Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN LUKA ULKUS DIABETIKUM

Dosen Pengampu
Ns. Naziyah, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh
Astri Kurnia Maulida 173112420150093

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penyusun kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penyusun tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Luka Ulkus Diabetikum” dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Wound
Care pada Klien Dewasa. Penyusun berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
lainnya.

Penyusun menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Penyusun terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun konten,
penyusun memohon maaf.

Demikian yang dapat penyusun sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Bogor, 08 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Luka....................................................................................... 1


1.2. Proses Penyembuhan Luka.................................................................. 1
1.3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka.................... 2
1.4. Luka Kronis......................................................................................... 3
1.5. Ulkus Diabetikum…………………………………………………… 3
1.6. Manajemen Perawatan Luka……………………………………….... 4
1.7. Prinsip Perawatan Luka……………………………………………... 7

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Data Fokus........................................................................................... 10


2.2. Analisa Data........................................................................................ 11
2.3. Diagnosa Keperawatan........................................................................ 12
2.4. Intervensi Keperawatan……………………………………………... 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Luka


Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan.
Luka bisa diklasifi kasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan
lama penyembuhan. Berdasarkan sifat, yaitu: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit,
meliputi: superfi sial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan
lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia, dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a) Penyembuhan primer (healing by primary intention) Tepi luka bisa menyatu kembali,
permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi.
Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal.
b) Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention) Sebagian jaringan hilang, proses
penyembuhan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan
sekitarnya.
c) Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering
disertai infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual. Berdasarkan lama
penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka
yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses
penyembuhan normal, tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat
(delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.

1.2 Proses Penyembuhan Luka


Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi tumpang tindih. Fase
penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a) Fase inflamasi: • Hari ke - 0 sampai 5.
 Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah.
 Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
 Fase awal terjadi hemostasis.
 Fase akhir terjadi fagositosis.
 Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
b) Fase proliferasi atau epitelisasi
 Hari ke-3 sampai 14.
 Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan granulasi; luka
tampak merah segar, mengkilat.
 Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fi broblas, sel infl amasi, pembuluh darah
baru, fi bronektin, dan asam hialuronat.
 Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis
pada tepian luka.
 Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
c) Fase maturasi atau remodelling
 Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
 Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan
jaringan (tensile strength).
 Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya.
 Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang mengalami
perbaikan.

1.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka


a) Status imunologi atau kekebalan tubuh: Penyembuhan luka adalah proses biologis yang
kompleks, terdiri dari serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki
jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk
mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses regenerasi sel.
b) Kadar gula darah: Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel,
akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.
c) Rehidrasi dan pencucian luka: Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah
bakteri di dalam luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri
akan berkurang.
d) Nutrisi: Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya, vitamin C
sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan epitelisasi, dan seng
(zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan parenteral maupun
enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan berbagai perubahan metabolik yang
mempengaruhi penyembuhan luka.
e) Kadar albumin darah: Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin
berperan besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin dalam
penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f) Suplai oksigen dan vaskulerisasi: Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif,
seperti proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen.
Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g) Nyeri: Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon glukokortikoid
yang menghambat proses penyembuhan luka.
h) Kortikosteroid: Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan dan
deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan
tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.

1.4 Luka Kronis


Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan penyembuhan
yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses penyembuhan luka. Gangguan dapat
berupa infeksi, dan dapat terjadi pada fase inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Biasanya luka
akan sembuh setelah perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan
memperhatikan faktor penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006).
Luka kronis juga sering disebut kegagalan dalam penyembuhan luka. Penyebab luka
kronis biasanya akibat ulkus, luka gesekan, sekresi dan tekan. Contoh luka kronis adalah luka
diabetes militus ,luka kanker, dan luka tekan, ulkus pada pembuluh darah vena, ulkus pada
pembuluh arteri (iskemia), luka abses dan luka infeksi. Luka kronis umumnya sembuh atau
menutup dengan tipe penyembuhan sekunder. Akan tetapi , tidak semua luka dengan tipe
penyembuhan sekunder disebut luka kronis, misalnya luka bakar dengan deep full-thickness
yang terjadi dua hari yang lalu disebut luka dengan tipe penyembuhan sekunder
(Arisanty,2013).

