Anda di halaman 1dari 138

Bagaimana Moist Wound Healing ?

Moist wound healing merupakan suatu metode yang mempertahankan lingkungan


luka tetap terjaga kelembabannya untuk memfasilitasi penyembuhan luka. Luka lembab dapat
diciptakan dengan cara occlusive dressing (perawatan luka tertutup). Metode “moist wound
healing” ini sudah mulai dikenalkan oleh Prof. Winter pada tahun 1962. Di Indonesia mulai
dikembangkan pada tahun 2000 an.

Ada perbedaan mendasar antara perawatan luka konvensional dengan perawatan luka
modern. Di dalam teknik perawatan luka konvensional tidak mengenal perawatan luka
lembab, kasa biasanya lengket pada luka karena luka dalam kondisi kering. Pada cara
konvensional pertumbuhan jaringan lambat sehingga menyebabkan tingkat risiko infeksi
lebih tinggi.

Sedangkan teknik modern atau moist wound healing, perawatan luka lembab sehingga
area luka tidak kering sehingga mengakibatkan kasa tidak mengalami lengket pada luka.
Dengan adanya kelembaban tersebut dapat memicu petumbuhan jaringan lebih cepat dan
tingkat risiko terjadinya infeksi menjadi rendah.

Perawatan RSUP Dr. Sardjito menggunakan metode untuk mempertahankan


kelembaban lingkungan luka, dimulai dengan wound bed preparation menggunakan metode
TIME untuk mendapatkan jaringan luka yang sehat berwarna merah/red. TIME merupakan
singkatan dari:

(T)Tissue adalah tissue management dengan debridement jaringan nekrotik untuk


menjadikan dasar luka menjadi sehat berwarna merah (Red Yellow Black),

(I)Infection/Inflamasi adalah pengendalian infeksi dengan PHMB antiseptik pencuci


luka dan antimicrobial dressing untuk mengontrol infeksinya,

(M)Moisture adalah moisture balance dengan absorb dressing untuk menyerap


eksudat, atau melakukan hidrasi untuk luka yang kering sehingga didapatkan keseimbangan
kelembaban,

(E)Edge of wound dengan mengevaluasi epitelisasi pada tepi luka. Tepi luka yang
keras dan kering akan menghambat proses epitelisasi dalam penyembuhan luka. Sehingga

1
tepi luka harus disiapkan sejak dini. Luka yang sehat ditandai dengan adanya epitelisasi pada
tepi luka, bila dalam 2-4 minggu tidak ada kemajuan tepi luka dilakukan reassessment untuk
TIM.

Pada luka delay healing dikelola secara multidisiplin dengan adjuvant therapy menggunakan
Vaccum Assisted Closure (VAC) atau Platelette Rich Plasma (PRP)

Pemilihan Moist Wound Dressing

Dalam pemilihan jenis dressing untuk tetap menjaga suasana lembab berdasarkan warna
dasar luka (wound bed) dengan menggunakan algoritma sebagai berikut:

 Luka dengan warna dasar Red/merah merupakan jaringan epitelisasi/granulasi prinsip


perawatannya moisture retentive dressing untuk menjaga kelembaban
 Luka dengan warna dasar Yellow/kuning merupakan jaringan slough berexudate
prinsip perawatanya exudate management dengan dressing absorband.
 Luka dengan warna dasar Black/hitam merupakan jaringan nekrotik avaskuler prinsip
perawatannya wound hydration dressing dengan hydroavtive gel yang memberikan
kelembaban.
 Luka dengan tanda tanda terinfeksi warna kehijauan dengan menggunakan
antimicrobial dressing/hidrofobik dressing untuk mengontrol infeksi .
1. Pengertian Luka
Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan oleh karena adanya
cedera atau pembedahan atau Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana
secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Luka ini bisa
diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan.
Luka adalah sebuah kondisi kerusakan atau hilangnya sebagian jaringan tubuh yang
bisa terjadi akibat trauma benda tumpul, benda tajam, suhu , zat kimia , ledakan, gigitan
hewan, konsleting listrik dan berbagai penyebab lain.

Faktor Penyebab Luka

1. Mekanik contohnya trauma benda Tumpul, benda tajam, senjata api dan bahan
peledak

2
2. Fisik contohnya Karena Paparan Suhu, Panas, dingin, dan aliran Listrik
3. Kimia contohnya paparan zat Asam dan Basa

Macam-macam Jenis luka

1. Luka Memar

Kondisi yang disebabkan karena Rusaknya pembuluh darah pada bagian tubuh tertentu
sehingga darah meresap kejaringan sekitar, biasanya akibat hantaman benda tumpul.

2. Luka Lecet

Luka Lecet adalah Luka Yang terjadi karena kerusakan pada bagian atas kulit, buasanya kulit
menjadi merah, adanya lesi, berdarah, dan keluar rembesaran cairan bening

3. Luka akibat Listrik

Terjadi karena akibat arus listrik mengaliri tubuh dan adanya lonjakan arus besar. atau bisa
juga oleh petir.

4. Luka Robek

Luka yang terjadi karena robeknya kulit bagian permukaan atau kulit beserta bagian jaringan
dibawahnya. biasanya Akibat hantaman benda tumpul yang sangat kuat sehingga melampaui
tingkat elestisitas kulitdan otot

5. Luka Tusuk

Yaitu luka akibat tertusuk benda tajam.

6. Luka Bakar.

Luka akibat terbakar api langsung atau tidak langsung, juga termasuk paparan matahari
dalam waktu lama, bahan kimia dan listrik juga memungkinkan untuk terjadinya luka bakar.

2. Perbedaan Perawatan Luka Konvensional Dan Perwatan Luka


Modern

3
1. Definisi Perawatan Luka Konvensional

Konsep perawatan luka konvensional adalah perawatan luka di mana teknik yang
digunakan masih alami dan tradisional, belum dikembangkan secara modern yang bertujuan
untuk menyembuhkan luka secara bertahap dan prosesnya lama tergantung luka yang di
derita.

Perawatan luka konvensional/tradisional adalah metode perawatan luka yang


dilakukan dengan menggukan balutan luka berdaya serap kurang dan cairan antiseptik yang
sama pada semua jenis luka. Penggunaan balutan konvensional diterapkan pada luka-luka
cidera kecil secara langsung.

Prinsip-prinsip umum perawatan luka konvensional:


1. Dalam perawatan luka konvensional, perawatan luka sering menggunakan
antiseptik pada luka dengan tujuan untuk menjaga luka tersebut agar menjadi
‘steril’ bahkan Di setiap trolley perawatan luka/kotak obat/ kotak P3K biasa
disediakan antiseptik seperti: hydrogen peroxide, povidone iodine, rivanol, acetic
acid, dan chlorhexidine. Untuk kondisi saat ini berkaitan dengan penggunaan
antiseptic pada luka dapat menyebabkan beberpa hal, diantaranya :
* Perlu diketahui bahwa antiseptik-antiseptik seperti ini dapat mengganggu proses
penyembuhan dari tubuh kita sendiri.

* Masalah utama yang timbul adalah antiseptik tersebut tidak hanya membunuh
kuman-kuman yang ada, tetapi juga membunuh leukosit, yaitu sel darah yang dapat
membunuh bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk jaringan
kulit baru.

4
Teknik perawatan luka konvensional

2. Dalam metode perawatan luka konvensional, beberapa hal yang sering terjadi
antara lain:
a) Perawatan luka dilakukan sering (sehari 2-3 kali, bahkan lebih)
b) Pasien merasakan nyeri yang sering
c) Perbaikan luka yang lama
d) Perasaan minder pada pasien karena bau

3. Tentang penggunaan balutan, dalam perawatan luka konvensional, terdapat


beberapa pendapat antara lain:
a) Orang percaya bahwa membiarkan luka pada kondisi bersih dan kering akan
mempercepat proses penyembuhan
b) Oleh karena itu, pada perawatan luka konvensional atau orang yang zaman
dahulu lakukan, biasanya luka dibalut dengan menggunakan kain
pembalut/balutan yang tipis, yang memungkinkan udara masuk dan membiarkan
luka mengering berbentuk ‘scab/koreng’.
c) Dengan adanya luka yang mengering berbentuk ‘koreng’ ini dianggap bahwa
luka telah sembuh. Pengetahuan dahulu menyatakan bahwa ‘scab/koreng/luka
yang mengering’ merupakan penghalang alami untuk mencegah hilangnya
kelembaban. Scab/luka yang mengering juga mencegah sel-sel baru untuk
berkolonisasi di area luka. Ketika ‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel
epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang paling dalam sebelum melakukan
proliferasi, karena di area tersebut merupakan daerah yang lembab dimana sel
dapat hidup. Dari proses tersebut dapat diketahui bahwa dalam lingkungan kering,
luka akan memulih dari dalam keluar.
d) Beberapa fakta yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain:
* Faktanya adalah memang luka yang berbentuk koreng tersebut telah mengering,
tetapi biasanya yang kering hanyalah pada bagian luarnya saja, sementara luka
bagian dalam masih basah, bahkan luka bisa meluas kedalam.
* Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pengetahuan terkini telah
membuktikan bahwa luka dalam kondisi kering dapat memperlambat proses
penyembuhan dan akan menimbulkan bekas luka.

5
* Bila kita dapat mengoptimalkan lingkungan yang lembab pada luka, proses
penyembuhan luka akan berlangsung dari daerah pinggir/ sekitar dan dari dalam
secara serempak.

Kelebihan Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan Konvensional :


1) Mudah di dapat: apotik, toko obat, dan lain-lain.
2) Murah.

Kekurangan Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan Konvensional :


1) Sering diganti balutanya.
2) Balutan cepat kering.
3) Kurang menyerap eksudat, karena absorbsi minimal.
4) Beresiko menimbulkan luka baru pada saat penggantian balutan sehingga dapat
merusak sel-sel baru. (Dalam hal ini, dapat membuat trauma pada luka).
5) Menimbulkan nyeri saat ganti balutan (Dalam hal ini, balutan kuat melekat pada
luka).
6) Tidak mendukung proses lembab.
7) Menghambat proses penyembuhan karena sering diganti.
8) Resiko terjadi infeksi sangat besar (tidak bisa menghambat kuman).

Balutan luka konvensional

Contoh Luka dan Teknik Perawatan Luka Konvensional

6
Pada perawatan luka konvensional masih banyak menggunakan cara – cara tradisional
yang cenderung alami dan penggunaan obatnya pun sederhana. Contoh luka dan teknik
perawatan luka secara konvensional adalah sebagai berikut :

 Luka Gigitan Ular

Rimpang Jahe. Teknik : Rimpang Jahe merah ditumbuk dan ditambahkan sedikit garam.
Letakkan pada bagian tubuh yang terluka.

 Luka Bakar

Dengan Teripan. Teripang tersebar luas di lingkungan laut diseluruh dunia, mulai dari zona
pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat.
Untuk wilayah Indonesia, teripang banyak ditemukan di perairan bagian Timur Indonesia,
seperti di perairan Kalimantan. Kandungan Dalam Teripang atau Sea Cucumber :

7
 Kolagen 80,0%
 Protein 86,8%
 Mineral
 Mukopolisakarida
 Glucasaninoglycans (GAGs)
 Antiseptik alamiah
 Chondroitin
 Omega-3, 6, dan 9
 Asam Amino

8
Teknik : teripang direbus kemudian air rebusannya diminum.

Menurut dr Dendi Sudiono SpKK, spesialis kulit dan kelamin, ‘Untuk mengatasi luka
bakar diperlukan bahan-bahan yang mengandung banyak kolagen. Sejatinya kulit kita
mempunyai senyawa kolagen. Senyawa itu terbentuk dari jaringan serabut elastin dan serabut
kolagen. Keduanya bahu-membahu, saling mengisi, dan membuat keras serta kencang lapisan
kulit bagian atas.

Dengan Kentang. Umbi kentang mengandung zat pati ( amilosa, amilopektin ), protein,
lemak, kalsium, fosfar, besi, belerang, vitamin A, B, C. Teknik : 1 buah kentang, dicuci,
kupas, parut. Remas parutan kentang bersama 2 sendok makan minyak kelapa. Borehkan
pada bagian luka bakar, lalu balut dengan kain bersih.

 Luka Koreng

Koreng adalah luka pada kulit yang bernanah dan membusuk. Perawatan luka secara
konvensionalnya adalah sebagai berikut.

Dengan Kunyit dan Daun Sambiloto. Teknik : Ambil kunyit 1 gr, minyak kelapa 95 gr, pati
singkong 2 gr, semua ditumbuk dan dipanaskan sedikit dan kemudian di oleskan pada tempat
yang sakit. Ambil daun sambiloto 1 gr, daun delima 1 gr, pati singkong 2 gr, minyak kelapa
1500 gr, semuanya dicampur lalu dipakai sebagai obat luar.

 Luka Borok

Borok adalah luka yang terbuka pada kulit, mata atau membran mukosa yang sering
disebabkan oleh peradangan, infeksi,kanker hipertensi diabetes, dan lain-lain. Penyebab lain
borok pada kulit termasuk tekanan dari berbagai sumber. Borok adah luka yang berkembang
pada kulit, membran mukosa dan mata. Teknik perawatannya secara konvensional adalah
sebagai berikut

Dengan Kamboja. Getah putihnya mengandung damar dan karet, yang mampu
mengontraksikan kulit tanpa menimbulkan rasa sakit. Tumbuhan ini juga mengandung
fuvoplumierin yang mencegah pertumbuhan bakteri. Bunganya berkhasiat menurunkan
panas, menghentikan batuk, meluruhkan air seni. Batangnya melancarkan buang air besar.
Teknik : Oleskan getah kamboja pada borok yang sudah dicuci dengan air hangat

 Luka Sariawan

9
Sariawan adalah suatu Kelainan pada Selaput lendir mulut berupa luka pada mulut yang
berbentuk bercak berwarna putih kekuningan dengan permukaan agak cekung. Munculnya
Seriawan ini disertai rasa sakit yang tinggi. Perawatannya adalah sebagai berikut

Dengan Daun Kemangi. Daun kemangi mempunyai daya penenang dan mengeluarkan gas-
gas dari tubuh. Daunnya juga sering dipakai untuk bumbu hidangan daging ataupun
ikan.Kemangi mengandung zat minyak atsiri, protein, kalsium, fosfor, besi, belerang, dan
lain-lain.Teknik : 50 helai daun kemangi dicuci bersih, kunyah sampai halus selama 2 – 3
menit. Telan. Minum air hangat.Lakukan ini 3x sehari.

Daun Kembang Sepatu. Seluruh bagian tumbuhan kembang sepatu mengandung zat lendir
atau mucin dan bunganya berkhasiat memberi rasa sejuk pada kerongkongan dan rongga
pernafasan agar keluar lebih banyak. Teknik : Segenggam daun kembang sepatu dicuci
bersih, rebus dengan 2 gelas air selama 15 menit. Saring. Minum airnya.

 Luka Patah Tulang

Perawatan pada luka patah tulang secara konvensional dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pembidai. Pembidai ini berupa sejenis papan atau batang lurus yang dilekatkan
pada bagian yang patah lau diikat dengan menggunakan daun kering bila tidak ditemukan
tali. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar meminimalisir adanya gerakan atau perpindahan
posisi tulang. Sebelum dikenakan pembidai sebaiknya posisi tulang dibenarkan dengan
urutan tangan.

 Luka Patah Tulang

Luka sayatan adalah luka yang timbul akibat adanya benturan atau gesekan benda luar baik
sengaja maupun tidak sengaja yang mengakibatkan perdarahan. Perdarahan sendiri terbagi
menjadi dua yakni perdarahan yang memancar dan menetes. Baik perdarahan memancar
maupun menetes memerlukan perawatan sendiri.

Dalam praktik perawatan konvensional, pada luka sayatan dapat dilakukan perawatan
menggunakan daun jerami kering atau sarang hewan sejenis laba-laba atau lebih tepatnya
dalam istilah jawa dapat disebut ‘dlamet’atau ‘omah kolomonggo’. Teknik jaman dulu yang
bersumber dari kebudayaan jawa ini memiliki keyakinan bahwa dengan jerami atau ‘dlamet’
dapat menekan luka yang memancar dari kulit. Dengan begitu luka yang terjadi dapat
dikurangi sehingga tidak terjadi pelebaran luka yang lebih atau bahkan kehilangan darah

10
dengan berlebih. Namun dibalik khasiatnya masih belum terjamin kesterilan dari bahan-
bahan tersebut sehingga masih ada kemungkinan terjadinya infeksi terhadap luka yang ada.

2. Perawatan Luka Modern

Perawatan luka dengan metode modern adalah metode penyembuhan luka dengan cara
memperthatikan kelembababan luka (moist wound healing) dengan menggunakan tehnik
okulsif dan tertutup. Dalam menjaga kelembapan luka ini, digunakan bahan tambahan dalam
perawatan seperti foam dressing, hidrogel, alginate, ataupun hidrokoloid dimana disesuaikan
dengan penampakan luka. Tujuan dari metode perawatan luka modern untuk menjaga
temperatur luka agar tetap lembab, meningkatkan aliran oksigen pada luka, membersihkan
infeksi pada area luka, mengangkat jaringan mati, dan memudahkan penggantian balutan

Prinsip-prinsip umum perawatan luka modern:


1) Untuk meminimalisir penggunaan antibiotika/antiseptic, maka untuk membersihkan
luka dalam perawatan luka modern, cara yang terbaik dalam membersihannya adalah:
a) Dengan menggunakan cairan fisiologis seperti normal saline (NaCl 0.9%)
b) Untuk luka yang sangat kotor dapat menggunakan tehnik ‘irigasi/water pressure’
c) Untuk membersihkan luka dirumah (perawatan di rumah), apabila tidak ada cairan
NaCl, dapat menggunakan air mengalir atau menggunakan shower bertekanan
rendah.
2) Mengenai penggunaan balutan dalam perawatan luka modern, maka criteria balutan,
yang digunakan antara lain:
a) Balutan dalam kondisi lembab merupakan cara yang paling efektif untuk
penyembuhan
b) Balutan dalam kondisi lembab tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan zat-
zat
udara lainya
c) Kondisi lembab adalah lingkungan yang baik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan
melakukan replikasi secara optimum, karena pada dasarnya sel dapat hidup
dilingkungan
yang lembab atau basah. (kecuali sel kuku dan rambut, sel-sel ini merupakan sel
mati).
d) Mengenai penyembuhan dengan menggunakan lingkungan yang lembab sebagai
pemerhati perawatan luka, seharusnya memperkenalkan ke semua pihak tentang

11
kondisi yang mendukung penyembuhan Dengan pertimbangan, antara la
Perawatan luka modern

Perawatan luka dengan metode modern adalah metode penyembuhan luka dengan cara
memperthatikan kelembababan luka (moist wound healing) dengan menggunakan tehnik
okulsif dan tertutup. Dalam menjaga kelembapan luka ini, digunakan bahan tambahan dalam
perawatan seperti foam dressing, hidrogel, alginate, ataupun hidrokoloid dimana disesuaikan
dengan penampakan luka. Tujuan dari metode perawatan luka modern untuk menjaga
temperatur luka agar tetap lembab, meningkatkan aliran oksigen pada luka, membersihkan
infeksi pada area luka, mengangkat jaringan mati, dan memudahkan penggantian balutan.

Dengan pertimbangan, antara lain:


i. Penyembuhan dengan lingkungan yang lembab masih menjadi hal yang baru dan
jarang diaplikasikan di masyarakat.
ii. Masyarakat kebanyakan berpendapat bahwa lingkungan yang lembab akan menjadi
tempat berkembangbiaknya kuman penyakit.
iii. Namun pernyataan ini tidak disertai dengan kenyataan bahwa tubuh kita mempunyai
sistem imun yang efisien.
iv. Segala jenis luka dengan berbagai tingkat keseterilannya memang merupakan bentuk
kolonisasi bakteri, tetapi koloni bakteri tersebut selama masih dalam jumlah yang
wajar tidak menimbulkan risiko infeksi.
v. Masalah akan timbul jika bakteri tersebut mulai melipatgandakan koloninya.
vi. Jika tubuh kita dalam koloni yang normal, maka antibody dalam tubuh akan dapat
mencegah bakteri untuk tidak bermitosis.

e) Dengan menggunakan balutan yang lembab, maka klien dengan luka biasanya akan
jarang/kurang mengeluh rasa nyeri atau sakit yang dirasakan ketika luka dibiarkan
dalam lingkungan yang lembab.
f) Balutan yang mensupport lingkungan lembab pada luka ini, akan menjaga saraf dari
lingkungan luar dengan memberikan lingkungan yang lembab sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri (jika dengan balutan yang kerig, dikhawatirkan saraf akan
mudah mengalami risiko kerusakan selama berproliferasi).

12
Jenis Balutan Pada Perawatan Modern

3) Dalam metode perawatan luka modern, beberapa hal yang sering terjadi antara lain:
a) Perawatan luka bisa dilakukan 3-5 hari sekali/tergantung jenis luka dan kotornya
balutan.
b) Pasien merasa nyaman.
c) Perbaikan luka lebih cepat.
d) Tidak bau.
e) Biaya perawatan lebih rendah.

Kelebihan Perawatan Luka Modern dengan balutan modern:


1) Mengurangi biaya pada pasien.
2) Mengefektifkan jam perawatan perawat di Rumah Sakit.
3) Bisa mempertahankan kelembaban luka lebih lama (5-7hari).
4) Mendukung penyembuhan luka.
5) Menyerap eksudat dengan baik.
6) Tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan.
7) Tidak bau.
Kekurangan ‘Perawatan Luka Modern dengan balutan modern’:
1) Hanya apotik-apotik tertentu menyediakan modern dressing.
2) Tidak masuk dalam anggaran BPJS.adapun perbandingan dari segi harga :

13
Perawatan Luka Modern: Luka Sembuh dalam 3 Langkah

Perawatan luka modern sangat diperlukan khusunya pada luka kronik seperti luka
diabetes, luka kanker, dekubitus dll berbeda dengan perawatan luka akut seperti pada
kecelakaan. Pada perawatan luka kronik, diperlukan beberapa hal yang menjadi perhatian
seperti pemeriksaan luka berkelanjutan, persiapan dasar luka, sterilisasi alat, motivasi pasien,
informasi kesehatan, serta perbaikan aktivitas sehari-hari pada pasien. Perawatan luka
modern dapat menjadi alternatif untuk perawatan pada luka kronik.

Gambaran luka dengan perawatan modern

Perawatan Luka Modern menerapkan metode 3M dimana merupakan akronim dari


tahapan mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan yang tepat agar proses
penyembuhan luka lebih optimal. Selain itu perawatan luka modern menggunakan balutan
modern dimana perawatan lebih hemat dan tahan lebih lama.

1. Mencuci Luka

Tahap pertama dari perawatan luka modern adalah pencucian luka. Pencucian luka
saat ini berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Mulai dari cairan yang digunakan
ataupun metode pencucian luka. Beberapa cairan yang sering digunakan yaitu Normal saline,

14
povidine iodine, hydrogen peroxide, chlorine ataupun commercial wound cleanser seperti
feraclyrum 1%, rebusan air daun jambu biji dll.

Cairan pencuci luka salah satunya Hydrogen Peroksida

Penentuan jenis cairan untuk pencucian luka disesuaikan dengan kondisi luka apakah
terinfeksi atau tidak? Kondisi eksudat, keberadaan benda asing pada luka, perlunya
perlindungan primer pada luka, dan kondisi dasar luka merah segar atau ada masalah dari sisi
vaskularisasi pada luka tersebut. Berbeda dengan perawatan luka konvensional, perawatan
luka modern lebih memungkinkan penyesuaian kondisi luka dengan cairan pencuci luka yang
akan digunakan.

Mencuci luka hingga pada bagian tepi luka dan sekitar luka sangat penting dilakukan
untuk meilhat luka sesungguhnya ataupun kemungkinan adanya luka baru. Setelah pencucian
luka selesai, akan dilaksanakan pemeriksaan lanjut menganai kondisi terkini luka.

2. Membuang Jaringan Mati

Tahapan selanjutnya dalam perawatan luka modern yaitu membuang jaringan mati pada luka
dikenal dengan debridemag. Metode pengankatan jaringan mati ini terdapat bermacam-
macam metode seperti Chemical debridement, Mechanical debridement, Autolysis, surgical
debridement, dan Conservative Sharp Wound Debridement (CSWD).

15
Pengangkatan jaringan mati untuk mempercepat penyembuhan luka

Penggunaan metode debridemag ini disesuaikan dengan kondisi luka pasien serta
penjelasan tentang manfaat dan kerugian masing-masing metode kepada keluarga pasien.
Dalam perawatan luka modern, debridemag dilakukan berbagai cara. Bahkan cara sederhana
yang dapat menggunakan balutan khusus untuk mengangkat jaringan mati.

3. Memilih Balutan yang Tepat.

Tahapan terpenting dalam perawatan luka modern yaitu pemilihan balutan luka. Pemilihan
balutan yang tepat dapan menunjang optimalisasi penyembuhan luka. Pemilihan balutan luka
disesuaikan dengan kondisi luka. Balutan yang baik tentunya dapat mendukung autolisis
pengangkatan jaringan mati, mempertahankan kelembapan, melindungi area sekitar luka dan
tepi luka, mencegah infeksi, dan mendukung granulasi serta pertumbuhan jaringan epitel.

Contoh balutan luka modern


3) Mekanisme Terjadinya Luka

16
Jika terjadi luka akibat putusnya pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan.
Untuk menghentikan perdarahan ini maka akan terjadi :

 Vasokonstriksi yang diakibatkan oleh lepasnya katekolamine.


 Retraksi dan hemostatis, dimana terbentuk gumpalan / bekuan darah yang dapat
berfungsi sebagai penyumbat.

