Anda di halaman 1dari 23

PERAWATAN LUKA KRONIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau
pembedahan.1 Luka yang gagal dalam melalui proses yang teratur dan tepat waktu
untuk menghasilkan integritas anatomis dan fungsional, atau luka yang telah
melalui proses perbaikan tanpa menetapkan hasil anatomi dan fungsional yang
berkelanjutan disebut sebagai luka kronis.2 Selain itu luka kronis juga dapat
didefinisikan sebagai segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu.3
Pada luka kronik tidak dapat diprediksi berapa lama waktu
penyembuhannya dan dikatakan sembuh jika fungsi dan struktural kulit telah utuh.
Jenis luka kronik yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetikum dan
luka kanker. Angka kejadian luka kronik setiap tahun semakin meningkat. Luka
diabetikum merupakan salah satu jenis dari luka kronik. Prevalensi penderita ulkus
diabetikum di Indonesia sekitar 15% dengan angka amputasi 30% (Hastuti, 2008).
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penatalaksanaan luka secara multidisiplin
dan komprehensif sesuai dengan karakteristik luka.4
Perawatan luka merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma pada kulit membran mukosa
jaringan lain. Serangkaian kegiatan tersebut meliputi pembersihan luka, memasang
balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan
pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase,
irigasi, pembuangan drainase, pemasangan perban (Bryant, 2007). Perawatan luka
telah mengalami perkembangan sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir,
ditunjang dengan kemajuan teknologi kesehatan. Di samping itu, isu terkini
manajemen perawatan luka berkaitan dengan perubahan profil pasien yang makin
sering disertai dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik. Kondisi
tersebut biasanya memerlukan perawatan yang tepat agar proses penyembuhan bisa
optimal.5

1
Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan
kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat
proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu basah juga akan menyebabkan
maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan luka lembab,
pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal
merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka.3
Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia
untuk menangani pasien dengan luka kronis antara lain berupa hidrogel, film
dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/absorbant dressing, dressing
antimikrobial, hydrophobic antimikrobial. Keberhasilan proses penyembuhan luka
tergantung pada upaya mempertahankan lingkungan lembab yang seimbang,
karena akan memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen.3
`
1.2 Batasan masalah
Referat ini akan membahas tentang konsep luka; definisi, klasifikasi, proses
penyembuhan luka, faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, serta
pengelolaan luka kronis.

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah :
1. Memahami dan menambah wawasan mengenai dressing luka kronis.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya dibagian Ilmu Bedah.
3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior dibagian
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru.

1.4 Metode penulisan


Penulisan referat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
mengacu kepada beberapa literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep luka


2.1.1 Definisi
Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau
pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan.1

2.1.2 Klasifikasi3
a. Berdasarkan sifat : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi,
puncture, dan lain-lain.
b. Berdasarkan struktur lapisan kulit : superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis;
dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia,
dan bahkan sampai ke tulang.
c. Berdasarkan proses penyembuhan, dikategorikan menjadi tiga, yaitu:6
1) Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada
jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan
luka berlangsung dari internal ke eksternal.
2) Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai
dari pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
3) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.
d. Berdasarkan lama penyembuhan dibedakan menjadi akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka
kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika

3
proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal,
tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat (delayed
healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.

2.1.3 Proses penyembuhan luka


Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi tumpang
tindih. Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:3

Gambar 2.1 Fase penyembuhan luka

a. Fase inflamasi :
- Hari ke-0 sampai 5.
- Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah.
- Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
- Fase awal terjadi hemostasis.
- Fase akhir terjadi fagositosis.
- Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.

4
Gambar 2.2 Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai segera setelah terjadi
kerusakan jaringan dan fase awal hemostasis.7

b. Fase proliferasi atau epitelisasi


- Hari ke-3 sampai 14.
- Disebut juga fase granulasi karena ada nya pembentukan jaringan
granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
- Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
- Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka.
- Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.

Gambar 2.3 Fase proliferasi penyembuhan luka. Selama fase ini, jaringan
granulasi menutup permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk membantu
penutupan luka dengan jaringan epitel baru.7

5
c. Fase maturasi atau remodelling
- Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
- Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength).
- Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya.
- Pengurangan bertahap aktivitas seluler dan vaskulerisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.

