Anda di halaman 1dari 5

Tujuan tata laksana luka kronis adalah untuk mengoptimalisasi penyembuhan luka

dengan cara menciptakan lingkungan jaringan luka yang adekuat untuk proses penyembuhan
luka. Hal ini dapat dicapai dengan luka yang bersih, terdapat jaringan granulasi yang baik,
dan tidak ada infeksi. Prinsip yang digunakan adalah dengsn manajemen TIME, yaitu Tissue,
Infection, Moisture imbalance , dan Edge advancement. 
1. Tissue
Jaringan yang sudah rusak atau mati dapat menjadi penghambat kesembuhan luka. Maka
dari itu, hal pertama yang dilakukan dalam tata laksana luka adalah melakukan debridement
untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati. Jaringan mati bisa berupa pus, krusta,
eschar (pada luka bakar), atau bekuan darah. Tanpa debridement yang baik, luka dapat
terus-menerus terkena stressor sitotoksik dan bakteri sehingga sulit sembuh karena komponen
penting seperti oksigen dan nutrisi akan sulit mencapai daerah luka. Selain itu, jaringan
nekrotik yang ditemukan pada luka kronis juga dapat mengganggu penyembuhan dan
menghambat migrasi keratinosit di atas dasar luka. Debridement dapat tilakukan dengan lima
teknin, yaitu proses operasi, mekanis, autolitik, enzimatik, dan biologis.
a. Operasi/surgical
Teknik ini dilakukan dengan prosedur operasi, yaitu menggunakan alat-alat seperti
gunting dan scalpel untuk membersihkan jaringan luka. Teknik ini sering dilakukan
pada luka ulkus diabetikum. Namun, metode ini memiliki keterbatasan karena hanya
dapat dilakukan oleh dokter yang sudah berpengalaman, membutuhkan anestesi lokal,
dan tidak direkomendasikan pada luka akibat iskemik tungkai dan ulkus tumit.
b. Mekanis
Teknik yang dapat dilakukan adalah dengan “wet to dry” dressing dan irigasi dengan
saline. Metode ini lebih tidak menyakitkan dari surgical namun terdapat risiko
melukai jaringan sekitar luka yang masih baik.
c. Autolitik
Teknik ini dapat menggunakan enzim endogen (proteolitik, fibrinolitik, dan
kolagenolitik) atau madu sebagai media debridement. Kelebihannya adalah metode ini
tidak memberikan rasa nyeri bagi pasien dan selektif. Namun, Teknik waktu yang
dibutuhkan cukup lama dibandingkan metode lain, yaitu sekitar 72 jam, serta tidak
dapat digunakan pada pasien yang mengalami sepsis dan immunokompromais.
d. Enzimatik
Teknik ini menggunakan salep kolagenase. Metode ini berkerja secara selektif dan
lebih cepat dari metode autolitik, namun dapat menyebabkan reaksi alergi.
e. Biologis
Menggunakan terapi larva dari spesies Lucilia sericata, Phanicia sericata, dan
Lucilia cuprina.

2. Infection
Pada luka kronik, dapat terjadi kolonisasi bakteri di lokasi luka yang dapat
mengganggu proses penyemnuhan luka. Kolonisasi bakteri pada luka dapat menyebabkan
infeksi lokal. Infeksi dapat menyebar ke jaringan sekitar, menyebabkan infeksi dalam hingga
infeksi sitemik. Tanda infeksi yang dapat terlihat adalah penyembuhan yang terhambat,
eksudat, discharge yang berbau, batas luka yang menjadi tidak tegas, jaringan rapuh, ukuran
luka membesar, dan nyeri.
Penanganan infeksi lokal dapat dilakukan dengan irigasi menggunakan normal saline
untuk membersihkan luka dan antimikroba topikal. Adapun, penggunaan larutan povidone
iodine harus dihindari dalam membersihkan luka karena dapat memperparah kerusakan
jaringan. Penggunaan dressing antimikroba yang direkomendasikan adalah dengan silver
karena ditemukan memiliki spektrum yang luas terhadap mikroba namun toksisitas yang
rendah terhadap jaringan. Antimikroba lainnya adalah antibiotic topikal seperti salep dan
krim neomycin, gentamycin, metronidazole, dan bacitracin. Pemberian antibiotik sistemik
tidak direkomendasikan kecuali ditemukan adanya tanda infeksi dalam atau sistemik.

3. Moisture imbalance
Pada penyembuhan luka dibutuhkan lingkungan luka yang tetap agar penyembuhan
luka dapat terjadi secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan menutup luka menggunakan
dressing (balutan) yang sesuai dengan keadaan luka. Terdapat lima tipe dressing yang umum
digunakan, yaitu film, foam, hidrokoloid, alginate, dan hydrogel. Selain itu, bisa juga
dilakukan prosedur Negative Pressure Wound Therapy (NPWT). Secara umum, dressing
hidrogel dan film adalah pilihan yang paling tepat untuk luka dengan eksudat yang sedikit,
hidrokoloid untuk luka dengan eksudat menengah, dan alginat, foam, dan NPWT untuk luka
dengan banyak eksudat.

