Anda di halaman 1dari 101

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RUANG STROKE
RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2020

DISUSUN OLEH :
DIMAS DEWA DARMA
NIM. P05120419024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI
PROFESI NERS T.A. 2020
HALAMAN JUDUL

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RUANG STROKE
RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2020

Karya Ilmiah Akhir Ners Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Ners

DISUSUN OLEH :
DIMAS DEWA DARMA
NIM. P05120419024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI
PROFESI NERS T.A. 2020
HALAMAN PERSETUJUAN

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RUANG STROKE
RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2020

Diarsipkan dan dipersentasikan oleh


DIMAS DEWA DARMA
NIM. P05120419024

Program Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan


Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Tahun 2020

Dosen Pembimbing Karya Ilmiah Akhir Ners

Pembimbing

(Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep)


NIP. 198804272019021001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

KARYA TULIS AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT STROKE DI RUANG STROKE
RSUD DR. M. YUNUS KOTA BENGKULU TAHUN 2020

Disusun oleh :

DIMAS DEWA DARMA


NIM. P05120419024

Telah Diujikan Didepan Penguji Karya Tulis Akhir Ners Program Studi
Profesi Ners Keperawatan Bengkulu Poltekkes Kemenkes Bengkulu Pada
Tanggal 27 November 2020, dan Dinyatakan
LULUS
Ketua Dewan Penguji Penguji I

Ns. Hermansyah, M.Kep Ns. Anditha Ratnadhiyanti, M.Kep.,


NIP. 197507161997031002 Sp.Kep.M.B.
NIP.198406152008042003
Penguji II

Ns. Andra Saferi Wijaya, S.Kep., M.Kep


NIP. 198804272019021001

Karya tulis akhir ners ini telah memenuhi salah satu persyaratan
untuk mencapai derajat Profesi Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Ns. Hermansyah, M.Kep


NIP. 197507161997031002

iv
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama :Dimas Dewa Darma
Nim :P05120419024
Judul KIAN :Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien Dengan Penyakit Stroke Di
Ruang Stroke Rsud Dr. M. Yunus Kota Bengkulu
Tahun 2020
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa KIAN ini adalah betul-betul
hasil karya saya dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dan apabila kelak di kemudian hari terbukti dalam
skripsi ada unsur penjiplakan maka saya bersedia mempertanggung jawabkan
sesuai ketentuan yang berlaku

Bengkulu, November 2020


Yang membuat pernyataan

Dimas Dewa Darma


NIM.P05120419024

v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
nikmat sehat, ilmu dan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyusun Karya Ilmiah Akhir Ners berjudul “Asuhan Keperawatan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Pasien Dengan Penyakit Stroke Di
Ruang Stroke Rsud Dr. M. Yunus Kota Bengkulu Tahun 2020”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners
ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dari dosen pembimbing
dan dorongan dari berbagai pihak. Namun penulis berharap semoga Karya Ilmiah
Akhir Ners ini dapat berguna dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan kepentingan lainya. Terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Ibu Eliama, SKM., M.PH. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
2. Ns. Septiyanti, S.Kep., M.Pd selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu.
3. Ns. Hermansyah, M.Kep selaku Ketua Prodi STR Keperawatan & Prodi
Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Ns. Saferi Wijaya, M.Kep. selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan
dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam penyusunan.
5. Seluruh tenaga pendidik dan kependidikan jurusan keperawatan yang telah
sabar mendidik dan membimbingku selama 1 tahun ini.
6. Direktur RSUD DR.M Yunus Bengkulu beserta staf yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
7. Semua pasien dan keluarga yang telah berpartisipasi dari mulai penelitian
sampai penelitian selesai
8. Kepada ibu, bapak, adik (Tiara Annisa Muharomah) dan seluruh keluarga
yang telah mendo’akan, mendukung dan menyemangati baik moril maupun
materil dalam penyusunan Karya Tulis Akhir Ners ini.

vi
9. Terima kasih untuk seluruh teman-teman Profesi Ners angkatan 2 yang
telah banyak membantu saya sampai saat ini
10. Terima kasih untuk sahabat dan teman hidup yang saya sayangi M.Riski
Cahya Suniar, Rizka Fajar Arumiarsih, Muhammad Lilo Legowo dan
Bella Lingga Ramadhan telah mendo’akan, mendukung dan memberikan
semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
11. Terimakasih untuk Bla Bla Bla Squad Seperjuangan Dimas Catur
Nugroho, Fatih Hibatullah, Riki Agung Prasetyo, Ari Cahya Rahmadhan,
Dea Murti, Debbi Ernest L.G, Wita Diantara dan Josi yang telah
mendo’akan, mendukung dan memberikan semangat kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini
12. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan
baik dari segi penulisan maupun penyusunan dan metodologi, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak agar
penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan
datang.
Semoga bimbingan dan bantuan serta nasihat yang telah diberikan
akan menjadi amal baik oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi
yang telah penulis susun ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat
membawa perubahan positif terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa
prodi keperawatan bengkulu lainnya.

Bengkulu, November 2020

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................iii
KATA PENGANTAR.........................................................................................iv
ABSTRAK............................................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................x
DAFTAR BAGAN...............................................................................................xii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. RumusanMasalah................................................................................4
C. Tinjauan Studi Kasus...........................................................................4
D. Manfaat Studi Kasus..........................................................................4
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi................................................................................6
B. Konsep Stroke.....................................................................................11
C. Penelitian Terkait Upaya Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi............27
D. Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
Pada Pasien Stroke..............................................................................33
BAB III METODOLOGI PENULISAN
A. Rencana Studi Kasus...........................................................................44
B. Subjek Studi Kasus..............................................................................44
C. Definisi Operasional............................................................................45
D. Tempat dan Waktu..............................................................................45
E. Pengumpulan Data...............................................................................45
F. Penyajian Data.....................................................................................46
G. Etika Studi Kasus................................................................................46

viii
BAB IV HASIL STUDI KASUS
A. Hasil Studi Kasus
1. Hasil Pengkajian............................................................................48
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................55
3. Intervensi Keperawatan.................................................................56
4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan......................................60
BAB V PEMBAHASAN

A. Pengkajian..........................................................................................76.
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................78
C. Intervensi Keperawatan.......................................................................78
D. Implementasi Keperawatan.................................................................80
E. Evaluasi...............................................................................................82

BAB VI KESIMPULAN SARAN

A. Kesimpulan.........................................................................................84
B. Saran...................................................................................................86

ix
DAFTAR GAMBAR
Nama Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi 6
Gambar 2.2 Stroke Hemoragik dan Non 14
Hemoragik

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang.
Satu dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Secara global, 15 juta orang
terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya
mengalami kecacatan permanen. Stroke merupakan penyebab utama
kecacatan yang dapat dicegah (American Heart Association,2018).
Berdasarkan data WHO (2018), Setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di
seluruh dunia menderita stroke dengan jumlah kematian sebanyak lima juta
orang dan lima juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen.
Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi penyebab
utama terbanyak yang menimbulkan kecacatan didunia yang terjadi pada usia
dewasa (Halimi, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO, 2016) stroke merupakan
penyebab kedua kematian dari 15 juta orang menderita stroke yang pertama
kali setiap tahun, dengan sepertiga dari kasus ini atau sekitar 6,6 juta
mengakibatkan kematian 3,5 juta terjadi pada perempuan dan 3,1 juta pada
laki-laki. Stroke merupakan masalah besar di negara-negara berpenghasilan
rendah daripada di negara berpenghasilan tinggi. Lebih dari 81% kematian
akibat stroke terjadi di negara berpenghasilan rendah. Presentase kematian
dini karena stroke naik menjadi 94% pada orang dibawah usia 70 tahun.
Stroke adalah kondisi kesehatan yang serius yang membutuhkan
penanganan cepat (Parlagutan, 2018). Penderita stroke mayoritas yang
mengalami penurunan kesadaran akan mengalami gangguan jalan napas dan
gangguan sirkulasi. Pada penderita stroke dengan penurunan kesadaran akan
mengalami masalah tentang bersihan jalan napas karena akumulasi sekret
(Fitriyani, 2017). Otak dapat berfungsi dengan baik jika pasokan oksigen

1
yang disediakan darah mengalir dengan baik. Jika pasokan darah
terhambat,otak akan rusak, bahkan seseorang yang terkena stroke bisa
meninggal (Hasan, 2018). Gangguan pernafasan dapat berupa kekurangan
oksigen, dimana oksigen merupakan kebutuhan vital yang harus terpenuhi
bagi pasien stroke (Pertami, 2019).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel
tubuh. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh sangat ditentukan oleh adekuatnya sistem
pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem hematologi. Bila ada gangguan
pada salah satu organ sistem respirasi dan kardiovaskuler, maka kebutuhan
oksigen akan mengalami gangguan. Kekurangan oksigen bisa menyebabkan
hal yang sangat fatal bagi tubuh, salah satunya adalah kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik (Halimi, 2019).
Pemenuhan kebutuhan oksigen ditunjukan untuk menjaga
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan kehidupannya dan
melakukan aktivitas bagi berbagai organ dan sel. Adanya kekurangan oksigen
ditandai dengan keadaan hipoksia, dalam proses lanjut dapat menyebabkan
kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Masalah bersihan
jalan napas dalam diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
napas dapat menyebabkan kekurangan oksigen dengan ditandai keadaan
hipoksia. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidakmampuan
dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
menjaga bersihan jalan nafas (NANDA, 2015).
Penderita stroke mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas
yaitu suara napas seperti ronhci, rales, wheezing, kesulitan berbicara, gelisah,
perubahan frekuensi dan irama napas, produksi sputum, dan batuk tidak
efektif atau tidak ada. Pengeluaran dahak yang tidak lancar akibat
ketidakefektifan jalan nafas adalah penderita mengalami kesulitan bernafas

2
timbulnya sianosis, kelelahan. Dalam tahap selanjutnya akan mengalami
penyempitan jalan nafas sehingga terjadi obstruksi jalan nafas. Untuk itu
perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang sehingga dapat jalan nafas
kembali efektif (Fitriyani, 2017).
Penanganan untuk ketidaefektifan bersihan jalan napas akibat
akumulasi sekresi adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir
(suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui
hidung/mulut/Endotrakheal Tube (ET) yang bertujuan untuk membebaskan
jalan napas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru.
Penanganan untuk ketidaefektifan bersihan jalan napas dapat berupa
pemberian posisi head up 30 derajat. Pemberian posisi head up 30 derajat
pada pasien stroke mempunyai manfaat yang besar yaitu dapat memperbaiki
kondisi hemodinamikdengan memfasilitasi peningkatan aliran darah ke
serebral dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral (Fitriyani, 2017).
Berdasarkan data dari hasil rekam medik RSUD Dr. M Yunus Bengkulu
angka kejadian stroke dari tahun 2015-2017 mengalami peningkatan sebesar
36,42% dari 767 menjadi 1134 di tahun 2017. Permasalahan pada pasien
dengan penyakit stroke dapat berupa gangguan kebutuhan oksigenasi sehingga
penulis tertarik untuk melakukan studi kasus pada pasien dengan masalah
Stroke yang dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners dengan judul
“Gambaran Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada
Pasien Dengan Penyakit Stroke Di Ruang Stroke Rsud Dr. M.Yunus Bengkulu
Tahun 2020”

B. Rumusan Masalah

3
Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien Stroke Di Ruang Stroke RSUD Dr. M.Yunus
Bengkulu Tahun 2020?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien Stroke.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian kebutuhan oksigenasi pada pasien
Stroke.
b. Menggambarkan diagnosis keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
c. Menggambarkan perencanaan asuhan keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
d. Menggambarkan implementasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas
e. Menggambarkan evaluasi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ilmiah akhir ini untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam menerapkan asuhan keperawatan medikal bedah pada pasien
Stroke.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah pembahasan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan
sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memperkaya pengetahuan dan
bahan ajar mengenai asuhan keperawatan tentang kebutuhan oksigenasi
pada pasien Stroke.
3. Bagi Pelayan Kesehatan / RSUD DR M. Yunus Bengkulu Karya Tulis
Ilmiah Akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan sumber

4
informasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan
khususnya asuhan keperawatan pada pasien Stroke.
4. Bagi Pasien dan Keluarga.
Karya Tulis Ilmiah akhir ini diharapkan bisa menjadi informasi tambahan
bagi pasien dan keluarga dalam mengatasi masalah Stroke dengan
evidence based terbaru.
5. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan konsep
keperawatan yang terkait dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
A. Anatomi Fisiologi

Sumber : Campbell et.al, 1999


Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pernafasan

Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian.


Saluran saluran pengantar udara dari hidung hidung hingga mencapai paru-
paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah (Smelzer & Bare, 2002).
1. Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah
sebagai saluran udara (air conduction ) menuju saluran napas bagian
bawah untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas
bagian bawah dari benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring serta
pelembab (warning filtration and hamidifuiction) dari udara yang
dihirup hidung. Saluran pernapasan terdiri dari organ-organ berikut:
a. Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lendir yang hangat kaya
akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan
faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke
dalam rongga hidung.
b. Sinus Paranasalis

6
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama
tulang di mana organ itu berada, organ itu sendiri atas sinus
frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan sinus maksilaris.
c. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid, oleh karena itu letak faring dibelakang laring
(Laryns phargneal)
d. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring memisahkan dari
columma vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas
vertebrata servikalis dan masuk kedalam trakea bawahnya, laring
terdiri atas kepingan tulang rawan yang di ikat, di tentukan oleh
ligament dan membran.
2. Saluran pernapasan bagian bawah (lower not lover airway)
Di tinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernapasan bagian
bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif
atau yang sering disebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.
Saluran ini terdiri atas trakea, bronki dan bronkioli, kedua saluran
respiratorius terminal (kadang kala di sebut acini) yang merupakan
saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalut
(konduksi) gas masuk ke luar dari satuan respiratorius terminal)
merrupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.

a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9
cm. Oragan ini merentang larinng sampai kira-kira di bagian atas
vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang

7
menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap, berupa ciri-ciri cincin tulang rawan yang
disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran
disebelah belakang trkaea. Selain itu, trakea juga memuat jaringan
otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan di lapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus
itu membentang ke bawah dan samping, ke arah tampuk paru,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah
cabang utama lewat bawah arteri, yang di sebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsung dari yang
kanan, serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum
akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas
dan bawah, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang
menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari
bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong
berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding
inilah terjadi pertukaran gas.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-
paru dilapisi pleura yaitu parietal pleura dan viseral pleura. Di
dalam rongga pleura yaitu parietal pleura dan viscreral pleura. Di

8
dalam rongga pleura terdapat rongga cairan surfukta yang
berfungsi untuk lubrink. Paru kanan di bagi atas tiga lobus, yaitu
lobus superior lobus medius dan lobus inferior. Sedangkan paru
kiri di bagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior,
tiap lobus di bungkus oleh jaringan elastic.
e. Toraks, diagrafma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga
costa. Pada atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot
tambahan untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan
sternokleidomastoideus. Otot skaleneus menaikan tulang iga
pertama dan kedua selama inspirasi untuk memprluas rongga dada
atas dan menstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangakat
sternum, otot paresternal, trapezius, dan pektoralis juga
merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk
meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot
interkostal, otot interkostal eksternum adalah otot yang
menggerakan tulang iga keatas dan kedepan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak dibawah rongga toraks, pada keadaan
relaksasi diafragma ini berbentuk kubah, mekanisme pengaturan
otot diafragma (nervus frenikus). Oleh karena itu jika terjadi
kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan
vebtilasi. (Kozier and Erbs. 2009)
3. Fisiologis Pernapasan
Menurut Ardiansyah (2012) Proses fisiologis pernapasan adalah
dimana oksigen di pindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan
CO2, di keluarkan ke udara (ekspirasi) yang dibagi menjadi 3 proses
sebagai berikut:

9
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari paru-
paru. Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja
mekanik otot-otot. Pada inspirasi volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa
otot, pada waktu yang bersamaan otot-otot interkostal internal
berkontraksi dan mendororng dinding dada sedikit ke arah luar.
Dengan gerakan seperti ini ruang didalam dada meluas, tekanan
dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna
relaksasi. Pada waktu otot interkosta eksterna relaksasi, rangka iga
turun dan lengkungan diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang, sehingga udara
mengalir ke luar paru-paru sampai tekanan jalan nafas dan tekanan
atmosfer menjadi sama
b. Difusi
Merupakan tahap kedua dari proses pernafasan yang
merupakan gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam
alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Dalam cara difusi ini
gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ke tempat
lain yang lebih rendah tekanan parsialnya. Oksigen dalam alveoli
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli kedalam darah. Sehingga CO2 lebih mudah berdifusi dari
pada oksigen
c. Transportasi gas dalam darah

10
Transportasi adalah pengangkutan oksigen dan karbon
dioksida oleh darah. O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-
jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan hemoglobin (HB) membentuk
oksihemoglobin. CO2 ditransportasi dalam darah sebagai natrium
bikarbonat dalam dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah
dalam larutan bergabung dengan hemoglobin dan protein plasma.