1.5 Ulkus Diabetikum


Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis, yang
biasanya terjadi di telapak kaki. (Hariani & David, 2015). Ulkus diabetik merupakan suatu
komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penderita diabetes melitus
mencapai 8 juta orang pada tahun 2000 di negara Indonesia, 50% pasti terkena komplikasi
ulkus diabetik (Guntur dkk, 2012).
Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis, yang
biasanya terjadi di telapak kaki. Separo lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari
komplikasi ulkus diabetes, dan disertai dengan tingginya angka mortalitas, reamputasi dan
amputasi kaki kontralateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus, angka
kekambuhan diperkirakan sekitar 66%, dan resiko amputasi meningkat sampai 12%.
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati, penyakit arterial,
tekanan dan deformitas kaki. (Titi, 2016).
Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki,
tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi
ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan
perawatan yang adekuat. (Hariani & David, 2015).

1.6 Manajemen Perawatan Luka

Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan mengidentifikasi luka
sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah pendekatan terstruktur dalam pengkajian
luka diperlukan untuk mempertahankan standar yang baik dari perawatan. Ini melibatkan
pengkajian pasien menyeluruh, yang harus dilakukan oleh praktisi yang terampil dan kompeten,
mengikuti pedoman lokal dan nasional (Harding et al, 2008). Pengkajian yang tidak tepat dapat
menyebabkan penyembuhan luka tertunda , nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan
kwalitas hidup bagi pasien (Ousey & Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat dalam
pengkajian luka untuk mengetahui perkembangan luka antara lain:
1. TIME
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak
mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz (2003) dalam Arisanty
2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan
penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode ini
bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati
menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME dikenalkan oleh Prof.
Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew dalam
penelitian ini sehingga keluar akronim (sebutan) manajemen TIME. T tissue management
(manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian infeksi), M
moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound (pinggiran luka
untuk mendukung proses epitelisasi).

a. Tissue Management (manajemen jaringan)

Menurut David et.all 2012 dan Arisanty 2013. TIME yang pertama adalah Tissue
Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar luka. Tindakan utama manajemen jaringan
adalah melakukan debdridemang (debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga
dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan. Debridemang adalah kegiatan
mengangkat atau menghilangkan jaringan mati (devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda
asing dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi baik. Untuk
mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan
tindakan debridemang secara berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan faktor sistemik pasien
sebelum melakukan debridemang, tentukan pencapaian hasil, dan pilih jenis debridemang yang
cocok untuk pasien tersebut.

Penganggkatan jaringan mati (manajemen T) memerlukan waktu tambahan dalam


penyembuhan luka. Waktu efektif dalam pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua minggu
(14 hari) dan tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti, misalnya GDS terkontrol,
penyumbatan atau gangguan pembuluh darah teratasi , mobilisasi baik,dll. Jika kondisi sistemik
pasien tidak mendukung, persiapan dasar luka akan memanjang hingga 4-6 minggu. (Arisanty ,
2013)

b. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamsi)


TIME yang kedua adalah nfektion-inflammation control,yaitu kegiatan mengatasi
perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua luka adalah luka yang terkontaminasi,
namuntidak selalu ada infeksi (Smith, 2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme
dalam luka yang ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi
infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi,
kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al.,2003 dalam Arisanty 2013). Luka
dikatan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau,
luka meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik menunjukan leukosit
dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri >106/g jaringan.

c. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan luka)

Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan pada penyembuhan luka (moist


wond healing). Falanga (2003) mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka
kronis dapat menyebabkan gangguan kegiatan sel mediator seperti growth factor pada
jaringan. Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronis dapat menimbulkan
maserasi dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan
yang dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan pada luka. Tujuan
manajemennya adalah melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat,
mempertahankan kelembapan, dan mendukung penyembuhan luka dengan menentukan
jenis dan fungsi balutan yang akan digunakan.

Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus dibuat lembab
dengan memberikan balutan yang berfungsi memberikan hidrasi dan kelembapan pada
luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO.
Luka dengan eksudat minimal hingga sedang masih memerlukan balutan yang
memberikan hidrasi. Untuk kelembapan yang seimbang , kombinasikan dengan balutan
yang dapat menyerap cairan minimal hingga sedang, seperti cacium alginate. Untuk luka
dengan eksudat sedang hingga banyak, tidak dianjurkan lagi menggunakan balutan yang
memberikan hidrasi karena akan mengakibatkan luka terlalu lembap. Penggunaan
balutan yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan dengan tujuan tertentu dan
balutan ini digunakan secukupnya saja. Sebagai balutan yang dapat mempertahankan
kelembapan, diperlukan balutan yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti foam,
hydrofiber, dll. Tujuan perawatan luka dengan eksudat banyak hingga sangat banyak
adalah menampung cairan yang keluar sehingga tidak membuat luka baru di kulit yang
sehat. Eksudat cairan yang sangat korosif terhadap kulit yang sehat dapat ditampung
dengan menggunakan balutan yang dapat menyerap banyak eksudat, atau bahkan
menggunakan kantong stoma dan parcel dressing.

d. Epitelization Advancement Management ( Manajemen Tepi Luka)

Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses epitelisasi. Proses
penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi luka) sangat penting
diperhatikan sehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang
siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis,
menyatu dengan dasar luk, dan lunak.

Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang bersih atau lemak
yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal
disebabkan oleh proses epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel
menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka
disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka
masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman
dan undermining, proses granulasi harus dirangsang dengan dengan menciptakan
kondisi yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi
luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar
luka belum menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini
dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga
harus lunak, jika tidak , epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena tepi luka
yang keras (frozen). Cara efektif untuk melunakannnya adalah menggunakan minyak
dan melakukan masase (pijat) dengan lembut.

2. BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment Tool )

Barbara Bates – Jensen pun telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya
yang diberi nama Bates-Jensen Wound Assessmen Tool (BWAT). BWAT merupakan
instrumen yang lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus (Jensen
dalam Febrianti 2014).

BWAT atau pada asalnya dikenal dengan nama PSST (Pressure Sore Status
Tool) merupakan skala yang dikembangkan dan digunakan untuk mengkaji kondisi luka
tekan. Skala ini sudah teruji validitas dan reliabilitasnya ,sehingga alat ini sudah biasa
digunakan di rumah sakit atau klinik kesehatan. Nilai yang dihasilkan dari skala ini
menggambarkan status keparahan luka. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka
menggambarkan pula status luka pasien yang semakin parah (Pillenet al., 2009).

BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu :Size, Depth, Edges,
Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type, Exudate
Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema,Pheriperaln Tissue
Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisa- tion. Ke 13 item tersebut digunakan
sebagai pengkajian luka tekan pada pasien. Setiap item di atas mempunyai nilai yang
menggambarkan status luka tekan pasien (Daniela Fernanda. Et.al., 2015).

1.7 Prinsip Perawatan Luka

Prioritas dalam perawatan luka lokal pada dasarnya adalah sama dengan luka apapun
juga yaitu dengan menggunakan SOP (standar operasional prosedur) yang sudah baku, yaitu :
mengatasi perdarahan (hemostasis) ; mengeluarkan benda asing, yang dapat bertindak sebagai
fokus infeksi ; melepaskan jaringan yang mengalami devitalisasi, krusta yang tebal, dan pus ;
menyediakan temperature, kelembaban, dan pH yang optimal untuk sel-sel yang berperan
dalam proses penyembuhan ; meningkatkan pembentukan jaringan granulasi dan epitilialisasi
dan melindungi luka dari trauma lebih lanjut serta masuknya mikroorganisme patogen
(Morison,2003).

Tujuannya adalah untuk melindungi individu dari kerusakan fisiologis lebih lanjut,
untuk menyingkirkan penyebab aktual atau potensial yang memperlambat penyembuhan, dan
untuk menciptakan suatu lingkungan lokal yang optimal juga untuk rekonstruksi dan
epitelialisasi vaskular dan jaringan ikat.

Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen, pembersihan, dan
pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik harus dilakukan debridemen. Prinsip
perawatan luka menurut Morison (2003) adalah :

1) Membuang jaringan mati Adanya jaringan nekrotik dapat memperlambat penyembuhan


serta mendorong terjadinya infeksi, dan seringkali menutupi luas yang sebenarnya dari
kerusakan jaringan. Debridemen bedah dengan anestesi umum atau lokal merupakan
metode yang paling cepat untuk memperoleh lapisan luka yang bersih. Meskipun demikian
tindakan tersebut mungkin tidak perlu bagi lansia atau pasien yang sangat lemah, dimana
metode lain dapat dicoba dilakukan.

Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga jaringan sehat dapat


bergenerasi. Pembuangan jaringan nekrotik diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang
menjadi sumber infeksi, agar lebih mudah melihat bagian dasar luka sehingga dapat
menentukan tahap ulkus secara akurat, dan memberikan dasar yang bersih yang diperlukan
untuk proses penyembuhan (Potter, 2006).

Metode debridemen yang digunakan harus tergantung dengan metode yang paling sesuai
dengan kondisi klien dan tujuan perawatan. Perlu diingat bahwa selama proses debridemen
beberapa observasi luka normal yang mungkin terjadi antara lain adalah adanya peningkatan
eksudat, bau dan bertambahnya ukuran luka.

Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar granulasi
bersih, maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang
tepat untuk penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan
granulasi baru.

2) Perawatan luka yang terinfeksi Kebanyakan luka terbuka kronis didiami oleh
mikroorganisme yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses
penyembuhan. Sehingga hanya diperlukan pengambilan hapusan luka guna
mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan sensitivitas mikroorgansme terhadap
antibiotik, apabila luka tersebut memperlihatkan tanda dan gejala klinis infeksi, seperti nyeri
setempat dan eritema, edema lokal, eksudat berlebihan, pus dan bau busuk.

3) Perawatan luka dengan banyak eksudat Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan yang
tampak jelas terinfeksi telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan
eksudat dalam jumlah banyak yang dapat menembus non-oklusif dan meningkatkan resiko
infeksi luka. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut
diperlukan balutan yang bisa menyerap dan tidak melekat.

4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat Bila jumlah eksudat sudah
berkurang, maka silastic foam merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat
khususnya pada luka dalam yang bersih dan berbentuk cawan, atau dekubitus luas di daerah
sakrum.

5) Perawatan luka superfisial yang bersih dengan sedikit eksudat Banyak balutan yang sesuai
untuk menangani luka superficial yang bersih. Memberikan lingkungan yang lembab
dengan terus menerus akan dapat mendorong epitelialisasi yang cepat dan mengurangi rasa
nyeri serta melindungi permukaan luka dari kerusakan mekanis lebih lanjut dan
kontaminasi. Balutan yang ideal adalah balutan yang dapat dibiarkan tidak terganggu
selama beberapa hari.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


 Pasien mengatakan badan  Gula darah 284)
lemah dan letih
 Klien tampak lelah
 Pasien mengatkan sering
merasa haus dan lapar  Klien tampak sering buang
air kecil
 Pasien Sering buang aiar
kecil sebanyak 10 x  Klien tampak sering minum

 klien mengatakan nyeri  Klien meringis kesakitan


pada kaki pada kaki yang
luka  Skala nyeri 7

 klien mengatkan tidak  Klien tampak gelisah


nyaman dengan luka di
kakinya  Terdapat nyeri tekan di
daerah kaki yang luka
 klien mengatakan luka sejak
3 bulan sebelum masuk  Klien tampak mengerakan
bagian yang nyeri saat
 klien mengatakan ada luka disentuh kakinya
dikaki sebelah kiri
 Klien tampak meringis
 klien mengatakan luka kesakitan pada kaki
masih basah
 Terdapat pus didaerah kaki
 klien mengtakan aktivitas yang luka
dibantu keluarga
 Tampak edema, terdapat
 klien mengatkan aktivitas (luka terbuka),ukuran 2x2x3
tebatas cm
2.2 Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

1 DS Ketidakstabilan gula Resistensi insulin


 Pasien mengatakan badan
lemah dan letih darah
 Pasien mengatkan sering
merasa haus
 Pasien Sering buang air
kecil sebanyak 10 x
DO
 (Gula darah ,284)
 Klien tampak lelah
 Klien tampak sering buang
air kecil
 Klien tampak sering minum
2 DS Nyeri Akut Agen Cedera fisik
 Klien mengatakan nyeri
pada kakinya yang luka
 Keluarga mengatakan
pasien tidak nyaman dengan
lukanya
DO
 Klien meringis kesakitan
 Skala nyeri 7
 Klien tampak gelisah
 Terdapat nyeri tekan di
daerah kaki yang luka
 Klien tampak mengerakan
bagian yang nyeri saat
disentuh kakinya
3 DS Infeksi Peningkatan
 Klien mengatakan luka Leukosit
masih basah dan berbau
 klien mengatakan ada luka
dikaki sebelah kiri
 klien mengatakan luka sejak 3
bulan sebelum masuk
DO
 Terdapat pus didaerah kaki
yang luka
 Leukosit 27.33[10^3/ul}]
 Tampak edema, terdapat
(luka terbuka),ukuran 2x2x3
cm
4 Intoleransi Aktivitas Imobilitas
DS
 klien mengtakan aktivitas
dibantu keluarga
 klien mengatakan aktivitas
tebatas
DO
 aktivitas klien tampak
dibantu keluaraga
 saat makan klien nampak
dibantu keluarga
 saat duduk klien tampak
dibantu keluarga
 saat kekamar mandi klien
tampak dibantu keluarga