Negative Wound Pressure Therapy (NPWT) atau Vacuum-assisted closure merupakan


merupakan teknik dressing oklusif yang seringkali digunakan sebagai terapi sebelum
dilakukan penutupan luka. Prosedur NPWT menciptakan lingkungan luka yang lembab
dengan mengurangi edema, memperkecil ukuran luka, stimulasi angiogenesis, membentuk
jaringan granulasi, serta membersihkan eksudat dan transudat periselular. Maka dari itu,
penggunaan NPWT dapat membantu memperbaiki difusi oksigen ke sel jaringan luka
sehingga menciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan luka. Selain itu,
mekanisme kompresi dan relaksasi dari alat NPWT juga dapat menstimulasi jaras mekano-
transduksi pada luka sehingga meningkatkan pelepasan factor pertumbuhan, produksi matriks
MMP, dan proliferasi sel. NPWT juga dapat digunakan sebagai tata laksana tambahan setelah
operasi skin graft dan skin substitute karena dapat membantu neovaskularisasi pada jaringan.
Adapun, NPWT tidak boleh dilakukan jika ditemukan keganasan, debridement tidak adekuat,
dan luka dengan infeksi berat.

4. Edge advancement
Penilaian tepi luka dengan melihat reepitelisasi dapat mengkonfirmasi apakah
perawatan luka saat ini efektif. Umumnya, jika perawatan luka sudah tepat, akan terjadi
pengurangan 20-40% pada area luka setelah 2 dan 4 minggu. Penting juga untuk menilai
kondisi kulit di sekitarnya karena tepi yang kering atau maserasi dapat menghambat
penyembuhan. Reepitelisasi membutuhkan dasar luka yang tervaskularisasi dengan baik,
oksigen dan nutrisi yang cukup, pengendalian penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus,
dan pengobatan penyakit yang mendasarinya, seperti insufisiensi vena kronis atau penyakit
arteri. Berbagai metode mulai dari Hyperbaric Oxygen Therapy, skin graft, skin substitute
dan manajemen penyakit kronis dapat dipertimbangkan pada pasien untuk mencapai
perbaikan margin epidermal.
a. Hyperbaric Oxygen Therapy
Terapi oksigen hiperbarik adalah penggunaan oksigen 100% pada tekanan 2-3
atmosfer, yang meningkatkan saturasi oksigen dalam darah dalam bentuk oksihemaglobin
dari 0,3% hingga 7%. Hal ini menyebabkan peningkatan difusi oksigen ke interstisial
sampai 5 kali lipat. Keadaan hiperoksia mendukung penyembuhan luka melalui
peningkatan faktor pertumbuhan dan produksi nitrat oksida, yang melepaskan sel
progenitor endotel.
b. Skin graft dan skin substitute
Cangkok kulit pada luka kronik dilakukan pada luka yang memiliki ukuran besar dan
tidak dapat ditutup secara langsung dengan jahitan primer. Terdapat 2 jenis skin graft,
yaitu split thickness skin graft (STSG) dan full thickness skin graft (FTSG). Perbedaan
keduanya terletak pada seberap banyak bagian dermis yang digunakan. Lokasi
pengambilan cangkok kulit dapat dilakukan di hamper seluruh bagian tubuh, namun tetap
perlu memperhatikan warna, tekstur, ketebalan dermis, dan vaskularisasi lokasi donor.
Pada luka kronik, terutama dengan ukuran yang besar, metode STSG lebih sering
digunakan karena lebih memungkinkan untuk mendapatkan donor kulit ukuran besar.
Lokasi yang umum digunakan untuk donor STSG adalah abdomen, paha lateral, kulit
kepala, dan bokong.
Gambar xx. Perbedaan STSG dan FTSG
Selain skin graft dapat dipertimbangkan juga penggunaan skin substitute
menggunakan metode bioengineered dressing yang diambil dari kulit cadaver atau kulit
hewan. Pengganti kulit tersebut hingga saat ini belum dapat menggantikan metode
cangkok kulit seutuhnya, namun dapat dipertimbangkan karena lebih tidak traumatic
dibandingkan mengambil cangkok kulit dari donor. Terdapat 3 jenis skin substitute, yaitu
epidermal, dermal, dan kombinasi.

Talaks selain STSG:


Bisa pake FTSG, atau skin flap. Karena ini di sendi sebenernya bisa juga dipilih skin flap
karena resiko kontraksinya lebih kecil.

Anda mungkin juga menyukai