Dalam hal ini yang sangat berperan adalah trombosit yang keluar dari pembuluh
darah. Sementara itu juga terjadi reaksi inflamasi dimana sel – sel mast dalam jaringan ikat
menghasilkan serotonin dan histamine, yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi setempat
dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga terjadi warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) seta
eksudasi cairan. Apabila Terjadi aktifitas seluler dimana oleh daya kemotaksis maka leukosit
bergerak menembus dinding pembuluh darah menuju luka. Leukosit mengeluarkan enzim
hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka (proses fagositosis). Pada fase
selanjutnya limfosit dan monosit yang muncul akan ikut menghancurkan / memakan kotoran
luka serta bakteri. Dengan fase ini maka luka hanya dipertautkan oleh fibrin sehingga
perlekatan luka belum kuat.

Ketika sebuah luka terjadi pada diri kita atau pun tubuh kita maka akan bisa timbul
beberapa dampak dan efek luka yang ditimbulkannya. Beberapa dampak luka yang
kemungkinan bisa terjadi yaitu :

1. Hilangnya sebagian atau bahkan seluruh fungsi organ yang terkena luka.
2. Perdarahan dan juga pembekuan darah pada tubuh kita.
3. Timbulnya respon stres simpatis.
4. Kemungkinan terjadinya kontaminasi dari bakteri.
5. Bisa terjadi kematian dari sel.

Mekanisme terjadi luka

1. Luka Insisi (Incised Wound), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
Contohnya adalah luka yang terjadi akibat dari proses pembedahan pembedahan.
2. Luka Memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

17
3. Luka Lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka Tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti pisau yang
masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka Gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
6. Luka Tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio), yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari,
listrik, maupun bahan kimia.

Setelah terjadi proses luka itu, maka tubuh akan berproses dalam penyembuhan luka yang
telah terjadi. Proses penyembuhan luka dalam dunia medis kita mengenal akan tiga tahap.
Tahap / fase penyembuhan luka adalah sebagai berikut :

 Fase inflamasi.
 Proliferasi.
 Remodeling (penyudahan yang merupakan perupaan kembali jaringan).

Selanjutnya adalah menginjak kepada pokok permasalahan pada postingan kali ini
yaitu mengenai jenis luka. Luka dalam hal ini seringkali digambarkan dengan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat dari luka tersebut.

Maka jenis macam luka terbagi menjadi :

1. Berdasarkan Tingkat Kontaminasi Luka. Luka yang berdasarkan tingkat kontaminasi ini
terbagi menjadi :

18
 Luka Bersih (Clean Wounds). Yang dimaksud dengan luka bersih adalah luka bedah
tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan
juga infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.
Luka bersih ini biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan
dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka pada luka jenis
ini berkisar kurang lebih 1% – 5%.
 Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds). Jenis luka ini adalah luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, dan kemungkinan terjadinya
infeksi luka pada luka jenis ini adalah 3% – 11%.
 Luka terkontaminasi (Contamined Wounds). Yang dimaksud dengan luka
terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan
kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada jenis
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan terjadinya
infeksi pada jenis luka ini adalah berkisar 10% – 17%.
 Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds). Jadi yang dimaksud dengan luka
jenis ini adalah terdapatnya mikroorganisme pada luka. Dan tentunya kemungkinan
terjadinya infeksi pada luka jenis ini akan semakin besar dengan adanya
mikroorganisme tersebut.

2. Berdasarkan Kedalaman Dan Luasnya Luka. Jenis luka berdasarkan akan hal ini terbagi
menjadi 4 stadium yaitu :

 Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema). Luka jenis ini adalah luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
 Stadium II : Luka "Partial Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti halnya abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
 Stadium III : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah hilangnya kulit
keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan di
sekitarnya.

19
 Stadium IV : Luka "Full Thickness". Luka jenis ini adalah luka yang telah mencapai
lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi / kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan Waktu Penyembuhan Luka. Jenis luka berdasarkan akan hal ini terbagi
menjadi 2 hal yaitu :

 Luka Akut. Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.
 Luka Kronis. Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan dalam
proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT

 ANATOMI KULIT

Sebelum penjelasan mengenai penatalaksanaan perawatan luka tahap awal yang perlu
dipahami adalah pemahaman tentang luka. Luka merupakan gangguan atau kerusakan dari
keutuhan kulit. Penatalaksanaan perawatan luka sangat berhubungan dengan anatomi kulit
manusia. Kulit atau skin terdiri atas dua lapisan utama, yaitu epidermis dan dermis. Beberapa
referensi lainnnya menyebutkan bahwa hipodermis menjadi bagian dari kulit sehingga kulit
teerdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan hypodermis (subkutis).

Gambar penampang kulit yang digambarkan dengan kelengkapannya (aksesori)

Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh manusia, 15% dari berat badan (BB)
dewasa adalah kulit. Kulit menerima 1/3 volume sirkulasi darah tubuh dengan ketebalan

20
bervariasi antara 0,5-6 mm. fungsi utama kulit adalah sebagai pelindung. Satu inci (2,5 cm)
kulit terdiri atas 650 kelenjar keringat, 20 pembuluh darah, 60.000 melasonit, dan ribuan
ujung saraf tepi. Kulit memiliki aksesori (bagian pelengkap) seperti rambut, kuku, dan
kelenjar keringat/ sebasea. Klien(1988) menjabarkan bahwa satu meter persegi kulit terdiri
atas 15 kelenjar sebasea, hampir 1 meter pembuluh darah, 100 kelenjar keringat, 3.000 sel
sensori di ujung atau akhir serabut saraf, hampir 4 meter saraf, 25 aparatus tekanan untuk
mencatat rangsangan sentuhan, 200 ujung saraf untuk mencatat rangsangan nyeri, 2 aparatus
sensori untuk dingin, 12 sensori untuk panas, 300.000 sel epidermal, dan 10 rambut.

(gambar anatomi kulit dengan rincian lapisan epidermis, dermis, dan hipodermis)

Epidermis

Epidermis adalah lapisan paling luar dan paling tipis dari kulit. Epidermis tidak
memiliki pembuluh darah dan system persarafan. Fungsi epidermis adalah sebagai system
imun yang pertama dari tubuh manusia atau dikenal dengan istilah First Skin immune system
(SIS). Sel utama epidermis adalah merupakan sel epitel skuamosa berjenjang (keratinosit).
Antara epidermis dan dermis ada lapisan tipis yang membatasi dan disebut Basement
Membrane Zone (BMZ).

Epidermis memiliki variasi ketebalan antara 0,4-0,6 mm dan memiliki 5


stratum/jenjang.Lokasi epidermis yang paling tebal terletak di telapak kaki dan telapak
tangan.Menurut Van De Graaff dan Fox(1986),epidermis terdiri atas lima lapisan(dari lapisan
kulit paling atas )yaitu stratum korneum,stratum lusidum,stratum granulosum basale atau
germinativum.Berikut ini adalah gambaran setiap dari lapisan paling bawah.

21
1. Stratum germinativum atau disebut juga stratum basale adalah lapisan paling
dalam dari epidermis yang berlokasi dekat dermis.Sel ini merupakan sel hidup
berinti karena mendapatkan difusi oksigen dan nutrisi dari dermis.Stratum
germinativum merupakan sel yang mulai melakukan pembelahansel (mitosis)
pada proses regenerasi sel keratinosit epidermis (kornitifikasi/deskuamasi).
2. Stratum spinosum adalah lapisan setelah stratum germinativum dan memiliki inti
sel keratinisit besar.Lapisan ini merupakan hasil pembelahan sel yang berkaitan
dan melakukan migrasi sel kearah atas.
3. Stratum granulosum mengandung sel granular (granula lamelar) dan
keratin.Pada lapisan ini,terdapat sel berinti mulai mati dan terus terdorong ke atas.
4. Stratum lusidum hanya di temukan di telapak tangan dan telapak kaki.Pada
lapisan ini,terdapat sel mati yang tidak memiliki inti.
5. Stratum korneum adalah lapisan paling atas dari epidermis yang merupakan sel
keratin mati,tipis,tidak berinti dan berfungsi sebagai waterproof (anti-air).

gambar 1-3 menunjukan setiap stratum pada epidermis yang terlihat dengan mikroskop.

Epidermis memiliki empat sel utama(Gambar 1-4 ) yaitu sel keratinosit,sel


Langerhans,sel merkel,dan sel melanosit.Sembilan puluh persen sel yang ada di epidermis
adalah sel keratinosit.Sel Langerhans ada beberapa di antara sel keratinosit yang terletak di
stratum spinosum dan berfungsi sebagai system imun pertama dari tubuh dengan mengenali
limfosit T.Sel merkel berada di antara stratum basale yang berfungsi sebagai rangsangan
sentuhan.Melanosit berada di antara stratum spinosum yang berfungsi sebagai pemberi warna
dan proteksi dari ultraviolet(UV) pada kulit.

22
Gambara1-4 tipe sel yang terdapat pada epidermis : sel keratinosit,sel Langerhans,sel
melanosit,dan sel merkel(sumber : Dokumen pribadi).

Sel epitel yaitu sel keratinosit pada epidermis melakukan proses regenerasi
sel(pergantian sel) yang di kenal dengan proses kornifikasi atau keratinisasi atau deskuamasi
(Gambar 1-5).Kegiatan ini berlangsung selama 4-6 minggu.Proses kornifikasi atau
keratinisasi terjadi dari stratum basale,sel keratinisit bermitosis, hingga ke atas stratum
koeneum.Hal ini biasanya dapat dilihat pada kondisi kulit yang kering setiap dua bulan(45-
75).Perlindungan tubuh yang utama pada epidermis dlakukan oleh stratum korneum,yaitu
dengan mempertahankan air dalam tubuh dan mempertahankan benda asing tetap di luar
tubuh.

23
Gambar 1-5 prose regenerasi sel (kornifikasi) pada epidermis (sumber : Dokumen pribadi)

Dermis

Dermis adalah lapisan kedua dari kulit yang merupakan jaringan ikat (connective
tissue),memiliki banyak pembuluh darah,dan di kenal sebagai “pabriknya kulit”karena
memiliki system persarafan dan kelenjar tubuh.Epidermis dan dermis dipisahkan oleh lapisan
tipis yang disebut BMZ atau Dermal Epidermis Junction (DEJ).Lapisan ini mengalami
gangguan saat kejadian bula(blister) (Sams,1990).

Dermis terdiri atas jaringan ikat,protein kolagen dan elastin,fibroblast,system imun


(mikrofag, sel mast,limfosit) dan system saraf(korpuskel Meissner,korpuskel pacini,ujung
saraf tepi)(Gambar 1-6).Dermis memiliki dua lapisan utama,yaitu papilare dan
retukulare,dengan tebal papilare satu perlima dari retikulare(merekat pada hypodermis).

1. Papilare berfungsi sebagai penguat dari epidermis dalam satu ikatan


membrane.Flexus pembuluh darah dari papilare memberika asupan nutrisi dan
oksigenke epidermis melelui BMZ yang disebut papillary loops/flexus.
2. Retikulare memiliki pembuluh darah perfir yang dan berikatan yang disebut
cutaneous flexus.Kolagen disekresi oleh fibroblast dan berfungsi sebagai protein
pemberi kekuatan dan fleksibilitis (tensile and strength).Elastin disekresi oleh
fibroblas dan berfungsi sebagai protein untuk elastisitas pengembalian (elastic
recoil).Sel mast berada di dermis yang granulanya mengandung heparain protease,dan
histamine.Dermis memiliki beberapa reseptor sensori.Aksesori kulit terdapat di
dermis seperti akar rambut,kelenjar ekrin,apokrim,dan sebasea.Dermis memiliki
ketebalan hingga 0,5 mm (Bryant,1987). Referensi lain mengatakan bahwa ketebalan
dermis 2-4 mm yang bergantung pada lokasinya.Jika di daerah punggung,dermisnya
lebih tebal dan dermis yang paling tipis ada di daerah kepala.

Kolagen adalah protein uttama dari dermis yang di sekresi oleh fibroblast sebagai
tropokolagen.Kolagen adalah protein yang berfungsi sebagai penguat (kontraksi
tensil) kulit.Dermis normal yang utama pada manusia mengandung kolagen tipe I
sebanyak 77-85% dan tipe III 15-22% (Gay & Miller, 1978). Kolagen tipe V dan VI
juga di temukan dalam jumlah kecil. Protein kolagen terdiri atas prolin,glisin,dan
hidroksilisin.

24
Elastin adalah protein lain yang ditemukan didermis yang berfungsi sebagai
pemberi elastisitas kulit.Elastin serat protein seperti kolagen dan kangdungan
utamanya adalah prolin dan glisin.Protein kolagen dan elastin serta protein lainnya
yang ada disebut groundsubstance sebagai SIS ke 2,dermis memiliki makrofag,sel
mast dan limfosit, dan sebagai pusat sensasi, dermis memiliki korpuskel Pacini,
korpuskel Meissner,dan ujung saraf tepi.

Gambar 1-6 jaringan ikat dan sel-sel yang tedapat pada dermis (Sumber : Dokumen pribadi)

Hipodermis

Hypodermis atau lapisan subkutan adalah lapisan paling tebal dari kulit,terdiri atas
jaringan lemak (paling besar),jaringan ikat,dan pembuluh darah.Hipodermis memiliki fungsi
sebagai penyimpan lemak, kontrol temperature dan penyangga organ di sekitarnya.Pada
setiap bagian, tubuh memiliki ketebalan epidermis,dermis dan hypodermis yang berbeda
bergantung pada lokasinya.Misalnya, di kepala, dermis tipis,namun di paha, tangan dan kaki,
dermis tebal; di telapak kaki dan tangan,epidermis tebal namun di wajah dan daerah
kemaluan epidermis tipis. Hipodermis tebal pada gluteus,abdomen dan mammae.

Rambut

Salah satu aksesoris atau adneksa kulit adalah rambut. Rambut merupakan bentuk pili
dan keluar epidermis sebagai bagian yang mati.Rambut juga merupakan sel karatinosit yang
menjaga kesatuan protein ekstraselular.Batang rambut(shaft) berada di bagian superfisial dan
akan rambut (papilla) berada dalam kulit (dermis) yang dikelilingi foliker rambut.Rambut

25
memiliki bulbus (bulb) yang merupakan sel epitel yang menjadi rangsang saraf jika rambut
bergerak (Gambar 1-7).

Otot arekton pili berperan dalam menahan rambut yang bergerak. Kelenjar sebasea berada di
sekitar otok rambut yang berfungsi sebagai pelumas dan mencegah kuman masuk melalui
pori-pori rambut. Setiap individu memiliki warna rambut yang berbeda bergantung pada
jumlah dan tipe sel keratin, sedangkan uban terbentuk karena sintesis enzim tirosinase
menurun.

Gambaran 1-7 Anatomi rambut (sumber : Dokumen pribadi)

Rambut mengalami pertumbuhan (pergantian rambut) dari akar rambut sebagaimana


pergantian sel terjadi(Gambar 1-8). Proses ini di kenal dengan tahapan
anagen,katagen,telogen,dan kembali lagi ke anagen.Anagen merupakan fase aktif
pertumbuhan rambut terjadi selama 2-6 tahun. Katagen adalah satu fase transisi di setiap
kegiatan anagen, biasanya terjadi selama 5-6 minggu.Setelah fase katagen dan telogen,
rambut akan digantikan dengan matriks rambut yang baru dan melalui proses anagen
kembali, dan seterusnya.

Kuku

Kuku merupakan aksesoris kulit lainnya (Gambar 1-9), berbentuk seperti piringan keras,dan
masih merupakan sel keratinosit epidermis. Kuku terdiri atas badan kuku (nail body),area
kuku yang bebas (free edge),lunula yaitu area penebalan stratum korneum, eponikium
(kutikula) yaitu epitelium yang menduduki perbatasan kuku, dan nail root (akar kuku) yaitu
bagian dalam epitel hingga nail matrix (matriks kuku) yang menjadi pusat regenerasi kuku.

26
Regenerasi kuku terjadi sebagaimana sel melakukan pembelahan secara mitosis. Sel
superfisial matriks mengubah sel kuku denagn rata-rata petumbuhan 1 mm dalam

Gambar 1-8, proses pertumbuhan rambut (sumber:dokumen pribadi)

Gambar 1-9 anatomi kuku (sumber:Dokumen pribadi)

Satu minggu. Jika akar kuku tersebut,matriks kuku masih dapat mengubah kuku walaupun
dengan bentuk yang kurang baik .

Kelenjar Kulit

27
Kelenjar kulit ada dua,yaitu sebaceous(oil)glanddan / sudoriferous gland(kelenjar keringat).
Sebaceus (oil) gland atau kelenjar sebasea berada di folikel rambut, tempat ekskresi dalam
dermis.Pada lapisan kulit yang tebal seperti telapak tangan dan telapak kaki,rambut tidak
tumbuh. Kelenjar sebasea memproduksi sebum yang berfungsi sebagai pelembab rambut,
melindungi pori-pori dari masuknya benda asing dan kuman sebagai waterproof, dan
mencegah kuman dan berkembang. Sudoriferous gland atau kelenjar keringat terdiri atas
dua macam, yaitu kelenjar keringat ekrin,dan apokrin (Gambar 1-10).

1. Kelenjar keringat ekrin (eccrine) adalah bagian yang keluar dari dalam dermis dan
berbentuk saluran pipa pada akhir pori-pori epidermis. Produksi keringat sekitar 600
ml per rata-rata pada orang dewasa(produksi keringat akan lebih banyak jika sedang
atau setelah berolaraga). Produksi keringat yang terhitung (sensible) adalah 200 ml,
sedangkan yang tidak terhitung(insensible) adalah 400 ml. Fungsi utama kelenjar
keringat ekrin adalah sebagai termoregulasi tubuh. Pada perhitungan keseimbagan
cairan biasanya di kenal dengan Insensible Water Loss(IWS).
2. Kelenjar keringat apokrin(apocrine) berada pada batang rambut yang merupakan
kelenjar keringat dengn lokasih terbatas pada ketiak (aksila), perineal

Gambar 1-10 Anatomi kelenjar kulit (sumber: Dokumen pribadi)

(pubis), putting susu dan area kehitamannya (areola), dan pada pria di daerah dagu (jenggot).
Apokrin merupakan bagian yang keluar dari dalam dermis atau lapisan subkutan. Saluran
terbuka di dalam folikel rambut bercampur dengan sebum, lemak, dan protein sehingga
sekresinya sedikit kental(viscous). Kelenjar apokrin tidak berfungsi hingga masa pubertas.

(REFERENSI 1)

28
Anatomi kulit merupakan hal yang paling penting dipahami dalam proses perawatan
luka karena kulit memiliki fungsi sebagai organ pelindung dari lingkungan eksternal dan
internal (homeostatis tubuh)lapisan kulit terdiri dari 3 lapisan superfisial:

 Epidermis adalah lapisan kulit paling luar yang berhubungan langsung dengan
lingkungan eksternal sebagai barier atau perlindungan pertama dari tubuh. Terdapat
sekitar 90% sel keratinosit yang berfungsi untuk menghasilkan lapisankeratin
membentukrambut dan kuku dan keratinosit juga diketahui mempengaruhi pematangan
sel T dengan mengeluarkan IL-1 sehingga secara langsungsel keratinosit berperan
sebagai imunologi dalam tubuh.Pada lapisan epidermis juga terdapat melanosit yang
menghasilkanpigmen yang sangat dipengaruhi oleh enzim tirosinase terhadap
pembentukan warna kulit.Epidermis juga memiliki sel Langerhans sebagai respon
pertahaan tubuh serta sel merker yang bertanggung jawab terhadap sensasi
sentuhan.Epidermis terdiri dari 5 lapisan dengan lapisan paling bawah yang disebut :
 Stratum Germinativum atau basale yang merupakan tempat di mulainya proses
mitosis, dengan cara mengirim sel-sel kelapisan atas dan menjadi lapisan luar.Folikel
rambut dan kelenjar keringat dilapisi oleh stratum basale .kemudian
 Stratum spinosum sebagai tempat di mulainya sel migrasi keatas.Lapisan berikutnya
adalah
 Stratum granulosum; yang memiliki fungsi penting dalam pembentukan protein dan
ikatan kimia stratum korneum. Dua lapisan terahir adalah
 Stratum lusidum yaitu lapisan tipis transparan dari sel kulit dari epidermis dan
merupakan peralihan dari keratin.
 Stratum corneum yang tidak memiliki pembuluh darah terdiri atas sel keratin yag
kedap air dan kuat terhadap sejumlah bakteri dan bahan kimia.

29
Gambar : lapisan epidermis

 Dermis adalah lapisan kedua tepat di bawah epidermis. Pada lapisan ini terdapat sel
vibroblasyang bertanggung jawab terhadap sintesa kolagen,serabut kolagen, elastin
dan retikulum,pada lapisan ini terdapat banyak pembuluhdarah yang memberikan
nutrisi dan epidermis dan saraf, serta sejumlah antibodi sebagai pertahanan tubuh
(leukosit, limfosit,histiosit)yang melindungi tubuh dari mikroorganisme dan imfasi
benda asing lainnya,serta sel mast yang melepaskan histamin dan bertanggung jawab
untuk reaksi alergi dan hipersensitivitas.

 Hipodermis atau jaringan subkutan; lapisan ini merupakan jaringan ikat longgar
yang terdiri dari adiposadan jaringan areolar (jenis lemak). Fungsi utamanya adalah
kontrol suhu tubuh dan sebagai cadagan energi (Ross et al,1995). Terdapat banyak
ujung saraf di kenal sebagai sel darah pacinian yang bertanggung jawab untuk sensasi
tekanan (Tortora & Grabowski,2002).

Gambar : lapisan kulit


(REFERENSI 2)

30
- Luas = 2 m2, berat = 16% dari BB
- Tebal = 0,5 mm - > 5 mm (rata-rata : 1 mm-2 mm)
- Epidermis : Corneum, Lucidum, Granulosum, Spinosum, Basale)
- Dermis : Papiler, Retikuler
- Hipodermis

EPIDERMIS, fungsi pelindung


- Epithel skuamosa
- Produksi melanin
- P. Darah (-), pH = 5-6,5
- Epidermis paling tebal di telapak tangan dan kaki

DERMIS
- Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis. Tebal berbeda-beda, paling tebal di abdomen.
- Terdiri dari 2 lapis,
1. Lapisan papiler, tipis dan mengandung jaringan ikat longgar
2. Lapisan retikuler, tebal dan terdiri dari jaringan ikat padat. Dengan bertambah
usia sintesa kolagen berkurang keriput.
- Dermis banyak pembuluh darah, folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat.
- Kualitas kulit tergantung dari banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.

Papilare
 Analogi dengan sub-epitel
 Jaringan penunjang longgar
 Terdapat serat kolagen
 Bentuk seperti jari tangan
 Terdapat kapiler dan ujung syaraf
 Meissner’s
 Terdapat pola ornamen pada jempol

Retikuler

31
 Bentuk seperti jala
 Jaringan penunjang padat
 Terdapat serat kolagen
 Terdapat pola sulkus = Garis Langer’s
 Insisi pada garis Langer’s berpengaruh pada penyembuhan

HIPODERMIS
Merupakan lapisan di bawah dermis yang terdiri dari lapisan lemak, jumlah
dan ukuran berbeda-beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu.

(REFERENSI 3)

B. FISIOLOGI KULIT

Secara fisiologis, kulit memiliki beberapa fungsi utama, yaitu sebagai proteksi
terhadap bahan kimia, bakteri, dan virus patogen; sebagai pusat sensasi terhadap rasa
sakit, sentuhan, tekanan, dan suhu : sebagai tempat sintesis vitamin D dengan bantuan
sinar matahari : sebagai sistem termoregulasi tubuh dengan mekanisme primer sirkulasi
dan keringat;dan sebagai ekskresi tubuh, yaitu hasil keluaran keringat. Beberapa
referensi mengatakan bahwa kulit dapat berfungsi sebagai kosmetik. Berikut ini adalah
penjelasan detail/lengkap dari masing-masing fungsi.

1. Kulit memiliki fungsi proteksi terhadap bahan kimia, bakteri, dan virus patogen.
Fungsi proteksi dimulai dari kelenjar sebasea (sebum) yang dikeluarkan dari akar
rambut(pori-pori). Kelenjar ini mengandung protein dan lemak yyang dapat mencegah
kuman masuk melalui pori-pori rambut. Jika kelenjar sebasea tidak bekerja, sel
Langerhans yang memiliki kemampuan mengenali mikroorgamisme dan antigen,
menangkap dan memproses penempelan limfosit T sehingga kuman dapat di atasi.
Pigmen melanin selain berfungsi sebagai zat pewarna kulit juga berfungsi sebagai
pelindung, terutama terhadap sinar UV. Dermis memiliki banyak kontribusi dalam
fungsi proteksi, dimulai dari sel mast yang berfungsi sebagai reaksi alergi, melawan
parasite, menstimulasi kemotaksis, mendorong fagositosis, dan membantu perbaikan
jaringan ikat dan pembentukan pembuluh darah. Makrofag merupakan hasil
diferenseasi dari monosit, sebagai antibakteri, dapat memproses dan menhadirkan

32
imunikompetensel limfoit, dapat mengeluarkan factor pertumbuhan (growth factor),
sitokin, dan terlibat dalam koagulasi, penyembuhan luka, dan remodeling jaringan.
2. Sensasi terhadap rasa sakit, sentuhan, tekanan, dan suhu. Sel Merkel merupakan sel
penentuan rasa yang memiliki fungsi utama sebagai mekanoreseptor. Reseptor lainnya
yang memiliki fungsi sensasi, yang ada pada dermis adalah korfuskel Meissner yang
bertugas menerima sentuhan,korfuskel Pacini yang bertugas menerimah tekanan,
getaran, dan tarikan, dan ujung saraf tepi yang berperan dalam menerima
sentuhan,nyeri,dan suhu (Wheater, Burkitt, dan Daniels,1987).
3. Sintesis vitamin D terjadi di kulit denagn bantuan sinar matahari, yaitu mengubah
sterol menjadi kolekalsiferol (vitamin D). Vitamin D diubah menjadi kalsiterol yang
memiliki fungsi sebagai precursor penyerapan kalsium di usus halus.
4. Termoregulasi pada kulit memiliki mekanisme primer,yaitu melalui sirkulasi dan
keringat. Sirkulasi pada kulit merupakan kegiatan reaksi vasodilatasi dan
vasokonstriksi pada pembuku darah dermis dan hypodermis. Pada saat vasodilatasi,
terjadi reaksi pelepasan panas melelui konduksi, konversi,radiasi, evaporasi. Pada saat
vasokonstriksi, terjadi reaksi fisik seperti rambut berdiri,perifer menjadi dingindan
pucat. Kelenjar keringat yang sangat berperan pada fungsi termoregilasi adalah
kelenjar keringat apokrinyang mengeluarkan cairan insensible dan sensible dari tubuh.
Kegiatan ini dapat mempertahankan suhu dalam tubuh.
5. Ekskresi tubuh terjadi dari hasil keluaran keringat. Keringat ini menghasilkan 99%
air, natrium, klorida, urea, sulfat, dan fosfat( Solomons 1983;Spice dan
Manson,1987). Epidermis memiliki ikatan yang kuat, namun masih ada ruang unuk
masuknya beberapa jenis lemak ke dalam kulit (sebagai proses absorbs kulit).
(REFERENSI 1)

1. Pelindung (protektion) yang melindungi tubuh dari pengaruh mekanikal,bahan kimia,


suhu panas, mikrooganisme,dan dehidrasi.
2. Sensasi (sensasi panas, dingin, nyeri, getaran, setra tekanan). Kulit memiliki saraf
sensorik mengirimkan sinyal rasa sakit, sentuhan, rasa gatal, tekanan, dan temperatur,
serta sensasi gerakan, getaran dan peregangan(Kamel, 2002).
3. Sebagai alat komunikasi.
4. Pengatur suhu tubuh; suplei darah yang besar kearea permukaan kulit memainkan
peran penting dalam mengatur suhu tubuh dan mempertahankan hemeostasis melalui
pertukaran panas dengan lingkungan eksternal.

