Anggota :
Filda Yolandita P 213117007 Dewi Rizki Utami 213117100
Narita Desianti 213117014 Khoelina Maulidiah 213117108
Ai Lesti Martiani 213117029 Nufikhi Haqqi A 213117109
Sarah Nurhaliza D.P 213117033 M. Ramdansyah 213117114
Tiarasafitri N.D 213117053 Rizki Robianto 213117119
Vina Ashri E 213117062 Anisa Nur H 213117123
Dhea Putri P.W 213117064 Rahman Rizki H 213117126
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat
dan Hidayah-Nya, yang telah memberikan kemudahan dalam menyusun laporan
ini. Laporan yang di buat ini berisi tentang Laporan Tutorial Kasus. Adapun
maksud dan tujuan membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas. Kami tak
lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyusun laporan ini.
Akhir kata semoga laporan yang telah di susun ini dapat diterima oleh
Dosen dan mendapat penilaian yang terbaik dan semoga Allah SWT memberikan
kekuatan dan kemudahan kepada kita semua.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
DS DO
- Tn.P mengeluh sering pusing - TD 150/100 mmHg
dan nyeri punduk - Kelemahan pada ekstremitas
- Istri Tn.P, Ny.S sering marah atas dan bawah bagian kiri
akibat Tn.P tidak patuh - Menggunakan tongkat
dalam minum obat - Kekuatan otot
Ka
nan
Kiri
4 3
Stroke
a. Stroke iskemik
Terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah
ke otak dimana otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai
suber energi agar fungsinya tetap baik. Aliran drah otak atau
Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan konstan
antara 50-150 mmHg (Price, 2006). Aliran darah ke otak
dipengaruhi oleh: a. Keadaan pembuluh darah Bila menyempit
akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh trombus atau
embolus maka aliran darah ke otak terganggu. b. Keadaan darah
14 Viskositas darah meningkat, polisitemia menyebabkan aliran
darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat
menyebabkan oksigenasi otak menurun. c. Tekanan darah
sistemik Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik
otak untuk mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan
walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak. d. Kelainan
jantung Kelainan jantung berupa atrial fibrilasi, blok jantung
menyebabkan menurunnya curah jantung. Selain itu lepasnya
embolus juga menimbulkan iskemia di otak akibat okulsi lumen
pembuluh darah. Jika CBF tersumbat secara parsial, maka
daerah yang bersangkutan langsung menderita karena
kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah
iskemik. Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular
disebabkan oleh tidak adanya oksigen dan nutrien atau
terganggunya metabolisme (Robbins, 2007).
b. stroke hemoragic
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim
otak dan perdarahan subaraknoid. Insiden perdarahan
intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana
masing-masing 10% adalah perdarahan subaraknoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2009). 16 Perdarahan
intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling
sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter
100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa degenerasi
lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
Charcot Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan
tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan pecahnya
penetrating arteri. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil
membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan,
2009). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan
sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis
(Caplan, 2009). Perdarahan subaraknoid (PSA) terjadi akibat
pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga
terjadi ekstravasasi darah ke ruang subaraknoid. Perdarahan
subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma
sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation
(AVM) (Caplan, 2009).
7. Komplikasi ( Khoelina )
1) Infeksi Thorax
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan
mikroorganisme pada penjamu rentan yang terjadi melalui
kode transmisi kuman yang tertentu, cara transmisi
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet
maupun airbone, dan dengan kontak langsung yang terjadi di
thorax.
Central Periodic Breathing(CPB), termasuk pernapasan
Cheyne-Stokesdan Central Sleep Apnea(CSA) ditemukan pada
penderita stroke. Pernapasan Cheyne-Stokes adalah suatu pola
pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian turun
bergantian dengan periode apnea. Pola pernapasan ini sering
dijumpai pada pasien stroke,akan tetapi tidak memiliki korelasi
anatomis yang spesifik. Salah satu penelitian melaporkan CPB
terjadi pada kurang lebih 53% pasien penderita stroke. Selain
menimbulkan gangguan kontrol respirasi sentral, hemiplegi
akut pada stroke berhubungan dengan risiko kematian akibat
infeksi paru. Kemungkinan infeksi paru cukup besar pada
pasien dengan aspirasi dan hipoventilasi. Kontraksi otot
diafragma pada sisi yang lumpuh akibat stroke akan berkurang
pada pernapasan volunter, tidak berpengaruh pada pernapasan
involunter. Emboli paru juga pernah dilaporkan terjadi pada
9% kasus stroke.
