Anda di halaman 1dari 15

PENGGUNAAN HYDROCOLLOID DRESSING TERHADAP LUKA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Integumen

Koordinator : Dewi Umu Kulsum, S.kep., Ners., M.kep

Oleh :

Dhea Putri Prawira Wijayanti

NPM. 213117064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI 2018/2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. karena
atas rahmat dan magfirohnya serta khendak-Nya lah kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah S.W.T. atas
limpahan nikmat sehat- Nya baik itu berupa sehat fisik maupun sehat akal dan
pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas matakuliah Sistem integumen.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan.

Cimahi, Juni 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................................1
D. Manfaat........................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................2
A. Definisi Luka.................................................................................................................2
B. Penyembuhan Luka......................................................................................................3
C. Hydrocolloid Dressing..................................................................................................6
BAB III PENUTUP......................................................................................................................9
A. KESIMPULAN................................................................................................................9
B. SARAN..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan
tingkat keparahan ringan, sedang atau berat.Luka adalah hilangnya atau rusaknya
sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam
atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan
hewan (Sjamsuhidajat, 2010).
Kulit mempunyai fungsi utama sebagai barrier pelindung dari lingkungan.
Luka pada kulit adalah terdapatnya kerusakan morfologi jaringan kulit atau
jaringan yang lebih dalam. Penyembuhan luka adalah kembalinya integritas kulit
menjadi normal dan jaringan yang berada dibawahnya (Winarsihet al., 2012).
Sehubungan dengan hal tersebut penyembuhan luka dapat menggunakan

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi luka ?
2. Bagaimana penyembuhan luka ?
3. Apa yang dimaksud Hydrocolloid dressing ?
4. Bagaimana cara penggunaan Hydrocolloid dressing ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi luka
2. Untuk mengetahui penyembuhan luka
3. Untuk mengetahui definisi Hydrocolloid dressing
4. Untuk mengetahui cara penggunaan Hydrocolloid dressing

D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini untuk memberikan pengetahuan dan
informasi bagi penulis dan pembaca mengenai penggunaan Hydrocolloid dressing

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Luka
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan
kontak dengan sumber panas (seperti bahan kimia, air panas, api, radiasi,dan listrik),
hasil tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis.
Luka adalah terputusnya kontinuitas struktur anatomi jaringan tubuh yang
bervariasi mulai dari yang paling sederhana seperti lapisan epitel dari kulit, sampai
lapisan yang lebih dalam seperti jaringan subkutis, lemak dan otot bahkan tulang
beserta struktur lainnya seperti tendon, pembuluh darah dan syaraf, sebagai akibat
dari trauma atau ruda paksa atau trauma dari luar.(T Velnar dalam Primadina dkk,
2019, hlm.32).

Menurut Masir dkk (2012.hlm. 112) Luka adalah diskontinuitas dari suatu
jaringan.1 Angka kejadian luka memiliki prevalensi mencapai jutaan kasus per
tahunnya,

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu
(Lazarus,et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Luka adalah kerusakan
kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh yang lain. Ketika
luka timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi
bakteri, dan kematian sel (Kozier, 1995).

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa luka


adalah kerusakan pada jaringan tubuh mulai dari jaringan terluar atau epidermis
hingga ke lapisan terdalam yaitu subkutan atau bisa mencapai jaringan lemak dan
otot.

2
E. Penyembuhan Luka
Ada tiga fase dalam proses penyembuhan luka, dimana ketiganya saling tumpang
tindih, yaitu fase inflamasi, proliferasi dan remodeling (Lorenz, Longaker, 2006).
Pada setiap fase penyembuhan tersebut terdapat satu jenis sel khusus yang
mendominasi. Fase awal yakni fase inflamasi dimulai segera setelah terjadinya suatu
cidera, dengan tujuan untuk menyingkirkan jaringan mati dan mencegah infeksi. Fase
proliferasi berlangsung kemudian, di mana akan terjadi keseimbangan antara
pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan. Fase yang paling akhir
merupakan fase terpanjang dan hingga saat ini merupakan fase yang paling sedikit
dipahami, yaitu fase remodeling yang bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan
integritas struktural dari luka (Gurtner, 2007).

Pembagian fase penyembuhan luka pada respon normal mamalia yang mengalami
defek akibat kerusakan integritas kulit yang terjadi adalah fase inflamasi, fase
proliferasi dan fase maturasi.

1. Fase inflamasi (lag phase )

Pada fase inflamasi terjadi proses hemostasis yang cepat dan dimulainya suatu siklus
regenerasi jaringan (Lorenz, Longaker, 2006). Fase inflamasi dimulai segera setelah cidera
sampai hari ke-5 pasca cidera. Tujuan utama fase ini adalah hemostasis, hilangnya jaringan
yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gurtner,
2007).