33
5. Sintesa metabolik, kulit juga synthesis vitamin D, ekskresi,air dan garam sebagai
keringat dan mampu menyerap senyawa lemak yang terlarut (Tortora & Grabowski,
2002).
6. Kosmetik .
(REFERENSI 2)

C. PENGUBAH KARAKTER KULIT

Kulit selalu mengikuti perkembangan sel tubuh manusia. Ada beberapa factor yang
mengubah karakteristik kulit atau mengurangi bahkan menghilangkan fungsinya, diantaranya
adalah usia, sinar matahari, pengunaan sabun, hidrasi, nutrisi, dan obat-obatan.

 Usia

Usia sangat mempengaruhi kualitas dan fungsi kulit. Pada usia bayi, dewasa, usia lanjut,
kulit memiliki karakteristik yang berbeda. Pada bayi, perkembangan epidermis hampir sama
dengan usia dewasa, sedangkan perkembangan dermis hanya 60% dari usia dewasas sehingga
fungsi barrier (pelindung) dan termoregulasi belum berfungsi dengan baik. Bayi memiliki
kolagen 24% hingga usia 6 bulan, sedangkan dewasa hanya 1% sehingga fungsi kolagen
sangat berperan pada usia bayi di bandingkan dewasa. Bayi memiliki pembuluh darah yang
lebih banyak dan lebih kecil sehingga proses penyembuhan luka lebih cepat dan tampah
bekas (scar minimal). Pada usia dewasa, stimulasi hormonal bekerja dan memengaruhi
kegiatan kelenjar sebasea dan folikel rambut. Epidermis menebal dan dermis menipis
sehingga memperlambat penyembuhan luka.

Pada usia lanjut, terjadi penurunan fungsi tubuh secara masal. Misalnya, keriput terjadi
karena jumlah serat kolagen menurun, mengeras, terpisah, dan kusut serta serat elastin tidak
berfungsi (Gambar 1-11). Selain itu, produksi elastin, dan kolagen oleh jumlah sel
Langerhans menurun, kerja makrofag tidak efisien, dan kelenjar sebasea mengecil sehingga
sangat mudah terinfeksi. Fungsi melanin menurun sehingga rambut berubah menjadi abu-abu
atau putih (melanin), warna kulit lebih pucat, dan beberapa melanin membesar sehingga
menimbulkan spot (titik) hitam di permukaan kulit. Proses penyembuhan luka lebih lambat,
kuku dan rambut tumbuh lebih lambat, bahkan kuku cenderung kering dan mudah rapuh.

 Sinar Matahari

34
Sinar matahari dapat meningkatkan proses aging atau penuaan pada kulit atau sering di
kenal dengan istilah efek photoaging. Sunburn atau tebakar matahari yang

Gambar 1-11 Pembentukan keriput pada kulit (Sumber : Dokumen pribadi)

berlebihan akan menimbulkan risiko kanker kulit atau dikenal dengan melanoma. Selain itu,
terpapar matahari dapat menyebabkan epidermis menebal, produksi sel Langerhans menurun,
dan perubahan pada dermis seperti fibroblas bertambah dan terjadi dilatasi pembuluh darah.

 Sabun

Sabun dengan pH basa dan normal dapat mengurangi ketebalan dan jumlah lapisan sel
stratum korneum (White, Jenkinson, dan Lloyd, 1987), menurunkan fungsi kekuatan kulit
menahan air (dehidrasi kulit), dan mengubah jumlah flora normal pada kulit, seperti
staphylococcus, micrococcus, Peptococcus, corynebacterium, Brevibacterium,
Propionibacterium, streptococcus, Neisseria, dan acetobacter (semua kuman berada dalam
satu individu), terkadang ada jamur Pityrosporu. Sabun dapat mengurangi jumlah lemak
(delipidization) dalam kulit bersama terangkatnya kuman dan bakteri yang ada pada kulit. pH
normal kulit adalah 5,5 sehingga penggunaan sabun dengan pH normal dan/atau basa dapat
mengubah pH kulit. Saat ini berkembang penggunaan sabun yang memiliki pH asam karena
terbukti dapat mengurangi delipidization dan dehidrasi pada kulit (Korting dan Braun-Falco,
1996).

 Hidrasi

Hidrasi kulit yang adekuat umumnya didapat dari sekresi sebum dan stratum korneum
yang baik dan utuh pada sel kerati. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi hidrasi kulit

35
adalah suhu yang terlalu lembab, terangkatnya sebum, dan usia sehingga meningkatkan
hilangnya air dari tubuh. Hal ini mengakibatkan kulit yang cenderung kering dan berkerak
sehingga penggunaan pelembap kulit dianjurkan untuk menggantikan fungsi sebum sebagai
barier kulit dan mencegah evaporasi (penguapan) cairan tubuh yang berlebih.

 Nutrisi

Nutrisi adekuat seperti asupan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang
seimbang akan menyebabkan kulit sehat sehingga supleman tidak terlalu berpengaruh. Jika
ada kerusakan kulit, suplemen tertentu seperti vitamin C dapat membantu untuk pembentukan
kolagen. Beberapa vitamin yang dapat mempertahankan kulit sehat adalah vitamin E, C, D,
A, B, piridoksin, dan ribloflavin. Elemen mineral yang dapat mempertahankan kulit sehat
adalah iron (besi), zink, dan copper.

 Obat

Penggunaan obat dapat memengaruhi kulit. Kortikosteroid terbukti dapat mengganggu


regenerasi epidermis dan sintesis kolagen (Ehrlich dan Hunt, 1998; Pollack, 1982). Obat
lainnya yang diketahui dapat memengaruhi kulit adalah antibakteri, antihipersensitif,
analgesik, antidepresan, antihistamin, diuretic, agens hipoglikemia, sunscreen, dan
kontrasepsi oral. Pengaruh yang umum ditimbulkan adalah perubahan flora normal kulit dan
reaksi anti inflamasi. Jika struktur yang ada di deep dermal rusak, secara permanen struktur
tersebut tidak dapat melakukan regenerasi, misalnya rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar
keringat. Begitu pula lapisan subkutan, otot, tendon ligament, dan tulang memiliki kapasitas
regenerasi yang rendah sehingga menghasilkan scar (Martin,1997; Mast dan Schuttz, 1998).

B. PATOLOGI DAN KERUSAKAN KULIT

Setiap kulit memiliki resiko mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor
mekanis, bahan kimia, vaskular, infeksi, alergi, inflamasi, penyakit sistemik dan luka bakar.
Semua penyebab tersebut menimbulkan efek yang berbeda pada kulit, misalnya bengkak,
kemerahan, makula, papula, bula, hingga ulkus atau disebut luka

36
Gambar 2-1 contoh lesi pada kening

1. KERUSAKAN KULIT

Berikut adalah gambaran beberapa kerusakan kulit atau dikenal juga dengan
istilah lesi kulit yang disebabkan oleh reaksi imun, infeksi, keganasan, gangguan
pembuluh darah, kerusakan mekanis, dan faktor psikologis ( lihat gambar 2-1 )

1. Reaksi Imun
Reaksi ini dikenal juga sebagai alergi terkait sistem imun tubuh. Reaksi yang sering
muncul dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe. Tipe 1 yaitu reaksi segera atau
reaksi vasoaktif substansi sel mast/basofil yang diikuti dengan reaksi spesifik
antigen/antibodi. Tipe 2 yaitu reaksi sitotoksik berupa reaksi merusak sel,fagositosis,
dan mekanisme bula. Tipe 3 yaitu reaksi imun kompleks berupa sirkulasi
antigen/antibodi ke jaringan inflamasi, trombosit rusak, vasoaktif menurun, dan
permeabilitas vaskuler meningkat. Tipe 4 yaitu reaksi hipersensitif
2. Infeksi
Tubuh secara umum dan khususnya pada kulit akan bereaksi jika ada kuman. Reaksi
ini diawali dari lapisan pelindung terhadap infeksi pada kulit (reaksi imunitas). Secara
fisika,kulit memiliki resiko tinggi infeksi pada stratum korneum. Stratum korneum
yang kering/overhidrasi/traumatik dapat menyebabkan invasi mikroorganisme
kedalam tubuh. Secara mikrobial, terutama flora normal kulit, akanmenjadi patogen
saat imunitas menurun sehingga reaksi imunologis dari sel Langerhans dan limfosit
sangat berperan. Bakteri yang umum menyebabkan infeksi pada kulit adalah
stafilokokus (produksi pus) dan streptokokus (produksi enzim proteolitik penyebab
inflamasi). Padafamili virus, terdapat tiga jenis virus yang sangat berperan yaitu
papovirus (hiperplasia epidermal), poxvirus (hiperplasia epidermal) dan herpes/herpes
simplex virus (HVS)(merusak epidermal host,vesikal). Jamur juga dapat menjadi

37
penyebab infeksi pada kulit dan infeksi jamur yang paling umum adalah kandidiasis.
Lesi kulit lainnya dapat disebabkan oleh mikrobakterium. Secara kronis pertumbuhan
untraseluler adn resistenterhadap antibodi merusak kulit dan granuloma.
3. Keganasan
Fakgor keganasan sel (karsinoma) menjadi penyebab terjadinya kanker kulit,
misalnyaterpapar radiasi ultraviolet yang berlebihan (sinar 290-320 nanometer
merusak sel). Sinar-X, bahan kimia, virus, dan kejadian luka yang menahun (kronis)
dan tidak kunjung sembuh dapat menjadi keganasan pada kulit. Melanoma juga
merupakan penyebab lesi kulit yang cukup tiggi di Indonesia.
4. Gangguan Pembuluh Darah
Lesi kulit dapat terjadi karena gangguan pembuluh darah arteri dan vena. Ulkus
terlebih di area kaki atau telapak kaki dapat terjadi karena hipertensi vena, gangguan
arteri, neuropati, atau kombinasi gangguan tersebut. Cara mendiagnosis setiap
penyebab lesi yang terjadi berbeda. Makanan yang dihantarkan oleh pembuluh darah
ke sel sangat mempengaruhi kualitas kulit. Beberapa lesi terjadi karena asupan nutrisi
yang tidak sdekuat. Tabel 2-1 memperlihatkan beberapa lesi yang ditimbulkan oleh
malnutrisi.
5. Kerusakan mekanis
Kerusakan menkanis disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu shear (lipatan), pressure
(tekanan) , friction (gesekan), bahan kimia, iskemia (kekurangan oksigen), dan
neuropati (mati rasa). Kerusakan mekanis pada kulit menyebabakan terjadinya luka
Tabel 2-1 Lesi yang disebabkan oleh gangguan nutrisi
Definisi Manifestasi
Vitamin A Mata kering, scar di kornea,
hiperkeratosis, dermatitis area pajanan
sinar matahari
Vitamin B Dermatitis dengan deskuamasi, alopesia
Vitamin C Gangguan penyembuhan luka, purpura
perifolikular
Zink Bengkak/peradangan gusi
Asam amino Dermatitis seboroik, alopesia, dermatitis
dengan nekrosis epidermal superfisial

38
Tabel 2-2 Lesi yang disebabkan oleh gangguan hormon
Penyakit Hormon Manifestasi Di Kulit
Akromegali Growth hormone Dermatomegali
Sindrom Cushing Glukokortikoid Akne, atrofi dan stria,
purpura
Penyakit Addison Adenokotikotropin Moon face, obesitas sentral
Virlizing syndrome Androgen Hiperpigmentasi, seborea,
jerawat, alopesia androgen
Hipertiroid Hormon tiroid Kulit lembab dan
hangat
Hipotiroid Hormon tiroid
Gagal ginjal Hormon paratiroid Kulit kering, dingin,
pruritus

6. Faktor psikologis
Secara psikologis, lesi dapat terjadi secara primer saat individu emosi dan secara
sekunder timbulnya penyakit kulit seperti dermatitis. Beberapa kasus yang ditemukan,
disebabkan oleh keduanya. Manifestasi yang timbul adalah gatal, panas dan
berkeringaT

LESI KULIT

Lesi kulit yang terjadi dapat berupa skin tear atau robekan epidermis dan berbagai bentuk lesi
lainnya seperti ulkus diabetikum dan dekubitus

1. Skin Tear
Lesi kulit yang menyebabkan hilangnya atau lepasnya epidermis dengan atau tanpa
hilangnya dermis secara mekanis di istilahkan sebagai skin tear. Skin tear atau
robekan epidermis sering terjadi secara disadari atau tidak,misalnya pada saat petugas
kesehatan melepas plester setelah pengguanaan yang cukup lama atau saat kulit
terbentur dan bergesekan dengan benda tumpul dan kulitgerkelupas. Skin tear
memiliki tiga kategori dalam penentuan kerusakannya. Payne dan Martin
mendefinisikan dan mengklasifikasikan skin tear pada tahun 2003 dalam jurnal
Ostomy Wound Management. Tabel 2-3 menggambarkan klasifikasi skin tear.

39
Tabel 2-3 Klasifikasi Skin tear ( robekan epidermis )
Kategori Definisi
I.SKIN TEAR HAMPIR MENDEKATI LUKA
IA Linear skin tear
IB Flap-type skin tear
II. SKIN TEAR DENGAN KEHILANGAN PARTIAL-THICKNESS
II A Scant
II B Kehilangan sedang-berat
III. SKIN TEAR DENGAN KEHILANGAN KULIT SECARA SEMPURNA
III A Partial-thickness

2. Terminologi Lesi
Lesikulit memiliki terminologi dengan dua klasifikasi utama, yaitu lesi kulit primer (
menjadi penyebab utama terjdainya lesi ) dan lesi kulit sekunder ( lesi yang muncul
akibat kondisi tertentu atau setelahnya). Lesi primer diantaranya adalah mokula,
papula, patch, wheal, nodul, tumor, vesikel, bula, ekskoriasi, fisura, erosi, ulkus,
krusta, dan atrofi. Tabel 2-4 menunjukkan lesi kulit dan karakteristik bentuknya.

LESI KULIT PRIMER


JENIS KARAKTER GAMBAR
Makula Karakter Flat atau datar ,
perubahan warna kulit ,
lesi kurang dari 1 cm ,
misalnya petekia
Papula Karakter elevasi atau
meninggi, lunak, berbatas
jelas, diameter kurang dari
1 cm, misalnya
wart/verruca
Patch Karakter flot atau datar,
non-palpable, makula
ireguler dengan diameter
lebih dari 1 cm, misalnya

40
vitilgo
Plaque Karakter elevasi atau
meninggi, teraba lunak,
lesi,dengan permukaan
datar, diameter lebih dari 1
cm, misalnya psoriasis,
seboroik
Wheal Karakter elevasi, bentuk
irreguler dengan edema
sekitarnya, teraba solid,
diameter bervariasi,
misalnya gigitan serangga,
urtikaria, reaksi alergi
Nodul Karakter elevasi, teraba
lembut berbatas,
kedalaman di dermis leih
dari papula, diameter 1-2
cm, misalnya eritema
nodusum, lipoma
Tumor Karakter elevasi atau
meninggi, teraba solid,
kedalaman sampai dermis
atau lebih, dengan batas
atau tidak,diameter lebih
dari 2 cm, misalnya
neoplasma, tumor benigna,
hemangioma
Vesikel Karakter elevasi, batas
tegas, superfisial tidak
sampai ke dermis, berisi
cairan serosa, diameter
kurang dari 1cm
Bula Karakter visikel dengan

41
diameter lebih dari 1 cm,
misalnya blister atau
melepuh, pemphigus
vulgaris
Pustula Karakter elevasi, lesi
suoerfisial, sama dengan
vesikel, namun berisi
cairan purulen,misalnya
impetigo akne
Cyst Karakter elevasi, berbatas
tegas, lesi dengan kapsul,
letak didermis atau
subkutan, berisi cairan
atau material
semisolid,misalnya
sebaceous cyst, akne kistik
telangiektasia Karakter ireguler, garis
merah karena dilatasi
kapiler

LESI KULIT SEKUNDER


Scale Karakter ireguler, dapat
tebal atau tipis, kering atau
berminyak, ukuran
bervariasi, sel keratin yang
menebal, misalnya kulit
kering, terkelupasnya kulit
epidermis karena reaksi
obat atau dermatitis
seboroik
Likenifikasi Karakter penebalan
epidermis karena gesekan
persisten, gatal atau iritasi

42
kulit, misalnya dermatitis
kronis
Keloid Karakter bentuk ireguler,
elevasi pembesaran
progresif scar karena
pembentukan kolagen
yang berlebihan selama
proses penyembuhan luka
Scar Karakter tebal atau tipis,
jaringan fibrosa yang
menempel pada kulit
normal, misalnya luka
yang sembuh atau insisi
penyembuhan
Ekskoriasi Karakter hilangnya lapisan
epidermis, misalnya abrasi

Fisura Karakter rusaknya lapisan


epidermis hingga dermis,
linear, dapat lembab atau
kering, misalnya athlete’s
foot
Erosi Karakter hilangnya bagian
epidermis, lembap, ruptur
dari vesikel atau bula,
misalnya varisela atau
varisela yang ruptur
Ulkus Karakter hilangnya
epidermis dan dermis,
ukuran bervarias, cekung

43
Krusta Karakter serum, darah,
atau cairan purulen yang
mengering, teraba, ukuran
bervariasi, misalnya
scab,ekzema
Atrofi Karakter penipisan lapisan
kulit dan hilangnya
pewarnaan kulit, ,isalnya
stria, kulit usia tua

1. FISIOLOGI PENYEMBUHAN LUKA

Menurut Crvillf, k (1998) proses penyembuhan luka merupakan suatu fenomenayang


menakjubkan. Intensif medis dan keperawatan dapat membantu proses dengan berusaha
keras untuk merawat dan melindungi proses-proses biologis yang terjadi pada tingkt
seluler. Proses-proses ini dipengaruhi oleh peristiwa fisik dan psikologis yang berbeda.

Sementara itu, menurut Darwis, 1 (1998) penyembuhan luka merupakan proses yang
kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi berkesinambungan.
Penggabungan repons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan kimia sebagai
substamin mediator didaerah luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses
penyembuhan luka.

Secara fisiologis, tubuh dapat memperbaiki kerusakan jaringan kulit (luka) sendiri yang
dikenal dengan penyembuhan luka. Penyembuhan luka terdiri atas tiga fase, yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi atau remodeling. Antara fase yang satu dan
fase yang lainnya memiliki rentang waktu yang saling bersinggungan atau tumpang-tindih.
Proses perbaikan sel (penyembuhan luka) bergantung pada kedalaman kulit. Proses ini terjadi
secara sederhana yang diawali dengan pembersihan (debris) area luka, pertumbuhan jaringan
baru hingga permukaan datar, dan pada akhirnya luka penutupan. Pada saat luka menutup,
luka dikatakan sembuh, baik 20% ( pada fase proliferasi) maupun 80% kwtika kulit berfungsi
maksimal (pada fase maturasi).

44
Menurut Westaby, (1985 dalam Carvile 2007) penyembuhan luka terdiri atas 3 fase yaitu
:

a. Fase Inflamasi (0-3 hari maksimal 5 hari)

Pada fase ini terjadi dua kegiatan utama, yaitu respons vaskular dan respons inflamasi.

Respons vaskuklar saat erjadi perlukaan atau cedera jaringan, kondisi ini merupakan
proses fisiologis dimana sejumlah zat dan kimia tubuh akan menginvasi jaringan intersitial
yang mengalami cedera. Proses fisiologis yangh terjadi adalaha hemoestasis dimana
pembuluh darah yang mengalami cedera akan mengalami vasokontriksi sementara (beberapa
menit) serta agregasi trombosit untuk menghentikan perdarahan, serta membentuk sel-sel
epitel pada tempat cedera, proses selanjutnya adalah trombosit yang beku akan membentuk
matriks fibrin yang selanjutnya akan menjadi bahan untuk perbaikan sel. Tanda atau gejala
yang sering diamati adalah :

1) Rubor : kemerahan sebagai efek dari dilatasi arteriol pada mikrosirkulasi


yang dipicu oleh pelepasan histamin dan zat kimia lainnya.
2) Kalor : hangat terjadi secara bersamaan sebagai efek dari hyperemia,.
3) Dolor : rasa sakit, terjadi sebagai efek dari perubahan pH lokal serta zat kimia
bioaktif lainnya, termasuk konsentrasi sejumlah ion-ion tubuh yang dapat
merangsang ujung saraf serabut sel saraf
4) Tumor : bengkak, sebagai efek dari hyperemia, cairandan sel-sel lainnya
terkumulasi pada jaringan intertisial.
5) Fungsio laesa : perubahan fungsi sel.

Respon inflamasi merupakan reaksi non–spesifik tubuh dalam mempertahankan


perlindungan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Respon inflamasi merupakan
respon yang menguntungkan bagi tubuh dimana tubuh mengadakan netralisasi dan
pembuangan agen penyerang (mikroorganisme), penghancuran debris atau jaringan nekrosis
dan pembentukan sel-sel yang dibutuhkan oleh tubuh perbaikan dan pemulihan jaringan.
Peradangan yang terjadi melibatkan sejumlah pertahanan tubuh (leukosit) yaitu neutrofil atau
biasa disebut polymorphonuclear (PMN) karena bentuknya yang tidak beraturan, memiliki

45
peranan utama pada fase awal inflamasi dengan cara memfagositosis sejumlah bakteri dan
debris jaringan, selanjutnya sel ini akan digantikan oleh monosit dan menjadi makrofag yang
selanjutnya berperan besar pada proses fagositosis dan fase poliferasi karena ikut
menghasilkan TGF-B (Transforming Growth factor – Beta) yang membantu proses fibroblast
dalam sintesa kolagen. Pada tahap berikutnya makrofag akan menghasilkan antigen pada
permukaan selnya yang disebut dengan MHC (Mayor Histocompatibility Complex) yang
dapat membantu limposit B untuk secara terus menerus menghasilkan antibodi. Makrofag
juga ikut menghasilkan nitric oxide yang memiliki efek antibakterial karena menghasilkan
reaktip oxigen sehingga mampu mengontrol bakteri anaerob, serta oxigen ikut dalam proses
regenerasi jaringan. Makrofag juga dapat merangsang pelepasan enzym (collagenase dan
elastase) yang mempercepat proses penghancuran jaringnan sehingga dapat memberi efek
yang baik untuk proses penyembuhan luka.

b. Fase Proliferasi (3-21 hari)

Fase ini juga dikenal dengan regenerasi sel atau granulasi jaringan, dimana fibroblast
adalah sel yang memiliki peranan besar dalam sintesa collagen, elastin, fibronectin, dan
proteoglycans yang berperan besar dalam rekontruksi jaringan baru serta memberikan
kekuatan dan integritas struktur pada luka. Makrofag adalah sel yang ikut menstimulasi
fibroblast. Semakin banyak jumlah kolagen yang terbentuk akan semakin memberikan

46
kekuatan regangan pada luka, selanjutnya pembentukan pembuluh darah kapiler
(angiogenesis) yang akan memberikan sejumlah enzim dan oksigen pada jaringan.

c. Fase Maturasi (21 hari-2 tahun)

fase maturasi adalah fase akhir dari proses penyembuhan luka dimanan kolagen
secara terus menerus melakukan reorganisasi dan memperkuat jaringan. Epitel akan bergerak
pada permukaan jaringan untuk menutup luka secara sempurna. Kekuatan dari epitel yang
terbentuk hanya sekitar 80%, luka masih rentang terhadap trauma mekanis sehingga perlu
hati-hati dalam pencucian dan penggantian balutan.

47
2. TIPE PENYEMBUHAN LUKA

Luka berdasarkan tipe atau cara penyembuhannya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu
penyembuhan luka secara primer (primary intention), secara sekunder (secondary intention),
dan secara tersier (tertiary intention atau delayed primary interntion)

a. Penyembuhan Luka Secara Primer (Primary Intention Healing)

Luka terjadi tanpa kehilangan jaringan kulit. Luka ditutup dengan cara dirapatkan
kembali dengan menggunakan alat bantu sehingga bekas luka (scar) tidak ada atau minimal.
Proses yang terjadi adalah epitelisasi dan deposisi jaringan ikat. Contohnya luka sayatan ,

48
robekan dan luka opereasi yang dapat sembuh dengan alat bantu jahitan, stapler, tape
eksternal, atau lem pelekat/kulit.

b. Penyembuhan Luka Secara Sekunder (Secondary Intention Healing)

Kulit mengalami luka (kerusakan) dengan kehilangan jaringan sehingga memerlukan


proses granulasi (pertumbuhan sel), kontraksi ,dan epitelisasi (penutupan epidermis) untuk
menutup luka. Pada kondisi luka seperti ini, jika dijahit, kemungkinan terbuka lagi atau
menjadi mikrosis ( mati) sangat besar. Luka akan memerlukan penutupan secara sekunder
kemungkinan memiliki bekas luka (scar) lebih luas dan waktu penyembuhan lebih lama,
namun semuanya kembali lagi bergantung pada penganan parah klinisi terhadap luka.
Contohnya luka tekan (dekubitus, luka diabetes melitu) dan luka bakar

c. Penyembuhan luka delayed primary (Delayed wound healing).