B. Konsep Stroke
1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (defisit neurologis) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak (Junaidi, 2011). Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan
cerebro vaskuler disease (CVD) adalah suatu kondisi susunan sistem saraf
pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran darah (Satyanegara,
2010).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami
kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah otak. Kurangnya aliran darah didalam jaringan otak
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusak atau
mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak juga dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Aliran
darah yang berhenti juga dapat membuat suplai oksigen dan zat makanan ke
otak juga berhenti. Stroke merupakan penyakit neurogenik yang
menyebabkan gangguan fungsi otak baik fokal maupun global dan penyebab
kecacatan paling banyak (Arya, 2011).
2. Klasifikasi Utama Stroke dan Penyebabnya
Sistem klasifikasi utama stroke biasanya membagi stroke menjadi dua
kategori berdasarkan penyebab terjadinya stroke, yaitu stroke non hemoragik

11
dan hemoragik (Junaidi, 2011):
a. Stroke Non Hemorogik
Stroke non hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat
adanya bekuan atau sumbatan pada pembuluh darah otak yang dapat
disebabkan oleh tumpukan thrombus pada pembuluh darah otak,
sehingga aliran darah ke otak menjadi terhenti. Stroke non hemoragik
merupakan sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang
tidak kuat dan bukan disebabkan oleh perdarahan. Stroke non
hemoragik biasanya disebabkan oleh tertutupnya pembuluh darah otak
akibat adanya penumpukan penimbunan lemak (plak) dalam
pembuluh darah besar (arteri karotis), pembuluh darah sedang (arteri
serebri), atau pembuluh darah kecil.
Stroke non hemoragik merupakan terhentinya sebagian atau
keseluruhan aliran darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah
otak. Stroke non hemoragik yaitu aliran darah ke otak terhenti karena
penompokan kolesterol pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis)
atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke
otak. Cholik (2009), menyatakan bahwa stroke non hemorogik atau
iskemik secara patogenesis dibagi menjadi:

a) Stroke trombolitik
Stroke iskemik yang disebabkan karena trombosis pada arteri karotik
interna secara langsung masuk ke arteri serebri madia.
b) Stroke embolik
Stroke iskemik yang disebabkan karena embolik yang pada umumnya
berasal dari jantung.
Klasifikasi stroke non hemoragik menurut Corwin (2009),
sebagai berikut:
a) Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak
perlahan karna proses arterosklerosis cerebral dan perlambatan

12
sirkulasi serebral.
b) Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak
akibat abnormalitas patologik pada jantung. Embolus biasanya
menyumbat arteri cerebral tengah atau cabang-cabangnya, yang
merusak sirkulasi cerebral.
Patofisiologi stroke non hemoragik menurut Corwin (2009),
adalah terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama ke
bagian otak. Stroke non hemoragik dapat terjadi akibat thrombus
(bekuan darah di arteri serebril) atau embolus (bekuan darah yang
berjalan ke otak dari tempat lain di tubuh). Stroke trombotik terjadi
akibat oklusi aliran darah, karena aterosklerosis berat. Individu
mengalami satu atau lebih serangan iskemik sementara Transient
Iskemik Attack (TIA) sebelum stroke trombotik yang sebenarnya
terjadi. TIA adalah gangguan fungsi otak singkat yang reversibel
akibat hipoksia serebral. TIA mungkin terjadi ketika pembuluh darah
aterosklerotik mengalami spasme, atau saat kebutuhan oksigen otak
meningkat dan kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi karena
aterosklerosis yang berat. Stroke embolik berkembang setelah oklusi
arteri oleh embolus yang terbetuk di luar otak. Sumber umum embolus
yang menyebabkan stroke adalah jantung setelah miokardium atau
fibrilasi atrium, dan embolus yang merusak arteri karotis komunis
atau aorta (Corwin, 2009).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah otak,
sehingga menimbulkan perdarahan di otak dan merusaknya. Stroke
hemoragik biasanya terjadi akibat kecelakaan yang mengalami
benturan keras di kepala dan mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah di otak. Stroke hemoragik juga bisa terjadi karena tekanan darah
yang terlalu tinggi. Pecahnya pembuluh darah ini menyebabkan darah
menggenangi jaringan otak di sekitar pembuluh darah yang

13
menjadikan suplai darah terganggu, maka fungsi dari otak juga
menurun. Penyebab lain dari stroke hemoragik yaitu adanya
penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang rapuh (aneurisme),
mudah menggelembung, rawan pecah, yang umumnya terjadi pada
usia lanjut atau karena faktor keturunan (Arya, 2011).

Sumber : Arya, 2011.


Gambar 2.2 Stroke Hemorogik dan Non Hemorogik

3. Tanda dan Gejala Stroke


Menurut Corwin (2009), menyebutkan bahwa tanda dan gejala
dari stroke adalah hilangnya kekuatan salah satu bagian tubuh, terutama
di satu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai, hilangnya sensasi
disuatu bagian tubuh, terutama disatu sisi, hilangnya penglihatan total,
tidak mampu berbicara dengan benar, hilangnya keseimbangan, serangan
sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing, kesulitan menelan,
kebingungan, gangguan daya ingat, nyeri kepala yang terlalu parah dan
perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang.
Gejala-gejala yang timbul kemungkinan bervariasi, bergantung
pada penyebabnya, akibat pengentalan darah atau perdarahan. Selain itu
lokasi pengentalan darah atau perdarahan serta luas kerusakan area otak

14
juga mempengaruhi gejala.
4. Faktor Risiko Stroke
Stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor atau
yang sering disebut multifaktor. Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable risk factors) dan faktor resiko yang dapat
dimodifikasi (modifiable risk factors). Faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi seperti usia, ras, gender, genetic atau riwayat keluarga yang
menderita stroke. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi
berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes melitus, obesitas,
alkohol, dan dislipidemia (Corwin, 2009).
5. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Stroke
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, akan
tetapi pada awalnya adalah dari adanya pengerasan arteri atau yang
disebut juga sebagai arteriosclerosis, dikarenakan arteriosklerosis
merupakan akibat dari gaya hidup modern yang penuh dengan stress,
pola makan yang tinggi lemak dan juga kurang berolahraga. Ketiga hal
tersebut sebenarnya tergolong dalam faktor risiko yang dapat
dikendalikan. Selain faktor yang dapat dikendalikan ada pula faktor lain
yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain (Arjatmo dan Hendra
(2011) :
a. Faktor Risiko Tidak Terkendali
1) Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah
berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi
pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti
bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke
dapat menyerang semua kelompok umur.
2) Jenis kelamin

15
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi
penelitian menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang
meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi
daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia
lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih
tinggi, dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke,
pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga
kemungkinan meninggal lebih besar (Junaidi, 2011).
3) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk
pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat
mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah
(cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling
berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.

4) Ras dan etnik


Orang asia memiliki kecenderungan terkena stroke lebih besar
dari orang eropa, hal ini ada kaitannya dengan lingkungan hidup,
pola makan dan sosial ekonomi. Makanan Asia lebih banyak
mengandung minyak dari pada makanan orang Eropa. Menurut
data kesehatan di Amerika Serikat, penduduk yang berasal dari
keturunan Afrika-Amerika beresiko terkena serangan stroke 2
kali lebih besar dari penduduk keturunan Eropa. Keadaan ini
makin meningkatkan hampir 4 kali lipat pada umur sekitar 50
tahun, namun pada usia sekitar 65 tahun penduduk amerika yang
terkena stroke sama dengan keturunan Afrika-Amerika (Junaidi,
2011).
b. Faktor Risiko Terkendali
1) Hipertensi

16
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama
yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri.
Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga
enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan
sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita
hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di
atas 140-90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena
dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun
seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-
faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko
stroke. Orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke
meningkat terus hingga usia 90 tahun, menyamai risiko stroke
pada orang yang menderita hipertensi.

2) Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit
jantung, terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni
penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di
bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat
kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-
gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan
menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun,
atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu
di antara empat kasus stroke.
3) Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke
dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu,
risiko tersebut akan menurun. Namun, ada factor penyebab lain

17
yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen
penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi.
4) Kadar kolesterol darah
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat
meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh
pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar
kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas
240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada
risiko terkena penyakit jantung dan stroke. Memperbaiki tingkat
kolesterol dengan menu makan yang sehat dan olahraga yang
teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam
kasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan
kolesterol.

5) Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling
mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar
dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipatgandakan
risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan
dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga
3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke,
yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia
tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun
dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam
periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok. Perlu diketahui
bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal
darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis (Junaidi, 2011).
6) Alkohol berlebih

18
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan
tekanan darah sehingga memperbesar risiko stroke, baik yang
iskemik maupun hemoragik. Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak
berlebihan dapat mengurangi daya penggumpalan platelet dalam
darah, seperti halnya asnirin. Dengan demikian, konsumsi
alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dari
bahaya stroke iskemik.
7) Obat-obatan terlarang
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa
olahannya dapat menyebabkan stroke, di samping memicu faktor
risiko yang lain seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah. Kokain juga dapat meyebabkan gangguan
denyut jantung (arrythmias) atau denyut jantung jadi lebih cepat.
Masing-masing dapat menyebabkan pembentukan gumpalan
darah. Marijuana juga mengurangi tekanan darah dan bila
berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan
merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik turun dengan
cepat. Keadaan ini pun punya potensi yang dapat merusak
pembuluh darah.
8) Cedera kepala dan leher
Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat
menyebabkan pendarahan di dalam otak dan menyebabkan
kerusakan yang sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada
leher, bila terkait dengan robeknya tulang punggung atau
pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara
berlebihan atau adanya tekanan pada pembuluh merupakan
penyebab stroke yang cukup berperan, terutama pada orang
dewasa usia muda.
9) Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor

19
risiko lain dan membentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami,
sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan perlawananan
terhadap infeksi dalam bentuk meningkatkan peradangan dan sifat
penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini
juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang
memicu risiko stroke embolik-iskemik (Cholik, 2009).
6. Manifestasi Klinis
Menurut Mutiarasari (2019) stoke menyebabkan defisit neurologik,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak
akan membaik sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau
hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
g. Disartria (bicara pelo atau cadel)
h. Gangguan persepsi
i. Gangguan status mental
j. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala
7. Komplikasi
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi terjadinya
komplikasi
medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat yang terjadi secara dini pada
stroke, sering diperlihatkan adanya gangguan kognitif, fungsional, dan
defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki

20
komorbiditas yang dapat meningkatkan risiko komplikasi medis sistemik
selama pemulihan stroke. Komplikasi medis sering terjadi dalam beberapa
minggu pertama serangan stroke seperti (Mutiarasari, 2019)
a. Bekuan darah (Trombosis)
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan (edema) selain itu juga dapat menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu
arteri yang mengalirkan darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat,
sendi kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik
maka akan terjadi ulkus dekubitus dan infeksi.
c. Pneumonia
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal
ini menyebabkan cairan terkumpul di paru- paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumoni.
d. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
e. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan
reaksi emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi
perubahan dan kehilangan fungsi tubuh.

8. WOC./ Patway Stroke Akan menekan saluran pernapasan

Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi


Peningkatan Tekanan Sistemik
Trombus/ Emboli di cerebral
Aneurisma
Suplai darah ke jaringan cerebral tidak adekuat
Perdarahan Araknoid/ Ventrikel

Hematoma Cerebral Akan MK: Perfusi jaringan serebral tidak


menekan adekuat
PTIK/ Herniasi Cerebral Iskemik/infarkDifisit
saluran
MK: Pola nafas tidak Spasme Arteri serebral
pernapasan 21
efektif
Penurunan Kesadaran
Iskemik/infark
MK : Resiko Cidera
MK: Hambatan Mobilitas Fisik Defisit neurologis
Refleks mengunyah

Tersedak MK: Resiko kerusakan integritas


Hemisifer kanan
kulit
Obstruksi jalan nafas
Hemispasme/ Plagi kanan
Penurunan Kesadaran
MK: Bersihan Jalan
Nafas tidak efektif MK : Difisit Perawatan diri : mandi,
makan berpakaian dan eliminasi

Sumber : Carpenito, (1995), Hudak & Gallo, (1996), Doengus (2000)

9. Pemeriksaan Penunjang (Mutiarasari, 2019)


a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan
bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.

22
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia atau gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan pada pasien stroke Menurut Sudoyo, 2015 ada
beberapa penatalaksanan sebagai berikut :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan
trakeostomi, membantu pernafasan.
2) Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3) Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6) Mengatur posisi kepala dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
b. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pada pasien stroke Menurut Mutiarasari, 2019 ada
beberapa penatalaksanan sebagai berikut:

23
1) Intravenous recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Obat ini juga disebut dengan rrt PA, t-PA, tPA, alteplase (nama
generik), atau aktivase atau aktilise (nama dagang). Pedoman
terbaru bahwa rt-PA harus diberikan jika pasien memenuhi
kriteria untuk perawatan. Pemberian rt-PA intravena antara 3
dan ,5 jam setelah onset serangan stroke telah terbukti efektif
pada uji coba klinis secara acak dan dimasukkan ke dalam
pedoman rekomendasi oleh Amerika Stroke Association
(rekomendasi kelas I, bukti ilmiah level B) dan European Stroke
Organisation (rekomendasi kelas I, bukti ilmiah level A).
Keberhasilan pemberian terapi rtPA sangat tergantung dengan
waktu pemberian terapi.
2) Terapi antiplatelet
Pengobatan pasien stroke iskemik dengan penggunaan antiplatelet
48 jam sejak onset serangan dapat menurunkan risiko kematian
dan memperbaiki luaran pasien stroke dengan cara mengurangi
volume kerusakan otak yang diakibatkan iskemik dan mengurangi
terjadinya stroke iskemik ulangan sebesar 25%. Antiplatelet yang
biasa digunakan diantaranya aspirin, clopidogrel. Kombinasi
aspirin dan clopidogrel dianggap untuk pemberian awal dalam
waktu 24 jam dan kelanjutan selama 21 hari. Pemberian aspirin
dengan dosis 81 – 325 mg dilakukan pada sebagian besar pasien.
Bila pasien mengalami intoleransi terhadap aspirin dapat diganti
dengan menggunakan clopidogrel dengan dosis 75 mg per hari
atau dipiridamol 200 mg dua kali sehari.
3) Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan sering menjadi pertimbangan dalam terapi
akut stroke iskemik, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan
bahwa antikoagulan tidak harus secara rutin diberikan untuk
stroke iskemik akut. Penggunaan antikoagulan harus sangat

24
berhati-hati. Antikoagulan sebagian besar digunakan untuk
pencegahan sekunder jangka panjang pada pasien dengan fibrilasi
atrium dan stroke kardioemboli. Terapi antikoagulan untuk stroke
kardioemboli dengan pemberian heparin yang disesuaikan dengan
berat badan dan warfarin (Coumadin) mulai dengan 5-10 mg per
hari.