2) Pneumonia
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, virus,
jamur, parasit. Namun pneumonia juga dapat disebabkan oleh
bahan kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu atau
radiasi. Peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
penyebab lain selain mikroorganisme (fisik, kimiawi, alergi)
sering disebut sebagai pneumonitis. Menurut gejala kliniknya,
pneumonia dibedakan menjadi pneumonia klasik dan
pneumonia atipik. Adanya batuk yang produktif adalah ciri
pneumonia klasik, sedangkan pneumonia atipik mempunyai
ciri berupa batuk nonproduktif.
Peradangan paru pada pneumonia atipik terjadi pada
jaringan interstitial sehingga tidak menimbulkan eksudat.
Menurut lingkungan kejadiannya, pneumonia dibedakan
menjadi communityacquiredpneumonia, hospital acquired,
serta pneumonia pada pasien immunocompromised. Pembagian
ini dibuat untuk memudahkan dalam menentukanjenis
mikroorganisme penyebabnya. Bakteri penyebab pneumonia
adalahStreptococcus pneumoniae, Streptococcuspyogenes,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Yersinia pestis.
3) Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di
sepanjang saluran kemih, termasuk ginjal itu sendiri, akibat
poliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar infeksi
saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi jamur dan virus
juga dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering
disebabkan oleh Escherichia coli, suatu kontaminan tinja yang
sering ditemukan di daerah anus. Dikatakan terinfeksi apabila
terdapat kuman pada kultur urin >100.000/ml urin.
Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan
dan wanita. Salah satu penyebabya adalah uretra. Uretra wanita
yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
memperoleh akses ke kandung kemih. Faktor lain yang
berperan meningkatkan infeksi saluran kemih adalah
kecenderungan untuh menahan urin. Pada laki laki juga dapat
terjadi infeksi saluran kemih walupun lebih jarang daripada
wanita
4) Konstipasi
Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan
konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang
bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari
biasanya.Konstipasi fungsional didasarkan atas tidak
dijumpainya kelainan organik ataupun patologisyang
mendasarinya walau telah dilakukan pemeriksaan objektif yang
menyeluruh.Pasien yang mengalami konstipasi memiliki
persepsi gejala yang berbeda-beda. Menurut World
Gastroenterology Organization(WGO) beberapa pasien (52%)
mendefinisikan konstipasisebagai defekasi keras, tinja seperti
pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat
diinginkan (34%),atau defekasi yang jarang (33%).
Penyebab terjadinya konstipasi dapat dibedakan
berdasarkan struktur atau gangguan motilitas dan fungsiatau
gangguan bentuk pelvik. Gangguan motilitas dapat disebabkan
oleh nutrisi tidak adekuat, motilitas kolon melemah, dan faktor
psikiatri. Gangguan bentuk pelvik dapat berupa fungsi pelvik
dan sfingter melemah, obstruksi pelvik, prolapsus rektum,
enterokel, intususepsi rektum, dan rektokel.