Penyembuhan luka delayed primary terjadi jika penyembuhan luka secara primer
mengalami infeksi ada benda asing sehingga penyembuhannya terlambat , luka akan
mengalami proses debris hingga luka menutup. Penyembuhan luka delayed primary adalah

49
kegagalan dalam proses penutupan luka primer (Penyembuhan luka yang memanjang), faktor
penyebab diantaranya ; infeksi , nurtrisi yang buruk yang menyebabkan kegagalan dalam
proses metabolisme protein, anemi , benang yang telalu kuat , obesistas, pemggantian
dressing yang terlalu sering dan trauma mekanis saat ganti balutan, hematoma, serta
penggunaan antiseptik yang sifatnya toksik. Faktor lain diantaranya adalah terdapatnya
seroma pada daerah luka sayatan ( seroma adalah cairan dari kelenjar limfe yang mengisi
area dead space (ruang kosong) pada jaringan luka yang tidak maksimal sehingga menganggu
penyatuan pada kedua tepi luka , seroma adalah adalah alasan terbesar penggunaan drain
pada saat post operasi selain hematoma . seroma yang sedikit dapat diserap secara spontan
tetapi seroma dengan kondisi yang banyak harus dikeluarkan.

Kegagalan/ delay wound healing untuk luka post operasi akibat dari seroma
dilaporkan sekirtar 3-85% kejadian terutama luka operasi yang luas , seksio dan operasi
payudara. (WUWHS, Consensus document, 2016)

50
3. TIPE LUKA BERDASARKAN WAKTU PENYEMBUHAN

Berdasarkan waktu penyembuhan, luka dibedakan menjadi 2, yaitu :

a. Luka Akut

Luka akut adalah luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti proses
hemostasis dan inflamasi. Luka akut sembuh atau menutup sesuai dengan waktu
penyembuhan luka fisiologis (0-21 hari). Contoh luka akut adalah luka pasca operasi. Luka
akut sembuh sesuai dengan fisiologis penyembuhan luka pada setiap fasenya. Misalnya, jika
luka operasi sejak 14 hari yang lalu, saat datang masih ditemukan tanda inflamasi, luka
operasi tersebut bukan lagi luka akut, melainkan kronis.

b. Luka Kronis

51
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan penyembuhan
yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses penyembuhan luka. Gangguan dapat
berupa infeksi dan dapat terjadi pada fase inflamasi, proliferasi, atau maturasi. Biasanya luka
akan sembuh setelah perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan
memperhatikan faktor penghambat penyembuhan). Luka kronis juga sering disebut kegagalan
dalam penyembuhan luka. Contoh luka kronis adalah luka diabetes melitus, luka kanker, dan
luka tekan. Luka kronis umumnya sembuh atau menutup dengan tipe penyembuhan sekunder.
Akan tetapi, tidak semua luka dengan fase penyembuhan sekunder disebut luka kronis,
misalnya luka bakardengan deep full-thicknees yang terjadi dua hari yang lalu disebut luka
akut dengan tipe penyembuhan sekunder.

4. TIPE LUKA BERDASARKAN ANATOMI KULIT

Luka berdasarkan anatomi kulit atau kedalamannya menurut National Pressure Ulcer
Advisory Panel (NPUAP) diklasifikasikan menjadi stadium 1, Stadium 2, stadium 3, stadium
4, dan unstangeable

a. Stadium 1

Luka dikatakan stadium 1 (satu) jika warna dasar kulit merah dan hanya melibatkan
lapisan epidermis. Epidermis hanya mengalami perubahan warna kemerahan, hangat atau
dingin (bergantung pada penyebab), kulit melunak, dan ada rasa nyeri atau gatal. Contoh
luka stadium 1 adalah kulit yang terpapar matahari atau sunburn. Contoh lainnya adalah
saat kita duduk pada satu posisi selama lebih dari dua jam, kemudian ada kemerahan di
gluteus (bokong), itu termasuk stadium 1.

52
b. Stadium 2

Luka dikatakan stadium 2 (dua) jika warna dasar luka merah dan melibatkan lapisan
epidermis-dermis. Luka menyebabkan epidermis terpisah dari dermis dan/atau mengenai
sebagian dermis (partial-thickness). Umumnya kedalaman luka 0,4mm, namun biasanya
bergantung pada lokasi luka. Bula atau blister termasuk kategori stadium 2 karena epidermis
sudah terpisah dengan dermis.

c. Stadium 3

Luka dikatakan stadium 3 (tiga) jika warna dasar luka merah dan lapisan kulit mengalami
kehilangan epidermis, dermis, hingga sebagian hopodermis (full-thickness). Umumnya
kedalaman luka hingga 1 cm (sesuai dengan lokasi luka pada tubuh bagian mana). Pada
proses penyembuhan luka, kulit akan menumbuhkan lapisan-lapisan yang hilang (granulasi)
sebelum menutup (epitelisasi).

d. Stadium 4

Luka dikatakan stadium 4 (empat) jika warna dasar kulit merah dan lapisan kulit
mengalami kerusakan dan kehilangan lapisan epidermis,dermis, hingga seluruh hipodermis,
dan mengenai otot dan tulang (deep full-thickness). Undermining (gua) dan sinus masuk ke
dalam stadium 4.

e. Unstageable

Luka dikatakan tidak dapat ditentukan stadiumnya (unstageable) jika warna dasar luka
kuning atau hitam dan merupakan jaringan mati (nekrosis), terutama jika jaringan nekrosis >
50% berada di dasar luka. Dasar luka yang nekrosis dapat dinulai stadiumnya setelah
ditemukan dasar luka merah (granulasi) dengan pembulu darah yang baik.

5. TIPE LUKA BERDASARKAN WARNA DASAR KULIT

Luka juga dapat dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau penampilan klinis luka
(clinical appereance). Klasifikasi ini juga dikenal dengan sebutan RYB (red,yellow,black).
Beberapa referensi menambahkan pink dan cokelat pada klasifikasi tersebut.

a. Hitam (Black)

53
Warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis (mati) dengan kecenderungan keras
dan kering. Jaringan tidak mendapatkan vaskularisasi yang baik dari tubuh sehingga mati.
Luka dengan warna dasar hitam berisiko mengalami deep tissue injury atau kerusakan kulit
hingga tulang, dengan lapisan epidermis masih terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun
sebetulnya itu bukan jaringan sehat dan harus diangkat.

b. Kuning (Yellow)

Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak berbentuk
seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering disebut dengan slough , jaringan ini
juga mengalami kegagalan vaskularisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak
hingga sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan nekrosis manapun (hitam atau kuning)
belum tentu mengalami infeksi sehingga penting sekali bagi klinisi luka untuk melakukan
pengkajian dengan tepat. Pada beberapa kasus, kita akan menemukan bentuk slough yang
keras yang disebabkan oleh balutan yang tidak lembab.

c. Merah (Red)

54
Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan vaskularisasi yang baik
dan memiliki kecendrungan mudah berdarah. Warna dasar merah menjadi tujuan klinisi
dalam perawatan luka hingga luka dapat menutup. Hati-hati dengan warna dasar warna merah
yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan ada lapisan biofilm yang
menutupi jaringan granulasi (lihat bioburden pada luka).

d. Pink

Warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya terjadinya proses epitalisasi dengan
baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga
perlu untuk tetap dilindungi selama proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada
jaringan epitel dapat membantu agar tidak timbul luka baru.

55
6. TIPE LUKA LAIN

Luka juga dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya contohnya, adalah sebagai berikut:

a. Luka diabetes karena hiperglikemia

b. Luka tekan / dekubitus karena penekanan / gesekan lipatan pada suatu area
dalam kurung waktu tertentu

c. Luka kanker karena adanya keganasan pada kulit , baik sebagai keganasan
utama maupun metastasis dari keganasan lain

56
d. Luka tekan bawah lower leg ulcer (venous/arterial) karena gangguan pada
pemudaran arteri atau vena

e. Luka kecelakaan
f. luka pasca operasi
g. Luka bakar

HAMBATAN /FACTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN


LUKA
a. Factor local
1) Hidrasi luka
Hidrasi luka atau pengairan pada luka adalah kondisi kelembapan pada luka
yang seimbang yang sangat mendukung penyembuhan luka.Luka yang terlalu
kering atau terlalu basah kurang mendukung penyembuhan luka. Luka yang
teralu kering menyebabkan luka membentuk fibrin yang mengeras, terbentuk scab
(keropeng), atau nekrosis kering. Luka yang terlalu basah menyebabkan luka
cenderung rusak dan merusak jaringan luka.
2) Manajemen perawatan luka yang tidak tepat
Penatalaksanaan luka yang tidak tepat menghambat penyembuhan luka.
Tenaga kesehatan harus memahami proses penyembuhan lukandan kebutuhan
pada setiap fasenya. Kebersihan luka dan sekitar luka harus diperhatikan,

57
kumpulan lemak dan kotoran pada sekitar luka harus selalu dibersihkan dan
penggunaan bahan cuci luka yang sifatnya toxik terhadap fibroblast, pemilihan
balutan yang tidak sesuai atau tidak menciptakan kelembaban, perlakuan kasar
pada saat debridement, ganti verban yang terlalu sering juga ikut mempengaruhi
dalam penyembuhan luka.
3) Temperature luka
Efek temperature pada penyembuhan luka dipelajari olek Lock pada tahun
1979 yang menunjukkan bahawa temperature yang stabil (37°C) dapat
meningkatkan proses mitosis sampai 108% pada luka. Oleh sebab itu, dianjurkan
untuk meminimalkan penggantian balutan dan mencuci luka dengan kondisi
hangat.Gesekan dan tekana sering muncul akibat aktivitas atau tidak beraktivitas,
pakaian dan balutan yang terlalu kencang, dan kompresi bandanging.Hal ini
dapat menekan pembuluh darah sehingga tersumbat dan jaringan luka tidak
mendapatkan temperature optimal. Perlindungan awal terhadap luka yang paling
tepat harus diperhatikan
4) Tekanan & gesekan
Tekanan atau gesekan dapat menyebabkan hypoxia jaringan yang dapat
merusak sel dan kematian jaringan.Pembuluh darah sangat mudah rusak karena
sangat tipis, resistensi tekanan pada pembuluh darah arteri mencapai 30mmHg
dengan vvariasi tekanan hingga pembuluh darah vena.Tekanan dan gesekan dapat
ditimbulkan akibat penggunaan balutan elastis yang kurang tepat atau luka tidak
ditutup dengan baik.
5) Exudate

Exudate yang banyak dapat menyebabkan maserasi serta merusak jaringan,


media mikroorganisme untuk tubuh, sejumlah toxin bakteri pada exudate dapat
mengabaikan respon inflamasi.

58
6) Trauma berulang saat penggantian baluta
Merusak jaringan baru termasuk epitel sehingga memperlambat proses
penyembuhan luka
7) Benda asing
Menghambat penyembuhan luka sebagai respon antibody terhadap benda
asing yang dapat memicu inflamasi pada luka. Benda asing seperti pasir atau
mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum,
fibrin, jaringan sel mati dan leukosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”). Benda asing pada
luka dapat menghalangi proses granulasi dan epitalisasi bahkan dapat
menyebabkan infeksi. Jadi, benda asing tersebut harus dibersihkan dari luka
sehingga luka dapat menutup.
8) Infeksi luka

Peningkatan jumlah bakteri pada luka menyebabkan infeksi, inflamasi


memanjang dan menyebabkan infeksi sistemik yang dapat berakibat terhadap
kematian jika tidak tertangani dengan baik.
9) Iskemia

Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah


pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat
faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

59
10) Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah.Seringkali darah pada luka secara


bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi
tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

b. Factor umum
1) Usia
Menurunya fiungsi organ yang mempengaruhi fisiologi tubuh seperti
menurunnya fungsi fibroblast, sejumlah hormon seperti growth factor. Jumlah
dan ukuran sel mast juga menurun (Norma,2014). Kondisi kulit cenderung
kering, keriput, dan tipis sangat mudah mengalami luka karena gesekan dan
tekanan. Hal ini menyebabkan luka pada usia lanjut akan lebih lama sembuhnya.
2) Penyakit yang menyertai
Diabetes mellitus dengan kadar gula yang tdak terkontrol, neuropathy, ischaemia
dan infection.
Anemia menurunnya suplay oksigen kedalam jaringan.
Keganasa proses pertumbuhan jaringan yang berlebihan..
Rheumatoid rtrithis dihubungka dengan respon inflamasi, edema yang
mempengaruhi penurunan aktivitas.
Penyakit autoimun menurunnya antibody atau respon antibody yang memicu
inflamasi
Kelainan fungsi hati menurunnya produksi sel darah dan hb serta menurunya
fungsi detoksifikasi
Uraemia meningkatnya jumlah urea memperlambat proses granulasi jaringan
Inflammatory bowel desease menyebabkan syndrome malabsorbsi dan
menurunya jumlah nutrisi pada jaringan
3) Vaskularisasi

60
Vaskularisasi yaitu arteriosclerosis yang menyebabkan menurunnya suplai darah
kedalam sel yang dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis), rusaknya
pembuluh darah akibat trauma yang mempengaruhi sirkulasi.
4) Status nutrisi ( status gizi )
Nutrisi atau asupan makanan sangat berpengaruh terhadap penyembuhan luka
nutrisi yang buruk akan menghambat proses penyembuhan bahkan menyebabkan
infeksi luka.
Rendahnya status nutrisi mempengaruhi sintesa kolagen oleh fibroblast sehingga
proliferasi berjalann lambat dan menyebabkan luka mengalami delay serta
beresiko mengalami infeksi
Menurunnya kadar beberapa jenis vitamin dan mineral lainnya juga akan
mempengaruhi proses penyembuhan luka.
5) Kegemukan
Kegemukan akan menyebabkan vaskularisasi jelek (hypoperfusio) sehingga
menyebabkan kekuatan kontraksi menurun sehingga menyebabkan luka
mengalami delay (peyembuhan luka yang memanjang). Obesitas atau kegemukan
dapat menghambat penyembuhan luka, terutama luka dengan tipe primer (dengan
jahitan) karena lemak tidak memiliki banyak pembuluh darah.Lemak yang
berlebih dapat mempengaruhi aliran darah ke sel.
6) Kelainan sensasi dan mobilitas
Pasien tidak terkontrol terhadap kondisi luka akibat hilangnya sensasi resiko
mengalami kerusakan jaringan.Menurunnya aktivitas mempengaruhi sirkulasi
darah kedalam jaringan terutama pada ekstremitas sehingga dapat beresiko
terhadap infeksi. Kondisi depresi mempengaruhi status nutrisi
7) Status psikologis (anxiety – depresi)
Stress mempengaruhi pelepasan kortisol yang dapat menekankan sistem
kekebalan tubuh beresiko terhadap infeksi. Kondisi depresi mempengaruhi status
nutrisi..

61
8) Gaya hidup seperti perokok dan komsumsi alcohol
- Nikotin pada rokok mempengaruhi proses penyembuhan luka dengan cara
menghambat pembentukan epitel, menurunkan kerja dari sel keratynosit serta
mengurangi efekstifitas dari antibody (monosit dan makrofag) sehingga
beresiko terhadap terjadinya infeksi.
- Alcohol berpengaruh terhadap proses penyembuhan denga cara menghambat
respon inflamasi sehingga berdampak terhadap penurunan sintesa kolagen,
pembentukan pembuluh darah pada tahap proliferasi (radek et al,2009)
9) Terapi radiasi

Menyebabkan kerusakan sel yang normal disekitarnya, komplikasi yang sering


muncul adalah kerusakan/efek local (kulit rentan, kemerahan dan panas) pada
daerah sekitar luka serta efek pengobatan menyebabkan penurunan asupan nutrisi
karena mual dan muntah yang mempengaruhi absorbsi nutrisi diusus sehingga
dapat juga menyebabkan diare`
10) Obat-obatan

Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang
lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.

2.2 NUTRISI DAN PENYEMBUHAN LUKA


Nutrisi adalah satu factor yang penting dalam penyembuhan luka.Setiap fase
dalam penyembuhan luka memerlukan nutrisi. Kurangnya dukungan nutrisi dapat
meningkatkan angka kejadian kematian dan kecacatan dalam perawatan luka. Deteksi

62
dini status nutrisi pada pasien luka menjadi hal yang sangat penting. Deteksi dapat
dimulai sejak pasien dirawat atau sebelum pulang kerumah dan pada saat melakukan
evaluasi status nutrisi.
a. Starvasion (kelaparan)
Starvasion (kelaparan) terjadi saat asupan kalori tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.Kompensasi yang terjadi adalah tubuh memenuhi kebutuhan
glukosa jaringan dengan memecah glikogen yang tersimpan dalam hati. Protein tiak
disimpan dalam tubuh sehingga jika tubuh memerlukan protein, akan terjadi
pemecahan protein yang ada dalam tulang, otot, dan organ lain. Hal ini
mengakibatkan pelepasan ketakolamin yang dapat menstimulasi pemecahan lemak
dan protein dalam tubuh sehingga terjadi penurunan berat badan yang signifikan.Salah
satu akibat yang ditimbulkan selain penuruna berat badan adalah diuresis osmotic
sebagai hasil metabolisme protein yang dikeluarkan melalui urine.
Jika starvation tidak teratasi, akan terjadi penggunaan lemak sebagai sumber
energy dan protein yang berlebih sedikit digunakan. Otak akan melakukan
penyusuaiann dengnan menggunakan keton dari metabolisme sebagai energy, otot
melepaskan sedikit protein, dan ginjal mengolah kembali hasil metabolisme protein
sebagai glukosa. Pada masa ini, penurunan bb lebih lambat karena lemak tersimpan
dua kali lebih banyak daripada protein dalam tubuh.Protein diubah menjadi glukosa
terutama untuk sel darah merah, fibroblast, dan medulla ginjal. Hasil pengukuran
protein serum dalam darah menunjukkan penurunan secara bertahap.Saat simpanan
lemak mulai menipis, protein menjadi sumber energy yang utama pada tubuh.
b. Kebutuhan nutrisi pada penyembuhan luka

Kekurangan atau kelebihan nutrisi yang dibutuhkan akan menyebabkan pasien


mengalami malnutrisi. Penyebabnya kekuragan nutrisi biasanya adalah tidak
adekuatnya penyerapan, kurangnya kemampuan melakukan metabolisme nutrisi dan
kejadian hipermetabolisme pada kondisi sakit atau dirawat di rumah sakit (RS).

63
Nutrisi yang dibutuhkan dan penting adalah asam amino (protein), lemak, energy
sel (karbohidrat), vitamin (C, A, B kompleks, D, K, E), zink, trace element (besi,
magnesium), dan air.
a. Asam amino penting untuk revaskularisasi, proliferasi fibroblast, sintesis kolagen,
dan pembentukan limpa. Asam amino esensial dan non esensial dapatt ditemukan
pada daging, ikan dan putih telur
b. Karbohidrat sangat berperan untuk energy selular dari leukosit, fibroblast,
sintesis DNA-RNA, saraf, eritrosit, pengaturan gula darah, dan penempatan
nutrisi, karbohidrat banyak ditemukan pada sereal, gula, tepung, daging, dan
kentang
c. Lemak dapat berfungsi sebagai energy selular, proliferasi, fagositosis, produksi
prostaglandin yang mempengaruhi metabolisme dan sirkulasi serta fungsi
inflamasi..lemak dapat ditemukan pada gandum, minyak, kasang-kacangan dan
penempatan nutrisi
d. Vitamin C sangat berperan dalam produksi fibrosa, angiogenesis, dan respons
imun. Vitamin C banyak ditemukan pada kiwi, black currant, stroberi, dan jeruk
e. Vitamin B kompleks berperaan dalam metabolisme selular, mendukung
epitelisasi, penyimpanan kolagen Dan kontraksi sel. Vitamin ini dapat ditemukan
pada sereal, hati, vegenite™
f. Asam folat membantu metabolisme protein dan pertumbuhan sel, biasanya dapat
ditemukan pada susu dan ikan salmon
g. Vitamin A mendukung epitelisasi dan sitesis kolagen dan berfungsi sebagai
antioksida. Vitamin A dapat ditemukan pada cod liver oil, jeruk, dan sayuran hijau
h. Vitamin D membantu metabolisme kalsium, didapat dari salmon, sarden, dan saat
terpapar matahari
i. Vitamin K membantu sintesis protombin dan factor pembekuan darah, didapat
dari bayam dan kacang keelai
j. Vitamin E sebagai antioksida didapat dari minyak sayur, minyak kacang, dan
minyak zaitun
k. Major trace element seperti kalsium dan fosfor dibutuhkan untuk pembentukan
tulang.Kalsium didapat pada salmon dan sarden.Fosfor didapat dari keju, ayam,
dan tuna.Besi yang penting untuk sintesis kolagen, haemoglobin, dan oksigenasi
jaringan didapat dari daging, bayam, roti, dan hati.Magnesium untuk sintesis
kolagen dan saraf didapat dari sayuran hijau, kacang-kacangan, dan seafood.

64
l. Minor trace treatment berupa zink, copper, selenium, manganese, dan asam
folat.Zink untuk sintesis protein dan fungsi enzim, pembelahan mitosis sel,
proliferasi fibroblast, sistem imun dan menghambat peningkatan kuman, didapat
dari seafood, jamur, dan labu. Copper untuk ikatan kolagen didapat dari kacang,
organ dalam, daging, dan sereal. Selenium sebagai antioksida dan fungsi
magrofag, didapat dari sereal dan udang.Maangenesium yang mendukung
aktivitas enzim didapat dari the pekat.