25
C. PENELITIAN TERKAIT UPAYA PEMENUHUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PASIEN STROKE

No Penulis & Judul Jurnal & Sample Pasien Metode Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
Terbit
1 Martina Adi Husada Teknik Desain penelitian Hasilanalisa status hemodinamik pada saturasi
Ekacahyaningtyas, Nursing pengambilan yang akan oksigen menunjukkan pengaruh posisi Head
Dwi Setyarini, Journal sampel dalam dilakukan Up (P value = 0.009 ) terhadap saturasi oksigen
Wahyu Rima Tahun 2017 penelitian ini adalah penelitian pada pasien stroke. Kesimpulan yang diperoleh
Agustin, Noerma Vol.3 No. 2 menggunakan kuantitatif, dengan dari penelitian ini didapatkan hasil ada
Shovie Rizqiea Desember teknik menggunakan perbedaan yang bermakna rata-rata saturasi
2017 consecutive desain quasi oksigen sebelum dan setelah tindakan posisi
“Posisi Head Up 30 sampling dengan experiment one head up 30 derajat
Sebagai Upaya jumlah responden group pre test-
Untuk 30 orang post test
Meningkatkan .
Saturasi Oksigen
Pada Pasien Stroke
Hemoragik Dan
Non Hemoragik”
2 Aniesa Nur Laily J. Subjek penelian Desain penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan
Pertiwi, Nada FisioMu.20 pada penelitian yang digunakan Oropharingeal Exercise dipercaya dapat
Rajbiana, Rida 20 Vol ini adalah pasien adalah studi memperbaiki jalan nafas akibat OSAS pada
Hayati 1(1):21-28 stroke yang literature. kondisi stroke. Orofarigeal Exercise merupakan
Tahun 2020 dilakukan setiap metode alternatif pada pasien stroke yang
“Oropharingeal hari selama menderita OSAS dengan melakukan latihan
Exercise Untuk 3bulan isotonic dan isometric saluran nafas bagian atas
Memperbaiki untuk meningkatkan mobilitas dan tonisitas
Jalan Nafas Akibat otot-otot pernafasan bagian atas sehingga
Obstructive Sleep membuka jalan nafas dan meningkatkan fungsi

26
Apnea serta kinerja saluran pernapasan. Oleh karena itu
Syndrom Pada Oropharingeal Exercise dapat digunakan
Kondisi Stroke” sebagai terapi alternatif untuk memperbaiki
jalan nafas akibat OSAS pada kondisi stroke.
3 Diah Mutiarasari Medika Subjek penelian Metode penelitian Hasil dari beberapa penelitian menyatakan
Tadulako, pada penelitian study literatur bahwa 1 diantara 6 orang di dunia akan
“Ischemic Stroke: Jurnal ini adalah pasien mengalami stroke di sepanjang hidupnya Stroke
Symptoms, Risk Ilmiah stroke dengan sebesar 10% dari seluruh kematian di dunia
Factors, And Kedokteran, ju,lah pasien 6 merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
Prevention” Vol. 6 No. 1 orang penyakit jantung koroner (13%) dan kanker
Tahun 2019 (12%) di negara – negara maju, sedangkan dari
seluruh jumlah kematian di Indonesia
disebabkan oleh stroke (7,9 %). Beberapa faktor
risiko yang paling penting adalah hipertensi,
merokok, dislipidemia, diabetes mellitus,
obesitas, dan penyakit jantung. Salah satu upaya
untuk menurunkan tingkat kejadian stroke
dengan melakukan pencegahan sejak dini pada
pasien stroke sangatlah penting, baik sebelum
maupun sesudah terjadi serangan. Pencegahan
penyakit stroke terdiri dari pencegahan primer
dan sekunder, sehingga masyarakat dapat
terhindar dari stroke dan yang dalam perawatan
stroke mendapatkan penanganan cepat dan tepat
sesuai standar pelayanan stroke..
4 I Made Sudarma, Jurnal Sample pada Metode penelitian Hasil menunjukan adanya pengaruh pemberian
ddk STIKES penelitian ini quasi air minum air hangat sebelum dilakukan
Wira sebanyak 6orang eksperimental tindakan nebulizer terhadap kelancaran jalan
“mengkonsumsi air Medika responden dengan rancangan nafas pada pasein asma
hangat sebelum PPNI Bali penderita asma pretest-posttest
tindakan nebulizer Vol.1 no 1. Non Equivalent

27
meningkatkan Tahun 2017 control group
kelancaran jalan
nafas pada pasien
asma”
5 Kwang K. Chang, Techno Sample pada Metode penelitian Hasil pianelitian didapatkan Volume jalan napas
Kwang K. Chang, Bytes 018 penelitian ini pre-eksperimen meningkat, penurunan tekanan udara maksimum
Mark W. by the sebanyak 2 orang dengan prepost dengan kecepatan aliran menurun, dan resistensi
McQuilling, Reza American pasien apnea disign with one jalan napas turun untuk kedua pasien setelah
Movahed Association tidur obstruktif group. operasi MMA.Temuan terjadi dalam simulasi
of CFD dan FSI. Simulasi FSI menunjukkan area
“Fluid Structure Orthodontis deformasi jalan napas yang ditandai pada kedua
Interaction ts. All rights pasien sebelum operasi, tetapi deformasi ini
Simulations Of The reserved. dapat diabaikan setelah operasi untuk kedua
Upper Airway In Tahun 2018 pasien.
Obstructive Sleep
Apnea Patients
Before And After
Maxillomandibular
Advancement
Surgery”
6 S. DeMaria Jr, DJ British Dalam penelitian Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Warga
Berman *, A. Journal of ini terdapat 36 menggunakan yang melakukan simulasi intubasi dengan
Goldberg, H.-M. Anaesthesia, sampel dan studi berbasis penyedia terlatih kedua memiliki kinerja
Lin, Y. Khelemsky 117 (1): dibagi menjadi simulasi keseluruhan yang lebih baik daripada mereka
dan A. I. Levine 103–8 dua kelompok yang berlatih secara mandiri. Penghuni yang
(2016) berlatih dalam kelompok juga lebih cepat untuk
“Team-based Tahun 2016 mendiagnosis komplikasi serius, termasuk
model for non- asystole peri-intubasi dan PEA. Mengingat data
operating room ini, masuk akal bahwa program pelatihan
airway mempertimbangkan melakukan semua
Management” manajemen jalan napas non-OR dengan metode

28
berbasis tim
7 Rusna Tahir , Health Sampel dalam Jenis penelitian ini Hasil penelitian menunjukan bahwa fisioterapi
Dhea Sry Ayu, Information studi kasus ini adalah deskiftif dada dan batuk efektif dapat digunakan sebagai
Siti Muhsinah : Jurnal berfokus pada dengan intervensi mengeluarkan sekret pasien
Penelitian satu orang pasien pendekatan ditunjukkan pada hari pertama sampai hari
“Fisioterapi Dada Volume 11 yang menjalani observasional terakhir pemberian tindakan fisioterapi dada dan
Dan Batuk Efektif no.2 perawatan di melalui studi batuk efektif. Kemampuan mengeluarkan sekret
Sebagai Tahun 2019 RSUD Kota kasus berkaitan dengan kemampuan pasien melakukan
Penatalaksanaan Kendari dengan batuk efektif. Batuk yang efektif dapat
Ketidakefektifan diagnosa medis mendorong sekret yang menumpuk pada jalan
Bersihan Jalan TB paru dan nafas untuk keluar. Setelah dilakukan latihan
Nafas Pada Pasien diagnosa fisioterapi dada dan batuk efektif selama 3 hari
TB Paru Di RSUD keperawatan maka didapatkan hasil bahwa pasien mampu
Kota Kendari” ketidakefektifan mengeluarkan sekret karena bisa melakukan
bersihan jalan batuk dengan efektif.
napas dengan dengan kriteria hasil kepatenan jalan napas yang
kriteria yaitu ditandai dengan frekuensi napas normal, irama
pasien dengan napas teratur, tidak ada suara napas tambahan,
diagnosa medis pasien mampu mengeluarkan sputum
TB paru
8 Dina Putri Adiyati Jurnal Teknik Metode penelitian Hasil uji statistic Wilcoxon didapatkan nilai
Keperawata pengambilan data menggunakan bahwa p value 0.001 < 0.05 sehingga
“Efektifitas n Stikes adalah menggunakan dapatdisimpulakan bahwa ada pengaruh
Nebulizer-Postural Bhakti concecutive quasy pemberian nebulizer – postural drainage
Drainage Dan HusadaMuli sampling dengan experimental terhadap pengeluaran sputum. Sedangkan hasil
Nebulizer-Batuk a jumlah sampel dengan rancangan perhitungan Wilcoxon diperoleh nilai p value
Efektif Dalam non equivalent 0.000 < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
Pengeluaran Tahun 2018 control group ada pengaruh pemberian nebulizer-batuk efektif
Sputum Pada terhadap pengeluaran sputum. Berdasarkan uji
Pasien Asma Di mann whitney didapatkan bahwa pemberan
Rsud Caruban” nebulizer-batuk lebih efektif banyak dalam

29
mengeluarkan sputum.
9 Stefan Tino Kulnik, Jurnal Dalam penelitian Metode literatur Hasil penelitian mengatakan Nasotracheal
PhD Fakultas ini terdapat 20 riview suctioning (NTS) adalah prosedur yang biasa
Kesehatan, sampel pasien dilakukan oleh pernapasan ahli fisioterapi dan
“Could reflex Perawatan stroke perawat untuk mengeluarkan sekresi pernapasan
cough induced Sosial dan berlebih dari
through nebulized Pendidikan. pohon trakeobronkial pada ventilasi sendiri,
capsaicin achieve Universitas non-intubasi dan non-trakeotomi sabar. NTS
airway clearance Kingston adalah prosedur invasif buta dengan risiko efek
in patients with dan St samping yang serius, dan pengalaman pasien
acute retention George, NTS seringkali sangat negatif. Dalam
of lung secretions?” Universitas ubkelompok 20 pasien stroke dengan batuk
London kehendak lemah (rata-rata PCF 220 L / mnt, SD
Tahun 2018 80), PCF rata-rata batuk refleks yang diinduksi
capsaicin rata-rata 184 L / min (SD 130) lebih
tinggi dari PCF dari upaya batuk kehendak
maksimal subjek. Batuk
jejak aliran menunjukkan pola augmentasi batuk
selama batuk refleks berturut-turut
10 Sari Riri Fitri, Jurnal Sampel dalam Desain penelitian Hasil penelitian ini menyatakan bahwa analisis
Suhaimi Program penelitian ini 12 ini adalah quasi uji-t berpasangan menunjukkan ada pengaruh
Fauzan,Ichsan Studi responden kperimen terhadap tidal volume pasien di ruang ICU
Budiharto Keperawata dengan rancangan RSUD dr. Soedarso Pontianak dengan nilai p=
“Pengaruh Open n, Fakultas penelitian “uji pre 0,0001 Kesimpulan :Terdapat pengaruh open
Suction Terhadap Kedokteran, dan post tanp suction terhadap perubahan tidal volume
Tidal Volume Pada Universitas kontrol” metode sehingga tindakan suction sebagai upaya
Pasien Yang Tanjungpura pengambilan membersihkan jalan napas pasien yang
Menggunakan Tahun 2017 sampel yang di dilakukan secara berkala oleh perawat, sesuai
Ventilator Di gunakan dalam dengan indikasi pasien.
Ruang Icu Rsud Dr. penelitian ini
Soedarso adalah purposive

30
Pontianak” sampling

31
D. Asuhan Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pasien
Stroke
1. Pengkajian
Menurut Nurarif (2015) pengkajian keperawatan dilakukan
dengan cara pengumpulan data secara subjektif (data yang didapatkan dari
pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data hasil
pengukuran atau observasi) yaitu:
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,
b. Riwayat sakit dan Kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
2) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes mellitus.
5) Riwayat alergi
dikaji apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap
beberapa obat, makanan, udara, debu.
6) Riwayat psikososial keluarga

32
Orang yang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien, dalam keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien dan mekanisme koping terhadap stress,
persepsi klien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut
usia klien.
c. Kebutuhan Dasar Pasien Stroke
1) Pola nutrisi
Pada pasien stroke biasanya disertai dengan mual, muntah dan
tidak nafsu makan selama fase akut/peningkatan TIK,
Kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah, pipi, dan tengkorak),
Disfagia, riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah dan kesulitan
menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal)
2) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya akan mengalami perubahan
seperti inkontinesia urin, anuria, ditensi abdomen serta bising usus
terdengar (-).
3) Pola tidur dan istirahat
Adanya batuk dan sesak hingga menimbulkan klien tidak
nyaman saat tidur.
4) Pola hygiene
Kebiasaan mandi, mengganti pakaian, sikat gigi, setiap harinya,
biasanya kebutuhan personal hygiene di bantu oleh keluarga saat
sakit atau dirawat.
5) Pola aktifitas
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah lelah,
susah beristirahat (nyeri, kejang otot), hanya melakukan aktifitas di
tempat tidur disesuaikan dengan kondisi dan dibantu keluarga
d. Pemeriksaan Fisik
1) Stasus penampilan kesehatan : lemah

33
2) Pemerikasaan Tingkat kesadaran kesehatan
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan tingkat
kesadaran yang di kenal sebagai glascow coma scale (GCS) untuk
mengamamati kelopak mata, kemampuan bicara, dan reflek motorik
(gerakan), (Muttaqin, 2008).
Tabel 2.2 Pemeriksaan kesadaran (GCS)

Nama Pemeriksaan Nilai


(1) Membuka mata
Membuka mata spontan 4
Membuka dengan perintah 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak mampu membuka mata 1
(2) Kemampuan Bicara
Orientasi dan pengertian baik 5
Pembicaraan yang kacau :4
Pembicaraan tidak pantas dan kasar :3

Dapat bersuara, merintih :2

Tidak bersuara :1

(3) Tanggapan motoric

Menanggapi perintah :6

Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang :5

Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri :4

Tanggapan fleksi abnormal :3

Tanggapan ekstensi abnormal :2

Tidak ada gerakan :1

3) Kepala
a) Perhatikan bentuk dan kesimetrisan
34
b) Sakit kepala dengan intensitas berbeda (karena arteri karotis
terkena)
c) hilangnya rangsangan sensoris kontra lateral pada wajah
d) Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang
nyata.
e) Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan
rambut, perubahan warna.
4) Mata
a) Periksa pandangan mata terjadi kehilangan daya lihat sebagian
(kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia).

b) Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus

optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata

(nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV),

gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).

5) Hidung

Saraf I (pada keadaan iniklien akan mengalami kelainan pada

fungsi penciuman unilateral atau bilateral)

6) Telinga

Saraf VIII (perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera

kepala ringan biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi

tidak melibatkan saraf vestibulokoklearis)

7) Mulut

a) Saraf V (pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan

paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan

35
koordinasi gerak mengunyah), Saraf VII (persepsi pengecapan

mengalami perubahan. Saraf XII (indera pengecapan mengalami

perubahan).

8) Dada atau sistem pernafasan

Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi dari

perubahan jaringan serebral. Pada keadaan hasil dari pemeriksaan

fisik sistem ini akan didapatkan hasil :

a) Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, terdapat retraksi dinding dada penggunaan alat

bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan.

b) Pada palpasi frenitus menurun dibandingkan dengan sisi yang

lain.

c) Pada perkusi adanya suara redup sampai pekak.

d) Pada auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi,

stridor, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret

dan kemampuan batuk yang menurun sehingga didapatkan pada

klien dengan penurunan tingkat kesadaran.

e. Pemeriksaan neurologis
1) Status mental
a) Tingkat kesadaran : kualitatif dan kuantitatif
b) Pemeriksaan kemampuan bicara
c) Orientasi (tempat, waktu, orang)
d) Pemeriksaan daya pertimbangan
e) Penilaian daya obstruksi

36
f) Penilaian kosakata
g) Pemeriksaan respon emosional
h) Pemeriksaan daya ingat
i) Pemeriksaan kemampuan berhitung
j) Pemeriksaan kemampuan menganali benda

2) Nervus kranialis
a) Olfaktorius : penciuman
b) Optikus : penglihatan
c) Okulomotorius : gerak mata, konstriksi pupil akomodasi
d) Troklear : gerak mata
e) Trigeminus : sensasi umum pada wajah, kuli kepala, gigi, gerak
mengunyah
f) Abducen : gerak mata
g) Fasialis : pengecap, sensasi umum pada palatum dan telinga luar,
sekresi kelenjar lakrimalis, submandibula, sublingulial, ekspresi
wajah
h) Vestibulokoklearis : pendengaran dan keseimbangan
i) Aksesoris spinal : fonasi, gerakan kepala, leher dan bahu
j) Hipoglosus : gerak lidah

3) Fungsi motorik
a) Masa otot, kekuatan otot dan tonus otot.
b) Pada pemeriksaan ini ekstremitas diperiksa lebih dulu
c) Fleksi dan ekstensi lengan
d) Abduksi lengan dan adduksi lengan
e) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
f) Adduksi dan abduksi jari
g) Abduksi dan adduksi pinggul
h) Fleksi dan ekstensi lutut

37
i) Dorsofleksi dan fleksi plantar pergelangan kaki
j) Dorsofleksi dan fleksi plantar ibu jari kaki
k) Fungsi sensori
l) Sentuhan ringan
m) Sentuhan nyeri
n) Sensasi posisi
o) Sensasi getaran
p) Lokalisasi taktil
4) Fungsi serebelum
a) Tes jari hidung
b) Tes tumit lutut
c) Gerakan bergantiTes romberg
d) Gaya berjalan
5) Fungsi Refleks
a) Biseps
b) Triceps
c) Brachioradialis
d) Patella
e) Achilles
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif
dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk
menegakkan diagnosis keperawatan (Amin 2015). Diagnosis
keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik dan pemberian pelayanan
kesehatan yang lain. Komponen komponen dalam pernyataan diagnosis
keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi), tanda dan
gejala (sign and symptom) (Asmadi,2008).
Diagnosa keperawatan dengan gangguan sistem pernapasaan pada
pasien stroke :

38
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
peningkatatan produksi sekret.
1) Gejala Mayor
a) Data subjektif : Tidak tersedia
b) Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu
batuk, sputum berlebih, mengi,wheezing,ronkhi kering,
2) Gejala Minor
a) Subjektif :Dipsnea, sulit bicara, orthopnea
b) Objektif :Gelisah, sianosis, bunyi nafas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
b. Pola napas tidak efektif berhubungan berhubungan dengan
ventilasi tidak adekuat
1) Gejala Mayor
a) Data subjektif : Dipsnea
b) Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan,
fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal
2) Gejala Minor
c) Subjektif :Ortopnea
d) Objektif :Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping
hidung, ventilasi menurun, kapasital vital menurun, tekanan
ekspirasai menurun, tekanan inspirasi menurun, ekskursi
dada berubah.

