Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA

Nama : Fahtoni Amd, Kep

Program Studi Ilmu Keperawatan


Sekolah tinggi ilmu kesehata Harapan Ibu
Jambi

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Luka”.  Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah. Tujuan yang lebih khusus dari penulisan makalah ini
ialah untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana cara perawatan luka yang baik dalam
kehidupan sehari-hari, yang kami sajikan berdasarkan berbagai sumber informasi, referensi,
dan berita.
Kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah memberikan tugas untuk
menulis makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa STIKES-HI Jambi. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk
itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................................1
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................2
DAFTAR ISI ..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................4
BAB II Konsep Dasar Medis
A Defenisi.... ……………………………………………………………………………….6
B. Etiologi.............................. ……………………………………………………………..6
C . Klasifikasi luka............................................ ……………………………….……….....7
D. Macam-macam luka.......... …………………………………………………………….8
E. Patofisiologi ................................................................................................................... 11
BAB III
A. Asuhan Keperawatan Luka ........................................................................................16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………..19
B. Saran …………………………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan.

Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena adanya suatu

faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Faktor tersebut seperti trauma,

perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari luka

berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup. Salah satu contoh luka

terbuka adalah insisi dimana terdapat robekan linier pada kulit dan jaringan di bawahnya.

Salah satu contoh luka tertutup adalah hematoma dimana pembuluh darah yang pecah

menyebabkan berkumpulnya darah di bawah kulit.

Tubuh memiliki respon fisiologis terhadap luka yakni proses penyembuhan luka.

Proses penyembuhan luka terdiri dari berbagai proses yang kompleks untuk

mengembalikan integritas jaringan. Selama proses ini terjadi pembekuan darah, respon

inflamasi akut dan kronis, neovaskularisasi, proliferasi sel hingga apoptosis. Proses ini

dimediasi oleh berbagai sel, sitokin, matriks, dan growth factor. Disregulasi dari proses

tersebut bisa menyebabkan komplikasi atau abnormalitas luka yaitu luka hipertrofik dan

keloid. Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami namun

terkadang diperlukan penanganan khusus pada luka untuk membantu proses tersebut. Oleh

karena itu penting untuk dipahami mengenai proses penyembuhan luka.

B. Rumusan Masalah.

1. Apa pengertian dari luka.

2. Etiologi terjadinya luka.

3. Patofisiologi luka.

4
C. Tujuan Penulisan.

1. Mengetahui cara perawatan luka.

2. Mengetahui proses penyembuhan luka.

3. Mengetahui cara merawat luka.

5
BAB II
Konsep Dasar Medis

A. Pengertian.
Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau  hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. Etiologi
Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan sebelum memulai
perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka :

1. Trauma.

2. Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia.

3. Gigitan binatang atau serangga.

4. Tekanan

5. Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena

6. Immunodefisiensi

7. Malignansi

8. Kerusakan jaringan ikat.

9. Penyakit metabolik, seperti diabetes

10. Defisiensi nutrisi

6
11. Kerusakan psikososial

12. Efek obat-obatan

Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
dengan multifaktor

C. Klasifikasi.
1.   Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka
Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah luka bedah
tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga
infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
terkontaminasi (Clean-contamined Wounds).Jenis luka ini adalah luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol,
kontaminasi tidak selalu terjadi.
Luka terkontaminasi (Contamined Wounds) adalah luka terbuka, fresh, luka akibat
kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi
dari saluran cerna.
Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds) adalah terdapatnya
mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis
ini akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut.

2.    Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka.


a) Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b) Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c) Stadium III : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah
tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka ini timbul secara klinis sebagai
suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di sekitarnya.

