I. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam
dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi yang
sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait
dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana pasien
dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi
tersebut biasanya sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat
diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang
dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa
dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk
tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan
biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang
berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai
dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.
II. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio,
insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness,
yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis,
dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses penyembuhan,
dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut
dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis
jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-
tanda infeksi.
III. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih
(overlap). Disamping itu, proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak
serta penyebab luka tersebut. Terkait dengan fase penyembuhan luka, ada 3 tahapan yang saling
berhubungan satu sama lainny, antara lain:
a. Fase inflamasi
Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul setelah terjadi injuri,
kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk mencegah kehilangan darah.
Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor, dolor, color, functio laesa. Kondisi ini juga
merupakan awal terjadinya haemostasis sedangkan fagositosis terjadi pada fase akhir dari fase
inflamasi ini. Lama fase ini bisa singkat jika tidak ditemukan adanya infeksi pada luka.
b.Fase.proliferasi.or.epitelisasi
Terjadi pada hari 3 – 14, fase ini juga disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya
pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak merah segar, mengkilat. Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin dan hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada
48 jam pertama.
c. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun. Pada fase ini akan terbentuk
jaringan kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan
(tensile strength). Jaringan parut (scar tissue) yang tumbuh sekitar 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya. Pada fase ini juga terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas
selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
III. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
Status Imunologi, kadar gula darah (impaired white cell function, hidrasi (slows metabolism),
nutritisi, kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema),
suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri (causes vasoconstriction), corticosteroids (depress
immune function).
IV. Pengkajian Luka
A.Kondisi,luka
1.Warna.dasar,luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black),
infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink)
2.Lokasi,ukuran,dan,kedalaman,luka
3.Eksudat,dan,bau
4.Tanda-tanda,infeksi
5.Keadaan,kulit,sekitar,luka:warna,dan,kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B.Status,nutrisi,klien:BMI,kadar,albumin
C.Status,vascular:Hb,TcO2
D.Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
V. Perencanaan
A. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil
penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka.
Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini
antara lain:
4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan
kering.
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Hydrocolloid
Waterproof
3. Alginate
4. Foam Dressings
Polyurethane
Non-adherent wound contact layer
Highly absorptive
Semi-permeable
Jenis bervariasi
5. Terapi alternatif
Madu (Honey)
Hyperbaric Oxygen
VI. Implementasi
A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
C. Luka terinfeksi
D. Luka Granulasi
Treatment overgranulasi
E. Luka epitelisasi
F. Balutan kombinasi
Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra
absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam
Photography
Frekuensi pengkajian
Plan of care
Potential masalah
Continuity of care
IX. Kesimpulan
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah
pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk
menunjang perawatan luka yang berkualitas.
X. Referensi
1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24,
2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
Kulit adalah salah satu organ terbesar dalam tubuh. Kulit menutupi tubuh 2 m 2, berat sekitar 3 kg
atau 15% dari berat badan dan menerima 1/3 suplai sirkulasi darah pada orang dewasa 1,2,3. Kulit
mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu; sebagai pelindung, sensasi,
komunikasi, termoregulasi, sintesis metabolik dan kosmetik 1. Kulit terdiri dari tiga lapisan utama
yaitu; lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan). Adanya suatu trauma baik itu secara
mekanik, kimia, radiasi dan lainnya akan menyebabkan struktur kulit rusak dan menimbulkan
suatu keadaan yang disebut sebagai luka. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang luka dan proses
penyembuhan luka serta manajemen luka dengan lingkungan lembab (Moist Wound Healing).
PENGERTIAN LUKA
Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang menghasilkan kematian dan
kerusakan sel-sel kulit 2. Luka juga dapat diartikan sebagai interupsi kontinuitas jaringan,
biasanya akibat dari suatu trauma atau cedera 4. Perbandingan gambaran anatomi kulit yang sehat
dan terdapat luka dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. (a) Gambaran struktur kulit normal, (b) Gambaran kerusakan struktur kulit
Luka dapat diklasifikasikan secara umum, yaitu; luka akut dan luka kronis 1,9. Luka akut adalah
luka yang sesuai dengan proses penyembuhan yang normal, yang dapat dikategorikan menjadi
luka pembedahan (insisi), non pembedahan (luka bakar) dan atau trauma. Sedangkan luka kronis
adalah suatu proses penyembuhan luka yang mengalami keterlambatan, misalnya luka dekubitus,
luka diabetik, dan atau leg ulcer. Luka juga dapat diklasifikasikan dari kedalamanan luka itu
sendiri berdasarkan The UK consencious clasiffication of pressure sores yang diadaptasikan juga
untuk menggambarkan luka yang lain, seperti pada tabel 1 2.