5) Depresi
Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa di
Indonesia edisi III (PPDGJ-III, 1993) mendefinisikan depresi
sebagai gangguan afektif (alam perasaan) yang pada umumnya
ditandai oleh gejala-gejala :
a) Kurang nafsu makan atau penurunan berat badan yang
cukup berarti, atau penambahan nafsu makan dan
penambahan berat badan yang cukup berarti.
b) Gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)
c) Agitasi atau sebaliknya melambatkan psikomotor (gerak).
d) Hilang minat atau rasa senang dalam semua kegiatan
(yang biasa dikerjakannya) dan waktu senggang (hobi).
e) Berkurangnya energi, mudah lelah yang nyata oleh kerja
sedikit saja
f) Hilangnya semangat dan kegairahan hidup. Berkurangnya
aktifitas, mudah lelah oleh kerja sedikit saja.
g) Perasaan tak berguna, menyalahkan diri sendiri, atau
perasaan bersalah berlebihan dan tidak tepat.
h) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang, rasa rendah
diri.
i) Pandangan masa depan suram dan pesimistis.
j) Keluhan atau tanda tanda berkurangnya kemampuan
berfikir atau konsentrasi, perlambat proses pikir atau tidak
mampu.
k) Iritabel, mudah tersinggung atau marah. Rasa sedih,
murung, hancur luluh, putus asa, merasatak tertolong lagi.
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri sendiri,
pikiran berulang tentang kematian, gagasan bunuh diri,
keinginnan mati atau usaha bunuh diri.
6) Kejang
Kejang pasca stroke dan epilepsi merupakan penyebab
tersering dari sebagian besar pasien yang masuk rumah sakit,
baik sebagai gejala klinis ataupun sebagai komplikasi pasca
stroke. Faktor usia menjadi faktor risiko independen untuk
stroke, dengan kecenderungan terjadinya peningkatan kejadian
dan prevalensi kejang pasca stroke dan epilepsi pasca stroke.
Baku emas untuk diagnosis epilepsi adalah pemantauan vidio
EEG secara simultan, yang mengkaitkan temuan EEG dengan
serangan. Pasien dipantau 2 jam dengan radiotelemetri yang
dipasang di kepala pasien.
7) Stroke Berulang
Kejadian Stroke yang terjadi setelah stroke pertama.
Serangan stroke ulang masih sangat mungkin terjadi dalam
kurun waktu 6 bulan pasca serangan stroke yang pertama.
Serangan stroke ulang pada umumnya lebih berakibat fatal
daripada serangan stroke yang pertama.Penelitian Xu,dkk
memperlihatkan bahwa serangan stroke ulang pada tahun
pertama dijumpai pada 11,2% kasus. Pengendalian faktor
resiko yang tidak baik merupakan penyebab utama munculnya
serangan stroke ulang. Penelitian diatas menunjukkan bahwa
serangan stroke ulang pada umumnya dijumpai pada individu
dengan hipertensi yang tidak terkendali dan merokok. Pada
pengamatan selama lima tahun pasca serangan stroke, serangan
stroke ulang dijumpai pada 32 kasus. Hal ini berarti sepertiga
pasien stroke akan mengalami serangan stroke ulang dalam
lima tahun pasca serangan stroke yang pertama.
8) Dekubitus
Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat
mengakibatkan meningkatkan biaya, lama perawatan di rumah
sakit serta memperlambat program rehabilitasi bagi penderita.
Selain itu dekubitus juga dapat menyebabkan nyeri yang
berkepanjangan, rasa tidak nyaman, meningkatkan biaya dalam
perawatan dan penanganannya serta menyebabkan komplikasi
berat yang mengarah ke sepsis, infeksi kronis, sellulitis,
osteomyelitis, dan meningkatkan prevalensi mortalitas pada
klien lanjut usia. Dekubitus sering terjadi pada pasien tirah
baring seperti pada pasien stroke. Pada pasien stroke dengan
gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring saja tanpa mampu
untuk mengubah posisi. karena keterbatasan tersebut. Tindakan
pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan
terus menerus, sebab pada pasien stroke dengan gangguan
mobilisasi yang mengalami tirah baring di tempat tidur dalam
waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi
akan berisiko tinggi terjadinya luka tekan (dekubitus).
9) Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Gagal
jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan
otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan
kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afterload.
8. Pemeriksaan Penunjang ( Khoelina )
1) Laboratorium : dasar rutin, gula darah, urin rutin, cairan
serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit.
2) CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya
perdarahan dan juga untuk memperlihatkan adanya, edema
hematoma, iskemia, dan adanya infark.