7
d) Stadium IV : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.
3.    Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka.
a) Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b) Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam
proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

D. Macam-macam luka
1.   Vulnus excoriasi (Luka lecet)
a)   Pengertian : Jenis luka yang satu ini derajat nyerinya biasanya lebih tinggi dibanding
luka robek, mengingat luka jenis ini biasanya terletak di ujung-ujung syaraf nyeri di
kulit.
b)  Cara penanganan : Pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan luka terlebih
dahulu menggunakan NaCl 0,9%, dan bersiaplah mendengar teriakan pasien, karena
jenis luka ini tidak memungkinkan kita melakukan anastesi, namun analgetik boleh
diberikan. Setelah bersih, berikan desinfektan. Perawatan jenis luka ini adalah
perawatan luka terbuka, namun harus tetap bersih, hindari penggunaan IODINE salep
pada luka jenis ini, karena hanya akan menjadi sarang kuman, dan pemberian IODINE
juga tidak perlu dilakukan tiap hari, karena akan melukai jaringan yang baru terbentuk.

2.   Vulnus punctum (Luka tusuk)


a) Pengertian : Luka tusuk biasanya adalah luka akibat logam, yang harus diingat maka
kita harus curiga adanya bakteri clostridium tetani dalam logam tersebut.
b) Cara penanganan : Hal pertama ketika melihat pasien luka tusuk adalah jangan asal
menarik benda yang menusuk, karena bisa mengakibatkan perlukaan tempat lain
ataupun mengenai pembuluh darah. Bila benda yang menusuk sudah dicabut, maka
yang harus kita lakukan adalah membersihkan luka dengan cara menggunakan H2O2,
kemudian didesinfektan. Lubang luka ditutup menggunakan kasa, namun dimodifikasi
sehingga ada aliran udara yang terjadi.
      
3.   Vulnus contussum (luka kontusiopin)

8
a)  Pengertian : luka kontusiopin adalah luka memar, tentunya jangan diurut ataupun
ditekan-tekan, karena hanya akan mengakibatkan robek pembuluh darah semakin lebar
saja.
b) Cara penanganan : Yang perlu dilakukan adalah kompres dengan air dingin, karena
akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah, sehingga memampatkan
pembuluh-pembuluh darah yang robek.

4.    Vulnus insivum (Luka sayat)


a)  Pengertian : luka sayat adalah jenis luka yang disababkan karena sayatan dari benda
tajam, bisa logam maupun kayu dan lain sebgainya. Jenis luka ini biasanya tipis.
b) Cara penanganan : yang perlu dilakukan adalah membersihkan dan memberikan
desinfektan.

5.    Vulnus schlopetorum
a) Pengertian : jenis luka ini disebabkan karena peluru tembakan, maka harus segera
dikeluarkan tembakanya.
b) Cara penanganan : jangan langsung mengeluarkan pelurunya, namun yang harus
dilakukan adalah membersihkan luka dengan H2O2, berikan desinfektan dan tutup
luka. Biarkan luka selama setidaknya seminggu baru pasien dibawa ke ruang operasi
untuk dikeluarkan pelurunya.Diharapkan dalam waktu seminggu posisi peluru sudah
mantap dan tak bergeser karena setidaknya sudah terbentuk jaringan disekitar peluru.

6.    Vulnus combustion (luka bakar)


a) Pengertian : adalah luka yang disebabkan akibat kontaksi antara kulit dengan zat panas
seperti air panas(air memdidih), api, dll.
b)  Cara penanganan : Penanganan paling awal luka ini adalah alirkan dibawah air
mengalir, bukan menggunakan odol apalagi minyak tanah. Alirkan dibawah air
mengalir untuk perpindahan kalornya.Bila terbentuk bula boleh dipecahkan, perawatan
luka jenis ini adalah perawatan luka terbuka dengan tetap menjaga sterilitas mengingat
luka jenis ini sangat mudah terinfeksi.Dan ingat kebutuhan cairan pada pasien luka
bakar.
        
