-2 pada tanggal 27 Januari
2020, pertemuan ke-3 pada tanggal 14 Desember 2020 dan pertemuan ke-4 pada
tanggal 17 Desember 2020. Intervensi yang dilakukan juga baik untuk program
kesehatan mulut pasien CKD yang memiliki aroma khas amoniak serta bisa
dilakukan secara mandiri saat dirumah nanti dan di lakukan feedback saat sedang
menjalankan hemodialisis.
Hasil akhir dari penerapan intervensi inovasi kepada klien diperoleh melalui
observasi terhadap keluhan subjektif rasa haus pasien serta ada tidaknya
perubahan berat badan klien. Selain itu produksi saliva juga diobservasi lebih
lanjut untuk mengetahui apakah ada efeknya terhadap produksi saliva, serta
keadaan membran mukosa bibir pasien dengan inovasi berkumur air matang dan
diberikan intervensi selama 3x6 jam, pada pertemuan ke-2 dan ke-3 belum
perubahan pada mukosa bibir pasien, yang mulanya mulut pasien terasa
kering, saat diberikan intervensi terasa segar dan mukosa bibir menjadi
kedua intervensi inovasi tersebut didapatkan hasil jika mukosa bibir klien
Namun, klien mengatakan bahwa itu tidak berlangsung lama karena setelah
efek dingin dari es batu tersebut hilang klien merasakan mukosa bibir nya
tiba-tiba kering. hasil ini berbeda dengan penerapan intervensi berkumur air
signifikan pada produksi saliva namun efek yang dirasakan klien setelahnya
adalah merasakan bibir yang tidak kering dalam jangka waktu yang lebih
lembab sementara pada mukosa bibir klien selama es batu yang diberikan
masih tersisa. Namun, untuk jangka panjang efek dari pemberian intervensi
inovasi berkumur air matang jauh lebih lama menjaga kelembaban mukosa
bibir klien dan produksi saliva daripada menghisap es batu. Sehingga, dapat
140
pasien. Karena keluhan rasa haus ini adalah salah satunya yang
ke-2 dan ke-3 pasien mengatakan bahwa mulutnya masih terasa kering dan
perubahan terhadap rasa haus yang pasien rasakan. Pasien dan keluarga
mengatakan rasa haus pasien berkurang dan mulutnya terasa segar, terlebih
batu dapat mengurangi rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik karena
kandungan air di dalam es batu memberikan rasa dingin di mulut dan air
yang mencair di dalam mulut juga dapat mengurangi rasa haus yang
timbul. Potongan kecil es batu yang terbuat dari air 10 ml dikulum sampai
141
batu sebanyak 10ml terhadap penurunan keluhan rasa haus dan mulut
Antropometri pada pasien CKD hal yang sangat penting yang harus
≤ 1 kg. Pada lingkar perut pasien yang awalnya 106 cm dan pada hari
sering merasa haus dan mulutnya yang terasa kering, bisa menjadikan terapi
ini sebagai terapi alternatif yang bisa digunakan secara mandiri untuk
142
batu terhadap penurunan rasa haus pada Tn.JK menunjukkan hasil yang
dapatkan hasil bahwa mengulum es batu maupun berkumur air matang sama
pasien dapat menahan rasa haus setelah menggunakan berbagai metode rasa
haus dapat menjadi alternatif pilihan intervensi yang sesuai untuk pasien.
haus pada manajemen rasa haus mengulum es batu, berkumur air matang
rekomendasi bagi perawat dan pasien untuk memilih manajemen rasa haus
yang tepat.
yaitu mulut terasa kering dan rasa haus yang berlebihan, tentu akan dihadapkan
dengan masalah yang berhubungan pada es batu. Pasien yang tidak suka es batu
143
atau yang tidak tahan akan dingin, tidak bisa melakukan terapi ini. Alternatif yang
dianjurkan jika tidak bisa menghisap es batu, bisa dilakukan dengan cara
berkumur, mengunyah permen karet rendah gula dan menggunakan frozen grapes
atau buah yang dibekukan (Solomon, 2006 dalam Suyatni, Armiyati, & Mustofa,
2016).
penurunan rasa haus pada pasien CKD dengan bekumur air matang. Pasien yang
sensitif terhadap mint dan es dapat memilih mengurangi rasa haus dengan
hemodialisis untuk melakukan perwatan diri (self care) dalam pembatasan intake
cairan dengan pemilihan intervensi manajemen rasa haus yang tepat baik saat
adalah peneliti tidak menanyakan kapan terakhir pasien minum sebelum diberikan
pasien yang tinggal di dataran rendah atau dataran tinggi emua, penelitian
pasien selama intervensi inovasi diberikan sangat penting supaya penelitian yang
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil intervensi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
5.1.1 Kasus kelolaan dengan diagnosa medis Chronic Kidney Desease (CKD)
Stage V dengan penyakit penyerta adalah Hipertensi Stage III. Pasien telah
teratasi, karena keluhan pada kelebihan cairan pada pasien masih ada
walaupun sudah berkurang serta pasien rutin melakukan cuci darah 2 kali
seminggu.