3) Ultrasonografi doppler : mengidentifikasi penyakit arterio vena.
4) Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5) MRI : menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragic.
6) EEG : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7) Sinar X tengkorak : menggangbarkan prubahan kelenjar
lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas,
klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral,
klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan sub
arachhnoid.
9. Penatalaksaan/ Manajemen terapi ( Filda )
a. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di intalasi gawat darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal
bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/ menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin
dalam H20. Dilakukan pemeriksaan CT-scan otak,
elektrokardiografi, photo thorax, dara perifer lengkap dan
jumlah trombosit, protombin tem/INR, APTT, glukosa darah,
kimia darah (termasuk elektrolit). Jika hipoksia dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di instalasi gawat darurat
adalah pemberian dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penangan faktor-faktor Etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, akupasi,
wicara, dan psikologis serta telaah sosial untu membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga
pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tatacara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
1) Stroke iskemik
Terapi umum :
letakan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala
dan dada pada satu bidang
ubah posisi tidur setiap 2 jam
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas, beri oksigen
1-2L/Menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Jika perlu dilakukan intubasi, demam diatasi dengan
kompres dan anti piretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 ml. Dan elektrolit sesuai
kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau
salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik, jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik. Kadar gula darah < 150 mg% harus
dikoreksi sampei batas gula darah sewaktu 150mg%
dengan insulin drip, intravena continu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula < 60 Mg% atau
<80mg%) dengan gejala diatasi segara dengan
dextrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya nyeri kepala atau mual dan muntah
diatasi dengan pemberian obat obatan sesuai gejala
tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali
bila tekanan sistolik < 220mmHg, diastolik <
120mmHg mean arterial blood pressure (MAP) <
130mmHg (pada 2x pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan Inpark mikoard akut (gagal
jantung kongestif serta gagal Ginjal) penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20% d
obat yang direkomendasikan : natrium nitropusid,
penyekat reseptor, alfa beta, penyekat AC atau
antagonis Calsium. Jika terjadi hipotensi yaitu tekanan
sistolik <90 mmHg diastolok < 70 mmHg, diberi NacL
0,9% 250 ml selama 1 jam, dilakukan 500 ml Selama 4
Jam dan 500 ml selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi yaitu tekanan darah sistolik hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih kurang 90 mmHg. Dapat diberi
dopamin 2-20 pg/kg/menit sampai tekanann darah
sistolik >110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-
20mg Iv pelan-pelan maksimal 100 mg/ hari.
Dialnjutkan pemberian antikonkulsan peroral (penitoin
kalbarnazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu
diberi anti konpulsan peroral jangka panjang, jika
didapatkan tekanan meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25- 1 g/kg/bb per 30 menit. Dan jika
dicurigain fenomena reborn atau keadaan umum
memburuk dilanjutkan 0,25 g/ Kg/bb per 30 menit
setiap 6 jam selama 3- 5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolaritasi (>320 mmMol) sebagai
alternatif, dapat diberikan larutan hypertonik (naCl 3%
atau forosemid).
Terapi khusus
ditujukan untuk referfusi dengan pemberian anti
patelet seperti aspirin dan antikoagulan, atau yang
dianjurkan dengan trombolitik Rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Aktivator) dapat pula diberi agen
neouroproteksi, yaitu citycolin atau pirasitam (jika
didapatkan afasia).
2) Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma > 30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hindrosefalus,dan
keadaanklinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik > 180 mmHg, diastolik >
120 mmHg, MAP > 130 mmHg, dan volume
hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung,
tekanan darah harus segera diturunkan denganlabetalol
Iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) samapi 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril Iv 0,625-1,25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali
6,25-25 mg per-oral.
Jika didapatkan tandatekanan intrakranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30ﹾ, posisi kepala dan dada di
satu bidang, pemberianmanitol dan hiperventilasi
(pCO, 20-35 mmHg). Penatalaksanaan umum sama
dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi
dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhibitor pompa proton; komplikasi saluran nafas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia
dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang
kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter > 3 cm³, hidrosefalus akut
akibat perdarahan interventrikel atau serebelum,
dilakukan VP-shunting, dan akut dan ancaman
herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau
tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM).