Daftar contoh makanan yang mendukung penyembuhan luka

Jenis Kebutuhan Sumber Kegunaan


Protein 1,0-1,5 Ikan patin, ikan Fahositosis, proliferasi,
g/kg lele, putih telur, fibroblast, pembentukan kolagen
BB/24jam danging, keju dan remodelling, respons imun,
perkursor nitric oxide
Lemak 1-2% kcal Kacang, minyak, Membentuk dan stabilisasi
susu, ikan yang dinding sel baru, inflamasi,
berminyak cadangan energy
Karbohidrat 35-40 Beras merah, Suplai energy limfosit,
kcal/kg beras kupas satu makrofag, dan fibroblast:
BB/24jam kali, gandum, pemisahan protein, produksi
kentang, ubi, laktat, angiogenesis
singkong, roti
Vitamin A 750µg Wortel, bayam, Epitalisasi, penutupan luka
brokoli, melon (memberi kekuatan), respons
inflamasi, angiogenesis,
pembentukan kolagen
Vitamin B 3 mg Danging (hati), Kofaktor sistem enzim, respons
susu, ikan imun, sintesa protein, lemak dan
karbohidrat
Vitamin C 100-1.000 Sayuran, buah- Sintesis kolagen, keutuhan
mg buahan dinding pembuluh darah,
fibroblast fungsi imun,
antioksida, migrasi makrofag

65
Vitamin E Minyak, sayur, Antioksida
telur, sereal
Copper Hati, roti, daging Ikatan kolagen eritropoiesis
Besi 20-30 mg Daging, telur Pembentukan kolagen, fungsi
leukosit, transfor oksigen
Zink 15-30 mg Danging, keju Pembentukan kolagen, sintesis
protein, stabilitas memberan sel,
pertahanan tubuh host

c. Pengkajian nutrisi
Pengkajian nutrisi merupakan hal dasar dalam menentukan penatalaksanaan
nutrisi untuk mendukung penyembuhan luka.Joint Commission for Accreditation
of Healthcare Organization (JCAHO) (2003) merekomendasikan bahwa
pengkajian nutrisi dilakukan 24 jam setelah pasien masuk RS. Untuk rawat jalan,
sebaiknya pengkajiaan nutrisi dilakukan pada saat kunjungan pertama hingga
kunjungan kedua perawatan luka.
Dalam pengkajian status nutrisi, banyak instrument yang dapat digunakan dan
telah direkomendasikan, yaitu Nutritional Screening Initiative (NSI) yang
biasanya digunakan untuk pasien geriatric (lanjut usia/lansia) menurut DeGroot
pada tahun 1998. Mini Nutritional Assesment (MNA) juga merupajan instrument
yang digunakan untuk mengkaji status nutrisi pada lansia (Ruiz-lopez et al.,2003).
Instrument ini terdiri atas 18 hal, termasuk pengkajian antropometri.Subjective
Global Assesment (SGA) dapat digunakan dalam strategi pengkajian luka, dan di
akhir pengkajian, dapat ditentukan status nutrisi pasien apakah tidak ada
malnutrisi, kemungkinan atau malnutrisis ringan, atau malnutrisi signifikan
(Hoffer, 2001).
Dalam pengkajian dan menganalisis status nutrisi pasien dengan luka,
beberapa hal penting terkait riwayat pasien yang harus dikaji dan diperhatikan
oleh petugas kesehatan sebagai berikut:
1) Berat badan (BB) saat ini dan dibandingkan dengan BB sebelum sakit
2) Nafsu makan sebelum sakit dan dibandinfkan dengan nafsu makan saat ini
3) Keterlibatan atau pengaruh keluarga dalam memotivasi pasein untuk makan

66
4) Keadaan mulut, gigi, dan tenggorokan pasien apakah berjamur atau kotor
sehingga tidak enak makan
5) Pemhaman pasein dan keluarga tentang pentingnya protein dan nutrisi dalam
penyembuhan luka
6) Pemahaman tentang makanan apa saja yang dapat dikomsumsi oleh pasien
selama sakit
7) Evaluasi mitos tentang makanan yang berkembang dalam keluarga dan
lingkungan keluarga yang lebih besar
8) Evaluasi kemauan pasien, apakah sudah cukup difasilitasi
9) Evaluasi menu yang telah dibuatkan dan variasi makanan dalam satu minggu
10) Evaluasi cara makan dan menyediakan makanan serta lingkungan saat pasien
makan
11) Keadaan mual, muntah, diare dll
12) Riwayat gangguan pada lambung
13) Terapi yang sedang dijalani saat ini, apakah ada pengaruh pada pencernaan
pasien(ingesti, digesti, absobsi, atau metabolismenya)
d. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dapat diawali saat pasien datang dengan melakukan
observasi. Kulit yang dermatitis dapat menunjukkan bahwa pasien kekurangan
protein, kalori, zink, dan vitamin A. kulit pasien yang petekia (bitik merah)
menunjukkan kekurangan vitamin C. kelemahan otot dan penurunan BB menandakan
kekurangan protein dan kalori. Mulut yang glositis menunjukkan kekurangan
fiboflavin dan niasin, sedangkan mulut yang mudah berdarah menunjukkan
kekurangan vitamin A, C dan K. Mulut yang berjamur dan kotor menunjukkan bahwa
pasienkurang menjaga kebersihan mulut karena kondisi sakit sehingga tidak nyaman
saat makan.
Pengukuran antropometri dilakukan untuk menunjang diagnosis
malnutrisi.Saat melakukanpengukuran. Hal yang harus dikaji adalah berat badab
(BB), tinggi bdan (TB), body mass index (BMI), massa otot, tulang dan kulit
(pengukuran lingkar lengan tengah atas/mid arm circumference,MAMC), lipatan kulit
(mengukur simpanan lemak), dan lingkar kepala (pada bayi).
Pemeriksaan laboratorium juga dilakukan dalam menunjang diagnosis
malnutrisi, yaitu dengan mengukur kadar protein plasma. Selain status
malnutrisi,dehidrasi merupakan kondisi yang menyertai pasien malnutrisi sehingga

67
penting juga dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkaji pemenuhan
kebutuhan hidrasi pasien.
e. Masalah umum pada pasien luka
Pada umunya pasien dengan luka mengalami beberapa masalah yang dihadapi,
baik pada diri sediri, keluarga, maupun lingkungan besar pasien tersebut. Mitos dalam
keluarga juga menjadi factor penghambat dalam edukasi nutrisi. Berikut ini adalah
contoh kasus yang didapat dicermati dan cara menyikapinya.
1) Motivasi pasien untuk makan menurun
Solusi yang didapatkan adalah sebagai berikut
a) Kaji penyebab penurunan nafsu makan
b) Coba variasi menu makanan dengan membuat daftar menu dalam satu minggu
c) Tentukan diet yang telah diatur terkait penyakit penyerta pasien (mis. Diabetes
mellitus, jantung, ginjal dll)
d) Libatkan pasien saat peentuan menu, utamakan makanan yang disukai pasien
terlebih dahulu. Menu nasi dapat diganti dengan menu pengganti seperti roti,
singkong, ubi, dan kentang. Penyajian yang bervariasi seprti bubur, lontong dan
nasi tim
e) Evalusi menu apakah ada menu yang lain yang diingikan pasien
2) Pengaruh mitos dalam penentuan makanan
Solusi yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a) kaji mitos tentang makanan apa saja yang berkembang dalam keluarga,
misalnya tidak boleh makan ikan dan telur karena nanti gatal: tidak boleh makan
nasi untuk pasien kencing manis; makan jamu-jamuan supaya luka cepat kering,
dll
b) kaji apakah ada riwayat alergi saat mengkomsumsi makanan tersebut sehingga
harus dihindari
c) edukasi pasien dan terutama keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan anjurkan
dietnya. Pasien dengan luka membutuhkan protein yang lebih banyak, sumber
protein terutama berasal dari telur dan ikan. Jika memang tidak ada alergi
terhadap jenis makanan tersebut, tidak perlu dihindari
d) berikan lembar informasi tentang pengaturan makanan.
e) evaluasi pemahaman pasien dan keluarga
3) Kualitas kebersihan mulut dan gigi
Solusi yang dapat dilakukan adalah sebgai berikut:

68
a) saat pasien tidak nafsu makan, kaji kondisi mulut dan giginya. Biasanya
pasien tidak nafsu makan karena sakit dan jarang mandi, pasien tidak
dimotivasi atau tidak termotivasi oleh keluarga untuk tetap menyikat gigi
sehingga gigi kotor dan mulut berjamur atau kering
b) anjurkan pasien untuk rajin menyikat gigi walaupun tidak mandi
c) jika sulit menyikat gigi, ajarkan pasien tentang oral hygiene dengan
menggunakan kasa dan iodin cair. Berikan contoh terlebih dahulu pada
keluarga tentang cara melakukan oral hygiene
d) jika sudah sangat berjamur, anjurkan (kolaborasi) terapi jamur pada mulut
(obat kumur), misalnya obat kumur yang mengandung nistatin (antijamur)
e) banyak juga kasus gigi lepas, gusi sakit dan mudah berdarah karena
hiperglikemia. Sarankan pasien untuk menggunakan sikat gigi bayi (khusus
gusi) dan menggunakan pasta gigi khusus kesehatan gusi
f) evaluasi kembali kebersihan mulut pasien pada kunjungan berikutnya
4) Pengetahuan keluarga tentang pengaturan makanan
Solusi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
a) evaluasi pengetahuan pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi dan
pengaturannya untuk penyembuhan luka pasien
b) edukasi pasien dan keluarga tentang makanann yang dapat membantu
penyembuhan luka pasien
c) anjurkan untuk konsultasi ke ahli gizi (surat rujukan) sehingga lebih banyak
infornmasi yang dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan luka
d) berikan lembar informasi yang dapat dibawa pulang pasien dan keluarga
sehingga dapat dipelajari dan didiskusikan dengan anggotan keluarga lainnya
e) evaluasi pengetahuan pasien dan keluarga pada kunjungan berikutnya
2.1 Kontaminasi Bakteri Pada Luka

Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang,
dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen,
menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada
akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat
pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian.

69
Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya
dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas,
mencakup bakteri, parasit,fungi, virus, prion, dan viroid.
Beberapa jenis mikroorganisme (terutama bakteri) dapat berkembang biak, menyerang
hingga merusak jaringan sehingga menyebabkan ‘delayed healing’ yang akan kadang-kadang
dapat pula menyebabkan penyakit sistemik.
Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :


1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak
ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan urogenital. Kondisi luka tertutup dan tidak adaa drainase. Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), adalah luka operasi dimana
berhubungan dengan saluran pernafasan, pencernaan, genital atau bagian yang mengenai
saluran kemih yang dibawah kondisi terkendali dan tanpa pencemaran. Secara khusus, dan
termasuk dalam kategori ini operasi yang melibatkan saluran biliary, apendik, vagina, dan
oropharynx. Biasanya memerlukan antibiotik sebagai
propilaksis.KemungkinanKemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi),adalah operasi dengan kerusakan utama
dalam tehnik steril atau tercemar dari saluran gastrointestinal, saluran perkemihan atau
saluran biliary. Kemudian dalam luka pembedahan ditemukan peradangaan nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme
pada luka.Luka dengan terdapat pus, perforasi visera, luka yang mengalami traumatik dan
sudah lama atau terinfeksi dari sumber lain.

70
2.2 Wound Bioburde (bioburden pada luka)

Hampir semua jenis luka akan dihuni oleh bakteri atau mikroorganisme pada
pemukaan luka tetapi tidak semua menyebabkan terjadinya proses infeksi,adanya sejumlah
bakteri pada luka dapat menganggu proses penyembuhan luka sebagai dampak adanya
persaingan suplai oksigen dan nutrisi pada dasar luka disamping itu dapat memicu proses
implamasi akibat dari peningkatan metabolisme jaringan .

Luka kronis pada dasarnya adalah luka yang sangat rentan mengalami infeksi. Semua
luka kronis merupakan luka terkontaminasi kuman, namun tidak semua luka kontaminasi
menjadi infeksi. Adanya sejumlah kuman atau bakteri pada luka disebut bioburden pada luka.
Semakin banyak kuman pada luka, luka akan mengalami infeksi. Luka yang terinfeksi
merupakan satu masalah besar dan kondisi ini memperumit penatalaksanaan perawatan luka.
Infeksi dapat memperberat keadaan luka, mengurangi kekuatan jaringan yang tumbah
(granulasi), dan merangsang proses inflamasi yang tidak diinginkan.

Wound burden pada luka yaitu adanya kuman di luka meningkatkan beban (burden)
pada luka sehingga menghambat penyembuhan luka. Pada tahun 2001 Bonham mengatakan
bahwa ostemielitis menjadi akibat lanjut luka yang terinfeksi, kemudian pasien berisiko
mengalami bakteremia, sepsis, Multi-organ Dysfunction System (MODS). Luka akut dan luka
kronis berisiko mengalami infeksi. Kasus luka akut yang paling banyak terkena infeksi
adalah luka operasi. Walaupun luka operasi merupakan luka steril, masih banyak pasien yang
mengalami infeksi luka operasi. Menurut Barie (2002), di Amerika Serikat setiap tahun ada
2,8% luka operasi mengalami infeksi.

Peningkatan jumlah kuman pada luka menyebabkan peningkatan kebutuhan


metabolik jaringan dan lngkungan yang mengarah ke proses inflamasi sehingga
penyembuhan luka berikutnya terhambat. Infeksi merupakan satu proses yang tahapannya
dimulai dari pertumbuhan kuman dan reaksi tubuh terhadap kuman tersebut. Tahapan ini
dimulai dari kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi kritis, dan infeksi. Medscape menjelaskan
tentang pengaruh pertumbuhan kuman atau bakteri pada luka.

Efek biobarden terhadap penyembuhan luka;

1.koloni mikroorganisme menjadi kompetitor dengan sel tubuh terhadap komsumsi oksigen
dan nutrisi

71
2.pelapasan enzim protease menyebabkan kerusakan matrix extraseluler

3.kegagalan fungsi dari leokosit akibat dari pelepasan asam lemak rantai pendek yang
terproduksi dari aktivitas bakteri anaerob.

4.Endotoksin dan bakteri memicu peningkatan produksi interleukin seperti TNF (tumor
nekrosing tumor) dan MMPs (matrix metalloproteinases).

5.Terjadi ketidak seimbangan anatara MMPs dan TIMPs (tissue inhibitoris


metalloproteinases)

6.Kegagalan kerja dari fibroblast yang menyebabkan terjadinya penurunan dari produksi
kolagen yang menurunkan kontraksi jaringan sehingga menyebabkan kegagalan dalam proses
penyembuhan luka

7.Rangkaian kejadian diatas menyebabkan proses infeksi berlanjut yang menyebabkan nyeri
bertambah,ketidaknyamanan ,dan ancaman hidup yang menyebabkan pasien harus rawat
rumah sakit.

Untuk memahami tentang luka yang mengalami infeksi,perlu adanya pemahaman


tentang :

A. Luka terkontaminasi;

Ditandai dengan adanya mikroorganisme yang tidak berproliferasi pada permukaan


luka ,dan tidak ada tanda-tanda kerusakan atau reaksi imun dari penderita luka seperti
kemerahan,edema,nyeri,panas atau eksudat purulen

Adanya bakteri pada luka tetapi masih dapat dikontrol oleh sistem pertahan tubuh
sehingga tidak menimbulkan masalah klinis pada luka.

B. luka kolonisasi;

Ditandai dengan adanya mikroorganisme yang berproliferasi ,namun tidak ada


kerusakan atau perubahan pada luka .kolonasi tidak akan mengganggu penyembuhan luka.

Bakteri yang ada mulai memperbanyak diri dan melapisi permukaan luka biasanya
dalam bentuk biofilm yang menyerupai lapisan lendir yang tebal ataupun tipis seperti
gel.penampilan warna luka merah tapi tidak segar /pucat,tidak ada tanda-tanda inflamasi
lokal (belum menimbulkan masalah klinis) biofilm adalah penyebab paling besar terjadinya

72
kegagalan dalam proses penyembuhan luka.pada pemeriksaan mikrobiologi,secara
mikroskopis ditemukan 60% dari luka kronik terdiri atas biofilm dan luka akut hanya 6%
(wound international 2013),hampir semua luka kronik terdiri atas lapisan biofilm.biofilm
terdiri atas jumlah bakteri dan jamur,bakteri yang paling sering ditemukan adalah
Staphylococcus,Streptococcus,Pseudomonas,Escherichia coli dan jenis bakteri lainnya

C. Luka Kolonisasi kritis (critical colonization);

Ditandai dengan adanya mikroorganisme yang tingkat multiplikasinya dapat


mengganggu penyembuhan luka ,namun tidak ada kerusakan jaringan dan tidak ada tanda-
tanda inflamasi jaringan seperti nyeri,panas,edema, dan kemerahan.

D. LukaInfeksi;

Ditandai dengan adanya multiplikasi mikroorganisme pada jaringan yang sehat(pada


jaringan di bawah permukaan luka). Infeksi ditandai dengan adanya kerusakan jaringan yang
dapat dilihat secara visual. Infeksi dapat bersifat lokal(termasuk didalamnya selulitis), atau
sistemik (sepsis).

Infeksi luka akan menghambat penyembuhan luka karena akan memperpanjang masa
inflamasi, memperlambat sintesis kolagen, memperlambat epitelialisasi dan menyebabkan
kerusakan jaringan.

Tanda-tanda primer dari infeksi adalah:

1. Peningkatan eksudat
2. Nyeri
3. Adanya kemerahan (eritema) yang baru atau peningkatan kemerahan pada luka
4. Peningkatan temperatur pada daerah sekitar luka
5. Bau(luka atau eksudatnya)

Tanda-tanda sekunder dari infeksi adalah :

1. Luka yang sulit menyembuh


2. Jaringan granulasi yang tidak sehat (jaringan granulasi yang pucat)
3. Peningkatan slaf
4. Peningkatan ukuran luka
5. Adanya jaringan baru yang rusak

73
6. Adanya kantong luka(undermining) atau adanya jembatan antar luka(tunneling)

Bila ada infeksi terjadi,perlu adanya swab luka , kemudian diberikan antibiotik sesuai
indikasi. Untuk mendapatkan swab untuk kultur bakteri, luka sebaiknya dibersihkan dengan
larutan normal salin, kemudian swab dilakukan pada jaringan yang sehat yang menunjukkan
tanda infeksi. Jangan melakukan swab pada slaf,pus,atau jaringan sekitar.

Pada awalnya antibiotik banyak digunakan untuk merawat luka dengan jumlah bakteri
yang tinggi,namun karena adanya peningkatan resistensi terhadap luka , maka antibiotik tidak
digunakan secara rutin pada perawatan luka. Cara yang bisa dilakukan adalah:

1. Meningkatkan daya tahan dari penderita luka


2. Debridemen
3. Membersihkan luka
4. Memberikan balutan luka anti mikroba, contohnya adalah balutan nanokristal dan
balutan cadexomer-iodine.

Manajemen Pencegahan Infeksi Pada luka Pembedahan :

Adanya infeksi pada luka setelah pembedahan adalah merupakan masalah yang serius
bagi pasien.Masalah serius ini terutama adanya komplikasi padaluka tersebut baik komplikasi
lokal maupun sistemik.Komplikasi lokal diantaranya meliputi kerusakan jaringan , Septik
troboplebitis, nyeri yang tidak sembuh-sembuh, dan scar.Komplikasi sistemik dapat meliputi
bakteremia,infeksi metastatik, syok, dan bahkan kematian.Beratdan ringannya dari pada luka
yang terinfeksiakan tergantung pada bagian lokasi dan kondisi infeksi yang dialami.Apabila
pencegahan infeksi ini tidak diperhatikan tentunya akan berdampak pada kerugian yang akan
dialami pasien salah satunya menyebabkan tingginya biaya rumah sakit.

Beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi :

a.Kulit pasien

Alex, A. Erasmo menyatakan bahwa pasien yang mandi dengan Hexachlorophene


menunjukkan tingkat infeksi yang rendah.Pada kulit yang normal pada seseorang terdapat
mikroorganisme yang tidak patogen.Namun sewaktu-waktu akan menjadi patogen.

b.Mencukur

74
Tindakan mencukur seringkali dilakukan pada pasien yang akan dilakukan operasi.Seropian
dan Reynold dalam studinya menyatakan bahwa dengan tindakan mencukur padaa operasi
luka bersih,tingkatan infeksi luka menurun.

c.Persiapan kulit sebelum operasi

Penghapusan/mendisenfeksi kulit pada area yang akan dilakukan tindakan operasi merupakan
keharusan yang bertujuan untuk menghilangkan ataau mengurangi mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi. Menurut Dineen waktu melakukan penghapusan atau
mendisenfeksi area kulit tidak ada hubungan perbedaan waktu antara 5 sampai 10 menit
melakukan disenfeksi dengan menggunakan hexachlorophene atau providone iodine. Namun
perlu dipertimbangkan jika waktu mendesinfeksi waktunya singkat atau satu menit haruslah
adekuat.

d. Pemakaian sarung tangan

Sangat diharuskan menggunakan sarung tangan bagi ahli bedah dalam melakukan tindakan
operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi nasokomial.

e. Lamanya operasi

Tingkat terjadinya infeksi juga akan di pengaruhi oleh lamanya waktu operasi.

f. Usia pasien

Alex. A. Erasmo menyatakan bahwa luka infeksi akan lebih berkembang pada pasien dengan
usia lebih dari 66 tahun dari pada 1 sampai 14 tahun. Hal ini kemungkinan salah satunya
disebakan oleh adanya penurunan imunitas.

g. Lamanya dirawat sebelum operasi

Lamanya pasien yang dirawaat akan mempengaruhi pula tingkat terjadinya infeksi pada luka.
Alex. A. Erasmo menyatakan ada perbedaan tingkat infeksi darilamanya pasien dirawat.
Diantaranya pada satu hari dirawat sebelum operasi tingkat infeksi 1.2 %dan satu minggu
dirawat sebelum operasi tingkat infeksi 3.4%.

h. Alat-alat yang diperlukan dalam pembedahan

75
i. Selang drain

Penggunaan selang drain juga akan mempengaruhi terjadinya infeksi. Drain yang terbuka
akan berhubungan dengan udaraluar sehingga akan memudahkan mikroorganisme masuk ke
dalam luka.

2.3 Mekanisme Pertahanan Mikroorganisme

Tubuh memiliki pertahanan normal terhadap infeksi. Flora normal tubuh yang tinggal
di dalam dan luar tubuh melindungi seseorang dari beberapa patogen. Setiap sistem organ
memiliki mekanisme pertahanan terhadap agen infeksius. Flora normal, sistem pertahanan
tubuh dan inflamasi adalah pertahanan nonspesifik yang melindungi terhadap
mikroorganisme. Flora normal Secara normal tubuh memiliki mikroorganisme yang ada pada
lapisan permukaan dan di dalam kulit, saliva, mukosa oral dan saluran gastrointestinal.
Manusia secara normal mengekskresi setiap hari trilyunan mikroba melalui usus. Flora
normal biasanya tidak menyebabkan sakit tetapi justru turut berperan dalam memelihara
kesehatan. Flora ini bersaing dengan mikroorganisme penyebab penyakit unuk mendapatkan
makanan. Flora normal juga mengekskresi substansi antibakteri dalam dinding usus. Flora
normal kulit menggunakan tindakan protektif dengan meghambat multiplikasi organisme
yang menempel di kulit. Flora normal dalam jumlah banyak mempertahankan keseimbangan
yang sensitif dengan mikroorganisme lain untuk mencegah infeksi. Setiap faktor yang
mengganggu keseimbangan ini mengakibatkan individu semakin berisiko mendapat penyakit
infeksi. Pertahanan sistem tubuhSejumlah sistem organ tubuh memiliki pertahanan unik
terhadap mikroorganisme. Kulit, saluran pernafasan dan saluran gastrointestinal sangat
mudah dimasuki oleh mikroorganisme. Organisme patogen dengan mudah menempel pada
permukaan kulit, diinhalasi melalui pernafasan atau dicerna melalui makanan. Setiap sistem
organ memiliki mekanisme pertahanan yang secara fisiologis disesuaikan dengan struktur dan
fungsinya.

Penyebaran infeksi :

1.Sumber-sumber infeksi

Sumber infeksi dapat bersifat endogen, yaitu berasal dari pasien itu sendiri, atau
eksogen, yaitu berasal dari kasus infeksi atau karier.

76
Banyak patogen potensial yang bersifat komensal, hidup di dalam usus atau saluran
pernapasan atas.Flora usus dengan mudah dapat mengkontaminasi luka didekatnya,
seperti dekubitus daerah sakrum atau ulkus tungkai, khususnya pada pasien konfusi yang
menderita inkontinensia fekal.Komensal kulit dapat masuk melalui luka pada
kulit.Dengan demikian, pasien dapat menginfeksi diri mereka sendiri.

Kemungkinan lain, sumber dari suatu infeksi dapat pula berasal dari pasien lain.
Pasien yang telah pulih kembali dari infeksi masih dapat menjadi karier
konvalesen.Meskipun demikian, karier yang paling berbahaya adalah pasien yang tidak
pernah memperlihatkan tanda dan gejala penyakit dan oleh karenanya mereka tidak
pernah teridentifikasi sebagai karier.

2.Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan infeksi luka:

Mikroorganisme Sumber-sumber Perhatian


potensial

Staphylococcus aureus Berada dalam hidung 20- Penyebab terumum dari infeksi luka
30% populasi normal yang didapatkan di rumah sakit
Terdapat dalam 5%
Streptokokus Dapat menyebabkan kegagalan graft
populasi dan di dalam
hemolitikus- tenggorok seseorang kulit dan sepsis puerperal pada unit
(Lancefied group A) yang menderita tonsilitis. kebidanan
Escherichia coli Flora usus normal pada
Dapat menyebabkan infeksi setelah
Proteus spp. individu yang sehat
pengeluaran isi usus pada saat
pembedahan

Dapat menyebabkan infeksi pada


Klebsiella spp. Di dalam usus dan juga
traktus genito-urinarius dan
hidup bebas pada
Pseudomonas spp. lingkungan yang lembab respiratorius

Clostridium welchii Dalam usus dan dalam Dapat menyebabkan gas gangren
tanah
pada luka trauma yang kotor dan
dalam atau dimana terdapat
pemasangan prostesis, khususnya di

77
tempat di mana pasokan darahnya
buruk

Dapat menyebabkan tetanus pada

Clostridium tetani Tanah luka traumatik

Dapat menyebabkan peritonitis

Bakteroides spp. Usus dan abses

Hewan juga dapat menjadi sumber infeksi. Sebagai contoh, antraks dan bruselosis
dapat menjangkiti manusia dari lemak sapi yang terinfeksi, dan gejala awalnya
bergantung pada cara bagaimana organisme tersebut masuk ke dalam hospes.

3.Penularan:

Media penularan yang paling banyak dari sebuah sumber infeksi ke hospes yang
rentan adalah tangan perawat, diikuti oleh benda mati yang terkontaminasi, misalnya
instrumen dan pakaian.Partikel debu yang mengandung organisme dan kulit yang
mengelupas, serta droplet ekshalasi dari pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas,
bertebaran di udara dan dapat terhirup oleh pasien lain, atau dapat juga mendarat sampai
di permukaan luka yang terbuka.Organisme patogen dapat di tularkan melalui makanan
yang terkontaminasi atau melalui air yang terkontaminasi, atau serangga.

4.Cara masuk ke dalam hospes yang rentan dan respons imun:

Agar suatu agens infeksius dapat menginfeksi, agens tersebut harus dapat masuk ke
dalam hospes yang rentan, menginvasi atau menetralkan pertahanan imunologis tubuh,
dan selanjutnya mengadakan multiplikasi.

Organisme patogen dapat masuk ke tubuh melalui orifisium alamiah, terutama pada
saat menerobos masuk bersama prosedur “terapeutik,” seperti kateterisasi, atau
menembus mekanisme pertahanan tubuh yang non-spesifik, seperti pada kulit dan
membran mukosa yang utuh.

Dalam hal ini, luka bedah merupakan suatu kasus khusus, karena terjadi penembusan
pertahanan tubuh yang disengaja.Faktor yang mempengaruhi apakah terjadi infeksi klinis
atau tidak dalam luka yang dibuat secara pembedahan, diringkas pada Gambar 9.4.Lebih

78
jauh lagi, faktor-faktor yang paling penting adalah tingkat kontaminasi luka pada saat
dilakukan pembedahan, serta menggunakan antibiotik profilaksis atau tidak.Pada luka
kotor, angka infeksi mungkin menjadi 25 kali lebih tinggi daripada luka bersih.Beberapa
infeksi luka bedah sangat sulit untuk dihindari, khususnya bila ahli bedahnya secara tidak
sengaja menemukan pus atau visera yang mengalami perforasi.Pembicaraan lebih lanjut
mengenai epidemiologi dari infeksi luka bedah dan juga implikasinya bagi perawatan
pasien, baik pra- maupun pascaoperasi disajikan dalam.

Jika organisme patogen berhasil menembus pertahanan primer tubuh dengan cara apa
saja, maka hal tersebut dapat memicu respons spesifik dan didapat. Komponen dari sistem
respons imun pesifik, yaitu limfosit B dan T, bekerja sama erat dengan polimorfi dan
makrofag dari sistem imun non-spesifik untuk menetralkan organisme yang
menyerangnya serta mengeliminasi organisme tersebut. Respons imun spesifik berbeda
dari imunitas non-spesifik dalam dua karakteristik yang mendasar yaitu spesifitas dan
memori.Spesifitas mengacu pada kenyataan bahwa sistem imun spesifik tersebut hanya
efektif melawan patogen atau bahan-bahan yang pernah dijumpai sebelumnya.Untuk
memperkuat respons agar menjadi efektif membutuhkan waktu beberapa hari dari awal
kontaknya dengan patogen tersebut.Memori dari pertemuan sebelumnya memungkinkan
mekanisme pertahanan spesifik untuk bekerja jauh lebih cepat pada kesempatan kedua
dan berikutnya. Efisiensi sistem ini, dan daya tahan hospes terhadap infeksi, menurun
dengan bertambahnya usia, serta pada orang-orang dengan gangguan imun atau adanya
infeksi kronis, khususnya jika pasien tersebut juga mengalami malnutrisi.