Luka dapat juga diklasifikasikan berdasarkan dari proses penyembuhan lukanya. Tipe
penyembuhan luka dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu 1,2,3;
a. Penyembuhan primer
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada penyembuhan primer
ini, kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka ditutup dengan alat bantu. Menghasilkan
skar yang minimal. Misalnya; luka operasi, laserasi dan lainnya.
b. Penyembuhan sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara pengisian jaringan
granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat kehilangan jaringan yang cukup luas,
menghasilkan scar lebih luas, dan memiliki resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers,
multiple trauma, ulkus diabetik, dan lainnya
Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan perawatan luka/ pembersihan
luka secara intensif maka luka tersebut termasuk penyembuhan primer yang terlambat.
Penyembuhan luka tersier diprioritaskan menutup dalam 3-5 hari berikutnya. Misalnya luka
terinfeksi, luka infeksi pada abdomen dibiarkan terbuka untuk mengeluarkan drainase sebelum
ditutup kembali, dan lainnya.
1. Fase inflamasi
Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari). Pembuluh kapiler yang
cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka
melepaskan histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan vasodilatasi disekitar
jaringan. Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan eritema,
pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi berdenyut. Respon pertahanan
melawan patogen dilakukan oleh PMN (Polimononuklear) atau leukosit dan makrofag ke daerah
luka. PMN akan melindungi luka dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris pada
luka.
2. Fase rekontruksi
Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini dibagi menjadi fase
destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini merupakan fase dengan aktivitas yang
tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian jaringan sementara. PMN akan
membunuh bakteri patogen dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha
membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses penyembuhan luka
karena dapat menstimulasi fibriblastik sel untuk membuat kolagen
Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru. Kapiler baru yang
terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang
(bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi
dari tepi sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea dalam luka.
Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan
mudah dihilangkan dengan sesuatu yang lain daripada pembersihan dengan hati-hati. Migrasi
berhenti ketika luka menutup dan mitosis epetilium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan
untuk membentuk epidermis
Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang menggambarkan tepi luka secara
bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka, sehingga pengurangan jumlah
jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang
drainase luka. Pada umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari sinus
dalam keadaan tertutup
3. Fase maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan regangan
pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan
kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-lahan
digantikan dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan
regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran skar. Fase ini
biasanya membutuhkan waktu antara 24 hari sampai 1 tahun.
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses
dasar biokimia dan selular yang sama terjadi dalam penyembuhan semua cedera jaringan lunak,
baik luka ulseratif kronik (dekubitus dan ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka
bakar atau luka akibat pembedahan 13. Pada gambar 3 dapat dilihat proses penyembuhan luka
dari fase inflamasi, fase proliferatif dan fase maturasi dan pada bagan 1 dapat dilihat bagaimana
fisiologi penyembuhan luka.
Gambar 3. Proses penyembuhan luka sesuai fase inflamasi (6 jam setelh kecelakaan), fase
proliferatif (hari pertama dan hari kedua), dan fase maturasi (Hari ke tujuh)14
Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan luka yang lembab. Manajemen
perawatan luka yang lama atau disebut metode konvensional hanya membersihkan luka dengan
normal salin atau ditambahkan dengan iodin povidine, kemudian di tutup dengan kasa kering.
Tujuan manajemen luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi 2. Ketika akan merawat
luka di hari berikutnya, kasa tersebut menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit pada
klien, disamping itu juga sel-sel yang baru tumbuh pada luka juga rusak.
Manajemen luka yang dilakukan tidak hanya melakukan aplikasi sebuah balutan atau dressing
tetapi bagaimana melakukan perawatan total pada klien dengan luka. Manajemen luka ditentukan
dari pengkajian klien, luka klien dan lingkungannya serta bagaimana kolaborasi klien dengan tim
kesehatan. Tujuan dari manajemen luka, yaitu 1;
Mencapai hemostasis
Beberapa dekade ini, metode konvensional sudah tidak digunakan lagi, walaupun masih ada
rumah sakit tertentu terutama di daerah yang jauh dari kota masih menerapkannya. Manajemen
luka yang lama diganti dengan manajemen luka terbaru yang memiliki tujuan salah satunya yaitu
menciptakan lingkungan luka yang lembab untuk mempercepat proses penyembuhan luka (moist
wound healing).
