BAB I
PENDAHULUAN
1
Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan
kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat
proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu basah juga akan menyebabkan
maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan luka lembab,
pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal
merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka.3
Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia
untuk menangani pasien dengan luka kronis antara lain berupa hidrogel, film
dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/absorbant dressing, dressing
antimikrobial, hydrophobic antimikrobial. Keberhasilan proses penyembuhan luka
tergantung pada upaya mempertahankan lingkungan lembab yang seimbang,
karena akan memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen.3
`
1.2 Batasan masalah
Referat ini akan membahas tentang konsep luka; definisi, klasifikasi, proses
penyembuhan luka, faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, serta
pengelolaan luka kronis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Klasifikasi3
a. Berdasarkan sifat : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi,
puncture, dan lain-lain.
b. Berdasarkan struktur lapisan kulit : superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia,
dan bahkan sampai ke tulang.
c. Berdasarkan proses penyembuhan, dikategorikan menjadi tiga, yaitu:6
1) Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada
jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan
luka berlangsung dari internal ke eksternal.
2) Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai
dari pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
3) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.
d. Berdasarkan lama penyembuhan dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka
kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika
3
proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal,
tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat (delayed
healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Fase inflamasi :
- Hari ke-0 sampai 5.
- Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah.
- Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
- Fase awal terjadi hemostasis.
- Fase akhir terjadi fagositosis.
- Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
4
Gambar 2.2 Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi
kerusakan jaringan dan fase awal hemostasis.7
Gambar 2.3 Fase proliferasi penyembuhan luka. Selama fase ini, jaringan
granulasi menutup permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk membantu
penutupan luka dengan jaringan epitel baru.7
5
c. Fase maturasi atau remodelling
- Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
- Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength).
- Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya.
- Pengurangan bertahap aktivitas seluler dan vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.
Gambar 2.4 Fase remodeling penyembuhan luka. Fase ini merupakan fase
terlama penyembuhan luka, di mana fibrolas dan jaringan kolagen akan
memperkuat penyembuhan luka.7
6
e. Proliferation
Dalam 72 jam, akan masuk fase proliferasi yaitu sel kolagen dan fibroblast
mulai bekerja unuk memperbaiki struktur kulit karena luka.
f. Remodelling
Selanjutnya kulit akan beregenerasi dalam proses perbaikannya.
7
mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses
regenerasi sel.
b. Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam
sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.
c. Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di dalam
luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan
berkurang.
d. Nutrisi
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya,
vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan
epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua
nutrisi, termasuk protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui
dukungan parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka.
e. Kadar albumin darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar
dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin dalam
penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti proliferasi sel,
pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen. Penyembuhan luka akan
terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g. Nyeri
Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
h. Kortikosteroid
Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan dan
deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan
tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.
8
2.2 Luka Kronis
2.2.1 Definisi
Luka kronis dapat didefinisikan sebagai segala jenis luka yang tidak ada
tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.3 sedangkan menurut
HELP Guide Dasar-dasar Perawatan Luka yang dikatakan luka kronis adalah luka
yang telah berlangsung lebih dari 1 minggu1. Definisi lain menyebutkan bahwa luka
kronis adalah luka yang gagal dalam melalui proses yang teratur dan tepat waktu
untuk menghasilkan integritas anatomis dan fungsional, atau luka yang telah
melalui proses perbaikan tanpa menetapkan hasil anatomi dan fungsional yang
berkelanjutan.2
Berikut beberapa jenis luka kronis serta prevalensinya :
9
maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup
lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang
tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan
semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik,
seperti venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers. Metode moist
wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembab antara
lain:11,12
a. Mempercepat fi brinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi neutrofil yang
diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berlangsung lebih dini.
10
- Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari
balutan kasa konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi
penggantian balutan dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat
menghemat biaya yang dibutuhkan.
Lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia untuk
menangani pasien dengan luka kronis antara lain berupa hidrogel, film dressing,
hydrocolloid, calcium alginate, foam/absorbant dressing, dressing antimikrobial,
hydrophobic antimikrobial. Berbagai tipe moist wound dressing adalah sebagai
berikut :13
1. Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembaban; digunakan
sebagai dressing primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan
transparent film). Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna
hitam/kuning dengan eksudat minimal atau tidak ada. Hydrogel berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembaban. Gel akan memberi rasa sejuk dan
dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik
menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang
moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Cara
penggunaannya yaitu gel langsung diletakkan di atas luka dan dibalut dengan
balutan sekunder untuk mempertahankan kelembaban luka.
11
2. Alginates
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder.
Membentuk gel di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut
yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.
Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering. Tersedia dalam bentuk
lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.
3. Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan
untuk luka luka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat
dari polyurethane film yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak.
12
4. Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembab,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu
menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support
autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin,
gelatin, carboxymethylcellulose, dan elastomers.
Indikasi: luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.
Kontraindikasi: luka terinfeksi atau luka grade III-IV.
5. Absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat
banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari
polyurethane; non-adherent wound contact layer, highly absorptive.
Indikasi : eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.
6. Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus). Balutan ini
digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan
antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
13
Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, nonabsorben, non-adhesif.
Digunakan untuk luka bereksudat sedang-banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan
balutan sekunder.