Komponen jaringan yang mengalami cidera, meliputi fibrillar collagen dan


tissue factor, akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan mencegah perdarahan
lebih lanjut pada fase ini. Pembuluh darah yang cidera mengakibatkan
termobilisasinya berbagai elemen darah ke lokasi luka. Agregasi platelet akan
membentuk plak pada pembuluh darah yang cidera. Selama proses ini berlangsung,
platelet akan mengalami degranulasi dan melepaskan beberapa growth factor, seperti
platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming growth factor-β (TGF-β).
Hasil akhir kaskade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsik adalah konversi
fibrinogen menjadi fibrin (Gurtner, 2007). Berbagai mediator inflamasi yakni
prostaglandin, interleukin-1 (IL-1), tumor necrotizing factor (TNF), C5a, TGF-β dan
produk degradasi bakteri seperti lipopolisakarida (LPS) akan menarik sel netrofil

3
sehingga menginfiltrasi matriks fibrin dan mengisi kavitas luka. Migrasi netrofil ke
luka juga dimungkinkan karena peningkatan permeabilitas kapiler akibat terlepasnya
serotonin dan histamin oleh mast cell dan jaringan ikat. Netrofil pada umumnya
akan ditemukan pada 2 hari pertama dan berperan penting untuk memfagositosis
jaringan mati dan mencegah infeksi. Keberadaan netrofil yang berkepanjangan
merupakan penyebab utama terjadinya konversi dari luka akut menjadi luka kronis
yang tak kunjung sembuh (Regan, Barbul, 1994; Gurtner, 2007).

Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka setelah 48-72 jam dan
menjadi sel predominan setelah hari ke-3 pasca cidera. Debris dan bakteri akan
difagositosis oleh makrofag. Makrofag juga berperan utama memproduksi berbagai
growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks ekstraseluler oleh fibroblas
dan pembentukan neovaskularisasi. Keberadaan makrofag oleh karenanya sangat
penting dalam fase penyembuhan ini (Gurtner, 2007). Limfosit dan mast cell
merupakan sel terakhir yang bergerak menuju luka dan dapat ditemukan pada hari
ke-5 sampai ke-7 pasca cidera. Peran keduanya masih belum jelas hingga saat ini
(Gurtner, 2007).

Fase ini disebut juga lag phase atau fase lamban karena reaksi pembentukan
kolagen baru sedikit, belum ada tensile strength, di mana pertautan luka hanya
dipertahankan oleh fibrin dan fibronektin (Regan, Barbul, 1994). Sel punca
mesenkim akan bermigrasi ke luka dan mulai berproliferasi menghasilkan matriks
ekstraseluler. Sel endotel pembuluh darah di daerah sekitar luka akan berproliferasi
membentuk kapiler baru untuk mencapai daerah luka. Ini akan menandai dimulainya
proses angiogenesis. Pade akhir fase inflamasi, mulai terbentuk jaringan granulasi
yang berwarna kemerahan, lunak dan granuler. Jaringan granulasi adalah suatu
jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi
tidak mengandung ujung saraf (Anderson, 2000).

2. Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)

Fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-4 hingga hari ke-21 pasca cidera.
Keratinosit yang berada pada tepi luka sesungguhnya telah mulai bekerja beberapa
jam pasca cidera, menginduksi terjadinya reepitelialisasi. Pada fase ini matriks fibrin
yang didominasi oleh platelet dan makrofag secara gradual digantikan oleh jaringan

4
granulasi yang tersusun dari kumpulan fibroblas, makrofag dan sel endotel yang
membentuk matriks ekstraseluler dan neovaskular (Gurtner, 2007).

Faktor setempat seperti growth factor , sitokin, hormon, nutrisi, pH dan


tekanan oksigen sekitar menjadi perantara dalam proses diferensiasi sel punca
(Anderson, 2000). Regresi jaringan desmosom antar keratinosit mengakibatkan
terlepasnya keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka. Keratinosit juga bermigrasi
secara aktif karena terbentuknya filamen aktin di dalam sitoplasma keratinosit.
Keratinosit bermigrasi akibat interaksinya dengan protein sekretori seperti
fibronektin, vitronektin dan kolagen tipe I melalui perantara integrin spesifik di
antara matriks temporer. Matriks temporer ini akan digantikan secara bertahap oleh
jaringan granulasi yang kaya akan fibroblas, makrofag dan sel endotel. Sel tersebut
akan membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah baru. Jaringan granulasi
umumnya mulai dibentuk pada hari ke-4 setelah cidera (Lorenz, Longaker, 2006).