7.    Luka gigitan.

9
a) Pengertian : luka jenis ini disebabkan dari luka gigitan binatang, seperti serangga, ular,
dan binatang buas lainya. Kali ini luka gigitan yang dibahas adalah jenis luka gigitan
dari ular berbisa yang berbahaya.
b) Cara penanganan : mengeluarkan racun yang sempat masuk ke dalam tubuh korban
dengan menekan sekitar luka sehingga darah yang sudah tercemar sebagian besar dapat
dikeluarkan dari luka tersebut. Tidak dianjurkan mengisap tempat gigitan, hal ini dapat
membahayakan bagi pengisapnya, apalagi yang memiliki luka walaupun kecil di bagian
mukosa mulutnya. Sambil menekan agar racunnya keluar juga dapat dilakukan
pembebatan( ikat) pada bagian proksimal dari gigitan, ini bertujuan untuk mencegah
semakin tersebarnya racun ke dalam tubuh yang lain. Selanjutnya segera mungkin
dibawa ke pusat kesehatan yang lebih maju untuk perawatan lanjut.

8.    Laserasi atau Luka Parut.


a)  Pengertian : Luka parut disebabkan karena benda keras yang merusak permukaan kulit,
misalnya karena jatuh saat berlari.
b) Cara penanganan : Cara mengatasi luka parut, bila ada perdarahan dihentikan terlebih
dahulu dengan cara menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan kasa steril atau
saputangan/kain bersih. Kemudian cuci dan bersihkan sekitar luka dengan air dan
sabun. Luka dibersihkan dengan kasa steril atau benda lain yang cukup bersih.
Perhatikan pada luka, bila dijumpai benda asing ( kerikil, kayu, atau benda lain )
keluarkan. Bila ternyata luka terlalu dalam, rujuk ke rumah sakit.Setelah bersih dapat
diberikan anti-infeksi lokal seperti povidon iodine atau kasa anti-infeksi.

9.    Terpotong atau Teriris


a)  Pengertian : Terpotong adalah bentuk lain dari perlukaan yang disebabkan oleh benda
tajam, bentuk lukanya teratur dan dalam, perdarahan cukup banyak, apalagi kalau ada
pembuluh darah arteri yang putus terpotong.
b) Cara penanganan : menangani perdarahan terlebih dahulu yakni dilakukan dengan
menekan bagian yang mengeluarkan darah dengan menggunakan kasa steril atau kain
yang bersih. Bila ada pembuluh nadi yang ikut terpotong, dan cukup besar, dilakukan
pembalutan torniquet.Pembalutan dilakukan dengan menempatkan tali/ikat
pinggang/saputangan pada bagian antara luka dan jantung secara melingkar, kemudian
dengan menggunakan sepotong kayu/ballpoint tali/ikat pinggang/saputangan tadi
diputar sampai lilitannya benar-benar kencang. Tujuan cara ini untuk menghentikan

10
aliran darah yang keluar dari luka. Setelah itu, luka ditutup dan rujuk ke rumah
sakit.Pembebatan torniquet dilakukan pada lengan atas atau paha. Pembebatan di
tempat lain tidak akan efektif. Pada luka yang teriris dioles anti infeksi kemudian
ditutup kasa steril.

E. Patofisiologi.
Tubuh mempunyai pelindung dalam menahan perubahan lingkungan yaitu kulit.
Apabila faktor dari luar tidak mampu ditahan oleh pelindung tersebut maka terjadilah luka.
Dalam merespon luka tersebut, tubuh memiliki fungsi fisiologis penyembuhan luka. Proses
penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediate dan fase lanjut. Masing – masing fase
memiliki proses biologis dan peranan sel yang berbeda. Pada fase awal, terjadi hemostasis
dimana pembuluh darah yang terputus pada luka akan dihentikan dengan terjadinya reaksi
vasokonstriksi untuk memulihkan aliran darah serta inflamasi untuk membuang jaringan
rusak dan mencegah infeksi bakteri. Pada fase intermediate, terjadi proliferasi sel
mesenkim, epitelialisasi dan angiogenesis. Selain itu terjadi pula kontraksi luka dan
sintesis kolagen pada fase ini. Sedangkan untuk fase akhir, terjadi pembentukan luka /
remodelling.