3) Stadium Subakut
Tindakan medis
dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di Rumah
Sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengeri,
memahami dan melaksanakan program preventif primer
dan sekunder. Terapi fase subakut antara lain:
1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2) Penatalaksanaan komplikasi
3) Restorasi/rehabilitasi yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif dan terapi okupasi
4) Prevensi sekunder
5) Edukasi keluarga dan Discharge Planning
B. Asuhuan Keperawatan ( Anisa dan Sri Dayani )
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahapan suatu tahapan dimana seseorang perawat
mengambil informasi secara terus menerus terhadap anggota
keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dari tahapan pengkajian
dapat menggunakan metode:
a) Wawancara keluarga
b) Observasi fasilitas rumah
c) Pemeriksaan fisik dari anggota keluarga (dari ujung rambut ke
ujung kaki)
d) Data sekunder: contoh hasil laboratorium, hasil X-Ray, pap
smer dll
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :
I. Data Umum :
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1. Nama Kepala Keluarga (KK)
2. Alamat dan Telp
3. Pekerjaan Kepala Keluarga
4. Pendidikan Kepala Keluarga
5. Komposisi Keluarga dan Genogram
No Nama Jenis kelamin Hub dg KK umur Pendidikan
6. Tipe Keluarga:
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala
atau masalah masalah yang terjadi dengan jenis tipe
keluarga tersebut
7. Suku Bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait
dengan kesehatan
8. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan
9. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Status Sosial Ekonomi keluarga ditentukan oleh
pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota
keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi keluarga
ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan
oleh keluarga serta barang yang dimiliki oleh keluarga
( standar upah regional )
10. Aktifitas rekreasi Keluarga
Aktifitas rekreasi keluarga tidak hanya dilihat dari kapan
saja keluarga pergi bersama sama untuk mengunjungi
tempat rekreasi tertentu namun dengan nonton TV dan
mendengarkan Radio juga termasuk aktivitas rekreasi
II. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga :
1. Tahap Perkembangan Keluarga Saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak
tertua dari keluarga inti. Sebagai contoh Klg bapak A
mempunyai 2 anak, anak pertama berumur 7 tahun dan
kedua berumur 4 tahun , maka keluarga bapak A berada
pada tahapan perkembangan keluarga dengan usia anak
sekolah
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum
terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3. Riwayat keluarga Inti
Menjelaskan mengenahi riwayat kesehatan pada keluarga
inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan , riwayat
kesehatan masing-masing anggota keluarga , perhatian
terhadap pencegahan penyakit ( status imunisasi ), sumber
pelayanana kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan
4. Riwayat Keluarga Sebelumnya
Dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga dari
pihak suami dan istri
III. Pengkajian lingkungan
1. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti
lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat
mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada
penderita stroke fase rehabilitasi.
2. Karakteristik lingkungan
Derajat kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.
Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat
kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi dan stroke.
(Friedman, 1998).
3. Karakter tetangga dan komunitas
Lingkungan tetangga dan komunitas yang lebih luas
memliki efektifitas yang pasti terhadap kesehatan
masyarakat. Pembentukan suatu sikap dan kebiasaan tidak
sedikit dipengaruhi adanya karakteristik-karakteristik dari
masing-masing komunitas disuatu tempat tertentu
sehingga kebiasaan yang ada dalam masyarakat sedikit
banyak berpengaruh terhadap komunitas kecil didalamnya.
(Friedman, 1998)
4. Mobilitas geografis keluarga
Meskipun lingkungan sosialnya lebih mengikuti selera
pribadi orang desa dan lingkungan tenang, nampaknya
lingkungan pedesaan mempunyai beberapa masalah unik
dan khusus. Komunitas pedesaan secara langsung
dipengaruhi oleh sumber ekonomi primer dari suatu
daerah seperti pertanian, peternakan, perhutanan.