39
3. Perencanaan

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
NO TUJUAN /KRITERIA HASIL RASIONAL
KEPERAWATAN (Nursing Intervention
(Nursing Outcome Clasification/NOC)
Clasification/NIC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi NIC: Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas keperawatan selama 3 x 24 jam, Aktivitas Keperawatan:
Berhubungan dengan diharapkan jalan napas paten dengan:. 1. Monitor status pernapasan sebagaimana 1. Jalan napas yang tidak paten dapat
peningkatan produksi NOC: Status pernapasan: kepatenan mestinya mengakibatkan tidak adekuatnya ventilasi
sekret jalan napas yang menyebabkan frekuensi meningkat,
 Ditingkatkan pada 5 irama tidak teratur
1 = deviasi berat dari kisaran
normal 2. Buang sekret dengan memotivasi 2. Batuk efektif memaksimalkan pengeluaran
2 = deviasi yang cukup berat dari pasien untuk melakukan batuk atau secret sehingga pasien tidak merasa
kisaran normal menyedot lendir kelelahan, suction dapat dilakukan untuk
3 = deviasi sedang dari kisaran membersihkan secret pada jalan napas
normal buatan, secret yang tertahan, atau pasien
4 = deviasi ringan dari kisaran tidak sadar
normal 3. Auskultasi suara napas 3. Suara nafas yang abnormal menunjukkan
5 = tidak ada deviasi dari kisaran lokasi adanya secret pada area lobus paru.
normal
Dengan kriteria hasil: 4. Ajarkan pasien bagaimana 4. Inhaler membantu mencairkan secret
Bersihan jalan napas menggunakan inhaler sehingga secret lebih mudah dikeluarkan
1. Frekuensi pernapasan (5)
2. Irama pernapasan (5) NIC: Penghisapan lendir pada jalan napas
3. Kedalaman inspirasi (5) Aktivitas Keperawatan
4. Kemampuan untuk mengeluarkan 5. Lakukan suction orofaring setelah 5. Suction efektif dalam membebaskan jalan
secret (5) suction trakea napas dari secret yang tertahan
5. Suara napas tambahan (5) NIC: Fisioterapi dada

40
6. Pernapasan cuping hidung (5) Aktivitas Keperawatan
7. Dispnea saat istirahat (5) 6. Monitor status respirasi 6. Sesak dapat terjadi pada pasien jika posisi
8. Penggunaan otot bantu pernapasan postural drainage terlalu lama dipertahankan
(5) 7. PPOK eksaserbasi akut, pneumonia tanpa
9. Batuk (5) 7. Kenali ada tidaknya kontraindikasi produksi sputum berlebih, kanker paru,
10.Akumulasi sputum (5) dilakukannya fisioterapi dada pada edema serebri, osteoporosis merupakan
pasien kontraindikasi dari pemberian fisioterpai
dada
8. Menentukan posisi dalam melakukan
8. Tentukan segmen paru yang berisi fisioterapi dada
sekret berlebih 9. Inform consent sebelum tindakan
9. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan meningktakan kepercayaan pasien terhadap
fisioterapi dada prosedur tindakan
10.Fisioterapi dada memanfaatkan gravitasi
10.Lakukan fisioterpai dada dan geratan dalam mengeluarkan secret
11.Fisioterapi dada yang diberikan sesaat
11.Lakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan dapat meningkatkan resiko
setelah makan refluk makanan dari lambung dan
mengaibatkan aspirasi.
12.Monitor kemampuan pasien setelah dan 12.Perubahan suara napas menunjukkan
sebelum fisioterpai dada berhasil dilakukan

Evidence Based:
1. Terapi Inhalasi Sederhana
Menggunakan minyak kayu putih
2. Terapi fisioterapi dada dan batuk
efektif
3. Penerapan pemberian madu
4. Latihan pernapasan dengan teknik
ACBT (active cycle of breathing
technique)

41
5. Pemberian air minum hangat
sebelum tindakan nebulizer
6. Pemberian nebulizer dengan
postural drainage dan batuk efektif

2 Ketidakefektifan Pola Setelah diberikan intervensi NIC : Manajemen jalan napas


Napas b.d ansietas, keperawatan selama 3 x 24 jam maka
posisi tubuh yang diharapkan 1. Monitor status pernapasan sebagaimana 1. Mempertahan kan ventilasi
menghambat, Pola napas teratasi. mestinya 2. Posisi semi fowler menggunakan gaya
hiperventilasi, 2. Posisikan untuk meringankan sesak gravitasi untuk membantu pengembangan
obesitas, nyeri, napas paru dan mengurangi tekanan dari
NOC : Status Pernapasan
keletihan otot 3. Motivasi pasien untuk bernapas pelan, abdomen pada diagfragma.
 Dipertahankan pada 4
pernapasan. dan dalam 3. Memaksimlakan ventilasi dan mencegah
 Ditingkatkan pada 5
4. Auskultasi suaran napas, catat area terjadinya kelelahan
1= deviasi berat dari kisaran normal
ventilasi menurun, atau tidak ada dan 4. Suara nafas menurun atau tidak ada
2= deviasi yang cukup berat dari suara tambahan menunjukkan tidak masuknya O2 ke paru
kisaran normal 5. Berikan terapi oksigen sesuai indikasi paru
6. Monitor aliran oksigen 5. Membantu pemehuhan oksigenasi didalam
3= deviasi sedang dari kisaran normal 7. Kelola pemberian bronkodilator tubuh
8. Monitor status respires 6. aliran yang terlalu rendah atau terlalu
4= deviasi ringan dari kisaran normal
9. Monitor status hemodinamik tinggi dapat menurunkan kondisi pasien
5= tidak ada deviasi dari kisaran 10.Monitor pola nafas : bradipena, 7. Bronkodilator dapat diberikan untuk
normal takipenia, kussmaul, hiperventilasi, membantu ventilasi dengan efek
cheyne stokes, biot vasodilatasi saluran napas
Dengan kriteria hasil: 11.Atur intake cairan 8. Sesak dapat terjadi pada pasien jika posisi
postural drainage terlalu lama
Status Pernapasan dipertahankan

42
1/2/3/4/5 Evidance Base 9. Memantau kondisi pasien
10. Mencegah pola napas pasien memburuk
Dengan kriteria mayor: 1. Pemberian posisi semifowler 11. Cairan untuk mengoptimalkan
2. Terapi Pursed Lips Breathing keseimbangan
1. Frekuensi pernapasan 3. Posisi condong kedepan
2. Irama pernapasan 4. Pernapasan yoga (pranayama)
3. Kedalaman inspirasi 5. Pemberian terapi penggunaan kipas
4. Suara auskultasi nafas angin
5. Kepatenan jalan nafas
6. Volume tidal
7. Pencapaian tingkat insertif
Spirometri
8. Kapasitis vital

Dengan kriteria minor :

1. Penggunaan otot bantu pernapasan


2. Suara napas tambahan
3. Retraksi dinding dada
4. Pernapasan pursed lips
5. Dispnea saat istirahat
6. Dispnea saat latihan
7. Orthopnea
8. Pengembangan dinding dada tidak
simetris
9. Gangguan vokalisasi
10. Akumulasi sputum

43
11. Gangguan ekspirasi
atelektasisi

44
4. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-
hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat
pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
berkelanjutan dari klien. Implementasi meluangkan rencana asuhan ke
dalam tindakan. Setelah rencana di kembangkan, sesuai dengan kebutuhan
dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi keperawatan spesifik,
yang mencakup tindakan perawat dan tindakan (Potter & Perry, 2015).

12. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Tahap
akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan
melihat perkembangan klien. Evaluasi klien stoke dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan (Potter &
Perry,2015)

BAB III
43
METODELOGI PENULISAN

A. Rencana Studi Kasus


Desain penulisan karya ilmiah ini yaitu study kasus deskriptif. Untuk
membuat gambaran, atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai Gambaran asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien stroke di ruang Stroke RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu. Dengan
metode studi literature, yaitu serangkaian penelitian yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka yang berkaitan atau yang objek
penelitiannya digali melalui beragam informasi kepustakaan (buku,
esiklopedia, jurnal ilmiah, dan dokumen) untuk mengungkapkan berbagai
teori-teori yang relavan dengan permasalahan yang dihadapi atau teliti
sebagai bahan rujukan dalam bentuk studi kasus untuk mengeksplorasi kasus
dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.

B. Subjek Studi Kasus


Subyek penelitian yang digunakan dalam Gambaran askep pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada pasien stroke di ruang Stroke RSUD Dr. M.Yunus
Bengkulu. Individu yang menderita gangguan kebutuhan oksigenasi dengan
penyakit Stroke. Adapun subyek penelitian yang akan diteliti berjumlah dua
orang dengan terapi inhalasi pada pasien Stroke dengan kriteria inklusi dan
ekslusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien Stroke berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
b. Pasien yang telah didiagnosa menderita Stroke
c. Pasien yang bersedia menjadi responden.

44
2. Kriterian Ekslusi
a. Pasien pulang Atas Permintaan Sendiri (APS) atau dirujuk
b. Pasien meninggal dunia saat dirawat inap
c. Pasien mengalami penurunan kesadaran

C. Definisi Operasional
1) Asuhan keperawatan adalah suatu proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan
pada pasien stoke
2) Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan vital dalam kehidupan manusia
untuk bertahan hidup akan berdampak buruk jika kekurangan oksigesn
sehingga menyebabkan kematian pada pasien stoke
3) Stroke adalah suatu kondisi gangaun system persyarafan yang dialami
oleh pasien dengan dignosa medis yang telah di tetapkan oleh dokter
tercantum dalam rekam medik

D. Tempat dan Waktu


Lokasi penelitian ini adalah di ruang Stroke RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu dan proses pengumpulan data dilakukan pada saat penulis praktik
di state keperawatan medikal bedah bulan November 2019 dan penyelesaian
laporan dilakukan pada 14 Juli s.d 13 November 2020.

E. Pengumpulan Data
1. Anamnesa yaitu data di dapatkan melalui wawancara dengan hasil
anamnesis yang harus di dapatkan berisi tentang identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu keluarga, riwayat psikologi).
Sumber data bisa dari klien, keluarga, perawat lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan ADL (Activity Daily Living), pemeriksaan Fungsi
kardiovaskular, fungsi respiratory, fungsi gastrointestinal, fungsi

45
integumen, serebral, Tingkat kesadaran, pada sistem tubuh pasien. Data
fokus yang harus didapatkan adalah sistem Respiratory
3. Studi dokumentasi dan instrument dilakukan menggunakan study
literature yaitu peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan data
yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian yang sama. Teknik
ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai teori-teori yang relavan
dengan permasalahan yang dihadapi atau teliti sebagai bahan rujukan.

F. Penyajian Data
Penyajian data pada studi kasus disajikan secara tekstual dengan data-
data proses asuhan keperawatan yang kemudian disajikan secara terstruktur
atau narasi, disertai dengan ungkapan verbal dan cuplikan. Dalam penelitian
ini, penulis meneliti dua responden stroke dengan masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas.

G. Etika Studi Kasus


Peneliti akan mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk
melindungi responden agar terhindar dari segala bahaya serta
ketidaknyamanan fisik dan psikologis. Ethical clearence mempertimbangkan
hal-hal dibawah ini:
1. Self determinan
Pada studi kasus ini, responden diberi kebebasan untuk berpartisipasi
atau tidak dalam penelitian ini tanpa adapaksaan.

2. Tanpa nama (anonimity)


Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan member inisial sebagai pengganti identitas responden.

46
3. Kerahasiaan (confidentialy)
Semua informasi yang didapat dari responden tidak akan
disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya.
Dan 3 bulan setelah hasil penelitian di presentasikan, data yang diolah
akan dimusnahkan demi kerahasiaan responden.
4. Keadilan (justice)
Peneliti akan memperlakukan semua responden secara adil selama
pengumpulan data tanpa adanya diskriminasi, baik yang bersedia
mengikuti penelitia nmaupun yang menolak untuk menjadi responden
penelitian.
5. Asas kemanfaatan (beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas
penderitaan, bebas eksploitasi dan beban resiko. Bebas penderitaan yaitu
peneliti menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi
rasa sakit, dan tidak akan memberikan penderitaan pada responden.
Bebas eksploitasi dimana pemberian informasi dari responden akan
digunakan sebaik mungkin dan tidak akan digunakan secara sewenang-
wenang demi keutungan peneliti. Bebas risiko yaitu responden terhindar
dari risiko bahaya kedepannya. Tujuan dari penelitian adalah untuk
menambah pengetahuan, menerapkan perawatan pasien
Bronkopneumonia serta berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
6. Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologi

BAB IV
HASIL STUDI KASUS

A. Hasil Studi Kasus

47
Pada bab ini penulis memaparkan tentang pelaksanaanAsuhan
Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada pasien stroke di ruang
rawat inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Asuhan keperawatan yang
dilakukan meliputi pengkajian dan analisis data diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Pengkajian ini dilakukan dengan anamnesa (wawancara dengan keluarga atau
orang terdekat), tenaga kesehatan lain (perawat puskesmas), pengamanatan,
obesrvasi, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan
keperawatan sebagai berikut:
2. Hasil Pengkajian Keperawatan
a. Gambaran Karakteristik Pasien Stroke di ruang Stroke RSUD
dr. M. yunus Bengkulu
Identitas Klien Tn.Z Identitas Klien Ny. R
Seorang pasien bernama Tn.Z Seorang pasien bernama Ny.R
berusia 49, Tn.Z berjenis kelamin berusia 52Th, Ny.R berjenis
laki-laki, beragama islam, sudah kelamin perempuan, beragama
menikah dan bekerja sebagai islam, sudah menikah dan bekerja
wiraswasta, alamat Gang Raya 2 Ibu Rumah Tangga , alamat
No.14 Kandang Kota Bengkulu Karang Anyar Manna

48
b. Riwayat Kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan ini perawat melakukan pengkajian keperawatan meliputi keluhan utama, keluhan sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, riwayat psikososial, riwayat spiritual, riwayat lingkungan untuk menegakan diagnosa
keperawatan dan juga perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dalam penelitian.
No Riwayat Kesehatan Pasien I Pasien II
1. Keluhan Utama Pasien diantar keluarga pada hari sabtu tanggal 26 Pasien diantar keluarga dengan ambulan Rs Manna
Oktober 2019 RSUD M. Yunus Bengkulu. pada hari tanggal 14 Oktober 2019 ke RSUD M.
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tiba-tiba Yunus Bengkulu rujukan dari RS. Manna. Keluarga
mengalami kelemahan anggota gerak secara pasien mengatakan bahwa pasien mengalami nyeri
perlahan. kepala nyeri dan tiba-tiba tidak bisa bergerak secara
mendadak
2. Keluhan Pada saat dikaji hari rabu tanggal 14 Oktober 2019 di
Pada saat dikajian hari senin tanggal 28 oktober
Sekarang ruang Stroke RSUD dr.M. Yunus Bengkulu, keluarga
2019 di ruang Stroke RSUD dr M.Yunus Bengkulu,
Ny.R mengatakan bahwa pasien tidak bisa membuka
pada saat dikaji pasien mengalami penurunan
mata, kondisi ekstremitas tidak bisa digerakkan semua
kesadaran, gelisah dan mengalami kelemahan
dengan kondisi lemah. Keadaan umum pasien lemah
anggota gerak kanan. Keadaan umum pasien
dengan tingkat kesadaran Apatis, tekanan darah
gelisah, kesadaran delirium, tekanan darah 180/100
160/100, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi nafas
mmHG, Frekuensi Nadi 90x/m, Frekuensi nafas
27/xmenit dan suhu tubuh pasien 36,8 ̊C.
28x/m dan suhu tubuh 36,2 ̊C
3. Riwayat Penyakit Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah menderita
Dahulu menderita hipertensi dan asamurat, belum pernah stroke sekitar 2tahun lalu dengan awal riwayat

