ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA ULKUS DIABETIKUM
Dosen Pengampu
Ns. Naziyah, S.Kep., M.Kep.
Disusun Oleh
Astri Kurnia Maulida 173112420150093
UNIVERSITAS NASIONAL
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penyusun kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penyusun tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Ulkus Diabetikum” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Wound
Care pada Klien Dewasa. Penyusun berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
lainnya.
Penyusun menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penyusun terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten,
penyusun memohon maaf.
Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan mengidentifikasi luka
sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah pendekatan terstruktur dalam pengkajian
luka diperlukan untuk mempertahankan standar yang baik dari perawatan. Ini melibatkan
pengkajian pasien menyeluruh, yang harus dilakukan oleh praktisi yang terampil dan kompeten,
mengikuti pedoman lokal dan nasional (Harding et al, 2008). Pengkajian yang tidak tepat dapat
menyebabkan penyembuhan luka tertunda , nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan
kwalitas hidup bagi pasien (Ousey & Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat dalam
pengkajian luka untuk mengetahui perkembangan luka antara lain:
1. TIME
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak
mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz (2003) dalam Arisanty
2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan
penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode ini
bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati
menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME dikenalkan oleh Prof.
Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam
penelitian ini sehingga keluar akronim (sebutan) manajemen TIME. T tissue management
(manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian infeksi), M
moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound (pinggiran luka
untuk mendukung proses epitelisasi).
Menurut David et.all 2012 dan Arisanty 2013. TIME yang pertama adalah Tissue
Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar luka. Tindakan utama manajemen jaringan
adalah melakukan debdridemang (debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga
dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan. Debridemang adalah kegiatan
mengangkat atau menghilangkan jaringan mati (devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda
asing dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi baik. Untuk
mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan
tindakan debridemang secara berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan faktor sistemik pasien
sebelum melakukan debridemang, tentukan pencapaian hasil, dan pilih jenis debridemang yang
cocok untuk pasien tersebut.
Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus dibuat lembab
dengan memberikan balutan yang berfungsi memberikan hidrasi dan kelembapan pada
luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO.
Luka dengan eksudat minimal hingga sedang masih memerlukan balutan yang
memberikan hidrasi. Untuk kelembapan yang seimbang , kombinasikan dengan balutan
yang dapat menyerap cairan minimal hingga sedang, seperti cacium alginate. Untuk luka
dengan eksudat sedang hingga banyak, tidak dianjurkan lagi menggunakan balutan yang
memberikan hidrasi karena akan mengakibatkan luka terlalu lembap. Penggunaan
balutan yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan dengan tujuan tertentu dan
balutan ini digunakan secukupnya saja. Sebagai balutan yang dapat mempertahankan
kelembapan, diperlukan balutan yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti foam,
hydrofiber, dll. Tujuan perawatan luka dengan eksudat banyak hingga sangat banyak
adalah menampung cairan yang keluar sehingga tidak membuat luka baru di kulit yang
sehat. Eksudat cairan yang sangat korosif terhadap kulit yang sehat dapat ditampung
dengan menggunakan balutan yang dapat menyerap banyak eksudat, atau bahkan
menggunakan kantong stoma dan parcel dressing.
Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses epitelisasi. Proses
penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi luka) sangat penting
diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang
siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis,
menyatu dengan dasar luk, dan lunak.
Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang bersih atau lemak
yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal
disebabkan oleh proses epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel
menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka
disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka
masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman
dan undermining, proses granulasi harus dirangsang dengan dengan menciptakan
kondisi yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi
luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar
luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini
dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga
harus lunak, jika tidak , epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena tepi luka
yang keras (frozen). Cara efektif untuk melunakannnya adalah menggunakan minyak
dan melakukan masase (pijat) dengan lembut.
Barbara Bates – Jensen pun telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya
yang diberi nama Bates-Jensen Wound Assessmen Tool (BWAT). BWAT merupakan
instrumen yang lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus (Jensen
dalam Febrianti 2014).
BWAT atau pada asalnya dikenal dengan nama PSST (Pressure Sore Status
Tool) merupakan skala yang dikembangkan dan digunakan untuk mengkaji kondisi luka
tekan. Skala ini sudah teruji validitas dan reliabilitasnya ,sehingga alat ini sudah biasa
digunakan di rumah sakit atau klinik kesehatan. Nilai yang dihasilkan dari skala ini
menggambarkan status keparahan luka. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka
menggambarkan pula status luka pasien yang semakin parah (Pillenet al., 2009).
BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu :Size, Depth, Edges,
Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type, Exudate
Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema,Pheriperaln Tissue
Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisa- tion. Ke 13 item tersebut digunakan
sebagai pengkajian luka tekan pada pasien. Setiap item di atas mempunyai nilai yang
menggambarkan status luka tekan pasien (Daniela Fernanda. Et.al., 2015).
Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama dengan luka apapun
juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar operasional prosedur) yang sudah baku, yaitu :
mengatasi perdarahan (hemostasis) ; mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai
fokus infeksi ; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, dan pus ;
menyediakan temperature, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan
dalam proses penyembuhan ; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitilialisasi
dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta masuknya mikroorganisme patogen
(Morison,2003).
Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis lebih lanjut,
untuk menyingkirkan penyebab aktual atau potensial yang memperlambat penyembuhan, dan
untuk menciptakan suatu lingkungan lokal yang optimal juga untuk rekonstruksi dan
epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.
Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen, pembersihan, dan
pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik harus dilakukan debridemen. Prinsip
perawatan luka menurut Morison (2003) adalah :
Metode debridemen yang digunakan harus tergantung dengan metode yang paling sesuai
dengan kondisi klien dan tujuan perawatan. Perlu diingat bahwa selama proses debridemen
beberapa observasi luka normal yang mungkin terjadi antara lain adalah adanya peningkatan
eksudat, bau dan bertambahnya ukuran luka.
Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar granulasi
bersih, maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang
tepat untuk penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan
granulasi baru.
2) Perawatan luka yang terinfeksi Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh
mikroorganisme yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses
penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan luka guna
mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan sensitivitas mikroorgansme terhadap
antibiotik, apabila luka tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infeksi, seperti nyeri
setempat dan eritema, edema lokal, eksudat berlebihan, pus dan bau busuk.
3) Perawatan luka dengan banyak eksudat Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang
tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan
eksudat dalam jumlah banyak yang dapat menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko
infeksi luka. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut
diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat.
4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat Bila jumlah eksudat sudah
berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat
khususnya pada luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan, atau dekubitus luas di daerah
sakrum.
5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat Banyak balutan yang sesuai
untuk menangani luka superficial yang bersih. Memberikan lingkungan yang lembab
dengan terus menerus akan dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan mengurangi rasa
nyeri serta melindungi permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan
kontaminasi. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak terganggu
selama beberapa hari.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
Kolaborasi
Observasi :
Terapeutik :
Edukasi:
Terapeutik :
Edukasi:
Kolaborasi:
Kartika, W Ronald. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. 42(07). 546-547.
Varena, Muthia. 2019. LAPORAN STUDI KASUS DIABETES MELITUS.
www.stikesprintis.ac.id (diakses tanggal 9 Oktober 2020).
Yani, Nur Indah Indri. 2017. Luka Kronis. Repository.ump.ac.id (diakses tanggal 9 Oktober
2020).