Gambar 2.4 Fase remodeling penyembuhan luka. Fase ini merupakan fase
terlama penyembuhan luka, di mana fibrolas dan jaringan kolagen akan
memperkuat penyembuhan luka.7

Tahap penyembuhan luka :


a. Injury
Saat terjadinya injury, kulit akan luka, dan terjadilah pendarahan.
b. Coagulation
Karena terjadi pendarahan, selanjutnya faktor koagulasi akan bekerja,
membentuk benang-benang fibrin.
c. Early inflammation
Dalam 24 jam akan keluarkan sitokin inflamasi, yaitu neutrophil dan TGF-
B dan PDGF untuk menyiapkan proses wound bed preparation
d. Late inflammation
Dalam 48 jam faktor inflamasi bekerja yaitu makrofag dan sel PMN.

6
e. Proliferation
Dalam 72 jam, akan masuk fase proliferasi yaitu sel kolagen dan fibroblast
mulai bekerja unuk memperbaiki struktur kulit karena luka.
f. Remodelling
Selanjutnya kulit akan beregenerasi dalam proses perbaikannya.

Gambar 2.5 Tahap penyembuhan luka

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka8


a. Status imunologi atau kekebalan tubuh
Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri dari
serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang
terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk

7
mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses
regenerasi sel.
b. Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam
sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.
c. Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di dalam
luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan
berkurang.
d. Nutrisi
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya,
vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan
epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua
nutrisi, termasuk protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui
dukungan parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka.
e. Kadar albumin darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar
dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin dalam
penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti proliferasi sel,
pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen. Penyembuhan luka akan
terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g. Nyeri
Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
h. Kortikosteroid
Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan dan
deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan
tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.

8
2.2 Luka Kronis
2.2.1 Definisi
Luka kronis dapat didefinisikan sebagai segala jenis luka yang tidak ada
tanda-tanda sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu.3 sedangkan menurut
HELP Guide Dasar-dasar Perawatan Luka yang dikatakan luka kronis adalah luka
yang telah berlangsung lebih dari 1 minggu1. Definisi lain menyebutkan bahwa luka
kronis adalah luka yang gagal dalam melalui proses yang teratur dan tepat waktu
untuk menghasilkan integritas anatomis dan fungsional, atau luka yang telah
melalui proses perbaikan tanpa menetapkan hasil anatomi dan fungsional yang
berkelanjutan.2
Berikut beberapa jenis luka kronis serta prevalensinya :

Gambar 2.6 Prevalensi Chronic Wounds

2.3 Pengelolaan luka kronis


2.3.1 Moist wound healing
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan
prinsip moisture balance, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan metode
konvensional.9,10 Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini
dikenal sebagai metode modern dressing. Prinsip perawatan luka yaitu
menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga agar luka senantiasa
dalam keadaan lembab. Jika ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk
pembalut (dressing) digunakan yang bersifat absorben, namun jika ulkus kering

9
maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup
lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang
tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan
semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka kronik,
seperti venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic foot ulcers. Metode moist
wound healing adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembab antara
lain:11,12
a. Mempercepat fi brinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat
dihilangkan lebih cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam suasana lembab.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi neutrofil yang
diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berlangsung lebih dini.

Berikut beberapa keuntungan dari moist wound healing yaitu :


- Mengurangi pembentukan jaringan parut
- Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan
- Mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan
devitalisasi/yang mati
- Menambah pertahanan imun permukaan luka
- Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast
- Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air
yang tipis

10
- Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari
balutan kasa konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi
penggantian balutan dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat
menghemat biaya yang dibutuhkan.

Lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia untuk
menangani pasien dengan luka kronis antara lain berupa hidrogel, film dressing,
hydrocolloid, calcium alginate, foam/absorbant dressing, dressing antimikrobial,
hydrophobic antimikrobial. Berbagai tipe moist wound dressing adalah sebagai
berikut :13
1. Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.
Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembaban; digunakan
sebagai dressing primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan
transparent film). Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna
hitam/kuning dengan eksudat minimal atau tidak ada. Hydrogel berbahan dasar
gliserin/air yang dapat memberikan kelembaban. Gel akan memberi rasa sejuk dan
dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Gel sangat baik
menciptakan dan mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang
moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan drainase yang sedikit. Cara
penggunaannya yaitu gel langsung diletakkan di atas luka dan dibalut dengan
balutan sekunder untuk mempertahankan kelembaban luka.

Gambar 2.8 Contoh hydrogel

11
2. Alginates
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder.
Membentuk gel di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut
yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.
Indikasi: luka dengan eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering. Tersedia dalam bentuk
lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.

Gambar 2.9 Contoh alginates

3. Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan
untuk luka luka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat
dari polyurethane film yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
Indikasi: luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.
Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak.

Gambar 2.10 Contoh film dressing

12
4. Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembab,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu
menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support
autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin,
gelatin, carboxymethylcellulose, dan elastomers.
Indikasi: luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.
Kontraindikasi: luka terinfeksi atau luka grade III-IV.