49
dirawat, pasien memiliki riwayat merokok kurang penyakit hipertensi dan pernah dirawat di RSUD
lebih 15tahun, tidak ada riwayat minum-minum M.Yunus 2tahun lalu diruang stroke. Pasien tidak ada
alcohol dan tidak ada riwayat alergi. riwayat operasi dan tidak ada riwayat alergi

4. Riwayat Kesehatan Keluarga pasien mengatakan bahwa ibunya Tn. Z Keluarga pasien mengatakan bahwa keluarga NY.R
keluarga mempunyai riwayat penyakit stroke seperti yg di mempunyai riwayat penyakit Hipertensi.
alami Tn.Z.
7 Riwayat psikososial
Tn. Z tinggal bersama tinggal bersama istri dan Ny. R tinggal bersama tinggal bersama berdua
kedua orang anaknya. Tn. Z memiliki komunikasi bersama suami. Semua anak Ny. R telah menikah dan
yang baik dengan istri dan anaknya, dalam tinggal sendiri-sendiri dirumah memiliki mereka.
mengambil keputusanpun mereka saling Ny.R dan suami memiliki komunikasi yang baik
musyawarah. Jika pasien sedang mengalami dengan anak-anaknya, dalam mengambil
masalah dia selalu bercerita dengan istrinya dan keputusanpun mereka saling musyawarah. Jika pasien
anaknya. sedang mengalami masalah dia selalu bercerita
dengan anaknya dan suaminya.
8 Kondisi lingkungan
Keluarga mengatakan bahwa Tn. Z seorang perokok Keluarga mengatakan bahwa suami Ny.R seorang
aktif dan memiliki cukup banyak teman yang perokok aktif dan memiliki cukup banyak teman yang
merokok. merokok.
9 Riwayat spiritual Ny. R beragama islam dan jika dirumah pasien selalu
Tn. Z beragama islam dan jika dirumah pasien
melaksanakan ibadah 5 waktu, tetpi setelah sakit
selalu melaksanakan ibadah 5 waktu, tetpi setelah
pasien tidak melaksanakan ibah saat dirumah sakit.
sakit pasien tidak melaksanakan ibah saat dirumah

50
Keluarga mengatakan meyakini akan pengobatan yang
sakit. Keluarga mengatakan meyakini akan
diberikan oleh dokter dan perawat di rumah sakit dan
pengobatan yang diberikan oleh dokter dan perawat
keluarga tidak mempercayai adanya ritual non medis
di rumah sakit dan keluarga tidak mempercayai
untuk pengobatan Ny. R.
adanya ritual non medis untuk pengobatan Tn.Z.

c. Pengkajian Oksigenisasi
No Aspek Yang Diambil Pasien I Pasien II
1. Masalah pada pernafasan Keluarga pasien mengatkan bahwa pasien
Keluarga pasien mengatkan Tn. Z belum
kedua kalinya masuk rumah sakit dengan
pernah masuk rumah sakit, keluarga
penyaakit yang sama yg di diagnose oleh dokter
mengatakan bahwa pasien tinggal dengan
adalah Stroke, keluarga pasien mengatakan
kondisi memiliki cukup banyak teman yang
dirinya tinggal kondisi lingkungan rumah yang
merokok dan pasien pun termasuk perokok
cukup bersih, dan sang suami merupakan
aktif.
perokok aktif yang sering merokok di dalam
rumah.
2. Riwayat penyakit pernafasan Pada saat pengkajian pernafasan saat di Pada saat pengkajian pernafasan saat di inspeksi
inspeksi pernafasan cepat dan dangkal, batuk tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
berdahak yang susah dikeluarkan, frekuensi pernafasan cepat dan dangkal, , batuk berdahak
nafas 28x/menit dan saat di auskultasi yang susah dikeluarkan, frekuensi nafas
lapangan paru terdengar suara ronchi 27x/menit dan saat di auskultasi nafas terdengar
Terpasang alat bantu nafas O2 nasal dengan suara gurgling. Terdapat penggunaan alat bantu

51
aliran 3 liter/menit pada syaraf glosso nafas O2 nasal dengan aliran 3 liter/menit dan
pharyngeus posterior lidah (-) pada syaraf glosso pharyngeus posterior lidah
(-)
3. Adanya batuk dan penanganan Keluarga pasien mengatkan bahwa Tn.Z Keluarga pasien mengatkan bahwa Ny.R
mengalami batuk-batuk, Keluarga pasien mengalami batuk-batuk, Keluarga pasien
mengatakan Tn. Z batuk setelah berada di mengatakan Ny. R batuk setelah berada di
rumah sakit dan setelah dia mengalami rumah sakit manna dan setelah dia mengalami
kelemahan anggota gerak dan sulit untuk kelemahan anggota gerak, sulit untuk
mengeluarkan dahak berlendir serta mengalami mengeluarkan sekret.
perubahan pada posisi lidah yang sedikit jatuh
ke belakang
4. Kebutuhan oksigenisasi Saat dilakukan pengkajian pada Tn.Z keluarga Saat dilakukan pengkajian pada Ny R keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien mengalami pasien mengatakan bahwa pasien mengalami
batuk berdahak sulit keluar, sesak nafas dan batuk, sesak nafas, dan dahak sulit keluar.
mengalami perubahan pada posisi lidah yang
sedikit jatuh ke belakang
5 Tingkat Kesadaran Kesadaran klien Delirium, GCS : 3-4-4, ada Kesadaran Klien Apatis, GCS 3-4-5, tidak
keluhan nyeri kepala dengan skala 4 (sedang), ada keluhan pusing, pupil isokor, tidak ada
tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada nyeri tekan. Pengkajian saraf cranial
gangguan pendengaran, pupil isokor, tidak ada N I Olfaktorius : Tidak ada gangguan
nyeri tekan. penciuman
N II Optikus : Tidak ada gangguan

52
Pengkajian saraf cranial penglihatan

N I Olfaktorius : Tidak ada gangguan N III Oklumotorius, N IV Troklearis, N V


penciuman Trigeminus dan N IV abdusen : Tidak
N II Optikus : Tidak ada gangguan penglihatan terjadi gangguan.
N III Oklumotorius, N IV Troklearis, N V N VII Fasialis : Wajah simetris
Trigeminus dan N IV abdusen : Tidak terjadi N VIII Vestibulokoklearis : Tidak ada
gangguan. gangguan pendengaran
N VII Fasialis : Wajah simetris
N IX Glusofaringeus dan N X Vagus : Terjadi
N VIII Vestibulokoklearis : Tidak ada gangguan
kesulitan menelan. N XII Hipoglosus : Lidah
pendengaran
tidak terjadi deviasi pada salah satu sisi,
N IX Glusofaringeus dan N X Vagus : Terjadi
pergerakan lidah normal.
kesulitan menelan
N XII Hipoglosus : Lidah tidak terjadi deviasi
pada salah satu sisi, pergerakan lidah terganggu

53
d. Terapi pengobatan

Nama Pasien : Tn Z

No Obat Dosis Cara Waktu Pemberian


Pemberian P S M
1. IUFD RL 20tpm iv - - -
2. Citicolin 3x250mg iv 02.00 10.00 18.00
3. OMZ 1x40mg iv - - 18.00
4. Ceftriaxone 2x1gr iv - 11.00 23.00
5. Transamin 3x500mg iv 04.00 12.00 20.00
6. Piracetam 1x12gr iv 12.00 -
7. Fenitoin 3x100mg iv 04.00 12.00 20.00
8. Manitol 4x125ml iv 04.00 10.00 22.00
9. Amlodipin 1x10mg P.O - - 18.00
10. combivent 2x1amp Nebulizer 06.00 14.00 22.00
1flacon + Nacl
3%
Nama Pasien : Ny R

No Obat Dosis Cara Waktu Pemberian


Pemberian P S M
1. IUFD RL drip 20 tpm Iv - - -
tarontal
2. OMZ 1x40mg Iv 06.00 - -
3. Piracetam 1x3gr Iv - 12.00 -
4. Citicoline 3x250mg Iv 02.00 10.00 18.00
5. Amlodipin 1x10mg P.O - - 18.00
6. Candistamin 3x1mg P.O 06.00 14.00 22.00
7. Laxadine sirum 3x1sendok P.O 06.00 14.00 22.00
8. combivent 2x1amp Nebulizer 06.00 - 18.00
1flacon + Nacl
3%

e. Pemeriksaaan Penunjang

Nama Pasien Tn.Z Nama Pasien Tn.Z


Hasil CT-SCAN Hasil CT-SCAN
Tanggal 26-10-2019 Tanggal 26-10-2019
- Pendarahan intracerebri di - Infark cerebeli bilateral dan
daerah ganglia basalis kiri pons kanan
disertai edema perifikal - ,ultipel infark luncuran di
- Infark lacunas di daerah daerah ganglia basalis
ganglia basalis bilateral bilateral dan subtansial alba
- Lesi hipondens di konkabitas pereventrikculer lateralis
cerebelum kanan bilasteral

54
DD/aracnoid cyst - Atrofi cerebri di sertai
- subcorticalarterios clerosis
encephalopathi
- Hidrpsefalus ex-vacua

Hasil RD-Thorax
Tanggal 26-10-2019
- Kardiomegali tanpa
bendungan paru elongatio
aorta
- Elevasi diafragma kanan
- Pulmonal tidak tampak
kelainan

3. Diagnosa Keperawatan

No Pasien I Pasien II
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas tidak efektif
Data Subjectif : Data Subjectif :
Keluarga mengatakan bahwa Tn Z Keluarga mengatakan bahwa Ny. R
tiba-tiba lemas, kelemahan anggota mengalami batuk berdahak susah di
gerak kanan ,mengalami penurunan keluarkan, mengalami penurunan
kesadaran GCS dan sesak nafas kesadaran dan sesak nafas
Data objektif:
1. Suara nafas tambahan (ronkhi) Data objektif :
2. TD 180/100 mmHG, Frekuensi 1. suara nafas tambahan gurgling
Nadi 90x/m, Frekuensi nafas 2. 160/100, frekuensi nadi 88
28x/m dan suhu tubuh 36,2 ̊C x/menit, frekuensi nafas
Irama cepat dan dangkal 27/xmenit dan suhu tubuh
3. batuk berdahak yang susah pasien 36,8 ̊C.
dikeluarkan 3. Batuk berdahak tapi sulit
4. Tampak gelisah dan batuk mengeluarkan secret
berdahak 4. Pernafasan cepat dan dangkal
5. keasadaran delirium (GCS 3-3- 5. Kesadaran Apatis (GCS 4-3-4
3) 6. Ny.R terlihat gelisah
6. tampak gelisah 7. Terpasang Oksigen 3L/m
7. Terpasang Oksigen 3L/m 8. Klien Bedrest
8. Klien Bedrest

55
4. Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
NO TUJUAN /KRITERIA HASIL RASIONAL
KEPERAWATAN (Nursing Intervention
(Nursing Outcome Clasification/NOC)
Clasification/NIC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi NIC: Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas keperawatan selama 3 x 24 jam, Aktivitas Keperawatan:
Berhubungan dengan diharapkan jalan napas paten dengan:. 1. Monitor status pernapasan 1. Jalan napas yang tidak paten dapat
peningkatan produksi NOC: Status pernapasan: kepatenan sebagaimana mestinya mengakibatkan tidak adekuatnya
sekret jalan napas ventilasi yang menyebabkan frekuensi
 Ditingkatkan pada 5 2. Buang sekret dengan memotivasi meningkat, irama tidak teratur
1 = deviasi berat dari kisaran pasien untuk melakukan batuk efektif
normal atau menyedot lender menggunakan 2. Batuk efektif memaksimalkan
2 = deviasi yang cukup beratdari suction pengeluaran secret sehingga pasien tidak
kisaran normal merasa kelelahan, suction dapat
3 = deviasi sedang dari kisaran 3. Auskultasi suara napas dilakukan untuk membersihkan secret
normal pada jalan napas buatan, secret yang
4 = deviasi ringan dari kisaran tertahan, atau pasien tidak sadar
normal 4. Posisikan pasien semifowler
5 = tidak ada deviasi dari kisaran 3. Suara nafas yang abnormal menunjukkan
normal lokasi adanya secret pada area lobus
Dengan kriteria hasil: NIC: Fisioterapi dada paru.
Bersihan jalan napas Aktivitas Keperawatan
1. Frekuensi pernapasan (5) 5. Monitor status respirasi
2. Irama pernapasan (5) 4. Untuk memaksimalkan ventilasi pasien
3. Kedalaman inspirasi (5) 6. Kenali ada tidaknya kontraindikasi
4. Kemampuan untuk mengeluarkan dilakukannya fisioterapi dada pada
secret (5) pasien 5. PPOK eksaserbasi akut, pneumonia tanpa
5. Suara napas tambahan (5) produksi sputum berlebih, kanker paru,
6. Pernapasan cuping hidung (5) 7. Tentukan segmen paru yang berisi edema serebri, osteoporosis merupakan

56
7. Penggunaan otot bantu pernapasan sekret berlebih kontraindikasi dari pemberian fisioterpai
(5) dada
8. Batuk (5) 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
9. Akumulasi sputum (5) tindakan fisioterapi dada 6. Menentukan posisi dalam melakukan
fisioterapi dada

9. Lakukan fisioterpai dada 7. Inform consent sebelum tindakan


meningktakan kepercayaan pasien
terhadap prosedur tindakan
10.Lakukan fisioterapi dada minimal 2
jam setelah makan 8. Fisioterapi dada memanfaatkan gravitasi
dan geratan dalam mengeluarkan secret
11.Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan secret dengan napas 9. Fisioterapi dada yang diberikan sesaat
dalam setelah makan dapat meningkatkan resiko
refluk makanan dari lambung dan
12.Monitor kemampuan pasien setelah mengaibatkan aspirasi.
dan sebelum
10.Membantu pasien dalam menghemat
energi saat mengeluarkan secret sehingga
NIC : Terapi Oksigen pasien tidak kelelahan

13. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi 11.Perubahan suara napas menunjukkan
trakea dengan tepat fisioterpai dada berhasil dilakukan

14. Kolaborsikan pemberian oksigen

15. Monitor efektifitas pemeberian terapi 12. Untuk memperlancar aliran oksigen yang
oksigen diberikan
13. Pemberikan oksigen mencegah hiposia
16. Amati tanda-tanda hipoventilasi dan untuk memenuhi kebutuhan oksigen

57
oksigen pada pasien
14. Untuk mengetahui kepatenan pemberian
17. Monitor aliran oksigen terapi oksigen

15. Supaya tidak terjadi kekurangan oksigen


NIC : Monitor Pernafasan pada pasien

18. Monitor kecepatan irama, kedalaman 16. Mengetahui tanda hipoventilasi


dan kesulitan bernafas.
17. Mengetahui kepatenan aliran oksigen
19. Monitor suara nafas tambahan
18. Perubahan irama, kedalam dan kesulitan
20. Monitor saturasi oksigen menunjukkan tanda sulit bernafas pada
pasien
21. Palpasi kesimetrisan paru
19. Mengetahui suara ada tidak suara nafas
22. Monitor kemampuan batuk efektif tambahan
pasien
20. Tingkat saturasi oksigen dapat
23. Monitor sekresi pernafasan pasien menentukan kondisi oksigen dalam tubuh
pasien

NIC : Pengaturan Posisi 21. Melihat maksimal atau tidak


mengembannya paru-paru
24. Posisikan pasien semifowler atau
duduk
22. Mengetahui kemmpuan batuk pasien
Evidence Based:
7. Terapi Inhalasi Sederhana 23. Sekresi dapat menyebabkan aliran
Menggunakan minyak kayu putih oksigen menjadi tidak lancar

58
8. Terapi fisioterapi dada dan batuk
efektif 24. Posisi yang diberikan guna untuk
9. Penerapan pemberian madu memperlancar aliran oksigen pada pasien
10. Latihan pernapasan dengan teknik
ACBT (active cycle of breathing
technique)
11. Pemberian air minum hangat
sebelum tindakan nebulizer
12. Pemberian nebulizer dengan
postural drainage dan batuk efektif

59
5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. Z Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 26 Okt
2019/ I
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :10.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :13.40 Wib