Fibroblas merupakan sel utama selama fase ini dimana ia menyediakan


kerangka untuk migrasi keratinosit. Makrofag juga akan menghasilkan growth factor
seperti PDGF dan TGF-β yang akan menginduksi fibroblas untuk berploriferasi,
migrasi dan membentuk matriks ekstraseluler. Matriks temporer ini secara bertahap
akan digantikan oleh kolagen tipe III. Sel endotel akan membentuk pembuluh darah
baru dengan bantuan protein sekretori VEGF, FGF dan TSP-1. Pembentukan
pembuluh darah baru dan jaringan granulasi merupakan tanda penting fase proliferasi
karena ketiadaannya pembuluh darah baru dan atau jaringan granulasi merupakan
tanda dari gangguan penyembuhan luka. Setelah kolagen mulai menggantikan
matriks temporer, fase proliferasi mulai berhenti dan fase remodeling mulai berjalan
(Gurtner, 2007). Faktor proangiogenik yang diproduksi makrofag seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF), fibroblas growth factor (FGF)-2, angiopoietin- 1
dan thrombospondin akan menstimulasi sel endotel membentuk neovaskular melalui
proses angiogenesis. Hal yang menarik dari fase proliferasi ini adalah bahwa pada
suatu titik tertentu, seluruh proses yang telah dijabarkan di atas harus dihentikan.
Fibroblas akan segera menghilang segera setelah matriks kolagen mengisi kavitas
luka dan pembentukan neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis.
Kegagalan regulasi pada tahap inilah yang hingga saat ini dianggap sebagai penyebab
terjadinya kelainan fibrosis seperti jaringan parut hipertrofik (Gurtner, 2007).

5
3. Fase maturasi (remodeling)

Fase ketiga dan terakhir adalah fase remodeling. Selama fase ini jaringan
baru yang terbentuk akan disusun sedemikian rupa seperti jaringan asalnya. Fase
maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun. Fase ini segera
dimulai segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi dan proses
reepitelialisasi usai. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan
vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan penataan serat
kolagen sepanjang garis luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase akhir
penyembuhan luka ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Gurtner, 2007).

Kontraksi dari luka dan remodeling kolagen terjadi pada fase ini. Kontraksi
luka terjadi akibat aktivitas miofibroblas, yakni fibroblas yang mengandung
komponen mikrofilamen aktin intraselular. Kolagen tipe III pada fase ini secara
gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix metalloproteinase
(MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag dan sel endotel. Sekitar 80% kolagen
pada kulit adalah kolagen tipe I yang memungkinkan terjadinya tensile strength pada
kulit (Gurtner, 2007). Keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi kolagen
terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan didegradasi oleh enzim kolagenase
dan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir
dari fase ini berupa jaringan parut yang pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan
dari dasarnya. Kolagen awalnya tersusun secara tidak beraturan, sehingga
membutuhkan lysyl hydroxylase untuk mengubah lisin menjadi hidroksilisin yang
dianggap bertanggung jawab terhadap terjadinya cross-linking antar kolagen. Cross-
linking inilah yang menyebabkan terjadinya tensile strength sehingga luka tidak
mudah terkoyak lagi. Tensile strength akan bertambah secara cepat dalam 6 minggu
pertama, kemudian akan bertambah perlahan selama 1-2 tahun. Pada umumnya
tensile strength pada kulit dan fascia tidak akan pernah mencapai 100%, namun
hanya sekitar 80% dari normal (Hidayat, 2013).

Metaloproteinase matriks yang disekresi oleh makrofag, fibroblas dan sel


endotel akan mendegradasi kolagen tipe III. Kekuatan jaringan parut bekas luka akan
semakin meningkat akibat berubahnya tipe kolagen dan terjadinya crosslinking
jaringan kolagen. Pada akhir fase remodeling, jaringan baru hanya akan mencapai

6
70% kekuatan jaringan awal (Gurtner, 2007). Berbagai mediator atau sitokin yang
turut berperan pada penyembuhan luka.