Efek merusak diri mikroorganisme disebabkan oleh destruksi jaringan langsung oleh
organisme tersebut, respons tubuh terhadap organisme, ataupun efek dari toksin yang
dilepaskan oleh mikroorganisme tersebut.Eksotoksin disekresi oleh organisme ke dalam
hospes sehingga menyebabkan kondisi seperti gas gangren, tetanus, dan botulisme.
Endotoksin, yang dilepaskan akibat kematian organisme patogen, dapat mempunyai efek
yang sama dramatisnya, dan dalam kasus ekstrem dapat menyebabkan syok septikernia,
yang terbukti fatal jika tidak dikenali dan diobati secara cepat. Syok septikemia ditandai
dengan vasodilatasi perifer dan penurunan tekanan darah yang tajam.

5.Teknik pembalutan aseptik :

Tujuan dari setiap teknik aseptik adalah untuk mencegah perpindahan organisme
patogen ke hospes yang rentan, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung. Pada

79
luka terbuka, di mana barier epidermalnya yang sangat efektif menghalangi masuknya
mikroorganisme telah hilang, kadar kontaminan yang sangat kecil sekalipun sudah dapat
menyebabkan berkembangnya infeksi klinis, terutama bila organismenya sangat virulen dan
pejamunya memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap infeksi, akibat defisiensi sistem
imun.

Meskipun penanggungjawab di bidang kesehatan merekomendasikan prosedur


pembalutan luka yang sedikit berbeda, namun pada dasarnya prinsip prosedur tersebut sama,
yaitu mencegah masuknya organisme melalui kontak antara luka dengan tangan perawat
benda, seperti forsep, larutan pembersih, atau lingkungan fisik saat itu. Kepatuhan terhadap
adat kebiasaan pembalutan luka, yang menjadi bagian dari tradisi yang diwariskan kepada
siswa perawat yang baru, dapat menyebabkan adanya pengkajian yang keliru keamanan
pasien dari infeksi.

Sejumlah teknik pengapusan (swab) yang berbeda dipraktikkan di daerah yang


berbeda baik di Inggris maupun Amerika Serikat. Perawat, mungkin bersikeras bahwa
metode merekalah yang terbaik, ternyata dari tiga metode yang ia uji untuk membersihkan
keluaran dari luka bedah, tidak ada teknik yang secara bermakna lebih baik daripada yang
lain dan semua teknik tersebut hanya menyebabkan redistribusi mikroorganisme. Lebih lanjut
lagi, kepatuhan yang erat terhadap praktik ritualistik dapat menghalangi perawat
menggunakan akal sehatnya untuk menemukan cara terbaik dalam melakukan pembalutan di
tempat yang sulit, dengan tetap menerapkan prinsip asepsis. Memang sangat sulit memegang
beberapa balutan modem dengan forseps, olch karena itu harus dicari metode alternatif yang
praktis, dan harus tetap memelihara, prinsip bahwa hanya bahan yang tidak terkontaminasi
yang dapat kontak langsung dengan permukaan luka terbuka. Pendekatan praktis untuk
pernbersihan luka pada tipe luka yang berbeda, telah dibicarakan dalam Bab 4.

Apron plastik sekali pakai dapat melindungi pasien dari organisme yang
mengkontaminasi seragam perawat, tetapi masker kertas tidak efektif dipakai untuk
mencegah hinggapnya organisme dari traktus spiratorius bagian atas perawat di permukaan
luka.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi fisiko infeksi adalah membuka luka dalam
waktu sesingkat mungkin. Luka yang bersih harus dibalut sebelum membalut luka yang
terkontaminasi.Pembuangan bekas balutan yang kotor harus benar-benar diperhatikan, dan
kedua tangan harus dicuci secara efektif di awal dan di akhir setiap tindakan.

Beberapa jenis mikroorganisme (terutama bakteri) dapat berkembang biak, menyerang


hingga merusak jaringan sehingga menyebabkan ‘delayed healing’ yang akan kadang-kadang
dapat pula menyebabkan penyakit sistemik. Kemampuan bakteri untuk menghasilkan efek
yang merusak dipengaruhi oleh:
 Kemampuan system imunitas pasien untuk menyerang bakteri (host resistence).
 Jumlah bakteri pada luka, semakin banyak bakteri akan semakin beresiko.

80
 Jenis bakteri pada luka. Beberapa bakteri memiliki kemampuan besar (virulensi)
dibanding jenis lain dan dapat menyebabkan penyakit walaupun masih dalam jumlah
yang sedikit.
Prinsip-prinsip pencegahan infeksi luka didasarkan pada pemutusan rantai kejadian
yang menyebabkan organisme berpindah dari sebuah sumber ke dalam hospes yang rentan
serta mengadakan multiplikasi di sana. Rantai tersebut dapat diputuskan di beberapa tempat,
misalnya dengan :

1. Mengisolasi sumber infeksi potensial, dengan barier keperawatan


2. Membersihkan dan melakukan desinfeksi secara efektif terhadap lingkungan fisik
3. Perawat dan pemberi asuhan lainnya melakukan cuci tangan yang efektif
4. Teknik pembalutan luka yang aseptic
5. Melindungi pasien yang rentan, yang mungkin memerlukan hal yang berlawanan
dengan barier keperawatan
2.4 Diagnosa Infeksi
Diagnosa luka infeksi dibuat berdasarkan pertimbangan klinis. Pengkajian hingga
evaluasi harus terus dilakukan secara continue.
Evaluasi terhadap tanda dan gejala luka infeksi meliputi keadaan umum pasien, jaringan
sekitar luka, dan luka itu sendiri. Pengkajian rutin dalam perawatan luka akan membantu
mendeteksi adanya tanda dini luka infeksi.
 Pengkajian :

Dalam pengkajian perawat berperan dalam pencegahan infeksi. Hal yang penting yang
perlu diidentifikasi dalam mencegah infeksi adalah pencegahan meliputi sebelum dilakukan
tindakan operasi dan sesudahnya.Pengkajian sebelum tindakan pembedahan mencakup;
mengkaji sumber-sumber yang dapat menyebabkan infeksi; Sumber-sumber infeksi dapat
dilihat pada bahasan faktor-faktor yang dapat menyebabkan infeksi dotambah dengan
pengkajian status fisiologis. Identifikasi risiko infeksi setelah pembedahan,warna insisi dan
jahitan, drain, tanda-tanda infeksi, tipe eksudat dan jumlah dan sumber-sumber lain yang
dapat menyebabkan risiko infeksi.

Pada kesimpulannya untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang akan dilakukan
untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasiada tiga
situasi yang harus diperhatikan yaitu persiapan sebelum operasi, selama operasi dan sesudah
operasi.

81
Diagnosa luka infeksi dibuat berdasarkan pertimbangan klinis. Pengkajian hingga
evaluasi harus terus dilakukan secara continue. Evaluasi terhadap tanda dan gejala luka
infeksi meliputi keadaan umum pasien, jaringan sekitar luka, dan luka itu sendiri. Pengkajian
rutin dalam perawatan luka akan membantu mendeteksi adanya tanda dini luka infeksi.

 Diagnosa :

Diagnosa keperawatan dapat dirumuskan pada kondisi sebelum dan sesudah tindakan
pembedahan.

Risiko infeksi berhubungan dengan ;

 Prosedur tindakan operasi


 Adanya luka operasi
 Terhambatnya penyembuhan luka sekunder dari kurangnya sirkulasi
 Luka yang terkontaminasi sebelumdan selama prosedur

Resiko luka terhadap infeksi akan berbanding lurus dengan adanya:


1.) Faktor-faktor yang melemahkan pasien, penurunan daya tahan tubuh dan gangguan
perfusi jaringan, seperti: Diabetes mellitus, immunocompromsied status, hypoxia
jaringan akibat anemia atau penyakit cardiovascular/respirasi, kerusakan ginjal,
keganasan, rematik arthritis, obesitas dan malnutrisi.
2.) Pengobatan, seperti: Kortikosteroid, agens sitotoksik, dan immunosupresants.
3.) Faktor Psikologis, seperti: Hospitalisasi, personal hygiene yang buruk, dan pola
hidup yang tidak sehat.
Tanda dan gejala klinis infeksi luka:

Organisme yang secara potensial patogen dapat terdapat di dalam luka tanpa
menyebabkan tanda-tanda klinis infeksi.Oleh karena itu, penting artinya untuk membedakan
antara organisme yang berkolonisasi pada luka tetapi tidak menyebabkan kerusakan jaringan
dan organisme yang menyebabkan respons jaringan.

Pada infeksi tahap awal, mungkin tidak tampak tanda-tanda klinis tapi organisme telah
memicu memori imunologis.Dalam kasus ini, infeksi dikatakan bersifat subklinis.

Apabila tampak tanda dan gejala infeksi, seperti pireksia, nyeri setempat, dan eritema,
edema lokal, eksudat yang berlebihan, pus, dan bau busuk, maka berarti luka terinfeksi secara

82
klinis.Dalam kasus ini, dianjurkan untuk mengambil hapusan luka untuk mengidentifikasi
organisme dan pemeriksaan sensitivitas antibiotik, khususnya pada pasien lansia, pasien yang
sangat lemah, atau pada setiap pasien yang mengalami gangguan imunologis.Sampel harus
diambil sebelurn luka dibersihkan, dengan menghindari kulit dan membran mukosa
sekelilingnya yang mungkin didiami oleh organisme yang berbeda dari organisme di dalam
luka yang menyebabkan infeksi.Ahli bakteriologi harus diberikan informasi sebanyak
mungkin agar mereka mampu memberikan layanan yang terbaik. Tempat luka, kemungkinan
penyebabnya, segala antibiotik sistemik yang baru-baru ini digunakan untuk alasan apa saja,
dan apakah luka memburuk dengan cepat atau tidak semuanya harus dinyatakan dalam
formulir bakteriologi.

Pada pasien yang sangat muda dan yang sangat tua, tanda-tanda klasik infeksi luka,
seperti yang telah dijelaskan panjang lebar, mungkin tidlak dapat dilihat karena imaturitas
atau kerusakan sistem imun.Letargi olau menolak untuk makan mungkin merupakan
satu-satunya tanda infeksi pascaoperasi yang mengancam jiwa seorang bayi.Pada pasien yang
sangat tua, bukti pertama infeksi dapat berupa septikemia umum yang disertai, barang kali,
oleh suhu subnormal.

Cara bagaimana infeksi klinis timbul juga tergantung pada sifat-sifat patogen.Infeksi
dapat tetap terlokalisir dan menimbulkan abses diskret atau dapat menyebar melalui sistem
limfatik yang menyebabkan limfangitis dan limfadenitis, dengan kemungkinan terbentuk
abses di tempat yang jauh.Observasi luka dan pengkajian pada pasien terhadap infeksi setelah
pembedahan.

2.5 Penatalaksanaan Infeksi

Intervensi

Tujuan yang diharapkan adalah pasien tidak mengalami infeksi.

Sebelum dilakukan tindakan operasi

a. Identifikasi kondisi kulit pasien


b. Kaji kondisi yang dapat menjadi faktor predisposisi; seperti penyakit diabetes,
malnutrisi.
c. Persiapan sebelum dilakukan operasi yang meliputi;

83
 Mandi dengan menggunakan sampo dan sabun antimikroba pada malam hari
sebelum operasi
 Lakukan pencukuran area yang akan dilakukan operasi gunakan alat pencukur
yang aman dan tidak berisiko
 Kolaborasi pertimbangan rawat nginap sebelum operasi

Setelah tindakan pembedahan

a. Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi;


 Kondisi balutan
 Adanya perdarahan
 Drain
 Insisi atau jahitan
b. Kaji tanda-tanda infeksi;kemerahan, bengkak, nyeri, semakin meningkat, dan teraba
hangat
c. Bila terdapat perdarahan segera lakukan penekanan dan segera lapor dokter ahli bedah
d. Kaji daerah pemasangan drain
e. Pengantian balutan tergantung pada kondisi balutan, bersih atau kotor. Bila kondisi
balutan kering dan bersih balutan diganti 2 atau 3 hari sekali setelah operasi dan juga
tergantung pada jenis balutan yang digunakan.
f. Melakukan pembersihan luka dimulai pada pusat luka ke arah keluar dan secara
perlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit edema.
g. Hindari penggunaan larutan yang bersifat sitotoksit seperti hydrogen peroxide dan
povidone iodine karena dapat merusak jaringan dan memperlambat penyembuhan
luka.Gunakan normal salin untuk membersihkan luka.
h. Pertahankan kondisi luka tetap kering
i. Berikan nutrisi tinggi protein, vitamin dan mineral
j. Pertahankan kondisi kulit tetap bersih dan termasuk lingkungan tempat tidur pasien
k. Hindari menyentuh area luka dengan tangan atau benda yang tidak steril.

2.6 Pemberian Antibiotik sistematik

Pemberian antibiotik sistemik untuk abses kulit dan jaringan lunak masih dalam
perdebatan. Infeksi pada kulit dan jaringan lunak sering dijumpai dalam praktek sehari-hari,
baik di unit gawat darurat maupun poliklinik. Di Amerika Serikat, terdapat 6 juta kunjungan

84
pasien yang menderita infeksi kulit dan jaringan lunak ke Rumah Sakit atau klinik setiap
tahunnya. Abses terdapat pada hampir dari separuh infeksi tersebut dan insidennya meningkat
setiap tahun.

Manajemen klinis standar terhadap abses kulit dan jaringan lunak adalah insisi dan
drainase, sedangkan pemberian antibiotik secara sistemik masih kontroversial.Abses kulit dan
jaringan lunak dapat disebabkan oleh bakteri methicillin-resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Rekomendasi dari Asosiasi Penyakit Infeksi di Amerika Serikat menyatakan
bahwa terapi abses yang disebabkan oleh bakteri MRSA pada anak-anak dan dewasa adalah
berupa insisi dan drainase saja, sedangkan pemberian tambahan antibiotik dapat diberikan
pada pasien tertentu.Rekomendasi ini dibuat berdasarkan studi-studi terdahulu yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pasien abses yang dilakukan insisi
dan diberikan antibiotik sistemik dengan pasien abses yang hanya dilakukan insisi saja.Tetapi
studi terdahulu tersebut menggunakan jumlah sampel yang kecil dan pilihan antibiotik yang
terbatas. Baru-baru ini terdapat 2 studi randomized controlled trials (RCT) yang melibatkan
jumlah sampel yang besar dan menunjukkan lama penyembuhan yang lebih baik pada pasien
abses yang diberikan antibiotik sistemik sebagai tambahan terapi standar.

Pemilihan Antibiotik Sistemik pada Abses Kulit :

Idealnya, kultur bakteri dari cairan abses harus dilakukan setelah insisi dan drainase
untuk mendapatkan informasi mengenai bakteri penyebab pasti sebelum diberikan antibiotik.
Pada beberapa kasus, terapi empirik dapat diberikan terlebih dahulu, untuk kemudian terapi
tersebut bisa disesuaikan dengan hasil kultur bakteri dan tes kepekaan antibiotik. Antibiotik
empiris yang bisa digunakan berdasarkan pedoman dari Asosiasi Penanggulangan Penyakit
Infeksi Amerika Serikat adalah Trimetoprim-sulfametoksazol,doksisiklin, vankomisin,
daptomisin, linezolid, televancin dan ceftarolin.

Pemberian antibiotik sistemik setelah insisi dan drainase pada pasien dengan abses
kulit dan jaringan lunak masih kontroversial. Tetapi studi terbaru menunjukkan pemberian
antibiotik sistemik pada pasien abses kulit dan jaringan lunak setelah dilakukan insisi dan
drainase dapat mempercepat lama penyembuhan dan mengurangi infeksi berulang. Walaupun

85
begitu, klinisi harus tetap mempertimbangkan risiko dan efek samping dalam pemberian
antibiotik sistemik selain manfaatnya.

A. Pengkajian Luka

Luka kronik adalah luka yang memiliki banyak masalah kompleks yang perlu
pengkajian dengan teliti dan holistik, kegagalan dalam pengkajian luka menyebabkan
kegagalan secara keseluruhan manejemen luka, peningkatan biaya di pelayanan,penggunaan
prodak yang tidak tepat,serta kegagalan dalam melaksanakan kolaborasi, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap qualitas hidup klien menuun dan mempengaruhi status ekonomi,
anxiety sampai depresi, ketakutan akan amputasi dan ancaman kematian. Kondisi ini akan
berpengaruh terhadap kegagalan dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian luka akan
berkualitas bila perawat/tenaga kesehatan yang terlibat memiliki pengetahuan terkait konsep
teori yang baik dan keterampilan dalam perawatan luka.

Pengkajian luka meliputi:


1. Tanggal dan waktu pengkajian:
Bertujuan untuk mengetahui perkembangan kemajuan perawatan dari saat pertama
perawatan dan proses penyembuhan serta indikasi lain seperti indikasi
pengambilan kultur, jika dalamkurun waktu 10-14 hari tidak ada kemajuan dalam
pemberian antibiotik), dan indikasi kemajuan dari proses penyembuhan luka
(inflamasi, proliferasi,dan maturasi).
2. Penyebab luka, usia luka:
Identifkasi penyebab luka seperti tekanan, trauma, benda asing, gangguan vena
atau arteri, serta kondisi penyakit yang menyertaiklien seperti diabetes dengan
memantau status kadar glukosa darah. Dokumentasi untuk menentukan fase
penyembuhan serta menentukan status luka akut atau kronik)
3. Tipe luka dan lokasi luka:
Dokumentasi kategori luka (akut atau kronik), lokasi luka untuk menentukan
penempatan dan pemilihan balutan yang tepat. Penemptan balutan yang tidak
memperhatikan lokasi luka berpengaruh terhadap kualitas penyembuhan luka,
seperti balutan mudh lepas, ketidaknyamanan klien serta ketidak puasan klien
terhadap penampilan balutan(efek kosmetik).
4. Faktor yang menghambat penyembuhan luka:

86
Identifikasi faktor yang menghambat,sehingga tim yang terlibat dalam perawatan
luka mudah menyingkirkan faktor penghambta serta multidisiplint erlaksana.
5. Ukuran luka(dimensi luka):
Pengukuran luka dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur satuan cm, (dua
ataupun 3 dimensi dan menentukan goa/undermining yaitu kerusakan jaringan
dibawa kulit yang sehat. Penggunaan teknologi yang dengan digital photograps
serta menggunakan alat visitrak. Tentukan ukuran luka dan dokumentasi: panjang
lebar dan kedalaman luka, tentukan adanya tunneling: adalah saluran yang
memanjang/ lorong ataupun sinus yang saluran kecil yang terlihat pada
permukaan kulit sebagai pintu keluarya eksudat, kondisi ini merupakan tanda dari
infeksi akut.

B. Tipe luka
1. Luka akut.
 Secara sederhana luka akut dapat didefinisikan sebagai luka bedah yangsembuh
melalui primary intention healing. (Keryln Carville)
 biasanya luka trauma. Dapat berbentuk irisan, abrasi, laserasi, luka bakar atau
luka traumatic lainnya. Luka akut biasanya berespon terhadap perawatan dan
sembuh tanpa komplikasi. (Carol Dealay).
2. Luka kronis
 Luka kronis terjadi manakala proses penyembuhan luka tidak sesuaidengan
jangka waktu yang diharapkan serta sembuh dengan disertaiadanya komplikasi.
(Keryln Carville).
 Luka yang membutuhkan waktu lama atau merupakan kekambuhan dariluka
sebelumnya (Fowler, 1990). Contoh; pressure ulcer dan leg ulcer
C. Tipe penyembuhan luka
Mekanisme peneyembuhan luka terdiri dari atas 3 model
1. Primary intention healing
Primary intention healing adalah kategoro luka akut dimana kedua tepinya
dirapatkan dengan benang, plester (adhesive wound stripe), lem luka (wound
glue), ataupun dengan staples, termasuk dengan luka stadium 1 dan 2 (kehilangan
jarigan minimal) dimana penyembuhan lukanya tidak membutuhkan waktu yang
lama, kontraksi jaringan minimal, biasanya berlangsung maksimal sampai 21 hari.

87
Proses penyembuhan dengan tipe ini dimulai dalam waktu 24-48 jam pertama
neutrofil akan mulai muncul pada tepi luka dan kemudian bermigrsi menuju
bekuan fibrin dan sel basalnya mulain menujukan prose pembelahan sel (mitosis),
sel epitel selanjutnya akan bermigrasi dan berproliferasi pada lapisandermis yang
tidak putus.pada hari ketiga dan kelima sintesa collagen dan neovaskularisasi
jaringan proliferasi mulai mengisi ruang insisi dan lapisan epitel mulai menebal
dan kuat sebagai lapisan epidermis yang disertai keratinisasi pada permukaan tepi
luka. Kegagalan penyatuan tepi (delay healing) sering terjadi sebagai akibat dari
perlakuan yang kurang tepat saat perawatan luka, seperti:
a. Trauma mekanis saat penggantian dressing dengan balutan yang sifatnya
merekat kuat seperti kasa, yang merobek epitel.
b. Penggunaaan kompres antiseptik yang sifatnya toxic.
c. Penggantian dressing yang dilakuan setiap hari atau setiap 3 hari sangat
beresiko merusak proses tubuh dalam penyatuan epitel. Rekomendasi
sebaiknya pada tipe ini penggantian dressing dilakukan setalah melewti
fase inflamasi ( 5-7 hari), perhtikan kondisi balutan, jika pada hari ketiga
balutan tidak menunjukan adanya cairan atau basah pada permukaan maka
sebaiknya penggantian balutan dilakukan pada hari ke5 atau pada hari ke7.

Pengangkatan benang sebaiknya dilakukan pada hari ke7-10, saat tepi luka
mulai menyatu dengan baik untuk mencegah terbentuknya bekas jahitan.
Benang maksimal hanya sampai pada 21 hari, jika dibiarkan terlalu lama dapat
memicu proses inflamsi sebagai respon antibodi terhadap benda asing.
Kekuatan jaringan dari penyatuan setelah minggu pertama adalah sekitar 10%
tetapi kekutan akan tercapai dengan baik setelah minggu kedua sampai minggu
ketiga dan kekuatan regangan jaringan mencapai sekitar 70-80% setelah bulan
pertama – bulan ke 3. Namun sebaiknya setelah pengangkatan benang area
luka masih butuh dilindungi dengan balutan seperti hydrocoloid sampai pada
minggu kedua. Mengedukasi klien untuk hati-hati terhadap trauma mekanis
yang dapat terjadi, disertai penjelasan tentang kekuatan jaringan pada minggu
pertama, support nutrisi seperi vitamin c, protein serta sejumlah mineral
lainnya yang dibutuhkan pada fase ini yang cukup untuk menambah kekuatan
kontraksi jaringan dan pemulihan yang baik.

88
Berdasarkan pengalaman klinis luka akut dengan stadium dua dan tiga,
tanpa perdarahan yang berarti tindakanyang sederhana yang perlu dilakukan
adalah merapatkan kedua tepi luka dengan menggunakan adhesive wound
stripe(plester), ataupun hidrocoloid lembaran yang dipotong sesuai ukuran,
ataupun menggunakan lem luka (wound glue). Kondisi ini memberikan
keuntungan pada proses penyembuhan luka dimana proses respon inflamasi
berkurang.

2. Secondary intention healing


secondary intention healing adalah jenis penyembuhan untuk semua luka kronik
yaitu jenis luka dengan kehilangan jaringan yang banyak sehingga membutuhkan
pemulihan jaringan yang banyak dan kontraksi jaringan serta sintesa kolagen
untuk mengisi atau mengganti jaringan yang rusak. Penyembuhan pada tipe ini
membutuhkan waktu yang lama dan perawatan yang maksimal, pencucian luka
yang adekuat, debridement serta pemilihan balutan yang tepat. Kondisi luka
kronik sering mengalami komplikasi seperti infeksi sistemik, hiperglikemik dan
penyakit penyerta lainnya sehingga diperlukan multidisiplin yang baik untuk
mempercepat proes penyembuhan luka.

89
3. Delayed wound helaing
Delayed wound helaing adalah kegagalan dalam proses penutupan luka primer,
(penyembuhan luka yang memanjang), faktor penyebab diantaranya: infeksi,
nutrisi yang buruk yang menyebkan kegagalan dalam proses metabolisme protein,
anemi, benang yang teralu kuat, obeitas, penggantian dressing yang terlalu sering
dan trauma mekanis saat ganti balutan, hematoma, serta penggunaan antiseptik
yang sifatnya toksisk. Faktor lain diantaranya adalah terdapatnya seroma pada
daerah bekas sayatan (seroma adalah cairan dari kelenjar limfe yang mengisi area
dead space (ruang kosong) pada jaringan saatpenjahitan luka yang tidak maksimal
sihingga mengganggu penyatuan pada kedua tepi luka, seroma merupakan alasan
terbesar penggunaan drain padasaat post operasi selain hematoma. Seroma yang
sedikit dapat diserap secara spontan tetapi seroma dengan kondisi yang banyak
harus dikeluarkan. Kegagalan/delay wound healing untuk luka post operasi akibat
dari seroma dilaporkan ssekitar 3-85% kejadian terutama untuk luka operasi yang
luas, seksio, dan opearsi payudara.

90
Faktor lain yang sering dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam proses
terjadinya delay healing adalah pemberian anti inflamasi (kotikosteroid) pada
awal perlukaan yang menyebabkan menurunnya jumlah produksi dari nitric oxide
yang menyebkan berkurangnya sintesa kolegen oleh fibroblast sehingga
mempengaruhi kekuatan kontraksi jaringan yang menyebabkan kegagalan dalam
proses penyembuhan luka.