2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakstabilan gula darah b.d resistensi insulin
2. Nyeri Akut b.d Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas b.d imobilitas
2.4 Rencana Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
DS - Identifikasi kemungkinan penyebab
KH :
hiperglikemia
 Pasien mengatakan - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
badan lemah dan letih  Kestabilan kadar glukosa darah
 Pasien mengatkan membaik Terapeutik :
sering minum  Status nutrisi membaik
 Tingkat pengetahuan meningkat - Berikan asupan cairan oral
 Pasien Sering buang
aiar kecil ±10 X Edukasi :
DO - Ajurkan kepatuhan terhadap diet
 Gula darah puasa Kolaborasi :
,284)
 Klien tampak lelah - Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu
 Klien tampa sering
buang air kecil  Edukasi program pengobatan
 Klien tampak sering Observasi :
minum
- Identifikasi pengobatan yang
direkomendasi

Terapeutik :
- Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar

Edukasi:

- Jelaskan mamfaat dan efek samping


pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
2 Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun
KH : Observasi :
DS
 Tingkat nyeri menurun - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Klien mengatakan  Penyembuhan luka membaik karakteristik, durasi, frekuensi,
nyeri pada kakinya  Tingkat cidera menurun kualitas,intensitas nyeri
yang luka - Identifikasi skala nyeri
 Keluarga mengatakan
pasien tidak nyaman
Terapeutik :
dengan lukanya
DO - Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Klien meringis
kesakitan Edukasi:
 Klien meringis
kesakitan - Jelaskan penyebab dan periode dan
 Skala nyeri 7
 Klien tampak gelisah pemicu nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik


 Edukasi teknik nafas dalam

Observasi :

- Identifikasi kesiapan dan kemampuan


menerima informasi

Terapeutik :

- Sediakan materi dan media pendidikan


kesehatan

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik


nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

3 Infeksi b.d Peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi


Leukosit. selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi
menurun Observasi
DS
KH : - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
 Klien mengatakan  Tingkat nyeri menurun dan sistematik
luka masih basah dan  Integritas kulit dan jaringan
berbau membaik Terapetik
 klien mengatakan ada  Kontrol resiko meningkat
- Berikan perawatan kulit pada area
luka dikaki sebelah
edema
kiri
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
 klien mengatakan luka
kontak dengan pasien dan lingkungan
sejak 3 bulan sebelum
pasien
masuk
Edukasi
DO
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Terdapat pus didaerah
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
kaki yang luka
 Leukosit Kolaborasi
27.33[10^3/ul]
 Tampakedema, - Kolaborasi pemberian analgetik
terdapat (luka  Perawatan luka
terbuka) ,ukuran Observasi :
2x2x3 cm
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi

Terapeutik :

- Lepaskan balutan dan plester seccara


perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka

Edukasi:

- Jelaskan tanda,gejala infeksi

Kolaborasi:

- Kolaborasi prosedur debridement

4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas


imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas
membaik Observasi :
DS
KH : - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
 klien mengtakan  Toleransi aktivitas - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
aktivitas dibantu  Ambulasi dalam aktivitas tertentu
keluarga  Tingkat keletihan
Terapeutik :
 klien mengatkan
aktivitas tebatas - Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuiakan lingkungan
DO
untuk mengakomodasi aktivitas
 aktivitas klien tampak yang di pilih
dibantu keluaraga - Libatkan keluarga dalam aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Kartika, W Ronald. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. 42(07). 546-547.
Varena, Muthia. 2019. LAPORAN STUDI KASUS DIABETES MELITUS.
www.stikesprintis.ac.id (diakses tanggal 9 Oktober 2020).
Yani, Nur Indah Indri. 2017. Luka Kronis. Repository.ump.ac.id (diakses tanggal 9 Oktober
2020).

Anda mungkin juga menyukai