Gambar 2.11 Contoh hydrocolloid

5. Absorbant dressing
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat
banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari
polyurethane; non-adherent wound contact layer, highly absorptive.
Indikasi : eksudat sedang sampai berat.
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

6. Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphylococcus aureus). Balutan ini
digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi. Balutan
antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak
direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.

13
Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, nonabsorben, non-adhesif.
Digunakan untuk luka bereksudat sedang-banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan
balutan sekunder.

Medical Collagen Sponge

Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang


percepatan pertumbuhan jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan
balutan sekunder.

2.3.2 Wound Bed Preparation


Tujuan dari wound bed preparation adalah untuk menciptakan lingkungan
penyembuhan luka yang optimal.14 Wound bed preparation diterapkan untuk
mengatasi luka kronis yang gagal dalam proses penyembuhan normal. Hal ini
dilakukan dengan menghilangkan sel-sel tua atau abnormal, mengurangi bakteri,
mengurangi eksudat luka dan meningkatkan pembentukan jaringan granulasi yang
sehat. Bila tujuan ini terpenuhi, tahap akhir penyembuhan luka akan terjadi.
Ada empat komponen wound bed preparation berdasarkan perbedaan
patofisiologi yang menjadi dasar penyebab luka kronis :
1. Tissue Management
2. Infection or Inflamation
3. Moisture Balance
4. Epithelial (Edge) Advancement
T.I.M.E. Komponen ini terdiri dari strategi komprehensif yang dapat
diterapkan pada pengelolaan berbagai jenis luka untuk memaksimalkan potensi
penyembuhan luka.

1. Tissue Management

14
Merupakan proses menghilangkan jaringan nekrotik atau deviasi, bakteri dan
sel yang menghambat proses penyembuhan untuk mengurangi kontaminasi luka
dan kerusakan jaringan. Tujuannya adalah untuk mengembalikan dasar luka yang
layak dengan matriks ekstraselular fungsional. Luka kronis diubah menjadi luka
akut dengan dikeluarkannya beban nekrotik dari sel-sel senescent, matriks
ekstraselular, sel-sel inflamasi dan biofilm yang mengandung koloni bakteri.
Debridement jaringan nekrotik dapat membantu mengurangi jumlah mikroba,
toksin dan zat lain. Pilihan metode debridement :
- surgical or sharp
- autolytic
- enzymatic
- mechanical
- biosurgery

2. Infection or Inflamation
Pada luka kronis sering terjadi kolonisasi oleh berbagai spesies bakteri atau
jamur. Hal ini dikarena luka terbuka berkepanjangan, aliran darah yang buruk dan
proses penyakit yang mendasarinya. Keseimbangan bakteri dicapai dengan
mengendalikan bakteri dalam jumlah dan patogenisitasnya.15 Adanya bakteri di
bantalan luka berasal dari kontaminasi, kolonisasi terhadap infeksi invasif. Karena
luka kronis sering terjadi kolonisasi bakteri, memperoleh dan menafsirkan data
laboratorium harus dilakukan berkorelasi dengan temuan klinis. Meskipun biopsi
jaringan mungkin lebih ideal, pengobatan luka yang dilakukan dengan benar juga
berguna.

3. Moisture Balance
Salah satu efek menguntungkan dari lingkungan luka yang lembab adalah
mempercepat epitelisasi luka. Selain itu, menjaga luka tetap lembab dapat
meminimalkan tingkat infeksi. Di satu sisi, cairan luka yang berlebihan
mengandung matriks metaloproteinase dan protease serin yang dapat memecah atau
merusak bahan matriks ekstraselular penting. Kelembaban yang berlebihan juga
bisa menyebabkan maserasi pada tepi luka. Di sisi lain, kelembaban yang tidak