Perkembangan moist wound healing diawali pada tahun 1962 oleh Winter, yang melakukan
penelitian eksperimen menggunakan luka superfisial pada babi 2. Setengah dari luka ini
dilakukan teknik perawatan luka kering dan sebagian ditutupi polythene sehingga lingkungan
luka lembab. Hasilnya menunjukkan bahwa perawatan luka dengan polythene terjadi epitelisasi
dua kali lebih cepat dari pada perawatan luka kering. Hal tersebut menunjukkan bahwa
lingkungan luka yang kering menghalangi sel epitel yang migrasi di permukaan luka, sedangkan
dengan lingkungan lembab sel-sel epitel lebih cepat migrasinya untuk membentuk proses
epitelisasi 1,2.
Moist wound healing merupakan suatu metode yang mempertahankan lingkungan luka tetap
lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka 1,7. Lingkungan luka yang lembab dapat
diciptakan dengan occlusive dressing/ semi-occlusive dressing 8. Dengan perawatan luka tertutup
(occlusive dressing) maka keadaan yang lembab dapat tercapai dan hal tersebut telah diterima
secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori
perawatan luka dengan lingkungan luka yang lembab adalah 6:
Fibrinolisis; Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat
dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
Angiogenesis; Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang
lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah
dengan terbentuknya heparin dan tumor nekrosis faktor – alpha (TNF-alpha)
Percepatan pembentukan sel aktif; Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Keuntungan lainnya menggunakan moist wound healing juga akan mengurangi biaya perawatan
pada klien dan mengefektifkan jam perawatan perawat di rumah sakit 2. Untuk menciptakan
kelembaban lingkungan luka maka diperlukan pemilihan balutan luka atau dressing yang tepat.
Dressing yang ideal digunakan untuk menciptakan lingkungan lembab, yaitu occlusive dressing/
semi-occlusive dressing 8.
Occlusive dressing adalah penutupan luka dengan menggunakan balutan tertentu seperti
transparan film atau hidrokoloid untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab 2,10. Occlusive
dressing memberikan pengaruh pada luka dengan menjaga kelembaban di dasar luka.
Kelembaban tersebut akan melindungi permukaan luka dengan mencegah kekeringan
(desiccation) dan cedera tambahan 11. Selain itu, balutan tertutup juga dapat mengurangi risiko
infeksi. Menurut penelitian Holm (1998) pada luka pembedahan abdominal ditemukan
perbedaan signifikan angka kejadian infeksi pada perawatan luka dengan occlusive dressing
(3%) dan perawatan luka konvensional (14%) 12. Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al pada
tahun 1996, menunjukkan bahwa balutan hidrokoloid dengan occlusive dressing lebih efektif,
efisiensi waktu dan cost efektif daripada kasa basah dan kering 15.
1. Manajemen jaringan
Cara melakukan manajemen jaringan adalah dengan debridemen surgikal (sharp debridement),
conservative sharp wound debridement (CSWD), enzimatik debridemen, autolitik debridemen,
mekanik debridemen, kimiawi debridemen dan biologikal atau parasit debridemen
Dapat mengenal dan mengatasi tanda inflamasi (tumor, rubor, calor, dolor) dan tanda infeksi
(eksudat purulen). Balutan yang dapat digunakan untuk mengembalikan keseimbangan bakteri
yaitu; cadexomer iodine powder/paste/sheet dressing, povidine iodine impregnated tulle gras,
chlorhexidine impregnated tulle gras, madu luka, silver impregnated dressing.