1. Fase Awal (Hemostasis dan Inflamasi)

Pada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah menyebabkan
pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis. Proses ini memerlukan
peranan platelet dan fibrin. Pada pembuluh darah normal, terdapat produk endotel
seperti prostacyclin untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Ketika pembuluh
darah pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan collagen terhadap platelet.
Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh protein fibrinogen dan faktor
von Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk
menghentikan pendarahan.

Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan dengan faktor pembekuan


V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X. Aktivitas protrombinase dimulai,
memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin kembali mengaktifkan platelet lain
dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin berlekatan dengan

11
sel darah merah membentuk bekuan darah dan menutup luka. Fibrin menjadi rangka
untuk sel endotel, sel inflamasi dan fibroblast.5

Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu komponen rangka tersebut
dihasilkan fibroblast dan sel epitel. Fibronectin berperan dalam membantu perlekatan
sel dan mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka. Rangka fibrin – fibronectin
juga mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat luka dan bertindak sebagai penyimpan
faktor – faktor tersebut untuk proses penyembuhan.

Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.
Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat), dan
dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri yang
mengkontaminasi luka.

Pada awal terjadinya luka terjadi vasokonstriksi lokal pada arteri dan kapiler
untuk membantu menghentikan pendarahan. Proses ini dimediasi oleh epinephrin,
norepinephrin dan prostaglandin yang dikeluarkan oleh sel yang cedera. Setelah 10 – 15
menit pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi yang dimediasi oleh serotonin,
histamin, kinin, prostaglandin, leukotriene dan produk endotel. Hal ini yang
menyebabkan lokasi luka tampak merah dan hangat.

Sel mast yang terdapat pada permukaan endotel mengeluarkan histamin dan
serotonin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Hal
ini mengakibatkan plasma keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler. Leukosit
berpindah ke jaringan yang luka melalui proses aktif yaitu diapedesis. Proses ini dimulai
dengan leukosit menempel pada sel endotel yang melapisi kapiler dimediasi oleh
selectin. Kemudian leukosit semakin melekat akibat integrin yang terdapat pada
permukaan leukosit dengan intercellular adhesion moleculer (ICAM) pada sel endotel.
Leukosit kemudian berpindah secara aktif dari sel endotel ke jaringan yang luka.

Agen kemotaktik seperti produk bakteri, complement factor, histamin, PGE2,


leukotriene dan platelet derived growth factor (PDGF) menstimulasi leukosit untuk
berpindah dari sel endotel. Leukosit yang terdapat pada luka di dua hari pertama adalah
neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati dan bakteri dengan fagositosis. Netrofil juga
mengeluarkan protease untuk mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa. Setelah

12
melaksanakan fungsi fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati.
Meskipun neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang
persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses
penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka kronis.

Pada hari kedua / ketiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam luka melalui
mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag sebagai sel yang
sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi fagositosis bakteri dan
jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk mendegradasi matriks
ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material asing, merangsang
pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag merupakan penghasil sitokin
dan growth factor yang menstimulasi proliferasi fibroblast, produksi kolagen,
pembentukan pembuluh darah baru, dan proses penyembuhan lainnya.

Limfosit T muncul secara signifikan pad hari kelima luka sampai hari ketujuh.
Limfosit mempengaruhi fibroblast dengan menghasilkan sitokin, seperti IL-2 dan
fibroblast activating factor. Limfosit T juga menghasilkan interferon-γ (IFN- γ), yang
menstimulasi makrofag untuk mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sel T
memiliki peran dalam penyembuhan luka kronis.

2. Fase Intermediate (Proliferasi)

Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda radang
berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan pembuluh darah
baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi platelet dan
makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast. Fibroblast
bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih dominan
dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai
hari kelima.

Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks mettaloproteinase


(MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari
fibroblast adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan III
adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia.
Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan

13
kemudian kolagen tipe III digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah
banyak dan menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka.