D. Kehilangan jaringan
1. Superficial Thickness.
 Kedalaman luka hanya melibatkan epidermis.
 Luka ini ditandai masih utuhnya epidermis namun terjadi erythema atau
perubahan warna lainnya.
 Tidak disertai adanya eksudat.

2.Partial Thickness.

 Kedalaman luka melibatkan epidermis dan dermis.


 Kulit sekitar kadang erythema dan kadang menimbulkan nyeri, panas
danedema.
 Eksudat minimal hingga sedang

3. Full Thickness.

 Kedalaman luka melibatkan epidermis, dermis, dan jaringan sub cutan.


 Dapat melibatkan otot, tendon dan tulang.

91
 Kadang disertai dengan eksudat yang sangat banyak.

E. Penampilan klinis
1. Necrotic atau hitam.

Tujuan : Rehydrate and Debridemen.

Contoh : Surgical, Larval, Mechanical, Enzymatic, atau Chemical.

2. Sloughy atau kuning.

Tujuan : Manajemen eksudat dan Lunakkan (deslough).

Contoh : Hydrogel atau madu.

3. Granulating atau merah.


Tujuan : Pertahankan dan control terjadinya hipergranulasi.
Contoh : Alginates.
4. Epitheliating atau pink.

Tujuan : Lindungi dan cegah dari cedera.

Contoh : Minimalkan manipulasi pada luka, lindungi dengan film.

F. Lokasi luka
Luka pada daerah lipatan cenderung aktif bergerak dan tertarik
sehinggamemperlambat proses penyembuhan akibat sel-sel yang telah beregenerasi
dan bermigrasi trauma. Contohnya luka pada lutut, siku, dan telapak kaki. begitu
jugadengan area yang sering tertekan atau daerah penonjolan tulang seperti
padadaerah sacrum. Selain itu proses penyembuhan luka sangat bergantung pada baik
tidaknya vascularisasi daerah yang terkena.

G. Pengukuran luka
Dimensi luka (p x L) & undermining/ GOA
Pengukuran luka 2dimensi dan 3 dimensi dengan penentuan gia/undermining.
Penetuan gia/undermining perlu menggunakan stik tumpul/pinset.

92
Caranya:
memasukan stik dibawah kulit searah jarum jampada titik 3,12,9 dan 6. Tergantung
titik/posisi luka underming yang ingin dikaji. Misalnya: jika ingin menentukan
undermining dari titik 12 (jam 12) ketitik 2(jam 2) maka ujung stik yang berada
dibawah kulit digerakan pelan-pelan kearah jamyang telah ditentukan, jika ujung stik
bergerak bebas dibawah kulit dari start titik tersebut ketitik target makaada kerusakan
jaringan (undermining) dibawah kulit sehat tersebut, selanjutnya kita ukur kedalaman
undermining dengan cm dan beritanda garis putus-putus ( dari jam 12 - jam 2) dan
tanda panah dari tepi luka kearah titik kulit yang sehat, panjang goa 1cm dari jam 12-
jam 1 dan posisi jam 2 kedalaman 5 cm, sehingga menjadi dasar untuk menilai
progresivitas dalam perawatan luka. Jika kondisi pasien mengalami nyeri tindakan ini
tidak boleh dilakukan.

Prosedur mengukur lukadengan visitrak:

93
1. Tempatkan tracing/plastik diatas luka.
2. Gambar luka menggunakan spidol permanen,dan perhatikan pinggir luka harus
memenuhi semua area luka.
3. Jika ukuran luka terlalu besar untuk muat di dalam area luka, plastik dipasang
tumpang tindih sehingga memenuhi semua area luka.
4. Lepaskan plastikyang menempel keluka dan buang ketempat sampah dan yang
telah digambar segera tempatkan diatas alat visitrak dan gambar sesuai dengan
gambar luka, tunggu simbol atau garis diatas alat sempurna dan ukuran luka akan
terbaca.
Kedalaman /stadium luka :
Penentuan stadium luka diperlukan untuk menilai derajat kehilangan jaringan
atau kedalaman luka, dan ketepatan dalam pemilihan balutan.
Kedalam balutan/stadium dibagi kedalam 4 stadium luka yaitu:
Stadium 1 adalah kemeraham epidermis utuh contoh luka bakar dengan sinar
matahari yang menyebabkankulit menjadi merah, luka dengan epitel muda yang
sempurna.
Luka dengan stadium 1 masih butuh dilindungi dengan balutan seperti hydrocoloid
ataupun transfarant film.
Stadium 2 adalah kondisi kulit lecet atau kehilangan jaringan epidermis sampai pada
lapisan dermis.
Stadium 3adalah kehilangan jaringan dari lapisan epidermis-subcutan/hipodermis.
Stadium 4 adalah terpapar jaringan otot,tendon dan tulang.

H. Exudate
1. Pengertian exudate

94
Exudate adalah cairanyang bocor yang berasal dari pembuluh darah yang mirip
dengan plasma, kebocoran ini terjadi akibat permeabilitas kapiler yang yang terjadi
kerna adanya perbedaan tekanan pada ujung kapiler (hidrostatik dan osmotik). Secara
umum cairan yang bocor itu hampir mencapai 90% dan masih bisa diserap kembali oleh
kapiler. Sejumlah cairan kira-kira 10% yang tidak diabsorpsi akan dikembalikan
kedalam sirkulasi sentral melalui sistem limfatik. Dalam kondisi normal terjadi
keseimbangan antara kebocoran dengan reabsorpsi pada ujung-ujung kapiler.

Pada saat terjadi trauma tahap awal terjadi pelepasan mediator inflamsi seperti
histamin yang menyebabkan terjadinya permeabilitas kapiler yang memfasilitasi
kebocoran sel-sel darah putih dan terjadi kebocoran cairan menjadi lebih banyak. Dalam
proses penyembuhan luka yang normal akan mengalami penuranan jumlah eksudat,
sementara penyembuhan luka yang mengalami kegagalan sepeerti luka kronik akan
terjadi peningkatan jumlah cairan dan menyebabkan inflamsi memanjang. Meskipun
kondisi lembab sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka, kodisi luka yang
terlalu basah dan kering mempengaruhi kegagalan dalam proses penyembuhan luka.

Peningkatan jumlah eksudat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran


luka (luas dan stadium), penyakit penyerta pada pasien seperti inflamasi/infeksi yang
berlangsung lama, gagal jantung,gagal ginjal, gangguann vena (venous ulcer) dan faktor
lainnya. Sebaliknya kondisi eksudat yang sedikit (keadaan luka kering) dipengaruhi
oleh ischemik ulcer.

2. Komposisi eksudat

Eksudat terdiri atas air, elektrolit, nutrisi,mediator inflamsi, sel darah putih,
protein-digesting enzymes (seperti matrix metalloproteinases-MMPs), growth factor dan
sejumlah sampah hasil metabolisme tubuh. Dalam proses normal penyembuhan luka,
eksudat menfasilitasi sel-sel tubuh untuk prpoes proliferasi (matrix metalloproteinases-
MMPs) untuk merangsang pembentukan sel-sel baru. dalam kondisi luka kronik eksudat
yang berlebihan akan mengabadikan respon inflamsi dan menonaktifkan kerja dari
MMPs. Sehingga dapat terjadi kegagalan dalam proses penyembuhan luka.

3. Karakteristik eksudat
Warna, konsistensi,bau dipengaruhi oleh banyaknya faktor.

95
a. Karakteristik warna
Karakteristik Kemungkinan penyebab
warna
eksudat
Clear, (serous Seringdisebut normal,tapi kadang dihubungkan
exudate) dengan kondisi infeksi oleh proses staphylococcus
aureus, bisajuga disebabkan oleh kebocoran urin
atau lymphatic fistula.
Cloudy,milky Adanya fibrin strand sebagai respon inflamsi. Jika
atau creamy cairan furulent/kental mengandung banyak sel
(fibrinous darah putih dan sejumlah bakteri.
exudate)
Pink atau red Kerusakan kapiler
(sanguineous
or
haemorrhagic
exudate )
hijau Disebabkan oleh proses infeksi biasanya bakteri
pseudomonasaeruginosa

Kuning atau Slough atau urinaria atauakibat dari cairan fistula


kecoklatan
Grey atau Mungkin penggunaan balutan berbahan silfer
kebiruan

b. Konsistensi/viskositas exudate
Konsistensi /kekentalan Kemungkinan penyebab
exudate
High viscosity (thick, Mengandung banyak protein :
sometimes sticky)  Akibat inflamsi dan proses
infeksi.

96
 Jaringan mati
(necrotic/debris)
 Cairan fistula.
 Atau sisa topikal/dresing
yang bercampur dengan
exudate
Low viscosity (thin,’runny’  Protein rendah dipengaruhi
oleh malnutrisi
 Gagal jantung dan kelainan
vena (venous ulcer)
 Urinary,lymphatic atau
cairan sendi atau cairan
fistula.

c. Bau exudate
Bau exudate penyebab
Sangat bau  Jumlah bakteri yang
semakin banyak
 Jaringan mati
 Cairan sinus atau cairan dari
fistula enterocutaneus

4. mengkaji exudat

cairan luka perlu dikaji dengan baik, jumlah exudat yang banyak pada
permukaan luka akan menyebabkan kegagalan dalam proses penyembuhan luka, eksudat
yang tidak terkontrol akan menjadi media mikrooganisme yang menyebabkan ineksi
iskemik. Eksplorasi perasaan pasien terkait kondisi lukanya, kebocoran, bau, jumlah
eksudat, balutan yang digunakan sebelumnya, ketidaknyamanan, nyeri, emosional
distress, kesulitan keuangan/biaya, factor sosialnya, termasuk factor lain seperti penyakit
penyerta.

5. managemen eksudat

97
berdasarkan inormasi/ data dari pengkajian eksudat, sngat penting untuk
menerapakan multidisiplin dalam menentukan managemen yang tepat terhadap eksudat,
isalnya penyakit penyerta pada klien sperti gagal jantung, edema, gagal ginjal, ineksi
dan factor lain yang dapat mningkatkan jumlah eksudat ataupun kondisi penyakit yang
menyebabkan ischemia yang berdampk terhadap kondisi luka menjadi kering.
Pemahaman yang baik dan kerja sama dengan tim yang terlibat akan mempercepat
penanganan eksudat. Secara umum manajemen eksudat sebagai berikut :

a. Atasi penyebab berdasarkan pengkajian eksudat meningkat atau kering.


b. Pemilihan balutan yang tepat berdasarkan kondisi luka (kering,
lembab,basah,jenuh dan bocor)
c. Atasi infeksi jaringan dan infeksi sistemik (kultur dan pemberian antibiotic
yang tepat ), pencucian luka dengan antiseptic yang tidak toic serta
pemilihan topical antibacterial yang tepat
d. TIME manajemen dengan persiapan dasar luka (debridement untuk
membuang jaringan mati, autolitik debridement ataupun CSWD
(conservative sharp wound debridement)/ manggot debridement).
e. Multidispline (untuk penanganan penyakit penyerta)
f. Penggunaan teknologi sperti vacuum/NPWT
g. Penggunaan kantong untuk managemen fistula ataupun parsel dressing.
h. Terapi tambahan (udjunctive treatment) : ozone terapi, inra red, elektrikal
stimulasi.
i. Manajemen nutrisi, penurunan jumlah protein menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler yang menyebabkan pergeseran cairam intra sel
ke ekstra sel.

I. Kulit sekitar luka

Pengkajian kulit sekitar luka merupakan bagian integral dari pengkajian


luka.Parameter yang dapat digunakan untuk mengkaji kulit sekitar luka adalah sebagai
berikut:

Warna Erythema atau pucat pucat


Tekstur Lembab, kering, macerasi
Temperature Hangat atau dingin

98
Integritas Maserasi, excoriasi, erosi,
papula, pustule, lesi, dll
Vaskularisasi capillary refill, terutama daerah tungkai.

Masalah lain yang harus dikaji pada luka adalah tepi dan sekitar luka. Sebagian besar
tenaga kesehatan belum menyadari pentingnya tepi luka dan sekitar luka. Proses epitelisasi
terjadi dari tepi luka meskipun pada beberapa kasus proses epitelisasi terjadi dari tengah ke
tepi. Tepi luka yang baik dan dapat terjadi pada proses epitelisasi jika tepi luka halus,tipis,
bersih, dan lunak. Tepi luka yang menebal harus di tipiskan, tepi luka yang kasar harus
dihaluskan, tepi luka yang kotor harus dibersihkan, dan tepi luka yang keras harus
dilunakkan.

Sekitar luka berada lebihdari 4 cm tepi luka dan sekitarnya. Sekitar luka yang baik
untuk penyembuhan luka adalah kulit sekitar luka yang utuh, tidak bengkak, tidak
kemerahan, tidak nyeri, tidak mengeras dan tidak berwarna kebiruan (sianosis) atau pucat.
Perhatikan kemungkinan adanya tanda infeksi local di sekitar luka .luka dengan warna dasar
merah belum tentu terbebas dari infeksi. Penting sekali melindungi sekitar luka yang
mengalami tanda infeksi local sehingga tidak memperluas luka.

J. Nyeri

Nyeri merupakan tanda vital kelima, namun nyeri pada luka kadang tidak dikajidan
tidak diintervensi secara adekuat. Padahal nyeri luka dapat mengindikasikanadanya infeksi
atau bertambah buruknya proses penyembuhan luka. Oleh karenaitu nyeri harus dikaji secara
teratur dengan menggunakan skala pengkajian nyeriyang valid (Reddy et al, 2003).Penyebab
nyeri perlu untuk diketahui, apakah berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma,
infeksi atau benda asing. Apakah nyerinya local atau generaldan apakah nyerinya berkaitan
dengan pergantian balutan atau produk.Krasener telah membuat konsep tentang pengalaman
nyeri kronik dalam tigamodel. Nyeri dibagi dalam tiga sub konsep; non siklus, siklus dan
nyeri kronik.

1. Nyeri Non Siklus merupakan episode tunggal serangan nyeri, contoh: nyeri setelah
dilakukan debridement.
2. Nyeri Siklus merupakan episode serangan nyeri yang berulang.Contoh;serangan
nyeri setiap penggantian balutan.

99
3. Nyeri Kronik atau persisten merupakan serangan nyeri tanpa Adanyamanipulasi
pada luka. Contoh: Pasien merasa lukanya berdenyut-denyut saat berbaring.

Karena nyeri merupakan pengalaman subyektif seseorang maka yang pelrudibangun


adalah komunikasi dengan pasien seputar responnya terhadap nyeri yangdialami. Sebagai alat
Bantu untuk mengevaluasi tingkat nyeri maka dapat digunakan skala nyeri (0-10) atau skala
ekspresi wajah. Hasil dari skala nyeritersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam
menentukan jenis dressing yangakan digunakan termasuk dosis analgetik yang akan
diberikan.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 2 4 6 8 10

Tidak NyeriRinganModeratNyeri Berat SangatBerat

Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri berhubungandengan


prosedur pergantian balutan antara lain:

1. Penggunaan cairan pencuci luka yang hangat.

2. Melepaskan balutan dengan hati-hati, atau bilamemungkinakan motivasi psien


untuk melepaskan sendiri.

Balutannya.

3. Gunakan 'time out'.

4. Gunakan balutan yang tidak menimbulkan trauma.

5. Evaluasi balutan lama.

6. Rubah frekuensi pergantian balutan.

K. Wound infection (infeksi luka)

100
Infeksi dapat didefinisikan sebaga ³pertumbuhan organisme pada luka yangdisertai
dengan adanya reaksi jaringan´ (westaby, 1985)1. Reaksi jaringanditentukan oleh resistensi
host terhadap organisme, sedangkan resistensi hostdipengaruhi oleh banyak factor
diantaranya status kesehatan, status nutrisi, pengobatan dan derajat luka jaringan yang
terkena.Keberadaan bakteri pada luka akan mengakibatkan:

1. Kontaminasi, dimana Jumlah bakteri tidak bertambah dan tidak menimbulkan tanda-
tanda klinis
2. Kolonisasi, dimanaBakteri melakukan multiplikasi (bertambah banyak) namun
jaringan lukamungkin tidak terpengaruh.
3. Infeksi, dimna Bakteri mengalami multiplikasi, penyembuhan terhenti dan jaringan
lukarusak (infeksi local). Bakteri dapat menimbulkan masalah pada daerahsekitar
luka (spread infection) atau menyebabkan penyakit infeksi (sistemik infection).

Kontaminasi Kolonisasi infeksi lokal Perluasan Infeksi


infeksi sistemik

Status waspada Butuh intervensi

Cara penularan infeksi

Media penularan yang paling banyak dari sebuah sumber infeksi ke hospes yang
paling rentan adalah tangan perawat,diikuti oleh benda mati yang terkontaminasi,
misalnya instrumen dan pakaian. Partikel debu yang mengandung organisme dan kulit
yang mengelupas serta droplet ekshalasi dari pasien dengan infeksi saluran pernafasan
atas, bertebaran diudara dan dapat terhirup pasien lain, atau dapat juga mendarat
sampai di permukaan luka yang terbuaka. Organisme patogen dapat ditularkan
melalui makanan yang terkontaminasi atau melalui air yang terkontaminasi, atau
serangga.

L. Psychological implication (implikasi psikologis)

Beberapa study menunjukkan bahwa pasien dengan luka kronis mengalami penurunan
kualtias hidup (quality of life). Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain frekuensi

101
pergantian balutan yang terlalu sering sehingga mengganggu ADL, perasaan lemah dan lelah
akibat gangguan pola tidur, keterbatasan gerak,nyeri, bau eksduat, dan infeksi luka.

Oleh Karena itu perlu untuk diketahui harapan (expectancy) dari pasien terkait dengan
proses penyembuhannya. Sebagai contoh seorang gadis dengan luka bakar pada wajah
kecemasannya bukan pada proses penyembuhan lukanya tapi terlebih pada penampilan
tubuhnya (body image).

Penatalaksanaan Luka Akut

Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu penyembuhan luka, baik
luka steril, luka bersih, maupun luka bersih terkontaminasi. Luka akut dapat sembuh dengan
penutupan luka secara primer, delayed primary atau sering disebut tersier, atau secara
sekunder. Beberapa hal yang perlu diingat terkait perawatan luka akut adalah waktu
penyembuhan luka dan proses yang terjadi pada setiap fasenya. Fase inflamasi (pembersihan
luka atau debris) 0-2 hingga 5 hari, proliferasi hingga epitelisasi (luka menutup) 2 hingga 5-
21 hari (3 minggu), dan maturasi (penguatan struktur ) 21 hari hingga 2-3 tahun. Pada usia
luka 7-14 hari, kekuatan sel baru 10-15%; pada usia luka 21 hari (3 minggu), kekuatan sel
dan jaringan hingga 30%; dan pada usia luka hingga 3 bulan, kekuatan jaringan 80-90%
(maksimal). Pada usia 6-12 bulan, luka akan memperlihatkan hasil dengan perkembangan
yang optimal.

Luka akut yang paling sering ditemui adalah luka setelah operasi, luka kecelakaan
(trauma), dan luka bakar. Pada luka akut, tidak menutup kemungkinan luka akan mengalami
infeksi. Ada beberapa faktor yang menjadikan luka akut berisiko lebih tinggi mengalami
infeksi, yaitu sebagai berikut.

1. Lama waktu terbuka setelah kejadian


2. Peningkatan trauma kulit sekitarnya
3. Benda asing
4. Pencucian yang tidak adekuat

Waktu efektif saat pertama kali luka pada daerah wajah dan kulit kepala adalah 20
jam dan risiko infeksi minimal, sedangkan pada daerah ekstremitas dan anggota tubuh
lainnya sekitar 6-10 jam luka dapat terpapar tanpa kejadian infeksi. Golden time ini harus
benar-benar diperhatikan sehingga luka tidak mengalami infeksi.

102
Pembentukan keloid (hyoertrophic scar formation) akan terjadi dan menjadi kendala
sehingga petugas kesehatan mulai memperhatikan cara mencegah terjadinya keloid sejak fase
epitelisasi. Hiperpigmentasi mucul akibat produksi melanin yang berlebihan pada saat proses
penyembuhan luka. Hiperpigmentasi dapat dikurangi dengan menggunakan pelembab secara
rutin dan dapat dilindungi dengan menggunakan krim pelindung matahari (sunblock).

B. Luka Pasca-Pembedahan

Luka pasca pembedahan adalah luka akut yang paling banyak ditemui dan risiko
infeksi minimal karena tindakan pembedahan dilakukan secara steril di kamar operasi
(ruangan khusus). Luka pasca-pembedahan sembuh secara primer karena menggunakan
benang atau alat penutup lain dengan kehilangan jaringan minimal karena hanya berupa
sobekan. Setelah pembedahan, ada beberapa tindakan untuk mengembalikan fungsi dan
integritas fisik tubuh, meminimalkan deformitas, dan tanpa terjadi infeksi, yaitu mengontrol
hemostatik dan hemodinamik, menutup luka, drainase luka, membalut, dan memantau
komplikasi yang mungkin timbul.

C. Penutupan Luka

Dalam perkembangan imu bedah, ada 6 macam cara menutup luka, sebagai berikut.

1. Secara sekunder (per sekundam)


2. Secara primer (per primam)
3. Skin graft
4. Flap lokal
5. Flap jauh
6. Flap bebas (free flap) bedah mikro

Penyembuhan secara sekunder pada pada luka akut paling banyak terjadi pada luka
bakar. Penyembuhan secara primer menggunakan beberapa metode, misalnya menggunakan
benang, baik yang dapat diserap langsung maupun yang tidak dapat diserap oleh tubuh.

Bahan umum yang digunakan untuk menjahit kulit bergantung pada tipe, ukuran,
lokasi, risiko infeksi, dan stress mekanis pembatas kulit yang mungkin timbul. Beberapa jenis
benang yang umum digunakan untuk menutup luka secara primer, yaitu benang yang tidak
dapat diserap (mis., nylon atau polypropylene dan silk atau cotton), benang yang dapat
diserap (mengganti dermis, bukan subkutis lemak), benang untuk mengurangi tarikan pada

103
kulit (mis., vicryl/synthetic polyglycotic acid). Ada beberapa teknik yang umum digunakan
dalam menjahit luka, yaitu dengan cara simple interrupted, subcuticular running, epidermal
running, horizontal mattres, dan vertical mattres. Penutupan luka secara primer dengan
menggunakan stapler bertujuan mengurangi risiko infeksi, sangat berguna untuk daerah kulit
kepala, punggung, dan ektremitas walaupun sedikit lebih sakit saat dilepaskan dibandingkan
benang. Perekat (tape) digunakan pada daerah memiliki tegangan rendah (tegangan yang
tinggi terdapat pada daerah dengan jumlah lemak banyak) dan jumlah rambut minimal. Saat
ini berkembang penggunaan perekat seperti lem untuk penutupan luka secara primer.

Skin graft merupakan salah satu pembedahan untuk menutup luka secara primer
memindahkan sebagian atau seluruh ketebalan kulit ke tempat yang dibutuhkan (ada luka).
Daerah yang umum digunakan untuk skin graft (donor site) adalah kulit paha dan punggung
karena areanya luas dan memiliki sedikit lemak. Keberhasilan skin graft sangat bergantung
pada kemampuan penerima donor dalam memberikan suplai darah ke daerah tersebut.

Ketebalan graft dapat parsial atau penuh (full). Graft diklasifikasikan menjadi
autograft, allograft, xenograft, dan cultured epidermis. Autograft adalah pemindahan kulit
dari bagian tubuh lainnya sehingga menimbulkan luka yang baru dan disebut donor site yang
akan sembuh secara sekunder. Allograft diambil dari individu alogenik, misalnya dari satu
orang ke orang lainnya. Xenograft adalah pengambilan kulit dari spesies lain, misalnya dari
hewan ke manusia. Cultured epidermis adalah pengambilan sebagian kecil epidermis dari
donor, kemudian dikembangbiakkan sebelum ditempel pada penerima donor.

D. Flap Kulit

Flap adalah istilah yang digunakan sejak abad ke-16, yaitu mendonasikan sesuatu
yang tergantung dan lepas ke area yang membutuhkan hanya pada satu sisi saja, sedangkan
sisi lainnya berperan dalam memberikan aliran darah ke area yang membutuhkan. Flap
merupakan tindakan pembedahan dengan memindahkan jaringan dari satu area ke bagian
tubuh lainnya dan merekatkannya hingga proses penyembuhan terjadi. Tujuan flap adalah
merekonstruksi luka hingga ke bentuk awal, kemudian melakukan penutupan secara primer.
Flap dikenal dalam dua bentuk, yaitu flap kulit dan flap composite. Flap kulit merupakan
tindakan pembedahan yang mengevakuasi bagian kulit dan fasia superfisial. Flap composite
merupakan tindakan pembedahan yang digambarkan berdasarkan dalamnya dan organ yang
mengenainya, misalnya fasciocutaneous flap, myocutaneous flap, dan osteomyocutaneous
flap.

104
Flap bekerja melalui ikatan pembuluh darah yang memberikan nutrisi dan oksigen ke
area flap. Sekitar empat minggu dibutuhkan sebelum hemostasis kembali setelah pemasangan
flap. Proses yang terjadi setelah pembedahan flap, yaitu sebagai berikut.

1. Setelah 10-24 jam: penurunan suplai darah, kongesti, dan edema; dilatasi pembuluh
darah arteri dan kapiler.
2. Setelah 1-3 hari : peningkatan jumlah dan kualitas sambungan antara flap dan
penerima flap (recipient bed); sedikit peningkatan jumlah pembuluh darah kecil.
3. Setelah 3-7 hari: reorientasi pembuluh darah sepanjang sambungan; anastomosis
terbentuk dalam 1-3 hari dan dapat berfungsi secara signifikan
4. Setelah 1 minggu: sirkulasi terbentuk dengan baik di antara flap dan recipient bed.
5. Setelah 2 minggu: sambungan mulai matur (menguat)
6. Setelah 3 minggu: flap mendapatkan 90% aliran darah
7. Setelah 4 minggu: pembuluh darah dalam ukuran yang baik; sangat sedikit proses
pembentukan pembuluh darah lain.