15
adekuat dapat menghambat aktivitas seluler dan meningkatkan pembentukan
eschar.16 Dengan demikian, keseimbangan kelembaban merupakan proses
penyembuhan luka dengan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan.
Eksudat dapat dikelola secara langsung melalui penggunaan sejumlah bahan
rias, tergantung pada status kelembaban bedak. Sebagai contoh, pada luka yang
sangat eksudatif, dressing absorptif seperti busa akan sesuai, sedangkan pada eschar
luka kering, dressing oklusif atau semi-oklusif seperti hidrokoloid akan sesuai
untuk mencapai keseimbangan kelembaban yang tepat. Penggunaan elevasi
kompresi dan ekstremitas untuk menghilangkan cairan dari lokasi luka harus
diaplikasikan pada borok vena atau pada luka dengan edema sekitarnya.
Keseimbangan kelembaban dapat dicapai secara tidak langsung melalui terapi
sistemik yang mengurangi edema, seperti pada gagal jantung, atau penggunaan obat
untuk mengurangi respons inflamasi pada penyakit tertentu.17
Penanganan biologis, seperti allograft kulit, bisa membantu mengatasi luka
kronis. Ini membentuk penghalang mekanis melawan kehilangan cairan, protein
dan elektrolit, sehingga mencegah pengeringan jaringan dan juga invasi mikroba.
Allograft kulit juga dapat digunakan sebagai tes 'take' sebelum pencangkokan kulit
autologous.18,19
Terapi luka tekanan negatif (negative preassure wound therapy) merupakan
dapat digunakan untuk mengatasi luka yang parah. Terapi luka tekanan negatif juga
bisa mengurangi edema, berkontribusi pada perfusi jaringan yang lebih baik, juga
berperan penting dalam wound bed preparation dengan mengurangi ukuran dan
kompleksitas luka.

4. Epithelial (Edge) Advancement


Perkembangan tepi luka dalam hal migrasi sel epidermal / keratinosit dan
kontraksi luka merupakan salah satu indikator utama dari penyembuhan luka.
Pengendalian infeksi serta peradangan berlebihan harus dilakukan untuk
mengurangi tingkat protease ke tingkat normal sehingga menjaga keseimbangan
biokimia yang halus diperlukan untuk replikasi sel epitel. Tingkat kelembaban yang
optimal dari luka akan mendorong epitelisasi. Secara mikroskopis, senescent seluler
dapat terjadi pada tepi luka kronis yang memerlukan intervensi untuk mencapai

16
penyembuhan. Dengan konsep awal wound bed preparation dan dasar ilmiahnya,
banyak klinisi mengakui masalah ini dan mengambil tindakan tepat yang
diperlukan.

Gambar 2.12 Principle Of Wound Bed Preparation

Type of tissue in
the Therapeutic Role of
Treatment options
goal dressing
Wound

Wound bed Primary Secondary


preparation Dressing dressing

Necrotic, black, Membuang Wound bed Surgical Hydroge Polyurethane


jaringan mati. hidrasi atau atau l film
Dry autolitik mechanical
debridement Honey dressing

Sloughy, Membuang Rehydrate Surgical Hydroge Polyurethane


jaringan yang wound atau l film
yellow, brown, sudah mechanical
terkelupas, Bed Honey dressing
black or grey jika
jadikan luka
Kontrol pertimbangk Low adherent
Dry to low bersih untuk
kelembaban

17
exudate mendukung Autolitik an (silicone)
granulasi. antiseptik.
debridement dressing

Sloughy, Membuang Menyerap Surgical Absorbe Retention


jaringan yang kelebihan atau nt bandage
yellow, brown, sudah cairan. dressing
terkelupas, Mechanical or
black or grey Lindungi jika (alginate polyurethane
jadikan luka
bersih untuk periwound pertimbangk /CMC/fo
Moderate to high film dressing
mendukung an am)
Untuk antiseptik.
exudate granulasi.
mencegah Untuk
Manajemen maserasi. Pertimbangk luka dala
eksudat an gunakan
Autolitik menggunaka
debridement. n bantalan cavity
pelapis. strips,
rope or
ribbon
versions

Granulating, Memulai Perhatikan Wound Hydroge Pad and/or


proses keseimbangan cleansing l
clean, red granulasi dan kelembaban. retention
Low bandage.
Dry to low Epitelisasi. adherent
(silicone Avoid
exudate Lindungi bandages
)
jaringan baru
yang sedang dressing that may
tumbuh cause
For deep
wounds occlusion and
use maceration.
cavity Tapes
strips,
should be
rope or
used
ribbon
with caution
versions
due
Granulating, Managemen Perhatikan Wound Dressing to allergy
eksudat. keseimbangan cleansing yang potential
clean, red kelembaban. menyera
Consider p
Moderate to high
(alginate

18
Exudate Memulai barrier /CMC/fo and
proses products am) secondary
granulasi dan
complications
Epitelisasi

Epithelialising, Memulai Lindungi Wound Hydroco


epitelisasi jaringan kulit cleansing lloid
red, pink baru. (thin)
and maturasi Consider
No to low kulit Polyuret
barrier hane
exudate products film
dressing
Low
adherent
(silicone
)
Dressing

Infected Mengatasi Antibiotik Wound Antimicr


infeksi cleansing obial
Low to high bakteri dan Kelembaban dressing
eksudat luka (consider
exudate antiseptic
managemen Penyerapan
bau wound
serta cleansing
mengontrol
bau. solution)
Consider
barrier
products