(Friedman, 1998)
5. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Untuk memperoleh informasi tentang bagaimana
pergaulan dan transaksi dari anggota keluarga dan
kelompok komunitas referensi mereka dengan mengkaji
presepsi (perasaan dari dalam hubungannya dengan
pergaulan dengan kelompok komunitas dan organisasi.
(Friedman, 1998)
6. Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk sistim pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang
dimiliki keluarga untuk menunjangkesehtan mencakup
fasilitas fisik, fasilitas psikologis atau dukungan dari
anggota keluarga dan fasilitassosial ataudukungan dari
masyarakat.
Berbagai usaha di lakukan untuk pengobatan stroke,
di antaranya : terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara,
latihan mental, terapi okupasi, psiko-terapi, memberi alat
bantu, ortotik prostetik, olahraga, dll. (Lumbantobing,
2004)
IV. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga
2. Struktur Kekuatan Keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah prilaku
3. Struktur peran
Anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran
yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga
puas atau tidak ada konflik dalam peran, dan sebaliknya
bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan
harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam
keluarga. (Friedman, 1998)
4. Nilai dan norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
anggota keluarga yang berhubungan dengan kesehatan
V. Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya
yang menderita stroke, maka akan menimbulkan stressor
tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu
keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan
stroke karena kurangnya partisipasi keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998)
2. Fungsi Sosialisasi
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga
yang menderita stroke dalam bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan
kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan
anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam
status emosi menjadi labil dan mudah stress.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Menuju pada kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak
mal nutrisi dengan pemberian asupan makanan yang
seimbang sehingga dengan perawatan keluarga yang
maksimal mungkin maka akan menjadikan anak sehat baik
fisik, mental, sosial maupun spiritualnya. (Effendy,1998)
Fungsi kehatan keluarga yaitu :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan yang berhubungan dengan: kurangnya
pengetahuan keluarga tentang stroke, tentang
pengertiam, penyebab, tanda gejala dan
penatalaksanaan stroke.
2) Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil
keputusan serta dalam melakukan tindakan yang tepat
tentang stroke berhubungan dengan: tidak memahami
tentang sifat, berat dan luasnya masalah stroke,
ketidakmampuan keluarga dalam memecahkan
masalah karena kurangnya pengetahuan dan sumber
daya keluarga (latar belakang pendidikan dan
penghasialan keluarga), ketidakmampuan keluarga
memilih tindakan di antaranya beberapa alternatif
perawatan dan pengobatan terhadap stroke
3) Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluarga yang sakit berhubungan dengan tidak
mengetahui keadaan stroke, misal: sifat stroke,
penyebab stroke, dan tanda gejala stroke
4) Ketidakmampuan keluarga dalam memelihara dan
memodifikasi lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi stroke berhubungan dengan : kurang
pengetahuan akan manfaat dan keuntungan dan
pemeliharaan lingkungan rumah, kurangnya sumber
daya keluarga, misal : keuangan, keadaan fisik rumah,
yang kurang memenuhi syarat, ketidaktahuan tentang
pentingnya sanitasi lingkungan
5) Ketidakmampuan keluarga dalam menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada untuk pengobatan stroke
berhubungan dengan : tidak tahu bahwa fasilitas itu
ada (rumahsakit,tempat pengobatan tradisional cina,
fisioterapi) tidak memahami tentang keuntungan
dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada,
tidak da fasilitas kesehatan yang di perlukan di sekitar
tempat tinggal.