Berdasarkan penelitian Winter tahun 1962, menyatakan kelembaban pada lingkungan luka akan
mempercepat proses penyembuhan luka. Dengan demikian, untuk menciptakan lingkungan luka
yang lembab maka diperlukan pemilihan balutan atau dressing yang tepat. Pemilihan balutan
akan dipengaruhi oleh hasil pengkajian luka yang dilakukan, seperti; apakah luka kering, eksudat
minimal, sedang atau berat, oedem yang tidak terkontrol. Berikut balutan yang dapat
mengoptimalkan keseimbangan kelembaban yang dapat digunakan secara occlusive/ tertutup
atau compression/ kompresi;
Eksudat sedang; kalsium alginat, hidrofiber, hidrokoloid pasta, powder dan sheet,
foams
Epitelisasi pada tepi luka memerlukan perhatian khusus terhadap adanya pertumbuhan kuman
dan hipergranulasi yang dapat menghambat epitelisasi dan penutupan luka. Beberapa cara yang
dapat digunakan untuk mengontrol hipergranulasi sehingga tepi luka dapat menyatu, antara lain;
Pemberian topikal antimikroba untuk mengtasi keseimbangan bakteri
Tekanan lokal menggunakan foam dressing dan perban kompresi atau tape fiksasi
Kimiawi debridemen dengan silver nitrat atau cooper sulfate (dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dan nekrosis jika tidak digunakan hati-hati)
Topikal kortikosteroid
KESIMPULAN
Kerusakan struktur kulit akibat cedera akan menyebabkan luka. Tubuh memiliki sistem
pertahanan diri untuk mengatasi luka yang timbul akibat dari cedera melalui beberapa fase
proses penyembuhan luka, yaitu; fase inflamasi, fase proliferatif dan fase maturasi. Pada fase-
fase penyembuhan luka tersebut akan diperlukan manajemen luka yang baik, Manajemen luka
yang baik tidak hanya mengaplikasikan balutan luka tetapi harus dapat melakukan perawatan
luka secara total pada klien dengan luka. Manajemen luka yang berkembang pesat saat ini adalah
perawatan luka dengan lingkungan luka lembab atau moist wound healing. Untuk menciptakan
lingkungan luka yang lembab maka dapat dipilih jenis pembalutan atau dressing yang tertutup
(occlusive dressing).
Tujuan dari moist wound healing, mempercepat migrasi sel epitel yang mempercepat penutupan
luka, meningkatkan proses granulasi, mencegah infeksi dan mengurangi biaya perawatan.
Banyak penelitian yang telah membuktikan keefektifan menciptakan lingkungan luka yang
lembab akan mempercepat proses penyembuhan luka. Untuk mempersiapkan dasar luka atau
wound bed preparation maka dapat dilakukan tahapan sebagai berikut; manajemen jaringan,
pengendalian infeksi atau inflamasi, menciptakan lingkungan luka lembab, dan kemajuan tepi
luka atau dikenal dengan wound bed preparation dengan metode TIME (Tissue management,
Infection controll, moist healing wound, edge of wound). Metode TIME akan memberikan
perawat spesialis perawatan luka mempersiapkan pilihan balutan yang dapat menyokong proses
penyembuhan luka, Beberapa balutan yang dapat digunakan dalam moist wound healing dengan
occlusive dressing adalah hidrokoloid, hidrofiber, kalsium alginat, foam dan lainnya. Maka
manajemen luka dengan lingkungan luka yang lembab akan mengoptimalkan kesembuhan luka
klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carville K. Wound care: manual. 5th ed. Osborne Park:Silver Chain Foundation; 2007.p. 20-9
2. Rainey J.Wound care: a handbook for community nurses. Philadelphia: Whurr Publisher;
2002. p. 10-1.
3. Tortora GJ, Grabowski SR. Structure and function of skin. [Online]. 2010 [Cited 2010 April
20] Availabel from; URL http://www.clinimed.co.uk/wound-care/education/wound-
essentials/structure-and-function-of-the-skin.aspx
4. Wound Care Solutions Telemedicine. Wounds. [Online]. 2010 [citez 2010 april 31]; Availabel
from; URL http://www.woundcaresolutions-telemedicine.co.uk/wounddefinition.php
5. Hutchinson J. Phase of wound healings. [Online]. 1992 [Cited 2010 april 20]. Availabel from;
URL http://www.clinimed.co.uk/wound-care/education/wound-essentials/phases-of-wound-
healing.aspx
6. Gitarja WS. Perawatan luka diabetes: seri perawatan luka terpadu. Bogor: Wocare Indonesia;
2008. P. 18-3.
7. Convatec. Moist wound healing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20]. Availabel from; URL
http://www.convatec.com/en/cvtus-mstwndheus/cvt-portallev1/0/detail/0/1499/1808/moist-
wound-healing.html/
8. Clinimed. Theory of moist wound healing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20]. Availabel
from; URL http://www.clinimed.co.uk/wound-care/education/wound-essentials/theory-of-moist-