Tabel 2.1 Wound Management Dressing Guide

19
BAB III

KESIMPULAN

Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau


pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka yang gagal dalam melalui
proses yang teratur dan tepat waktu untuk menghasilkan integritas anatomis dan
fungsional, atau luka yang telah melalui proses perbaikan tanpa menetapkan hasil
anatomi dan fungsional yang berkelanjutan disebut sebagai luka kronis

Pada luka kronik tidak dapat diprediksi berapa lama waktu


penyembuhannya, perlu dilakukan upaya penatalaksanaan luka secara multidisiplin
dan komprehensif sesuai dengan karakteristik luka. Metode perawatan luka yang
berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip moisture balance, yang
disebutkan lebih efektif dibandingkan metode konvensional. Prinsip perawatan
luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga agar luka
senantiasa dalam keadaan lembab. Memahami konsep penyembuhan luka lembab,
pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang optimal
merupakan konsep kunci untuk mendukung proses penyembuhan luka.
Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia
untuk menangani pasien dengan luka kronis antara lain berupa hidrogel, film
dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/absorbant dressing, dressing
antimikrobial, hydrophobic antimikrobial.

Tujuan dari wound bed preparation adalah untuk menciptakan lingkungan


penyembuhan luka yang optimal. Ada empat komponen wound bed preparation :
Tissue Management, Infection or Inflamation, Moisture Balance, Epithelial (Edge)
Advancement.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Semer NB. Panduan HELP untuk dasar-dasar Perawatan Luka.


2. Cutting KF, Tong A. Wound physiology and moist wound healing. Clinical
Education in Wound Management Series. Holsworthy, UK: Medical
Communications; 2003.
3. Kartika RW. Teknik perawatan luka kronis dengan modern dressing.
Jakarta: Bagian bedah jantung paru dan pembuluh darah RS Gading Pluit.
2015;42(7)
4. Waspadji S. Kaki diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta;
2009. h.1961-6
5. Casey G. Modern wound dressings. Nurs Stand. 2000; 15(5): 47-51.
6. Kane D. Chronic wound healing and chronic wound management. In:
Krasner D, Rodeheaver, editors. Health Management Publications; 1990.
7. Gurtner GC, Thorme CH. Wound healing: Normal and abnormal. 6th ed.
Chapter 2, Grabb and Smith’s plastic surgery; 2007).
8. Wayne PA, Flanagan. Managing chronic wound pain in primary care.
Practice Nursing; 2006; 31:12.
9. Theoret CL. Clinical techniques in equine practice. 3rd ed. 2004. Chapter 2,
Update on wound repair; p.110-22.
10. Sibbald RG, Keast DH. Best practice recommendations for preparing the
wound bed: Update 2006, clinical practice, wound care. Canada; 2006: 4(1).
11. Fernandez R, Griffi ths R, Ussia C. The eff ectiveness of solutions,
techniques and pressure in wound cleansing. JBI Reports 2004; 2(7): 231-
70.
12. Ropper R. Principles of wound assessment and management. Practice Nurse
2006; 31: 4.
13. Bryant RA, Clark RA, Nix DP. Acute and chronic wounds. Current
management concepts. 3rd ed. St Louis, Mo: Mosby Inc; 2007: 100-29.

21
14. Falanga V. Classifications for wound bed preparation and stimulation of
chronic wounds. Wound Repair Regen. 2000 Sep-Oct; 8(5):347-52.
15. Panuncialman J, Falanga VClin Plast Surg. The science of wound bed
preparation. 2007 Oct; 34(4):621-32.
16. Sibbald RG, Goodman L, Woo KY, Krasner DL, Smart H, Tariq G, et al.
Special considerations in wound bed preparation 2011: An update(c) Adv
Skin Wound Care. 2011;24:415–36.
17. Granick M, Boykin J, Gamelli R, Schultz G, Tenenhaus M. Toward a
common language: surgical wound bed preparation and
debridement. Wound Repair Regen. 2006;14()(Suppl 1):S1–10
18. Mat Saad AZ, Khoo TL, Dorai AA, Halim AS. The versatility of a glycerol-
preserved skin allograft as an adjunctive treatment to free flap
reconstruction. Indian J Plast Surg. 2009;42:94–9.
19. Mat Saad AZ, Halim AS, Khoo TL. The use of glycerol-preserved skin
allograft in conjunction with reconstructive and flap surgery: Seven years
of experience. J Reconstr Microsurg. 2011;27:103–8

22

Anda mungkin juga menyukai