4. Fungsi reproduksi: Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi
reproduksi keluarga adalah:
a. Berapa jumlah anak
b. Bagaimana keluarga merencakan jumlah anggota
keluarga
c. Metode apa yang digunakan keluarga dalam upaya
mengendalikan jumlah anggota keluarga
5. Fungsi Ekonomi: hal yang perlu dikaji,
a. Sejauhmana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,
papan dan pangan
b. Sejauhmana keluarga memanfaatkan sumber yang ada
di masyarakat dalam upaya peningkatan status
kesehatan keluarga
VII. Stress dan Koping Keluarga
1. Stress jangka pendek dan jangka panjang
a. stresor jangka pendek yaitu stressor yang dialami
keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu lebih kurang 6 bulan
b. stresor jangka penjang yaitu stressor yang dialami
keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam
waktu lebih dari 6 bulan
2. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi /
stressor: hal yang dikaji adalah sejauhmana keluarga
berespon terhadap situsi / stressor
3. Srategi koping yang digunakan : strategi koping apa
yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahannya
4. Strategi adaptasi disfungsional: dijelaskan mengenahi
strategi adaptasi disfungsional yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan
VIII. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengelami penurunan
kesadaran
b. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat,
denyut nadi bervariasi
c. Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
2. Pemeriksaan integumen
a. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji
tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed
rest 2-3 minggu
b. Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger,
cyanosis
c. Rambut: umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala: bentuk normocephalik
b. Muka: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke
salah satu sisi
c. Leher: kaku kuduk jarang terjadi
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas
terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
refleks batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed
rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7. Pemeriksaan ekstremitas
didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi
a. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis
VII dan XII central.
9. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan
pada salah satu sisi tubuh.
10. Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi (gangguan sensorik
pada separuh bagian tubuh). Seperti rasa kesemutan,
rasa penebalan atau mati rasa pada bagian tubuh
tententu.
11. Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
IX. Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan
harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada
2. Diagnosa ( Robi, Nufikhi, Narita, Dhea )
a. Analisa Data
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. DS: ketidakmampuan Hambatan mobilitas
keluarga mengatakan keluarga merawat fisik
semua aktivitas dibantu anggota keluarga
oleh keluarga yg sakit
-keluarga mengatakan (tugas kesehatan
tidak mengerti apa yang keluarga nomor 3)
dikatakan klien karna
suaranya tidak jelas
-keluarga mengatakan
klien pernah jatuh
DO:
-klien tampak lemah
-ekstremitas atas dan
bawah tidak bisa
digerakkan
-keadaan otot menurun
-wajah klien tidak
simetris
2. DS: Ketidakmampuan Risiko cedera
-keluarga mengatakan keluarga
klien pernah jatuh memodifikasi
DO: lingkungan
-klien tampak lemah (tugas kesehatan
-ekstremitas atas dan nomor 4)
bawah tidak bisa
digerakkan
-keadaan otot menurun
b. Skoring ( Penapisan Masalah )
1) Diagnosis keperawatan : Hambatan mobilitas fisik b.d
ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang
sakit
KRITERIA SKOR BOBOT Skoring PEMBENARAN
Sifat Masalah 3 1 3 Masalah aktual
x1
3 karena sudah
terjadi
Kemungkinan 1 2 1 Tingkat
x2
masalah dapat 2 pengetahuan
diubah Sebagian keluarga yang
kurang
Potensi masalah 1 1 1 Masalah sudah
x1
untuk dicegah 3 berjalan lama,
Rendah dan sudah terjadi
gangguan pada
klien
Menonjolnya 0 1 0 Masalah
x1
masalah 2 gangguan
Masalah tidak mobilisasi fisik
dirasakan tidak dirasakan
oleh keluarga
karena sudah
berjalan lama
Total skor 1
2.3 (2 )
3
2) Diagnosis Keperawatan : Risiko cedera b.d
ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan
KRITERIA SKOR BOBOT Skoring PEMBENARA
N
Sifat masalah 2 1 2 Masalah belum
x1
Ancaman 3 terjadi tetapi
kesehatan ada riwayat
pernah jatuh,
sehingga
diperlukan
upaya
pencegahan
supaya tidak
terjadi cedera
Kemungkinan 1 2 1 Karena
x2
masalah dapat 2 pengetahuan
diubah sebagian keluarga tentang
pemeliharaan
kesehatan
kurang,
sementara
sumber daya
keluarga cukup
Potensi masalah 1 1 1 masalah sudah
x1
untuk dicegah 3 berlangsung
Rendah lama dan
menjadi
gangguan bagi
klien
Menonjolnya 1 1 1 Keluarga
x1
masalah 2 mengaggap
Tidak perlu sakitnya klien
segera ditangani merupakan
masalah, tapi
tidak
memerlukan
penanganan
segera karena
sudah berjalan
lama.