F. Hydrocolloid Dressing

Pembalut hidrokoloid adalah pembalut buram atau transparan untuk luka. Pembalut
hidrokoloid bersifat biodegradasi , tidak bernafas, dan melekat pada kulit , sehingga tidak
diperlukan taping terpisah.
Permukaan aktif dari dressing dilapisi dengan massa perekat berikatan silang yang
mengandung dispersi gelatin, pektin dan karboksimetil selulosa bersama-sama dengan
polimer lain dan perekat membentuk wafer yang fleksibel.
Dalam kontak dengan luka eksudat , polisakarida dan polimer lainnya menyerap air dan
membengkak, membentuk gel. Gel dapat dirancang untuk mengalir, atau tetap berada dalam
struktur matriks perekat.
Kondisi lembab yang dihasilkan di bawah pembalut dimaksudkan untuk mempromosikan
fibrinolisis , angiogenesis dan penyembuhan luka, tanpa menyebabkan pelunakan dan
penguraian jaringan. Gel yang terbentuk sebagai hasil dari penyerapan eksudat luka
ditempatkan pada struktur matriks perekat.Sebagian besar dressing hidrokoloid tahan air,
memungkinkan mencuci dan mandi secara normal.

G. RenoCare Hydrocolloid Dressing


Renocare Hydrocolloid Dressing adalah modern dressing yang berbentuk lembaran untuk
digunakan pada luka derajat 1 dan eksudat sedikit hingga sedang (misal: jerawat)

 Berbagai jenis luka dengan jumlah sedang eksudat termasuk, namun tidak terbatas
pada:
- lecet,
- sayatan,
- luka sobek
- borok karena tekanan,

Produk ini dapat digunakan baik sebagai dressing primer (melakukan kontak
langsung dengan luka) atau dressing sekunder (yang digunakan untuk menutupi
primary dressing untuk tujuan pelindung). Mereka umumnya dimaksudkan untuk
partial- atau full thickness wound yang memiliki drainase moderat atau lebih.

7
 KEUNTUNGAN
- Tidak menempel pada luka
- Sebagai bantalan untuk melindungi daerah yang terkena
- Memberikan penghalang terhadap bakteri
- Dapat digunakan dalam kasus infeksi
- Cocok untuk luka dengan hypergranulation
- Dapat digunakan selama terapi kompresi
- Mudah untuk dipakai dan dilepas
- Renocare hydrocolloid ini mengandung sodium carboxylmethilcellulosa (NaCMC)
dan gelatin yang bersifat waterproof, adhesive, dan occlusive.
 KERUGIAN
- Dressing ini tidak cocok untuk luka bakar tingkat tiga, saluran sinus atau luka
dengan eschar kering.
 CARA PAKAI

Jika Anda dan dokter Anda telah menentukan bahwa Hydrocolloid dressing
adalah pilihan yang tepat untuk Anda, penting untuk memahami cara yang tepat
untuk menerapkan dan melepaskan produk dan Anda harus mengikuti petunjuk
dokter Anda.

Secara umum langkah-langkah adalah:

1. Bersihkan area dengan larutan saline


2. Keringkan kulit di sekitarnya dengan sepotong steril kasa
3. Bersihkan luka dengan air atau saline
4. kulit sekitar luka dengan lembut dan pastikan tidak ada kotoran yang tertinggal
5. Aplikasikan renocare hydrocolloid

8
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis bahas maka dapat disimpulkan


bahwa modress Hydrocolloid dressing adalah pembalut buram atau transparan untuk
luka. Pembalut hidrokoloid bersifat biodegradasi , tidak bernafas, dan melekat pada kulit ,
sehingga tidak diperlukan taping terpisah. Renocare hydrocolloid ini mengandung
sodium carboxylmethilcellulosa (NaCMC) dan gelatin yang bersifat waterproof,
adhesive, dan occlusive.

H. SARAN
a. Bagi perawat
Disarankan bagi perawat untuk meningkatkan pengetahuan tentang
peranannya sebagai seorang perawat dan melaksanakan tindakan-tindakan
keperawatan khususnya tindakan perawatan luka baik perawat di rumah sakit
maupun perawat wound care agar dapat menjalankan tugas sesuai dengan

9
prosedur yang telah ditetapkan sehingga perawat menjadi terampil dan banyak
pengetahuan dalam memenuh kebutuhan pasien.
b. Bagi pasien
Disarankan kepada pasien untuk dapat meningkatkan pengetahuan terhadap
perawatan luka sehingga klien dan keluarga dapat menentukan keputusan
untuk perawatan luka yang lebih tepat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Masir, d. (2012). Pengaruh Cairan Cultur Filtrate Fibroblast (CFF) Terhadap


Penyembuhan Luka; Penelitian eksperimental pada Rattus Norvegicus Galur
Wistar. Jurnal Kesehatan Andalas, 112.

Primadita, D. (2019, Januari). PROSES PENYEMBUHAN LUKA DITINJAU DARI


ASPEK MEKANISME SELULER DAN MOLEKULER. Qanum Medika, 3,
32.

https://www.academia.edu/35933295/PERAWATAN_LUKA
https://en.wikipedia.org/wiki/Hydrocolloid_dressing

11

Anda mungkin juga menyukai