Pembentukan pembuluh darah baru / angiogenesis adalah proses yang dirangsang


oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk proliferasi sel. Selain itu angiogenesis juga
dierlukan untuk mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan distimulasi kondisi
laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan tekanan oksigen di jaringan.

Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi akan
mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel dapat terjadi
antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast growth
factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming growth factor-β
(TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen. Kemudian deposisi
dari membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler

Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan


dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang
dihasilkan makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi.
Heparin, yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler, berikatan dengan berbagai
faktor angiogenik lainnya. Vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor
angiogenik yang poten dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan fibroblast selama
proses penyembuhan.

Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali lapisan
kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan
ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru terbentuk.
Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga membentuk
tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan dengan kolagen
tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang
dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu
pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi MMP
lainnya ketika bermigrasi.

14
Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi. Jaringan granulasi
akan berperan sebagai perantara sel – sel untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri
dari tiga sel yang berperan penting yaitu : fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel – sel
ini akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan
granulasi. Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja
menghasilkan ECM untuk mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara
migrasi keratinosit. Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan
menghasilkan growth factor yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga
akan merangsang sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru.

Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah
luka. Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa
berlanjut apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata – rata 0,6
sampai 0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar yang
longgar. Sel yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini
berasal dari fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di sitoplasmanya

3. Fase Akhir (Remodelling)

Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan
Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan
mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan
luka hanya 15 % dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan
tahanan luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi
kolagen tipe I.

15
BAB III
Konsep Kasus Keperawatan Luka

A. Anamnesa
1. Tgl & waktu pengkajian → Mengetahui perkembangan penyakit.
2. Biodata → nama,umur,jenis kelamin,pekerjaan,alamat.
3. Keluhan utama
4. Riwayat kesehatan  → riwayat penyakit sekarang (PQRST), riwayat penyakit dahulu,
status kesehatan keluarga & status perkembangan.
5. Aktivitas sehari-hari
6. Riwayat psikososial.
7. Pemeriksaan Kulit
Menurut Bursaids (1998), teknik pemeriksaan kulit dapat dilakukan melalui metode
inspeksi & palpasi.
Melihat penampilan luka (tanda penyembuhan luka) seperti :
a) Adanya perdarahan.
b) Proses inflamasi (kemerahan & pembengkakan)
c) Proses granulasi jaringan (yaitu menurunnya reaks inflamasi pada saat pembekuan
berkurang)
d)  Adanya parut atau bekas luka (scar) akibat fibroblas dlm jaringan granulasi
mengeluarkan kolagen yang membentuknya serta berkurangnya ukuran parut yang
merupakan indikasi terbentuknya keloid.
8. Melihat adanya benda asing atau bahan-bahan pengontaminasi pada luka mis : tanah,
pecahan kaca atau benda asing lain
9. Melihat ukuran, kedalaman & lokasi luka
10 Adanya dariainase, pembengkakan, bau yang kurang sedap. & nyeri pada daerah  luka

B.   DIAGNOSSA KEPERAWATAN


Dlm diagnosis keperawatan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
1.    Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan kurangnya perawatan pada daerah luka
2.    Nyeri akibat terputusnya kontinuitas jaringan
3. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan :
- Insisi bedah           - Cedera akibat zat kimia
- Efek tekanan         - Sekresi & ekskresi

16
4. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan :
-Imobilisasi fisik          - Paparan sekresi
5. Risiko infeksi yang berhubungan dengan :
-  Malnutrisi                -Kehilangan jaringan & peningkatan paparan lingkungan
6. Nyeri yang berhubungan dengan :
- Insisi bedah
7. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
- Nyeri luka operasi
8. Perubahan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan :
- Ketidakmampuan menelan makanan
9. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan :
- Nyeri insisi abdomen
10. Gangguan perfusi jaringan yang berhubungan dengan :
- Gangguan aliran arteri            - Gangguan aliran vena
11. Gangguan harga diri yang berhubungan dengan :
- Persepsi thd jaringan parut      - Persepsi thd dariain operasi
- Reaksi thd pengangkatan bgn tubuh melalui pembedahan