Total skor 5
2.4 ( )
2
c. Diagnosa Keperawatan
1) Risiko cedera b.d ketidakmampuan keluarga memodifikasi
lingkungan
2) Hambatan mobilitas fisik b.d ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit
3. Intervensi ( Lesti, Rahman, Dewi, Vina )
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Domain11: Setelah dilakukan 1. Jelaskan kepada
Keamanan/perlindun tindakan keperawatan, keluarga bahwa
gan keluarga mampu Tn. P memerlukan
memberikan dukungan bantuan anggota
Kelas 2: yang cukup terhadap keluarga lain.
Risiko cedera kondisi Tn. P dengan 2. Tentukan tujuan
kriteria hasil : pasien dan
Risiko cedera b.d 1. Keluarga mampu keluarga
ketidakmampuan memahami kondisi mengelola
keluarga Tn.P yang lingkungan dan
memodifikasi memerlukan kenyamanan yang
lingkungan (00035) bantuan anggota optimal
keluarga lain. 3. Hindari gangguan
2. Keluarga mampu yang tidak perlu
memodifikasi dan berikan waktu
lingkungan yang untuk istirahat
kondusif untuk 4. Ciptakan
mencegah cedera lingkungan yang
tenang dan
mendukung
2 Domain4: Setelah dilakukan 1. Kaji kebutuhan
Aktivitas/Istirahat tindakan keperawatan, terhadap bantuan
diharapkan pasien dapat pelayanan
Kelas2: Hambatan memperlihatkan kesehatan di
Mobilitas Fisik mobilitas yang rumah dan
dibuktikan oleh kebutuhan
Hambatan mobilitas indicator berikut : terhadap peralatan
fisik b,d 1. Gangguan ekstrem pengobatan yang
ketidakmampuan 2. Berat tahan lama.
keluarga merawat 3. Sedang 2. Ajarkan dan
anggota keluarga 4. Ringan dukung pasien
yang sakit (00085) 5. Tidak mengalami dalam latihan
gangguan ROM aktif dan
Dengan kriteria hasil: pasif
1. Tidak terjadi 3. Berikan
kontraktur sendi penguatan positif
2. Bertambahnya selama aktifitas
kekuatan otot 4. Dukung keluarga
3. Klien menunjukkan dan pasien untuk
tindakan untuk memandang
meningkatkan keterbatasan
mobilitas dengan realitas
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otakyang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di
otak sehingga mengakibatkanseseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. Stroke masih merupakan masalah medisyang menjadi masalah
kesakitan dan kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 diAmerika
Serikat. Sebanyak 10% penderita stroke mengalami kelemahan
yangmemerlukan perawatan. Pengkajian yang sangat diperhatikan dalam
asuhan keperawatanstroke ini adalah pemeriksaan fisik 12 saraf kranial.
Diagnosa yang dapat diangkat padaasuhan keperawatan pasien dengan
stroke ini adalah Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
tidak adekuatnya sirkulasi darah serebral, Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular, Defisit perawatan diri
berhubungandengan gangguan neuromuskular, Defisit pengetahuan:
keluarga berhubungan denganketerbatasan kognitif, Kerusakan
komunikasi verbal behubungan dengan kerusakan neuromuskular,
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma
neurologis,Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan
psikososial dan Resiko tinggi terhadap menelan behubungan dengan
kerusakan neuromuskular.
3.2 Saran
Agar pengetahuan tentang “Askep Stroke pada keluarga” dapat di
pahami dan dimengerti sebaiknya makalah ini di pelajari dengan baik
karena dengan mengetahui “Askep Stroke pada keluarga” dapat
menambah pengetahuan dan wawasan dalam ilmu medis. Karena dengan
bertambah nya pengetahuan dan wawasan tersebut maka kita akan
temotivasi lagi untuk belajar menjadi orang yang lebih baik dalam hal
ilmu pengetahuan.