5.1.2 Intervensi yang diberikan kepada Tn. JK adalah berkumur air matang
untuk menurunkan rasa haus yang pasien rasakan. Pertemuan ke-2 sampai
perubahan, yang sebelum diberikan terapi mukosa bibir pasien kering dan
terasa kering dan merasa haus hingga mulut terasa segar dan rasa haus
3 kg dan pada hari terakhir terjadi penurunan BB ≤ 1 kg. Pada lingkar perut
pasien yang awalnya 106 cm dan pada hari terakhir dilakukan pemeriksaan
102 cm.
5.1.3 Intervensi yang diberikan kepada Tn.JK adalah menghisap es batu untuk
perubahan, yang sebelum diberikan terapi mukosa bibir pasien kering dan
terasa kering dan merasa haus hingga mulut terasa segar dan rasa haus
146
batu dirasakan lebih efektif mengurangi rasa haus dari pada berkumur air
dan pada hari terakhir terjadi penurunan BB ≤ 1 kg. Pada lingkar perut
pasien yang awalnya 106 cm dan pada hari terakhir dilakukan pemeriksaan
5.2 Saran
matang dan menghisap es batu pada kasus tertentu seperti penyakit dengan
penelitian terbaru.
5.2.2 Perawat
kualitas hidup untuk terhindar dari kelebihan volume caira pada pasien
Chronic Kidney Desease (CKD). Hasil penelitian ini juga dapat digunakan
147
pasien CKD yang menjalani hemodialisis. Hasil penelitian ini juga dapat
untuk manajemen rasa haus dengan asumsi pasien tidak mengalami sensitif
terhadap es batu.
dengan cara memodifikasi intervensi yang sudah ada dengan yang baru,
Daftar Pustaka
Aisara S., Azmi S. & Yanni M. 2018. Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal Kronik
yang Menjalani Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas: Volume 7 Nomor 1 (halaman 43-50).
Arfany. 2015. Efektifitas Mengunyah Permen Karet Rendah Gula Dan Mengulum Es Batu
Terhadap Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Tugurejo Semarang. Jurnal.
STIKES Telogorejo Semarang. Dalam
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/
index.php/ilmukeperawatan/article/view/276. Diakses pada tanggal 3
Desember 2020 Pukul 00.20 WIT
Armiyati Y., Khoiriyah & Mustofa A., 2019. Optimizing of Thirst Management on CKD
Patients Undergoing Hemodialysis by Sipping Ice Cube. Media
Keperawatan Indonesia : Volume 2 Nomor 1, Februari 2019 (halaman
38-48).
Fida, Husain & Silvitasari. 2020. Management Keperawatan Mengurangi Rasa Haus Pada
Pasien Dengan Chronic Kidney Disease : Literature Review. Jurnal
Ilmiah Kesehatan : 12-19.
Fransisca, dkk. 2011. 24 Penyebab Gagal Ginjal Rusak. Jakarta: Penerbit Cerdas
Sehat.
Fransiska, Kristina. 2013. Dialife: Berat interdialisis. Edisi Juli-Agustus 2013. Buletin
Informasi Kesehatan Ginjal. www.burungmanyar.nl. Diakses pada
tanggal 3 Desember 2020 Pukul 22.10 WIT.
Indonesian Renal Registry (IRR). 9th Report Of Indonesian Renal Registry 2016.
Perkumpulan Nefrologi Indonesia; 2016. Halaman 1-46.
Kamasita, Suryono, Nurdian Y., Hermansyah, Junaidi & Fatekurohman. 2018. Pengaruh
Hemodialisis Terhadap Kinetik Segmen ventrikel Kiri Pada Pasien
Penyakit Ginjal Kronik Stadium V. NurseLine Journal: Volume 3
Nomor 1, Mei 2018 (halaman 10-19).
Makrumah, Nala. 2017. Efektifitas mengulum Es Batu dan Berkumur Air Matang Terhadap
Lama Waktu Menahan Haus Pasien yang Menjalani Hemodialisis di RS
Roemani Muhammadiyah Semarang. Repository Unimus: 13 Juli 2017.
Najikhah & Warsono. 2020. Penurunan rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) Dengan Berkumur Air Matang. Jurnal Unimus – Ners Muda:
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2020 (halaman 108-113).