1. Tissue Management
14
Merupakan proses menghilangkan jaringan nekrotik atau deviasi, bakteri dan
sel yang menghambat proses penyembuhan untuk mengurangi kontaminasi luka
dan kerusakan jaringan. Tujuannya adalah untuk mengembalikan dasar luka yang
layak dengan matriks ekstraselular fungsional. Luka kronis diubah menjadi luka
akut dengan dikeluarkannya beban nekrotik dari sel-sel senescent, matriks
ekstraselular, sel-sel inflamasi dan biofilm yang mengandung koloni bakteri.
Debridement jaringan nekrotik dapat membantu mengurangi jumlah mikroba,
toksin dan zat lain. Pilihan metode debridement :
- surgical or sharp
- autolytic
- enzymatic
- mechanical
- biosurgery
2. Infection or Inflamation
Pada luka kronis sering terjadi kolonisasi oleh berbagai spesies bakteri atau
jamur. Hal ini dikarena luka terbuka berkepanjangan, aliran darah yang buruk dan
proses penyakit yang mendasarinya. Keseimbangan bakteri dicapai dengan
mengendalikan bakteri dalam jumlah dan patogenisitasnya.15 Adanya bakteri di
bantalan luka berasal dari kontaminasi, kolonisasi terhadap infeksi invasif. Karena
luka kronis sering terjadi kolonisasi bakteri, memperoleh dan menafsirkan data
laboratorium harus dilakukan berkorelasi dengan temuan klinis. Meskipun biopsi
jaringan mungkin lebih ideal, pengobatan luka yang dilakukan dengan benar juga
berguna.
3. Moisture Balance
Salah satu efek menguntungkan dari lingkungan luka yang lembab adalah
mempercepat epitelisasi luka. Selain itu, menjaga luka tetap lembab dapat
meminimalkan tingkat infeksi. Di satu sisi, cairan luka yang berlebihan
mengandung matriks metaloproteinase dan protease serin yang dapat memecah atau
merusak bahan matriks ekstraselular penting. Kelembaban yang berlebihan juga
bisa menyebabkan maserasi pada tepi luka. Di sisi lain, kelembaban yang tidak
15
adekuat dapat menghambat aktivitas seluler dan meningkatkan pembentukan
eschar.16 Dengan demikian, keseimbangan kelembaban merupakan proses
penyembuhan luka dengan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan.
Eksudat dapat dikelola secara langsung melalui penggunaan sejumlah bahan
rias, tergantung pada status kelembaban bedak. Sebagai contoh, pada luka yang
sangat eksudatif, dressing absorptif seperti busa akan sesuai, sedangkan pada eschar
luka kering, dressing oklusif atau semi-oklusif seperti hidrokoloid akan sesuai
untuk mencapai keseimbangan kelembaban yang tepat. Penggunaan elevasi
kompresi dan ekstremitas untuk menghilangkan cairan dari lokasi luka harus
diaplikasikan pada borok vena atau pada luka dengan edema sekitarnya.
Keseimbangan kelembaban dapat dicapai secara tidak langsung melalui terapi
sistemik yang mengurangi edema, seperti pada gagal jantung, atau penggunaan obat
untuk mengurangi respons inflamasi pada penyakit tertentu.17
Penanganan biologis, seperti allograft kulit, bisa membantu mengatasi luka
kronis. Ini membentuk penghalang mekanis melawan kehilangan cairan, protein
dan elektrolit, sehingga mencegah pengeringan jaringan dan juga invasi mikroba.
Allograft kulit juga dapat digunakan sebagai tes 'take' sebelum pencangkokan kulit
autologous.18,19
Terapi luka tekanan negatif (negative preassure wound therapy) merupakan
dapat digunakan untuk mengatasi luka yang parah. Terapi luka tekanan negatif juga
bisa mengurangi edema, berkontribusi pada perfusi jaringan yang lebih baik, juga
berperan penting dalam wound bed preparation dengan mengurangi ukuran dan
kompleksitas luka.
16
penyembuhan. Dengan konsep awal wound bed preparation dan dasar ilmiahnya,
banyak klinisi mengakui masalah ini dan mengambil tindakan tepat yang
diperlukan.
Type of tissue in
the Therapeutic Role of
Treatment options
goal dressing
Wound
17
exudate mendukung Autolitik an (silicone)
granulasi. antiseptik.
debridement dressing
18
Exudate Memulai barrier /CMC/fo and
proses products am) secondary
granulasi dan
complications
Epitelisasi
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21
14. Falanga V. Classifications for wound bed preparation and stimulation of
chronic wounds. Wound Repair Regen. 2000 Sep-Oct; 8(5):347-52.
15. Panuncialman J, Falanga VClin Plast Surg. The science of wound bed
preparation. 2007 Oct; 34(4):621-32.
16. Sibbald RG, Goodman L, Woo KY, Krasner DL, Smart H, Tariq G, et al.
Special considerations in wound bed preparation 2011: An update(c) Adv
Skin Wound Care. 2011;24:415–36.
17. Granick M, Boykin J, Gamelli R, Schultz G, Tenenhaus M. Toward a
common language: surgical wound bed preparation and
debridement. Wound Repair Regen. 2006;14()(Suppl 1):S1–10
18. Mat Saad AZ, Khoo TL, Dorai AA, Halim AS. The versatility of a glycerol-
preserved skin allograft as an adjunctive treatment to free flap
reconstruction. Indian J Plast Surg. 2009;42:94–9.
19. Mat Saad AZ, Halim AS, Khoo TL. The use of glycerol-preserved skin
allograft in conjunction with reconstructive and flap surgery: Seven years
of experience. J Reconstr Microsurg. 2011;27:103–8
22