C.     INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan :
1.   Meningkatkan hemostasis luka
2.   Mencegah infeksi
3.   Mencegah cedera jaringan yang lebih lanjut
4.   Meningkatkan penyembuhan luka
5.   Mempertahankan integritas kulit
6.   Mendengankan kembali fungsi normal
7.   Memperoleh rasa nyaman (mengurangi nyeri)
Rencana tindakan:
1. Mencegah terjadinya infeksi dengan cara menjaga atau mempertahankan agar luka tetap
dalam keadaan bersih
2. Mengurangi nyeri & memperceoat proses penyembuhan luka dengan cara melakukan
perawatan luka secara aseptic.

17
D. Evaluasi
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari
evaluasi formatif yaitu evaluasi yang mengasilkan upam balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan setelah program
selesai serta mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan, evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planning). Komponen SOAP yaitu S (Subjektif) merupakan dimana perawat menemui
keluhan ibu yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif)
yaitu data yang berdasarkan hasil pengukuran serta observasi perawat secara langsung
pada ibu dan apa yang dirasakan ibu setelah tindakan keperawatan yang diberikan, A
(Assesment) yaitu interpretasi dari data subjektif dan objektif untuk menentukan tindak
lanjut serta penentuan apakah implementasi yang diberikan akan dilanjutkan atau sudah
terlaksana dengan baik, P (Planing) merupakan perencanaan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, serta ditambah dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya (Achjar, 2010).

18
BAB IV
Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan.

Luka adalah cedera yang dialami tubuh karena faktor luar baik disertai pendarahan ataupun
tidak. Tubuh memiliki respon fisiologis yang kompleks terhadap luka yang terdiri dari tiga
fase yaitu : hemostasis & inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Proses ini dipengaruhi
oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Prinsip utama penanganan luka adalah
membantu terjadinya proses tersebut dengan efektif. Penanganan luka dimulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penutupan luka. Penutupan luka dibagi menjadi tiga
yaitu penutupan primer, sekunder, dan tersier. Abnormalitas dari proses penyembuhan
dapat menyebabkan komplikasi yaitu jaringan parut hipertrofik, keloid, dan luka kronis.

B. Saran.

    Sebaiknya dalam asuhan perawatan luka dilakukan dengan cara yang benar sesuai
dengan prosedur. Peralatan yang steril dan kemampuan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Agar luka tidak bertambah parah dan cepat disembuhkan. Untuk pemerintah daerah
sebaiknya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat awam tentang pentingnya merawat
luka agar meminimalisasi terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh luka yang
tidak dirawat dengan baik

Daftar Pustaka

1. Pusponegoro AD, 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, De Jong W,

penyunting. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, h. 66-88.

2. Eslami A, Gallant-Behm CL, Hart DA, Wiebe C, Honardoust D, Gardner H,


dkk, 2009. Expression of Integrin αvβ6 and TGF-β in Scarless vs Scar-forming
Wound Healing. J Histochem Cytochem;57:543–57.

19
3. Webster J, Scuffham P, Sherriff KL, Stankiewicz M, Chaboyer WP, 2012.
Negative pressure wound therapy for skin grafts and surgical wounds healing
by primary intention. Cochrane Database of Systematic Reviews;4:1-45.

4. Lawrence WT, 2002. Wound Healing Biology and Its Application to Wound

Management. Dalam: O’Leary P, penyunting. The Physiologic Basis of

Surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; h. 107-32.

5. Leong M, Phillips LG, 2012. Wound Healing. Dalam: Sabiston Textbook of

Surgery. Edisi ke-19. Amsterdam: Elsevier Saunders; h. 984-92

6. Gurtner GC, 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal. Dalam: Thorne
CH, penyunting. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; h. 15-22.

20

Anda mungkin juga menyukai