Nawatriaji B. & Santoso D. 2018. Analisis Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien
Chronic Kidney Disease di Ruang Hemodialisa RS PKU
Muhammadiyah Gombong. Repository Ners Profession Of Nursing
Program Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong, Mei
2018.
Prajayanti E. D. & Sari. 2018. Pojok Baca (Balance Cairan) untuk Survivor Hemodialisis.
Gemassika: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Volume 2 Nomor
2, November 2018 (halaman 136-144).
Price, S.A., & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Alih bahasa, Brahm U. Pendit....(et. al). Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer & Bare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Tuloli T. S., Madania, Mustapa M. A. & Tuli E. 2019. Evaluasi Penggunaan Obat Pada
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD
Toto Kabila periode 2017-2018. E-Journal Poltekkes Tegal: Volume 8
Nomor 2, Juni 2019 (halaman 25-32).
U S Renal Data System, USRDS. 2017. Annual data report: Atlas of chronic kidney
disease and end-stage renal disease in the United States. National
Institutes of Health, National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases: Bethesda, MD. http://www.usrds.org –
Diakses Desember 2020.
Wardana W. & Ismahmudi. 2018. Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada pasien CKD
150
Widiani, Helen. 2020. Penyakit Ginjal Kronik Stadium V Akibat Nefrolitiasis. Intisari
Sains Medis: Volume 11 Nomor 1, Februari 2020 (halaman 160-164).
Wijayanti W., Isroin L. & Purwanti. 2017. Analisis Perilaku Pasien Hemodialisis dalam
Pengontrolan Cairan Tubuh. Indonesian Journal for Health Sciences
(IJHS): Volume 1 Nomor 1, Maret 2017 (halaman 10-16).
Wiliyanarti P. F. & Muhith. 2019. Life Experience of Chronic Kidney Disease Undergoing
Hemodialysis Theraphy. Nurse Line Journal: Volume 4 Nomor 1, Mei
2019 (halaman 54-60)..
LAPORAN KEGIATAN PEMBIMBINGAN KARYA ILMIAH AKHIR NERS (KIAN) PROFESI NERS SEMESTER GENAP T.A 2019/2020
NAMA HARI TANGGAL WAKTU NAMA JUDUL TOPIK KET. PARAF (CI) FOTO KEGIATAN
DOSEN MAHASISWA KASUS PEMBAHASAN
PEMBIMBING
Hotnida Erlin Senin 7 s/d 8 16.00 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Mekanisme
Situmorang, Selasa Desember Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Bimbingan dan
S.Kep., Ns., M.Ng 2020 Pasien CKD dengan Penyusunan KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Hotnida Erlin Rabu 9 Desember 17.38 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Judul Utama
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
152
Hotnida Erlin Sabtu 12 Desember 08.26 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan BAB I KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Hotnida Erlin Rabu 16 Desember 11.57 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan BAB II KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Hotnida Erlin Rabu 23 Desember 15.18 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan BAB III KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
153
Hotnida Erlin Minggu 27 Desember 05.00 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan BAB IV & V
Intervensi Inovasi KIAN
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Hotnida Erlin Selasa 29 Desember 19.01 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
Situmorang, 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Revisi Akhir
S.Kep., Ns., M.Ng Pasien CKD dengan KIAN dan
Intervensi Inovasi Cover KIAN
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
154
Angela L. Thome, Senin 7 s/d 8 16.00 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Mekanisme
S.Kep., Ns., Selasa Desember Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Bimbingan dan
M.Kep 2020 Pasien CKD dengan Penyusunan
Intervensi Inovasi KIAN
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Angela L. Thome, Rabu 9 Desember 16.57 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Judul Utama
M.Kep Pasien CKD dengan KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Angela L. Thome, Sabtu 12 Desember 08.26 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
M.Kep Pasien CKD dengan BAB I KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
155
Angela L. Thome, Jum’at 25 Desember 11.11 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
M.Kep Pasien CKD dengan BAB II KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Angela L. Thome, Jum’at 25 Desember 12.16 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
M.Kep Pasien CKD dengan BAB III KIAN
Intervensi Inovasi
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
Angela L. Thome, Selasa 29 Desember 22.40 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Penyusunan
M.Kep Pasien CKD dengan BAB IV & V
Intervensi Inovasi KIAN
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020
156
Angela L. Thome, Sabtu 2 Januari 21.47 WIT Yudi Hadi Analisis Praktik Klinik Bimbingan
S.Kep., Ns., 2020 Prayitno, S.Kep Keperawatan Pada Revisi Akhir
M.Kep Pasien CKD dengan KIAN dan
Intervensi Inovasi Cover KIAN
Berkumur Air Matang
dan Menghisap Es Batu
Terhadap Penurunan
Rasa Haus di Ruang
Hemodialisa RSUD
Jayapura Tahun 2020