S: NIC :Manajemen Jalan Nafas 1. Jalan nafas pasien paten dan pola S:
Keluarga mengatakan Aktivitas Keperawatan nafas dispnea frekuensi nafas Keluarga mengatakan bahwa Tn.
bahwa Tn Z tiba-tiba 28x/m Mengalami penurunan kesadaran,
lemas, berbicara pelo, 1. Memonitor status berbicara pelo, kelemahan anggota
kelemahan anggota gerak pernapasan pasien 2. Suara nafas terdengar ronchi gerak dan pasien tampak sesak
kanan dan mengalami
penurunan kesadaran 2. mengauskultasi suara napas 3. Terapi Nebulizer diberikan 1plash O:
pasien + Nacl 3,5 cc diberikan 3 kali 1. Frekuensi Nafas 28 x/m
sehari diberikan 2. Suara nafas ronchi
O: 3. Mengkolaborasi dalam 3. Batuk berdahak tapi sulit dikeluarkan
1. Suara nafas tambahan pemberian Nebulizer 4. Terdapat sekresi pada mulut, hidung
(ronkhi) 4. Keluarga akan memberikan pasien dan trakea
2. RR: 28 x/menit 4. Menganjurkan keluarga madu pada pasien 5. Pernafasan cepat dan dangkal
3. Irama cepat dan dangkal untuk memberikan madu 6. Terdapat penggunaan otot bantu
4. batuk berdahak yang susah jangan terlalu kental 5. Status respirasi paten dengan pernafasan
dikeluarkan frekuensi pernafasan 28x/m 7. Aliran oksigen paten
5. Tampak gelisah dan batuk NIC: Fisioterapi dada 8. Diberikan oksigen 3L dengan nasal
berdahak Aktivitas Keperawatan 6. Keluarga mengerti dan memahami kanul
6. ada penggunaan otot bantu 5. Memonitor status respirasi tentang intervensi fisioterapi dada 9. Dilakukan nebulizer
pernafasan, pasien combivent 1plash + Nacl 3%
7. keasadaran delirium 7. Pada Segmen paru tidak terdapat

60
6. Memberikan pengenalan sekret A:
ada tidaknya kontraindikasi Status pernapasan: kepatenan jalan
dilakukannya fisioterapi 8. Keluarga mengerti dan memahami napaspada level 4
dada pada pasien tentang tujuan prosedur tindakan
fisioterapi dada P: Intervensi dilanjutkan no
1,2,3,4,5,6,7,10.11.13,14,15,16,17
7. Menenentukan segmen 9. Fisioterapi dada dilakukan dengan
paru yang berisi sekret baik walaupun sekret belum
berlebih semuanya keluar

8. Memberikan penjelasan 10. Keluarga mengerti


tujuan dan prosedur dan akan memberitahu perawat
tindakan fisioterapi dada jaga saat 2 jam sebelum makan
untuk dilakukan tindakan
9. melakukan fisioterpai dada fisioterapi dada
pada pasien

11. Tidak terjadi kondisi yang


memperburuk pasie saat sebelum
10. Lakukan fisioterapi dada dan setelah dilakuakn fisioterapi
minimal 2 jam setelah dada
makan
12. Segmen paru yang berisi sekret
11. Monitor kemampuan pada lapang paru kiri dan kana
pasien setelah dan sebelum pada intercosta 2-4

12. Menenentukan segmen 13. Mulut, hidung dan trakea terdapat


paru yang berisi sekret sedik sekresi lendir
berlebih
14. Oksigen diberikan 3l
menggunakan nasal kanul

61
NIC : Terapi Oksigen
15. Terpai oksigen telah diberikan
13. membersihkan mulut, secara efektif
hidung dan sekresi trakea
dengan tepat 16. Tidak ada tanda-tanda
hipoventilasi oksigen
14. mengkolaborsikan
pemberian oksigen 17. Aliran oksigen paten tidak terdapat
banyak sumbatan

15. Memonitor efektifitas


pemeberian terapi oksigen

16. mengamati tanda-tanda


hipoventilasi oksigen

17. Memonitor aliran oksigen

NAMA PASIEN : Tn. Z Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 27 Okt
2019/ II
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib
NIC :Manajemen Jalan Nafas
S: Aktivitas Keperawatan 1. Jalan nafas pasien paten S:
Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan bahwa Tn.Z
bahwa Tn. Mengalami 1. Memonitor status pernapasan Mengalami penurunan kesadaran,
penurunan kesadaran, pasien berbicara pelo, kelemahan anggota

62
berbicara pelo, kelemahan 2. Suara nafas terdengar ronchi gerak dan terdapat sekret/ lendir pada
anggota gerak dan alian jalan nafas terdengar suara
terdengar suara dan pasien 2. mengauskultasi suara napas seperti orang ngorok
tampak sesak pasien 3. Keluarga mengerti dan mencoba O:
melakukan inhalasi sederhana 1. Frekuensi Nafas 27 x/m
O: 3. mengajarkan dan menganjurkan yang telah diajarkan 2. Suara nafas gurgling
1. Frekuensi Nafas 28 x/m keluarga pasien untuk 3. Terdapat batuk
2. Suara nafas ronchi melakukan teknik inhalasi 4. Terapi Nebulizer combivent 4. Diberikan oksigen 3L dengan nasal
3. Batuk berdahak tapi sulit sederhana menggunakan 1plash + Nacl 3 cc diberikan 3kali kanul
dikeluarkan minyak kayu putih sehari 5. Kondisi mulu, hidung dan trakea
4. Terdapat sekresi pada bersih
mulut, hidung dan trakea 4. mengkolaborasi dalam 6. Aliran oksigen paten
5. Pernafasan cepat dan pemberian Nebulizer a 5. Status respirasi paten dengan 7. Dilakukan nebulizer
dangkal frekuensi pernafasan 29x/m dengancombivent 1plash + Nacl 3 cc
6. Terdapat penggunaan otot
bantu pernafasan A:
7. Aliran oksigen paten NIC: Fisioterapi dada 6. Keluarga mengerti dan memahami Status pernapasan: kepatenan jalan
8. Diberikan oksigen 3L Aktivitas Keperawatan tentang intervensi fisioterapi dada napaspada level 4
dengan nasal kanul 5. Memonitor status respirasi
9. Dilakukan nebulizer pasien 7. Keluarga mengerti dan memahami P: Intervensi dilanjutkan no
combivent 1plash + Nacl tentang tujuan prosedur tindakan 1,2,4,5,10,11,12,13,14
3% 6. Memberikan pengenalan ada fisioterapi dada
tidaknya kontraindikasi
A: dilakukannya fisioterapi dada
Status pernapasan: pada pasien 8. Keluarga mengerti
kepatenan jalan napaspada dan akan memberitahu perawat
level 4 jaga saat 2 jam sebelum makan
7. Memberikan penjelasan tujuan untuk dilakukan tindakan
P: Intervensi dilanjutkan no dan prosedur tindakan fisioterapi dada
1,2,3,4,5,6,7,10.11.13,14,15,16,17 fisioterapi dada

63
9. Tidak terjadi kondisi yang
8. melakukan fisioterapi dada memperburuk pasie saat sebelum
minimal 2 jam setelah makan dan setelah dilakuakn fisioterapi
dada
9. Memonitor kemampuan pasien
setelah dan sebelum 10. Kondisi mulut, hidung dan treakea
NIC : Terapi Oksigen sedikit bersih

10. membersihkan mulut, hidung 11. Oksigen diberikan 3L dengan


dan sekresi trakea dengan tepat nasal kanul

11. mengkolaborsikan pemberian 12. Oksigen diberikan secara efektif


oksigen
13. Tidak ada tanda-tanda
12. Memonitor efektifitas hipoventilasi
pemeberian terapi oksigen
14. Aliran oksigen paten tidak ada
13. mengamati tanda-tanda sumbatan
hipoventilasi oksigen

14. Memonitor aliran oksigen

NAMA PASIEN : Tn. Z Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:28 Okt

64
2019/ III
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib
S NIC :Manajemen Jalan Nafas
Keluarga mengatakan Aktivitas Keperawatan 1. Jalan nafas pasien paten S:
bahwa Tn. Mengalami Keluarga mengatakan bahwa Tn. Z,
penurunan kesadaran, 1. Memonitor status berbicara pelo, kelemahan anggota
berbicara pelo, kelemahan pernapasan pasien 2. Suara nafas terdengar sura gerak dan sering berbicara ngelantur
anggota gerak dan terdapat gurgling terdengar suara seperti ngorok
sekret/ lendir pada alian 2. mengauskultasi suara napas
jalan nafas pasien O:
O: 3. Terapi Nebulizer combivent 1. Frekuensi Nafas 25 x/m
1. Frekuensi Nafas 29 x/m 3. Berkolaborasi dalam 1plash + Nacl 3 cc diberikan 2 2. Aliran Nafas paten
2. Suara nafas gurgling pemberian Nebulizer a kali sehari 3. Suara nafas gurgling
3. Terdapat batuk 4. Terapi nebulizer 1plash + Nacl 3cc
4. Diberikan oksigen 3L 4. Status respirasi paten dengan diberikan 2 kali sehari
dengan nasal kanul NIC: Fisioterapi dada frekuensi pernafasan 25x/m 5. Terdapat dahak pada trakea atau
5. Kondisi mulu, hidung dan Aktivitas Keperawatan saluran pernafasan.
trakea bersih 4. Memonitor status respirasi 5. Kondisi mulut, hidung dan 6. Oksigen diberikan 3L dengann nasa
6. Aliran oksigen paten pasien treakea sedikit terdapat dahak/ kanul
7. Dilakukan nebulizer sekret bersih
dengancombivent 1plash + A:
Nacl 3 cc NIC : Terapi Oksigen 6. Oksigen diberikan 3L dengan Status pernapasan: kepatenan jalan
nasal kanul napaspada level 4
A: 5. membersihkan mulut,
Status pernapasan: hidung dan sekresi trakea 7. Oksigen diberikan secara P: Intervensi dilanjutkan no 1,2,4,5,6,7,8,9
kepatenan jalan napaspada dengan tepat efektif
level 4
6. mengkolaborsikan 8. Tidak ada tanda-tanda
pemberian oksigen hipoventilasi

65
P: Intervensi dilanjutkan no
1,2,4,5,10,11,12,13,14 7. Memonitor efektifitas 9. Aliran oksigen paten tidak ada
pemeberian terapi oksigen sumbatan

8. mengamati tanda-tanda
hipoventilasi oksigen

9. Memonitor aliran oksigen


NAMA PASIEN : Tn. Z Diagnosa Keperawatan:
RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:29 Okt
2019/ IV
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 09.30 Pukul: 09.50 Pukul :14.00 Wib
NIC :Manajemen Jalan Nafas
Aktivitas Keperawatan 1. Jalan nafas pasien paten S:
S: Keluarga mengatakan bahwa Tn. Z,
Keluarga mengatakan 1. Memonitor status 2. Suara nafas terdengar suara berbicara pelo, kelemahan anggota
bahwa Tn. Z, berbicara pernapasan pasien vesikuler gerak dan sering berbicara ngelantur
pelo, kelemahan anggota terdengar suara seperti ngorok sedikit
gerak dan sering berbicara 2. mengauskultasi suara napas 3. Terapi Nebulizer combivent sudh berkurang tidak terdengar
ngelantur terdengar suara pasien 1plash + Nacl 3 cc diberikan 2 kencang seperti kemarin
seperti ngorok kali sehari
3. Berkolaborasi dalam O:
O: pemberian Nebulizer a 4. Status respirasi paten dengan 1. Frekuensi Nafas 23 x/m
1. Frekuensi Nafas 25 x/m frekuensi pernafasan 27x/m 2. Suara nafas vesikuler
2. Aliran Nafas paten 3. Batuk berdahak (-)
3. Suara nafas gurgling NIC: Fisioterapi dada 5. Kondisi mulut, hidung dan 4. Kondisi mulut, hidung dan trakea
4. Terapi nebulizer 1plash + Aktivitas Keperawatan treakea bersih bersih
Nacl 3cc diberikan 2 kali 4. Memonitor status respirasi 5. Oksigen terpasang 3L nasal kanul

66
sehari pasien 6. Oksigen diberikan 3L dengan
5. Terdapat dahak pada nasal kanul A:
trakea atau saluran Status pernapasan: kepatenan jalan
pernafasan. NIC : Terapi Oksigen 7. Oksigen diberikan secara napaspada level 5
6. Oksigen diberikan 3L efektif
dengann nasa kanul 5. membersihkan mulut, P: Intervensi dihentikan
hidung dan sekresi trakea 8. Tidak ada tanda-tanda
A: dengan tepat hipoventilasi
Status pernapasan:
kepatenan jalan napaspada 6. mengkolaborsikan 9. Aliran oksigen paten tidak ada
level 4 pemberian oksigen sumbatan

P: Intervensi dilanjutkan no 7. Memonitor efektifitas


1,2,4,5,6,7,8,9 pemeberian terapi oksigen

8. mengamati tanda-tanda
hipoventilasi oksigen

9. Memonitor aliran oksigen

67
NAMA PASIEN : Ny. R Diagnosa Keperawatan:
RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 15 Okt 2019/ I
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.15 Wib Pukul:09.15 Pukul:09.55 Pukul :13.40 Wib
S: NIC :Manajemen Jalan Nafas S:
Keluarga mengatakan bahwa Ny. Aktivitas Keperawatan 1. Jalan nafas pasien paten dan Keluarga mengatakan
R mengalami batuk berdahak pola nafas dispnea bahwa Ny. R mengalami
susah di keluarkan, mengalami 1. Memonitor status pernapasan pasien batuk berdahak susah di
penurunan kesadaran dan sesak keluarkan, mengalami
nafas 2. Memotivasi dan membantu pasien 2. Motivasi juga dibantu oleh ibu penurunan kesadaran dan
untuk melakukan batuk efektif pasien untuk melakukan batuk sesak nafas
O: efektif
1. suara nafas tambahan gurgling 3. mengauskultasi suara napas pasien O:
2. RR 27x/menit 3. Suara nafas terdengar ronchi 1. Frekuensi Nafas 28 x/m
3. Batuk berdahak tapi sulit 4. mengajarkan dan menganjurkan 2. Batuk tidak efektif
mengeluarkan keluarga pasien untuk melakukan teknik 3. Suara nafas ronchi
4. Pernafasan cepat dan dangkal inhalasi sederhana 4. Keluarga mengerti dan 4. Batuk berdahak tapi sulit
5. Terdapat penggunaan otot bantu mencoba melakukan inhalasi dikeluarkan
pernafasan 5. mengkolaborasi dalam pemberian sederhana yang telah 5. Pernafasan cepat dan
6. Kesadaran Apatis Nebulizer atau terapi bronkodilator diajarkan dangkal
7. Ny.R terlihat gelisah 6. Terdapat penggunaan otot
Nic : Terapi Oksigen 5. Diberikan Terapi Nebulizer bantu pernafasan
Aktivitas Keperawatan Nacl 3% 7. Keluarga mengetahui
tentang tindakan Fisioterapi
6. Membersihkan mulut, hidung dan dada
sekresi trakea dengan tepat 6. Mulut hidung dan trakea
terdapat sekret diara jalan nya A:
7. Kolaborsikan pemberian oksigen nafas. Status pernapasan:
kepatenan jalan napaspada

68
8. Memonitor efektifitas pemeberian terapi 7. Oksigen yang diberikan 3L level 4
oksigen dengan nasal kanul
P: Intervensi dilanjutkan no
9. Mengamati tanda-tanda hipoventilasi 8. Terapi oksigen telah diberikan 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,
oksigen 15,16,17,22
9. Tidak terdapat tanda-tanda
10. Memonitor aliran oksigen hipoventilasi pernafasan

NIC : Monitor Pernafasan 10. Aliran oksigen sedikit


terganggu karena ada sekret di
11. Memonitor kecepatan irama,kedalaman area jalan nafas
dan kesulitan bernafas
11. Irama nafasa reguler, sedikit
12. Memonitor suara nafas tambahan mengalami kesulitan bernafas

13. Mempalpasi kesimetrisan paru 12. Sura nafas terdengar gurgling

14. Memonitor kemampuan batuk efektif 13. Paru-paru berkembang secara


paru simetris

15. Memonitor sekresi pernafasan pasien 14. Pasien tidak dapat batuk

NIC : Pengaturan Posisi 15. Terdapat sekresi pada aliran


pernafasan
16. Memposisikan pasien semifowler atau
duduk 16. Posisi pasien semifowler