wound-healing.aspx
9. Suriadi. Manajemen luka. Pontianak: STIKEP Muhammadiyah; 2007. P. 34
10. Family practice notebook. Occlusive dressing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20].
Availabel from; URL http://www.fpnotebook.com
11. Rheinecker S. Wound managemen; the occlusive dressing. 2010 [Cited 2010 April 20].
Available from; www.ncbl.nlm.90/articles/PMC1317847/
12. Burrows E. Effectiveness of occlusive dressings versus non-occlusive dressings for reducing
infections in surgical wounds. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20]. Availabel from; URL
http://www.med.monash.edu/publichealth/cce
13. Morrison MJ. Manajemen luka; seri pedoman praktis. Jakarta: EGC; 2003. P. 11-1
14. Becker D. Wound healing. [Online]. 2005 [Cited 2010 April 20]. Availabel from; URL
http://www.anat.ucl.ac.uk/business/becker1.shtml
15. Kim YC, Shin JC, Park CI, Oh SH, Choi SM, Kim YS. Efficacy of hidrocolloid occlusive
dressing technique in decubitus ulcer treatment: a comparative study. Yonsei Medical Journal
1996;37(3):185-181.
Perawatan Luka Moisture Balance
FAKTA SEPUTAR PENYEMBUHAN LUKA
Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi
kolagen didalam matrik non selular yg sehat.
Pada luka akut moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan
chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matrik jaringan luka.
Excess moisture / terlalu lembab di atas luka dapat merusak proses penyembuhan luka dan
merusak sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka.
Inadequate moisture / kurang lembab pada luka karena biasanya karena luka terpapar udara
memicu terjadinya wound desiccation, necrosis, dan pembentukan eschar menyebabkan
perkembangan luka yang jelek.
Pembentukan eskar dapat memperlambat regenerasi sel (keratinocytes) berpindah dari tepi luka
ke tengah luka.
Epithelialization ideal pada permukaan yang rata, migrasi yang optimal akan terhalang bila
terjadi pembentukan eskar.
“MOISTURE BALANCE”
Why “moist wound care”
Kondisi kurang lembab / kering menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan epitel
dan jaringan matrik.
Terlalu basah menyebabkan eksudat menghambat proloferasi sel dan menyebabkan rusaknya
matrik komponen.
Moisture balance memfasilitasi proses penyembuhan luka dijaga dengan memilih jenis balutan
yang sesuai sehingga luka terjaga kelembabannya.
Ca Alginat
Terbuat dari rumput laut
Untuk luka dengan eksudat sedang sampai banyak
Kandungan Ca dapat membantu menghentikan perdarahan
Digunakan pada fase pembersihan luka dalam maupun permukaan, dengan cairan banyak,
maupun terkontaminasi
Mengatur eksudat luka dan melindungi terhadap kekeringan dg membentuk gel
Dapat menyerap luka > 20 kali bobotnya
Tidak lengket pada luka, tdk sakit saat mengganti balutan
Dapat diaplikasikan selama 7 hari
Indikasi : luka decubitus, ulkus diabetik, luka operasi ,luka bakar deerajat I dan II, luka donor
kulit , dll
Hydroselulosa
Untuk luka dg produk eksudat banyak
Menciptakan lingkungan lembab yg mendukung proses kesembuhan luka
Mampu menyerap cairan 2 kali lipat dari ca alginat
Mampu mengunci bakteri dalam cairan luka / balutan
Tdk sakit saat penggantian balutan
Dapat diaplikasikan selama 7 hari
Hydrokoloid
Digunakan untuk luka dg eksudat minimal sampai sedang
Menjaga kestabilan kelembaban luka dan sekitar luka
Menjaga dari kontaminasi air dan bakteri
Bisa digunakan untuk balutan primer dan balutan sekunder
Dapat diaplikasikan 5 – 7 hari
Foam
Digunakan untuk menyerap eksudat luka sedang, sedikit banyak
Tidak lengket pada luka
Menjaga kelembaban luka, menjaga kontaminasi dan penetrasi bakteri dan air
Balutan dapat diganti tanpa adanya trauma atau sakit
Dapat digunakan sebagai balutan primer / sekunder
Dapat diaplikasikan 5-7 hari
Transparant film
Dapat digunakan sebagai bantalan untuk pencegahan luka dekubitus
Pelindung sekitar luka terhadap maserasi
Sebagai pembalut luka pada daerah yg sulit
Pembalut/penutup pada daerah yang diberi terapi salep
Sebagai pembalut sekunder
Transparan, bisa melihat perkembangan luka
Breathable
Tidak tembus bakteri dan air, pasien bisa mandi