17. Mendorong lakukan Rom aktif dan Pasif 17. Keluarga pasien diajarkan
pasien untuk melakukan Rom pasif

NIC : Fisioterapi Dada 18. Keluarga mengerti dan

69
memahami tentang intervensi
18. Memberikan pengenalan ada tidaknya fisioterapi dada
kontraindikasi dilakukannya fisioterapi
dada pada pasien 19. Keluarga mengerti dan
memahami tentang tujuan
19. Memberikan penjelasan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi
prosedur tindakan fisioterapi dada dada

20. melakukan fisioterpai dada 20. Fisioterapi dada dilakukan


pada pasien dengan baik untuk
memaksimalkan pengeluaran
21. melakukan fisioterapi dada minimal 2 sekret
jam setelah makan
21. Keluarga mengerti
22. menginstruksikan pasien untuk dan akan memberitahu
mengeluarkan secret dengan napas perawat jaga saat 2 jam
dalam sebelum makan untuk
dilakukan tindakan fisioterapi
23. Memonitor kemampuan pasien setelah dada
dan sebelum
22. Pasien kadang-kadang sulit
diajak berinteraksi untuk
mengeluarkan sekret dengan
nafas dalam karena kondisi
anak yang belum mengerti dan
kondisi anak mulai membaik.
23. Tidak terjadi kondisi yang
memperburuk pasie saat
sebelum dan setelah dilakuakn
fisioterapi dada
NAMA PASIEN : Ny. R Diagnosa Keperawatan:

70
RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:16 Okt 2019/ II
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul 14.00
NIC :Manajemen Jalan Nafas
S: Aktivitas Keperawatan 1. Jalan nafas pasien paten dan S:
Keluarga mengatakan bahwa Ny. pola nafas dispnea Keluarga mengatakan
R mengalami batuk berdahak 1. Memonitor status pernapasan pasien bahwa Ny. R mengalami
susah di keluarkan, mengalami 2. Motivasi juga dibantu oleh batuk berdahak susah di
penurunan kesadaran dan sesak 2. Memotivasi dan membantu pasien keluarga pasien untuk keluarkan, mengalami
nafas untuk melakukan batuk efektif melakukan batuk efektif penurunan kesadaran dan
sesak nafas
O: 3. mengauskultasi suara napas pasien 3. Suara nafas terdengar ronchi
1. Frekuensi Nafas 28 x/m O:
2. Batuk tidak efektif 4. Menganjurkan keluarga pasien untuk 4. Keluarga mengerti dan 1. Frekuensi Nafas 27 x/m
3. Suara nafas ronchi melakukan teknik inhalasi sederhana mencoba melakukan inhalasi 2. Batuk tidak efektif
4. Batuk berdahak tapi sulit menggunakan minyak kayu putih sederhana yang telah 3. Suara nafas ronchi
dikeluarkan diajarkan 4. Batuk berdahak tapi sulit
5. Pernafasan cepat dan dangkal 5. mengkolaborasi dalam pemberian dikeluarkan
1. Terdapat penggunaan otot bantu Nebulizer atau terapi bronkodilator 5. Diberikan Terapi Nebulizer 5. Pernafasan cepat dan
pernafasan Nacl 3% dangkal
2. Keluarga mengetahui tentang NIC : Terapi Oksigen 6. Terdapat penggunaan otot
tindakan Fisioterapi dada Aktivitas Keperawatan bantu pernafasan
7. Keluarga mengetahui
6. Membersihkan mulut, hidung dan 6. Mulut hidung dan trakea tentang tindakan Fisioterapi
A: sekresi trakea dengan tepat terdapat sekret diara jalan nya dada
Status pernapasan: kepatenan nafas.
jalan napaspada level 4 7. Mengkolaborsikan pemberian oksigen
7. Oksigen yang diberikan 3L A:
P: Intervensi dilanjutkan no 8. Memonitor efektifitas pemeberian terapi dengan nasal kanul Status pernapasan:

71
1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14, oksigen kepatenan jalan napaspada
15,16,17,22 8. Terapi oksigen telah diberikan level 4
1.
9. Memonitor aliran oksigen P: Intrvensi dilanjutkan no
9. Aliran oksigen tidakt 1,2,3,4,6,7,,8,9,10,11,12,13,14,15,
NIC : Monitor Pernafasan terganggu

10. Memonitor kecepatan irama,kedalaman 10. Irama nafasa reguler, sedikit


dan kesulitan bernafas mengalami kesulitan bernafas

11. Memonitor suara nafas tambahan 11. Sura nafas terdengar vesikuler

12. Mempalpasi kesimetrisan paru 12. Paru-paru berkembang secara


simetris
13. Memonitor kemampuan batuk efektif
paru 13. Pasien tidak dapat batuk

14. Memonitor sekresi pernafasan pasien 14. Terdapat sekresi pada aliran
pernafasan
NIC : Pengaturan Posisi

15. Mendorong lakukan Rom aktif dan Pasif 15. Keluarga pasien diajarkan
pasien untuk melakukan Rom pasif

NIC: Fisioterapi dada Aktivitas 16. Fisioterapi dada dilakukan


Keperawatan dengan baik untuk
memaksimalkan pengeluaran
16. melakukan fisioterpai dada sekret
pada pasien
17. Keluarga mengerti
17. melakukan fisioterapi dada minimal 2 dan akan memberitahu

72
jam setelah makan perawat jaga saat 2 jam
sebelum makan untuk
18. menginstruksikan pasien untuk dilakukan tindakan fisioterapi
mengeluarkan secret dengan napas dada
dalam
18. Pasien kadang-kadang sulit
19. Memonitor kemampuan pasien setelah diajak berinteraksi untuk
dan sebelum mengeluarkan sekret dengan
nafas dalam karena kondisi
anak yang belum mengerti dan
kondisi anak mulai membaik.
19. Tidak terjadi kondisi yang
memperburuk pasie saat
sebelum dan setelah dilakuakn
fisioterapi dada

NAMA PASIEN : Ny. R Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN :Stroke Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:17 Okt 2019/ III
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- IMPLEMENTASI RESPON HASIL EVALUASI
INTERVENSI(S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib
S:
Keluarga mengatakan bahwa Ny. 1. Memonitor status pernapasan pasien 1. Jalan nafas pasien paten S:
R mengalami batuk berdahak Ibu klien mengatakan Ny.
susah di keluarkan, mengalami 2. Memotivasi dan membantu pasien R batuk berdahaknya sudah
penurunan kesadaran dan sesak untuk melakukan batuk efektif jika 2. Motivasi juga dibantu oleh ibu berkurang
nafas merasa ingin batuk pasien untuk melakukan batuk
efektif O:
O: 3. mengauskultasi suara napas pasien 1. Frekuensi Nafas 25 x/m
1. Frekuensi Nafas 27 x/m 3. Suara nafas terdengar 2. Suara nafas vesikuler

73
2. Batuk tidak efektif 4. Menganjurkan keluarga pasien untuk vesikuler 3. Jalan nafas paten
3. Suara nafas ronchi melakukan teknik inhalasi sederhana 4. Pola nafas eupnea
4. Batuk berdahak tapi sulit menggunakan minyak kayu putih jika 4. Keluarga akan melakukan 5. Batuk berdahak mulai
dikeluarkan kondisi batuk semakin berat inhalasi sederhana yang telah keluarkan
5. Pernafasan cepat dan dangkal diajarkan A:
6. Terdapat penggunaan otot bantu 5. Berkolaborasi dalam pemberian Status pernapasan:
pernafasan Nebulizer atau terapi bronkodilator 5. Diberikan Terapi Nebulizer kepatenan jalan napaspada
7. Keluarga mengetahui tentang Nacl 3% level 5
tindakan Fisioterapi dada
NIC : Terapi Oksigen P: Intervensi dihentian
Aktivitas Keperawatan 6. Mulut hidung dan trakea
A: terdapat sekret diara jalan nya
Status pernapasan: kepatenan 6. Membersihkan mulut, hidung dan nafas.
jalan napaspada level 4 sekresi trakea dengan tepat
7. Oksigen yang diberikan 3L
P: Intrvensi dilanjutkan no 7. Mengkolaborsikan pemberian oksigen dengan nasal kanul
1,2,3,4,6,7,,8,9,10,11,12,13,14,15,
8. Memonitor efektifitas pemeberian terapi 8. Terapi oksigen telah diberikan
oksigen

9. Aliran oksigen tidakt


9. Memonitor aliran oksigen terganggu

NIC : Monitor Pernafasan 10. Irama nafasa reguler, sedikit


mengalami kesulitan bernafas
10. Memonitor kecepatan irama,kedalaman
dan kesulitan bernafas 11. Suara nafas terdengar
vesikuler
11. Memonitor suara nafas tambahan
12. Paru-paru berkembang secara
12. Mempalpasi kesimetrisan paru simetris

74
13. Memonitor kemampuan batuk efektif 13. Pasien tidak dapat batuk
paru
14. Terdapat sekresi pada aliran
14. Memonitor sekresi pernafasan pasien pernafasan

NIC : Pengaturan Posisi 15. Keluarga pasien diajarkan


untuk melakukan Rom pasif
15. Mendorong lakukan Rom aktif dan Pasif
pasien

75
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangann antara konsep teori
dan tindakan proses asuhan keperawatan pada anak dengan Stroke yang dilakukan
di ruang Stroke RSUD DR. M Yunus Kota Bengkulu. Penerapan proses
keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah satu wujud
tanggung gugat perawatan yang terdiri dari tahap pengkajian keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi ( Potter & Perry, 2015).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
merupakan proses pengumpulan data yang sistematis dan berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,
2011). Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, anggota tim keperawatan
kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan diagnostik
dan laboratorium (Potter, 2010). Penulis melakukan pengkajian pasien Tn.Z
pada tanggal 28 Oktober 2019 didapatkan penurunan kesadaran, gelisah dan
mengalami kelemahan anggota gerak kanan, gelisah, dan kesadaran delirium.
Didapatkan hasil pemeriksaan tekanan darah 180/100, frekuensi nadi 90
x/menit, frekuensi nafas 28x/menit, suhu 36,2oC.
Hasil pengkajian selanjutnya pada pasien ke II pada tanggal 14 Oktober
2019 dan didapatkan data Ny.R tidak bisa membuka mata secaraspontan
namun jika di pangil pasien membuka mata, kondisi ekstremitas tidak bisa
digerakkan semua dengan kondisi lemah. Keadaan umum pasien lemah
dengan tingkat kesadaran Apatis,. Dengan hasil pemeriksaan tekanan darah
160/100 frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 27x/menit, shuh 36,8 oC.
Pada jenis stroke yang dialami kedua pasien tersebut memiliki
perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Terry dan Weaver (2013), stoke terbagi menjadi 2 jenis seperti stoke
hemoragik dan hemoragik. Pasien store hemoragik memiliki tanda awal
seperti sakit kepala sementara, usia berada pada rentang 40-60th, saat di

76
pengkajian penyakit menyerang secara mendadak, pada pernapasan pasien
sering mengalami pernafasan ireguler, mengorok dan terjadi penurunan
kesadaran secara mendadak. Sedangkan pada stoke non hemoragik atau
iskemik yaitu memiliki tanda awal tidak sakit kepala, terjadi pada usia 50th
lebih, timbulnya penyakit secara perlahan seperti pucat terlebih dahulu,
penurunan kesadaran berdasarkan beratnya defisit neurologis pasien, pada
pernapasan jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisifer. Stroke
iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat pembuluh
darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak. Faktor resikonya
antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Sedangkan stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya
perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan
masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma
otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol,
dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid
bisa berakibat pada koma atau kematian.Pada aneurisma otak, dinding
pembuluh darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak
yang meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri (Irfan M. ,
2012).
Pada saat dilakukan pengkajian terdapat data yang tidak sama dengan
pengkajian yang terdapat diteori. Pada pengkajian teori keluhan utama pasien
mengalami stroke didapatkan data kelemahan anggota gerak sebelah badan,
berbicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi. Namun pada pasien I pasien
mengalami serangan penyakitnya secara perlahan sedangkan pada pasien II
pasien mengalami nyeri kepala dan dilanjutkan dengan mengalami kelemahan
anggota gerak secara mendadak. Pengkajian pada sistem pernafasan yang
berada pada penkajian teori tidak sepenuhnya dialami oleh pasien I dan II.
Pada pengkajian sistem pernapasan pasien I dan II tidak mengalami retraksi
otot pernafasan dan retraksi dinding dada. Data untuk pemeriksaan penunjang
yang dilakukan pada Tn.Z dan Ny.R hanya pemeriksaan laboratorium dan

77
CT-Scan, hal ini sama dengan tinjauan teoriritis. Namun untuk pemeriksaan
kultur sputum tidak dilakukan pada dahak yang sulit dikeluarkan. Prinsip
penatalaksanaan keperawatan antara teoritis dan kasus memiliki kesamaan.
Pemeriksaan lain yang tidak dilakukan pada Tn.Zd dan Ny.R adalah
pemeriksaan LED, pemeriksaan ini tidak dilakukan karena pemeriksan
penunjang yang telah dilakukan (leukosit) sudah dianggap cukup untuk
menegakkan diagnose pasti pada Tn.Z dan Ny.R selain itu pemeriksaan
analisa gas darah pun tidak dilakukan karena Tn.Z dan Ny.R belum
mengalami gangguan pertukaran gas.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilai klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan denngan kesehatan (Christenson &
Kenney, 2009)
Diagnosa adalah penyataan yang menggambarkan respons manusia
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial) dari
individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan
perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyuingkirkan dan mencegah perubahan
(Rohman &Walid, 2012).
Diagnosa yang muncul pada teori bebeda dengan diagnosa yang
muncul pada saat penkajian, diagnosa pada yaitu ketidakefektifan bersihan
jalan nafasa berhubungan dengan produksi sekret dan pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan ventilasi tidak adekuat. Sedangka diagnosa yang muncul
pada pasien I dan II hanya muncul diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafasa berhubungan dengan produksi sekret yang berdasarkan kriteria data
mayor dan minor yang terdapat pada standar diagnosa (Nanda Internasional,
2015)

78
Masalah bersihan jalan nafas ini jika tidak ditangani secara cepat maka
bisa menimbulkan masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami
sesak yang hebat akan menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh
dan otak sehingga suplai oksigen berkurang dapat menyebabkan keadaan
stoke yang dialami pasien menjadi lebih parah. Berkurangnya suplai oksigen
dalam tubuh akan membuat kematian sel, hipoksemia dan penurunan
kesadaran bahkan bisa menimbulkan kematian (Nanda Internasional, 2015).
C. Intervensi Perencanaan
Berdasarkan tahap perencenaan penulis mengacu pada perencanaan
yang terdapat di landasan teoritis di mana perencanaan di bagi menjadi 3
tahap yaitu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan, menentukan
kriteria hasil dan merencenakan tindakan keperawatan. Dalam pembuatan
rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien dan perawat ruangan
sehingga ada kesempatan dalam memecahkan masalah yang dialami klien
sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi sesuai teori perencanaan
keperawatan dituliskan dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan
Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome
Classification (NOC) prinsip secara umum rencana keperawatan yang penulis
lakukan pada Ny.Rdan Ny.R.
Pada kasus Ny.R dan Tn.Z penulis melakukan rencana tindakan
keperawatan selama 3x24 jam. Penulis berencana mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien dengan tujuan yang
diharapkan yaitu status pernapasan: kepatenan jalan napsa ditingkatkan pada
lv 5. Intervensi pada kasus ini sesuai dengan intervensi pada teoritis dan
rencana dapat dilaksanakan berdasarkan intervensi dari diagnosa pada
tinjauan kasus. Dengan Nursing Intervention Classification (NIC) manajemen
jalan nafas dengan aktivitas keperawatan yang dilakukan yaitu monitor status
pernapasan pasien, memotivasi dan membantu pasien untuk melakukan batuk
efektif, mengauskultasi suara napas pasien, lalu posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, kolaborasi terapi oksigen, monitor aliran oksigen,

79
monitor respon pasien setelah diberikan oksigen, amati tanda-tanda
hipoventilisasi. dan dengan Nursing Intervention Classification (NIC)
fisioterapi dada dengan aktivitas keperawatan yang dilakukan yaitu
memonitor status respirasi pasien.
Intervensi tambahan dari beberapa evidence based terbaru yang dapat
dijadikan intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan telah disesuaikan
untuk dapat dilaksanakan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada pasien. Diantarnya adalah sebagai berikut: pemberian terapi inhalasi
sederhana menggunakan aromaterapi peppemint (mentha pipperita)
(Koensoemardiyah, 2009), Latihan pernapasan dengan teknik ACBT (active
cycle of breathing technique) (Paneeth, 2012), terapi sinar matahari (Tabrani,
2010), pemberian nebulizer dengan posisi postural drainage dan dikombinasi
dengan batuk efektif (Tabrani, 2010), dan batuk efektif juga dapat
dikombinasikan dengan nebulizer untuk memudahkan mengeluarkan sputum
secara maksimal sehingga pasien tidak mudah lelah (Nugroho, 2011)
D. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan tahap implementasi keperawatan, upaya untuk
merealisasikan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan yaitu
membina hubungan saling percaya adalah hal yang sangat penting dalam
tahap pelaksanaan ini, sehingga upaya pelaksanaan atau tindakan yang
dilaksanakan dapat di terima sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
Implementasi yang di lakukan penulis berlangsung selama 4 hari pada Tn.Z
yang dimulai tanggal 26 Oktober 2019 sampai 29 Oktober 2019 dan
implementasi yang dilaksanakan pada Ny. R berlangsung selama 3hari yang
dimulai dari tanggal 28 Oktober sampai dengan 30 Oktober 2019. Pada studi
kasus ini penulis melakukan implementasi dan mengevaluasi keadaan klien
setiap hari.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah
kettidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum, yaitu : memonitor status pernapasan pasien, memotivasi
dan membantu pasien untuk melakukan batuk efektif, mengauskultasi suara

80
napas pasien, mengajarkan dan menganjurkan keluarga pasien untuk
melakukan teknik inhalasi sederhana, berkolaborasi dalam pemberian
nebulizer atau terapi bronkodilator, memonitor status respirasi, memberikan
pengenalan ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya fisioterapi dada pada
pasien, menenentukan segmen paru yang berisi sekret berlebih, memberikan
penjelasan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi dada, melakukan
fisioterpai dada pada pasien, melakukan fisioterapi dada minimal 2 jam
setelah makan,.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam pelaksanaan
keperawatan pada pasien Tn.Z dan Ny.R bahwa implementasi yang telah
penulis laksanakan sesuai rencana tindakan yang telah disusun dapat tercapai
dengan baik. Namun penulis mengalami kesulitan pada beberapa evidance
base sehingga penulis tidak menerapkan nya dikarenakan kondisi pasien
dengan penerapan evidance base yang tidak bisa dilalkukan seperti batuk
efektif. Evidance base yang dapat tercapai dan dapat diterapkan dikarenakan
adanya dukungan keluarga klien yang kooperatif, kondisi pasien, peralatan
yang memadai , dan lengkap serta peran perawat ruangan yang banyak
membantu dan bekerja sama dengan penulis.
Pada perencanaan evidance base terapi sinar matahari (Tabrani, 2010)
tidak dapat dilakukan atau diterapkan kepada pasien karena kondisi pasien
sulit untuk berpindah dan posisi tempat tidur pasien Tn. Z dan Ny. R tidak
berada pada dekat jendela yang terkena sinar matari secara langsung.
Evidance base pemberian nebulizer dengan posisi postural drainage dan
dikombinasi dengan batuk efektif juga dapat diterapkan dengan pasien karena
kondisi mengalami penurunan kesadaran dan sulit untuk di ajarkan batuk
efektif dan pemberian nebulizer tidak dapat dilakukan dengan posisi postural
drainage terdapat kesulitan peneliti untuk merubah posisi pasien dengan
kondisi pasien mengalami kelemahan anggota gerak. Menurut Rohmah N &
Walid S (2017) mengatakan bahwa posisi postural drinage merupakan salah
satu tehnik yang digunakan untuk mengalirkan sputum/ dahak yang berada di
dalam paru agar mengalir ke saluran pernapasan yang besar sehingga lebih

81
mudah untuk dikeluarkan. Tindakan ini dilakukan selama minimal 20 menit
untuk satu bagian lobus paru dan dilakukan pemeriksaan suara paru terlebih
dahulu untuk menentukan posisi yang tepat. Pada posisi ini pasien dengan
kelemahan anggota gerak akan sulit untuk dilakukan perubahan posisi dan
mempertahankan posisi postural drinage seperti pada pasien stroke.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang mengadakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai berdasarkan
tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan (Potter, 2005).
Evaluasi yang digunakan berbentuk S (subyektif), O (obyektif), A (analisa), P
(perencanaan terhadap analisis.
Evaluasi dilakukan setiap hari pada kedua kasus yaitu menggunakan
evaluasi SOAP pada awal jam dinas dan terakhir di evaluasi kembali setelah
diberika intervensi pada jam akhir dinas. Pada kedua kasus stoke pada Tn.Z
dan Ny.R sama-sama menunjukkan perbaikan dan implementasi dihentikan
pada hari ke 4 pada Tn.Z serta hari ke 3 pada Ny.R (Huda dan Yatinde,
2013).

82
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan data subyektif
dan obyektif. Saat dilakukan pengkajian terdapat data yang tidak sama
dengan pengkajian yang terdapat diteori. Pada pengkajian teori keluhan
utama pasien mengalami stroke didapatkan data kelemahan anggota gerak
sebelah badan, berbicara pelo dan tidak dapat berkomunikasi. Namun
pada pasien I pasien mengalami serangan penyakitnya secara perlahan
sedangkan pada pasien II pasien mengalami nyeri kepala dan dilanjutkan
dengan mengalami kelemahan anggota gerak secara mendadak.
Pengkajian pada sistem pernafasan yang berada pada penkajian tiori tidak
sepenuhnya dialami oleh pasien I dan II. Pada pengkajian sistem
pernapasan pasien I dan II tidak mengalami retraksi otot pernafasan dan
retraksi dinding dada.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada teori bebeda dengan diagnosa yang
muncul pada saat penkajian, diagnosa pada yaitu ketidakefektifan
bersihan jalan nafasa berhubungan dengan produksi sekret dan pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan ventilasi tidak adekuat. Sedangka
diagnosa yang muncul pada pasien I dan II hanya muncul diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafasa berhubungan dengan produksi
sekret yang berdasarkan kriteria data mayor dan minor yang terdapat pada
standar diagnosa (Nanda Internasional, 2015)
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

83
peningkatan produksi sputum dengan tujuan kriteria hasil yang ingin
dicapai yakni setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam, diharapkan jalan nafas paten dengan kriteria hasil : Frekuensi
pernapasan, Irama pernapasan, Kedalaman inspirasi, Tingkat
kemampuan untuk mengeluarkan secret, tingkat, Suara napas tambahan
ditingkatkan pada level 5 = tidak ada deviasi dari kisaran normal pada
intervensi ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien Tn.Z dan Ny.R
bahwa implementasi yang telah penulis laksanakan sesuai rencana
tindakan yang telah disusun dapat tercapai dengan baik. Namun penulis
mengalami kesulitan pada beberapa evidance base sehingga penulis tidak
menerapkan nya dikarenakan kondisi pasien dengan penerapan evidance
base yang tidak bisa dilalkukan seperti batuk efektif. Evidance base yang
dapat tercapai dan dapat diterapkan dikarenakan adanya dukungan
keluarga klien yang kooperatif, kondisi pasien, peralatan yang memadai ,
dan lengkap serta peran perawat ruangan yang banyak membantu dan
bekerja sama dengan penulis.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada pasien dengan Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produkti sputum
adalah menunjukkan perbaikan dan peningkatan kesehatan pasien, pada
hari keempat batuk berdahak pada pasien Tn.Z sudah berkurang.
Sedangkan hari ke empat batuk berdahak, sesak pada pasien Ny. R sudah
membaik. Kedua klien tampak lebih nyaman, intervensi pada diagnosa
pertama dilanjutkan mandiri tanpa kehadiran perawat yaitu
menganjurkan keluarga pasien melakukan intervensi inhalasi sederhana
jika batuk berulang, serta menjaga kebersihan lingkungan, hindari faktor-
faktor yang dapat memperburuk kondisi pasien, menjauhkan menjauhakn
pasien dari asap rokok dan asap pembakaran sampah lainnya serta dari
makan makanan yang berlemak. Pada diagnosa ketidakefektifan bersihan

84
jalan nafas, didapatkan pasien tampak sudah batuk berdahak berkurang,
pasien tampak tenang, status pernafasan pasien paten berada di level 5
tidak ada deviasi dari kisaran normal.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran
yang diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi perawat
Karya tulis ilmiah ini sebaiknya dapat digunakan perawat sebagai
wawasan tamabahan dan acuan intervensi yang dapat diberikan pada
pasien yang mengalami penyakit Stroke. Perawat sebaiknya dapat
meneruskan terapi dan perawat juga dapat memberikan inspirasi
lebih banyak lagi dalam memberikan intervensi keperawatan pada
penderita Stroke
2. Bagi Pelayan Kesehatan / RSUD DR M. Yunus Bengkulu
Bagi pihak rumah sakit dapat menyiapkan peralatan yang lengkap
berdasarkan kebutuhan pengkajaian stroke seperti pengkajian
beberapa syaraf dan menerapkan evidane base seperti sinar matari
yang membutuhkan peran perawat untuk meletakkan posisi tempat
tidur pasien yang membutuhkan terapi sinar matari mendekati jendela
yang terkena sinar matahari.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya perlu melakukan impelementasi
berdasarkan evidence base yang telah diterapkan seperti inhalasi
sederhana menggunakan aromaterapi peppemint, Latihan pernapasan
dengan teknik ACBT. Kemudian bagi peneliti selanjutnya jika
menemukan kondisi pasien dengan kondisi yang membutuhkan terapi
sinar matarahari maka posisikan pasien mendekati jendela agar
mudah untuk dilakukan terapi sinar matahari.

85
DAFTAR PUSTAKA

Alvarez, J., Gasparrini, M., ForbesHerndndez,T., Mazzoni, L., Giampieri, F.


(2014). The composition and biological activity of honey: A focus on
manuka honey. Foods, 3(3): 420432.

Aniesa Nur Laily Pertiwi, Nada Rajbiana, Rida Hayati (2020) . Oropharingeal
Exercise Untuk Memperbaiki Jalan Nafas Akibat Obstructive Sleep
Apnea Syndrom Pada Kondisi Stroke. J. FisioMu.2020 Vol 1(1):21-
28

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis &


NANDA NIC NOC (Jilid 3). Jakarta : Media Action Publishing.

Ardiansyah, (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta : DIVA Press

Arjatmo, T. & Hendra, U. (2011) Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Balai penerbit
FKUI

Arya W.W. (2011). Strategi Mengatasi & Bangkit dari Stroke. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

, S & Yessie, M, (2013) Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Cholik, H. 2009. Buku Ajar Perawatan Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta:
Ardana Media.

Corwin E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC

Dona L, Wong, 2013. Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta : EGC

Dina Putri Adiyati (2018). Efektifitas Nebulizer-Postural Drainage Dan Nebulizer-Batuk


Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Pada Pasien Asma Di Rsud Caruban..
Jurnal Keperawatan Stikes Bhakti HusadaMulia

Ekacahyaningtyas Martiana, dkk (2017). Posisi Head Up 30 Derajat Sebagai


Upaya Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke
Hemoragik dan Non Hemoragik. Adi Husada Nursing Jurnal- Vol 3
No 2 Desember 2017

Fitriyani, N (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan masalah


Ketidakefektifan Kebersihan Jalan Nafas pada pasien Stroke
Hemoragik di Ruang Intersive Care Unit RSUD Dr. Soederman
Kebumen. Laporan Studi Kasus Stikes Muhamadiyah Gombong

86
Halimi R.A & Bisrl D.Y (2019). Manajemen Pasien Stroke Perdarahan Spontan
dengan Komorbid Penyakit Paru Obstruktif Kronik Yang Terjadi
Bronkhospasme Intraoperasi.JNI 2019;8(2);105-11

Hidayat, A. (2012) Pengantar Konsep Dasar Kebutuhan Manusia. Jakarta :


Salemba Medika

Hendley,J.O., Abbot, R D., Beasley, P.P., & Gwaltney, J,M (1994). Effect of
inhalation of hot humidified air on expereminthal rhinovirus infection.
JAMA, 271 (14), 112-1113

I Made Sudarma, ddk (2017). Mengkonsumsi Air Hangat Sebelum Tindakan Nebulizer
Meningkatkan Kelancaran Jalan Nafas Pada Pasien Asma. Jurnal STIKES
Wira Medika PPNI Bali

Junaidi, I. (2011).Stroke Waspadai Andamannya. Yogyakarta; Andi Offset

Koensoemardiyah. (2009).A-Z Aromaterapi Untuk Kesehatan, Kebugaran, dan


Kecantikan. Yogyakarta : Andi Publisher

Kulnik Stefan Tino, PhD (2018). Could reflex cough induced through nebulized
capsaicin achieve airway clearance in patients with acute retention of lung
secretions. Jurnal Fakultas Kesehatan, Perawatan Sosial dan Pendidikan.
Universitas Kingston dan St George, Universitas London

Maidartati. (2014). Pengaruh fisioterai dada terhadap bersihan jalan napas pada
anak usia 1-5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan napas di
Puskesmas Moch Ramdhan Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume 11

Marni.(2014).Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.


Yogyakarta:Gosyen Publishing

Mubarak, W.I & Chayatin, N (2007). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :


Salemba Medika

Mutiarasari Diah (2019). Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And Prevention.
Medika Tadulako, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol. 6 No. 1

NANDA Internasional, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017 Edisi 10 editor Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.
Jakarta : EGC

87
Nugroho, Yosef Agung. 2011. Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada
pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Jurnal STIKES
RS Baptis Kediri 2085-0921

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 1
Yogjakarta: Mediaction

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2013) Asuhan keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Mediaction

Kwang K. Chang, Kwang K. Chang, Mark W. McQuilling, Reza Movahed (2018). Fluid
Structure Interaction Simulations Of The Upper Airway In Obstructive Sleep
Apnea Patients Before And After Maxillomandibular Advancement Surgery.
Techno Bytes 018 by the American Association of Orthodontists. All rights
reserved.

Parlagutan M.T, Khairani A.I, & Simanjuntak (2019).Studi Kasusu Pemenuhan


Perfusi Jaringan Serebral Pasien Stroke Hemoragik Di Rumah Sakit
TK II Putri Hijau Medan Tahun 2018. Jurnal Stiks Publis Januari
Volume 1 Nomer 1 2019

Pertami S.B, Munawaroh S & Rosmala N.W.D (2019). Pengaruh Elevasi 30


Derajat Terhadap Saturasi Oksigen dan Kualitas Tidur Pasien Stroke.
HIJP Volume 11, Nomer 2 Desember 2019

Paneeth, B., Faisal, M., Renuka D. Efficacy of Active Cycle of Breathing and
Postural Drainage in Patient with Bronchiectasis. Innov J Med Heal
Sci. 2012;129–32

Potter & Perry, A.G (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4 Volume I
Potter, P & A Perry, A.G (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4 Volume II
Rekam Medis RSUD dr. M.Yunus Bengkulu Data Prevalensi stroke rentang
waktu tahun 2015-2017.Tidak dipublikasikan

Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Riri Fitri Sari, Suhaimi Fauzan,Ichsan Budiharto (2017). Pengaruh Open Suction
Terhadap Tidal Volume Pada Pasien Yang Menggunakan Ventilator Di
Ruang Icu Rsud Dr. Soedarso Pontianak. Jurnal Program Studi
Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura

88
Rohmah N & Walid S (2017) Proses keperawatan teori dan aplikasi. Yogyakarta: AR-
RUZZ Media.

Rusna Tahir , Dhea Sry Ayu & Siti Muhsinah (2019). Fisioterapi Dada Dan Batuk
Efektif Sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada
Pasien TB Paru Di RSUD Kota Kendari. Health Information : Jurnal
Penelitian Volume 11

S. DeMaria Jr, DJ Berman *, A. Goldberg, H.-M. Lin, Y. Khelemsky dan A. I. Levine


(2016). Team-based model for non-operating room airway Management.
British Journal of Anaesthesia, 117 (1): 103–8 (2016)

Sherly Amelia (2018). Aromaterapi Peppermint Terhadap Masalah Keperawatan


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak Dengan
Bronkopneumonia. REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2

Smeltzer, Suzzane C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Satyanegara. (2010). Ilmu bedah Syaraf Satyanegara Edisi IV. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

Warren, M. D., Pont, S. J., Barkin, S. L., Callahan, S. T., Caples, T. L., Carroll, K.
N., Plemmons, G. S., Swan, R. R., Cooper, W. O. (2007). The effect
of honey on nocturnal cough and sleep quality for children and their
parents. Arch Pediatr & Adolesc Med, 1 61 (12): 1149-1 1 53

Yuanita, dr Ade Sari. 2011. Terapi Air Putih.Jakarta : Klik Publishing

89

Anda mungkin juga menyukai