Algoritme Flap

Ya
Apakah luka
dapat menutup
secara primer?
Tidak
Apakah luka luas
dan/atau dalam?

Tidak Ya
Apakah dasar luka Dapatkah melakukan
tidak infeksi dan ada flap dari area yang
vaskularisasi? paling dekat?

Ya Tidak
Apakah ada faktor Free flap
yang menghambat
keberhasilan flap
(merokok/radiasi)?

Ya Tidak
105
Pertimbangkan free flap lokal
free flap jauh
E. Drainase Luka

Setelah tindakan operasi, terdapat sisa produk tubuh seperti darah, cairan, dan cairan
tubuh lain. Sisa produk ini harus dikeluarkan melalui jalan lain (buka dari luka operasi), yaitu
melalui selang yang sengaja dibuat dan dialirkan keluar, yang dikenal dengan istilah drain.
Drain memfasilitasi darah, nanah, dan cairan tubuh lainnya keluar dari tempat yang bukan
seharusnya. Drain dibuat pada operasi besar, baik secara tertutup (tekanan negatif) maupun
terbuka (tekanan positif). Komplikasi sistemik yang dapat ditimbulkan oleh pemasangan
drain adalah fistula, infeksi dan nekrosis karena penekanan slang yang digunakan.

F. Balutan Luka

Prinsip perawatan setelah tindakan pembedahan pada luka akut sangat menentukan
keberhasilan perawatan. Pada luka akut, luka akan sembuh secara sempurna sesuai dengan
waktu dan proses penyembuhan luka. Luka yang mengalami penyembuhan secara primer
akan memiliki scar (bekas luka) minimal dan reepitelisasi terjadi dalam 24-48 jam pertama
sehingga pada waktu tersebut tidak dilakukan penggantian balutan.

Jenis balutan yang dianjurkan untuk luka pasca-pembedahan adalah balutan yang
tidak menempel saat dibuka, mencegah trauma pada dasar luka, mengurangi nyeri saat
penggantian balutan, menyerap cairan, dapat menghentikan perdarahan, mampu mencegah
kuman masuk dan mencegah infeksi, memberikan kondisi yang dapat mendukung
penyembuhan luka, meminimalkan bekas luka, dan cost-effective dengan meminimalkan
frekuensi penggantian balutan. Misalnya, transparent film dressing, hydrocolloid, calcium
alginate, Vaseline zalf, dll.

G. Komplikasi Luka Akut Pasca-Pembedahan

106
Komplikasi yang umum ditimbulkan pada luka akut adalah perdarahan, hematoma,
nekrosis, infeksi, luka jahitan terbuka (dehiscence), organ dalam keluar (evisceration), sinus,
bahkan fistula. Setiap luka akut akan mengalami perdarahan dan penghentian perdarahan
seperti yang terjadi pada proses inflamasi. Jika perdarahan luar atau dalam (hematoma) tidak
dilatasi, akan terbentuk satu jaringan nekrosis pada luka sehingga penting sekali melindungi
kulit yang mengalami hematoma dan mengatasi perdarahan pada luka. Cara yang umum
digunakan untuk mengehentikan perdarahan adalah melakukan penekanan local di tempat
perdarahan terjadi, memberikan vitamin K (jika massif), dan memberikan adrenalin pada
luka. Akan tetapi, harus berhati-hati dalam pemberian adrenalin yang berlebih pada
hipertensi. Hematoma akan menjadi nekrosis terutama pada pembuluh darah yang terjepit dan
penanganannya yang kurang cepat. Melindungi kulit yang mengalami hematoma merupakan
salah satu cara yang dapat membantu untuk mencegah terjadinya kematian jaringan
(nekrosis). Infeksi sudah tidak asing lagi pada pasien pasca-pembedahan. Istilah umum yang
sering digunakan adalah Surgical Site Infection (SSI).

Komplikasi lain yang dialami setelah pembedahan adalah sinus. Sinus merupakan
jalan ke permukaan kulit (terowongan) karena adanya abses atau benda asing yang
memberikan efek iritasi pada kulit yang sehat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi, misalnya
jahitan, serat kasa, dll.

Fistula menjadi salah satu komplikasi pasca-pembedahan. Fistula adalah saluran


abnormal yang menghubungkan satu sampai dua organ dengan organ lainnya (internal) atau
satu sampai dua organ dengan permukaan kulit (eksternal).

H. Pencegahan Infeksi

US National Nosocomial Infection Surveillance (NNIS) melaporkan bahwa rata-rata


kejadian infeksi bersih (clean) 2,1% bersih terkontaminasi (clean-contaminated) 3,3%,
terkontaminasi (contaminated) 6,4%, dan kotor (dirty)7,1%. Saat ini berkembang istilah
komplikasi setelah pembedahan, yaitu Surgical Site Infention (SSI) atau luka infeksi di
tempat pembedahan. CDC mengeluarkan satu klasifikasi untuk menentukan jenis SSI yang
terjadi pada satu pasien. CDC mendefinisikan keadaan infeksi setelah pembedahan yang
dikatakan sebagai komplikasi SSI adalah jika kurang dari 30 hari setelah pembedahan atau
kurang dari satu tahun untuk kasus pembedahan pemasangan implant.

107
Infeksi pada area pembedahan diidentifikasi oleh Horan dan rekan dan digunakan
pada CDC. Area infeksi ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu superficial SSI, deep
incisional SSI, dan organ-space SSI.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi pada luka operasi, yaitu
persiapan kulit sebelum operasi, mencukur, dan penutupan luka.

1. Persiapan kulit sebelum operasi, terdapat kolonisasi kuman pada kulit, salah satunya
adalah Staphylococcus aureus. Kuman ini terdapat di kulit lebih dari 50% pada keadaan
normal. Oleh sebab itu, persiapan operasi harus dilakukan dengan baik. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pada persiapan operasi, pencucian dengan menggunakan
klorheksidin mengurangi jumlah bakteri pada kulit sebesar 80-90% sehingga
meminimalkan risiko luka operasi terkontaminasi.
2. Mencukur. Saat ini mulai diidentifikasi bahwa mencukur dapat merusak kulit dan risiko
infeksi lebih tinggi sesuai dengan lama waktu antara mencukur dan waktu mulai
dilakukan operasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika mencukur dilakukan lebih
dari dua jam sebelum operasi, risiko infeksi menjadi 2,3%. Akan tetapi, jika pasien tidak
dicukur dan hanya dipasang klip pada rambut yang ada pada tubuhnya, risiko infeksi
menjadi 1,7%. Jika rambut tidak dicukur dan dipasang klip, risiko infeksi menurun
menjadi 0,9%. Jika mencukur sangat penting, sebaiknya dilakukan segera sebelum
operasi.
3. Penutupan luka. Risiko infeksi juga dipengaruhi oleh kemampuan (teknik dan
pengalaman) dalam penutupan luka.

I. Penatalaksanaan Luka-Akut (Pasca-Pembedahan Steril)

Dalam prinsip perawatan luka akut (pasca-pembedahan) steril, penanganan luka


secara steril, terutama pada fase inflamasi hingga proliferasi yaitu sekitar 21 hari. Pada usia
luka 21 hari, luka menutup dengan kesempurnaan kulit sekitar 20% sehingga kemungkinan
kuman dapat mengontaminasi luka sangat kecil.

108
Pada prinsipnya, luka apa pun akan mengalami proses penyembuhan yang sama, yaitu
dari inflamasi hingga maturasi, namun beberapa kondisi menghambat penyembuhan luka.
Walaupun melalui proses penyembuhan yang sama, penatalaksanaan masing-masing luka
akan berbeda yang bergantung pada kondisi luka, faktor penyulit, dan faktor lingkungan.
Luka akut steril merupakan luka pembedahan yang steril tanpa kontaminasi (mis., kotoran
usus) selama tindakan pembedahan. Kondisi luka seperti ini memerlukan tindakan
keperawatan dengan mempertahankan prinsip steril selama pergantian balutan. Berikut ini
adalah hal-hal yang harus diperhatikan selama perawatan luka akut steril sehingga tidak
menyebabkan luka infeksi.

1. Pertahankan prinsip steril selama tindakan dengan:


a. Menggunakan sarung tangan steril
b. Menggunakan alat-alat steril
c. Menggunakan balutan steril
d. Meminimalkan kontaminasi selama tindakan
2. Luka akut steril selama terlindungi akan sembuh dengan sendirinya
3. Lindungi luka dengan menggunakan balutan penutup yang dapat meminimalkan
kontaminasi kuman dari luar, misalnya dengan menggunakan balutan hydrocolloid, kasa
dan transparent film, dll.
4. Ganti balutan minimal setiap 3 hari sekali dan maksimal 7 hari sekali (sesuaikan dengan
kondisi luka).
Setiap luka operasi memiliki keragaman dalam memberikan respons, respon ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik secara umum maupun lokal. Faktor umum yaitu
luka operasi dapat sembuh sesuai dengan proses penyembuhan luka jika didukung oleh
asupan nutrisi yang baik, tidak ada penyakit penyerta seperti penyakit gula
(hiperglikemia), tidak dalam keadaan stress, mobilisasi baik dan aliran darah lancar
(oksigenasi baik), tidak kegemukan, bukan perokok, dll. Faktor lokal yang mendukung
penyembuhan luka operasi adalah tidak ada benda asing, tidak terjadi perkembangbiakan
kuman pada area luka, dll.
Nutrisi sangat penting dalam mendukung penyembuhan luka akut. Status nutrisi yang
baik sejak sebelum operasi sangat berpengaruh pada keberhasilan setelah operasi.
Penelitian Goodson et al. (1987) menunjukkan bahwa status nutrisi yang buruk sebelum
operasi mengakibatkan penurunan jumlah dan kualitas deposisi kolagen. Hopf et al.

109
(1997) menjelaskan bahwa pemberian nutrisi secara cepat dan banyak pada pasien
sebelum dilakukan operasi dapat mengurangi komplikasi pasca-operasi.
Penyakit penyerta yang paling sering terjadi adalah penyakit gula, kondisi
hiperglikemia menjadi faktor lain yang menghambat. Menurut Lathamt al. (2001), jika
kadar gula dalam darah lebih dari 200 g/dl, kecenderungan terjadi SSI dalam 48 jam
pertama sangat tinggi, terutama pada pasien pembedahan jantung dan toraks. Kadar gula
yang aman adalah 80-180 g/dl atau nilai HBA1c kurang dari 7%.
Aliran darah lancar sangat penting pada pasien setelah pembedahan dan pada proses
penyembuhan luka secara umum. Pembuluh darah arteri menghantarkan darah yang
berisi nutrisi dan oksigen yang sangat bermanfaat bagi perkembangan sel dalam tubuh.
Jika aliran darah ini terhambat datang ke area luka setelah operasi karena alasan tertentu,
luka akan mengalami sianosis hingga akhirnya mengalami nekrosis dan luka tidak
sembuh sesuai waktu penyembuhan luka.
Pengkajian kulit dan faktor yang mungkin memengaruhi penyembuhan luka sangat
penting dilakukan, baik sebelum operasi, saat operasi, maupun setelah operasi. Tentukan
tujuan jangka pendek dan jangka panjang perawatan luka setelah pembedahan secara
berkelanjutan karena tujuan perawatan mungkin berubah sesuai dengan kondisi luka.
Beberapa tujuan yang harus dicapai selama merawat luka pasca-operasi, yaitu hemostatis
tercapai, menetralkan bau, mengangkat jaringan yang mati, mengangkat benda asing, dan
mempersiapkan dasar luka untuk dilakukan graft dan fasilitasi drainase setelah operasi
jika terjadi infeksi.

J. Penatalaksanaan Luka Akut Kontaminasi


Luka akut kontaminasi adalah luka yang baru saja terjadi dengan keadaan sudah
terkontaminasi. Kasus yang mungkin ditemui pada kondisi ini adalah luka kecelakaaan, luka
operasi dengan peritonitis atau masih terpapar feses selama operasi, luka bakar, dll. Pada
prinsipnya, selama tindakan perawatan petugas kesehatan harus tetap memperhatikan
minimal kontaminasi silang sehingga walaupun lukanya mengalami kontaminasi, petugas
kesehatan tetap dapat mencegah peningkatan jumlah kuman pada luka dengan senantiasa
memperhatikan prinsip bersih-steril selama tindakan. Berikut ini adalah hal-hal yang penting
diperhatikan selama merawat luka tersebut.
1. Sebaiknya menggunakan sarung tangan steril selama tindakan perawatan. Jika tidak
memungkinkan, masih mungkin menggunakan sarung tangan bersih dengan
memperhatikan minimal kontaminasi silang selama tindakan.

110
2. Gunakan alat dan balutan steril.
3. Cegah komplikasi luka kontaminasi dengan menggunakan kombinasi balutan
antimikroba dan balutan tertutup (oklusif).
4. Ganti balutan setiap 2-3 hari sekali.

K. Perawatan Untuk Penyembuhan Luka Akut


Salah satu cara untuk membantu oksigenasi area operasi adalah melakukan
penghangatan pada area luka. Hal ini dilakukan oleh Plattner dan rekan pada tahun 2000 dan
menunjukkan hasil yang signifikan dalam oksigenasi jaringan sekitar luka operasi segera
setelah operasi (di ruang pemulihan) dan satu hari setelah operasi. Penghangatan juga
memengaruhi respons tubuh terhadap kejadian infeksi. Penghangatan yang dilakukan secara
lokal menimbulkan risiko infeksi 4%, penghangatan yang dilakukan secara sistemik
menimbulkan risiko infeksi 6%, sedangkan tidak dilakukan penghangatan sama sekali
menimbulkan risiko infeksi 14%.
Menurut Butler et al. (1987) dan Whitney et al. (2001), pemberian oksigen segera
setelah operasi (24-36 jam pertama), sekitar 28% dapat membantu meningkatkan kadar
oksigen dalam sel atau jaringan. Terutama pada pasien pasca-operasi amputasi below knee
dan prosedur laminektomi. Jonsson et al. (1987) menemukan bahwa pemberian cairan normal
salin 250 cc melalui bolus dapat mengoreksi kadar oksigen dalam jaringan.
Menurut Wilson et al. pada sekitar tahun 1986-an, pengkajian luka akut setelah
operasi dikembangkan melalui instrument pengkajian dengan metode ASEPSIS dan
dikenalkan oleh bagian bedah jantung pada pasien setelah pembedahan jantung. Metode
ASEPSIS atau 7 parameter pengkajian luka ini digunakan pada luka pasca-pembedahan.
Luka akut dan luka kronis mengalami proses penyembuhan yang sama, dan inflamasi
hingga maturasi. Beberapa hal yang juga harus diperhatikan pada luka akut pasca-
pembedahan adalah evaluasi balutan primer yang digunakan, permukaan epitel, penutupan
luka, garis sembuh, dan perubahan lokal yang mengarah ke infeksi. Balutan sangat
bepengaruh dalam mendukung penyembuhan luka sehingga pemilihan balutan pasca-
pembedahan sangat penting dipahami.
Balutan yang dipilih harus dapat melindungi luka dari kontaminasi kuman, menyerap
cairan luka (eksudat), memberikan kondisi lembab yang seimbang, membantu vasodilatasi
dan memperlancar aliran darah, nyaman dan cost-effective, dan menghindari faktor tekanan.
Menurut Centers for Disease and Prevention (CDC), balutan luka dapat diganti dalam waktu
48-72 jam pasca-pembedahan. Pada waktu tersebut proses epitelisasi berlangsung dengan

111
baik sehingga tidak mengalami gangguan. Balutan yang berfungsi melindungi luka dari
kontaminasi kuman adalah balutan oklusif (tertutup rapat) dan balutan yang anti-air
(waterproof) lebih utama dalam mencegah masuknya kuman. Balutan ini juga sangat nyaman
dan cost-effective bagi pasien. Balutan ini dapat memberikan kondisi lembab yang seimbang,
yaitu jika kering dapat dihidrasi dan jika basah dapat diserap cairannya. Dengan menghindari
faktor penekanan yang berlebihan dapat membantu memperlancar aliran darah dan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga oksigenasi dan aliran darah ke luka dapat difasilitasi
dengan baik.

PENATALAKSANAAN LUKA KRONIS

Luka kronis adalah luka yang sulit sembuh akibat terganggunya penyembuhan luka
oleh faktor sistemik,lokal dan faktor lain sehingga luka tidak sembuh sesuai dengan
waktu penyembuhan luka yang normal.luka kronis dapat juga terjadi karena
penyembuhan primer yang tertunda(delayed primary healing) dan terus berulang dalam
kurun waktu tertentu.pada umumnya,luka dapat sembuh sendiri.pada saat tubuh
mengalami penyakit lain,serti penyakit gula,ginjal,atau penyumbatan pembuluh
darah,lika nenjadi kronis.kondisi lain yang menyebabkan luka kronis adalah adanya
benda asing pada luka seperti benang jahit,infeksi,dan jaringan mati (nekrosis).kasus
yang sering terjadi pada luka kronis adalah kasus luka kaki (ulkus vena dan arteri),luka
tekan luka diabetes,luka kanker,dan luka dengan cairan yang sangat banyak seperti sinus
dan fistula (daraining wound).

Penatalaksanaan luka kronis sedikit berbeda dengan penatalaksanaan luka akut


karena kondisi lukanya berbeda walaupun pada prinsipnya penatalaksanaan luka sama
yaitu mengontrol dan menghilangkan penyebabnya, menciptakan dukungan sistemik
(nutrisi dan cairan, edema, GDS), serta mempertahankan lingkungan luka (mencegah
infeksi, kebersihan luka, jaringan mati, lembab dll). Hal yang harus diperhatikan saat
merawat luka kronis adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian berkelanjutan

2. Persiapan dasar luka merupakan kegiatan spesifik yang wajib dilakukan pada luka
kronis.

3. Kebutuhan penanganan dengan prinsip steril atau bersih.

112
4. Peningkatan kualitas hidup pasien.

5. Pendidikan kesehatan pasien dan keluarga.

6. Pebaikan aktivitas sehari-hari pasien hingga kemampuan optimal.

B.PERSIAPAN DASAR LUKA(WOUND BED PERPARATION)

International wound bad preparation advisory board(IWBPAB),banyak


mengembangkan konsep persiapan dasar luka.menurut schultz(2003) persiapan dasar
luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan diri dalam
tubuh sendiri atau memfasillitasi efektivitas terapi lain.metode ini bertujuan
mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi,benda asing atau jaringan menjadi merah
terang dengan proses epitelisasi yang baik.TIME dikenalkan oleh prof.vincent falanga
pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk smith & nephere dalam penelitian ini
sehingga keluar akronim(sebutan) manejemen TIME . T adalah manajemien jaringan, I
adalah manajemen pengaturan kelembapan luka,dan E adalah manajemen tepi luka untuk
mendukung proses epitelisasi.

1. TISSUE MANAGEMENT ( Manajement membuang jaringan mati)

Tissue manajemen adalah manajemen jaringan mati, sebagai kerangka pertama


dalam mempersiapkan dasar luka,dasar luka yang dimaksud adalah menciptakan dasar
luka dari kondisi hitam(necrotic/slough) menjadi dasar luka yang berwarna
merah,kondisi luka yang berwarna menggabarkan bahwa luka dengan vaskularisasi yang
sehat akan mempercepat proses proloferasi jaringan dan pembentukan epitel. Ada
bebeberapa metode dalam persiapan dasar luka yaitu:

a. Autolisis debridement
Merupakan proses tubuh untuk melepaskan jaringan mati dengan cara tubuh akan
melepaskan enxim proteolitik dan akan melunakkan jaringan nekrosis sehingga
memudahkan pada saat pembersihan dengan menggunakan kasa atau pinset. Proses
autolisis sanagt membutuhkan lingkungan yang dua tau 3 hari setelah penggunaan
produk topical seperti gel ataupun balutan lainnya pada luka, setelah itu penggatian
balutan dilakukan. Penampilan luka akan berubah dari kondisi hitam akan menjadi
kecoklatan,kemudian kuning (slought) selanjutnya akan menjadi cairan bening yang
mudah untuk dilepaskan .

113
b. CSWD (conservative wound debridement
Yaitu tindakan untuk membuang jaringan mati dengan menggunakan gunting,bisutri
atau benda tajam lainnya yang direkomendasi,pada tindakan ini dibutuhkan
lingkunagn yang steil tindakan ini dapat menimbulakn nyeri dan pendarahan sehingga
direkomendasikan kepada tenaga kesehatan atau perawat yang kompoten yang telah
terlatih seperti praktisi wound WOC(ET) N, CWCC dan dikerjakan dengan standard
prosedur yang telah ditetapkan.
c. Enzymatic debridement (debridement dengan menggunakan bahan enzim yang aman)
Penggunaan bahan enzim baik dari bahan kimia ataupun yang sifatnya alami yang
dapat meliliskan jaringan nekrotik ,saat ini cukup banyak untuk meliliskan jaringan
mati seperti:
1. Buah papaya yang mengandung enzim papain yang efektif untuk melunakkan
/menurangi jaringan mati`
2. Lida buaya (aloevera) mengandung zat saponin yang mampu membersihkan
bersifat anti septic.
3. Nanas mengandung bromelain enzyme complex
4. Madu mengandung gula,fructose ,glucose,sucroce
d. Mechanical Debridement (membuang jaringan mati dengan alat)
Yaitu metode pengangkatan jaringan mati dengan menggunakan kasa kering+pincet,
dan irigasi tekanan air(hydropressure).
e. Biological Debridment/larval therapy
Adalah penggunaan maggot atau belatung yang steril pada luka yang mengalami
nekrotik( slough) , penggunaan maggot pada luka biasanya membutuhkan waktu 3
hari kemudian dilakukan penggatian balutan. Keuntungan dari penggunaan manggot
adalah mampu membunuh berbagai jenis bakteri yang resisten seperto clostriduym
welchii, MRSA dan pseudomonas aeruginosa melalui proses ingets(memakan).
BIOLOGIKAL /MAGOTS
-Debridement.
1. autolytic debridement
2. biosurgery/biological atau larva therapy
3. enzymatic debridement
4.mechanical debridement
5.surgical debridement.
f. Surgical wound debridement( debridement bedah).

114
Debridement yang membutuhkan tindakan steril (aseptic condision), sharp
instrument,tindakan ini sering dikerjakan oleh praktisi medis dikamar operasi.( bukan
kompetensi perawat dan hanya dikerjakan oleh tenaga medis).

2. INFECTION/INFLMATION CONTROL( Kontrol inflamasi dan infeksi)

Semua luka kronik terdapat sejumlah bakteri atau biasa disebut ( kontaminasi), tetapi
tidak semua luka kronik mengalami infeksi. Infeksi luka dapat menyebabkan nyeri dan
ketidaknyamanan ,kegagalan dalam proses penyembuhan luka serta ancaman terhdap
amputasi dan kematian disamping itu masalah infeksi juga menjadi masalah serius .
Adanya bakteri pada permukaan luka dapat memicu respon iflamasi yang
berkempajangan akibat pelepasan sejumlah toksin dan bakteri terhadap permukaan luka
sehingga antibody memberikan respon yang menyebabkan kerusakan jarinagn yang luas.
Tanda klinis yang harus diketahui yaitu luka akut: ( nyeri,eytema,edema,exudates
purulent, peningkatan area inflamsi). Luka kronik, ( delay healing),peningkatan jumlah
eksudat, perubahan warna dasar luka, jaringannya sangat mudah
berdarah/friable,pertambahan area jaringan nekrotik/slough,adanya goa/
undermining,kondisi luka baud an kerusakan yang meluas.( cutting and harding1994).

Manajemen :

- Pencucian luka yang adekuat ,penggunaan sabun ringan sabun ringan (mild soap),juga
penggunaan antiseptic yang sifatnya tidak toksik untuk melepaskan biofilm pada
permukaan luka.
- Debridement cswd (conservative sharp wound debridment)
- Penggunaan topical/balutan antimicrobial yang tepat.
- Sistemik antibiotik harus harus diberikan sistemik infeksi seperti demam, mual, dan
muntah dan nyeri yang meningkat. Penggunaan antibiotic disesuaikan dengan
protocol atau standard kebijakan pelayanan atau sesuai hasil kultur .
- Obat anti inflamasi jika inflamasi tidak dikotrol (multi displin)
- Obat-obat yang mampu menghambat pelepasan enzim protoasea (multidisplin)
- Adjunctive therapy( terapi tambahan) seperti penggunaan ozone terapy.

3. MOISTURE BALANCE (kelembaban yang seimbang).

115
Adalah menciptakan suasana lembab pada permukaan luka dengan pemilihan
balutan yang tepat. Saat tubuh mengalami perlukaan maka tubuh secara normal akan
mengeluarkan eksudat untuk memfasiitasi sel-sel tubuh melakukan mitosis (pembelahan
sel)atau profilarasi, juga memfasilitasi tubuh melakukan proses autolisis debridment
untuk melepaskan jaringan mati pada permukaan luka.

Manajemen:

- Pengkajian cairan eksudat sangat penting terutama karakteristik/ tipe eksudat, jumlah
dan viskositas ataupun bau.
- Pemilihan balutan yang tepat berdasarkan hasil pengkajian seperti, jika kondisi luka
mengalami nekrotik (menggabarkan kondisi luka mengalami iskemia) maka sifat
balutan yang harus digunakan yang bisa merehidrasi permukaan luka(oclusive) atau
menciptakan kelembaban pada permukaan luka sehingga proses autolisis bisa berjalan
dengan baik, seperti penggunaan hydrogel plus transparent filem.
- Jika kondisi luka dengan eksudat kategori sedang sampai banyak maka pemilihan
balutan harus yang mampu menyerap eksudat namun tetap mampu menciptakan
suasana lembab pada permukaan luka seperti; foam,alginate, hydrocolloid dan
hidrofiber.
- Penggunaan vacuum therapy (NPWT) ataupun penggunaan compression bandage (
four layer bandaging) untuk kasus dengan gangguan vena untuk mengurangi
peningkatan jumlah eksudat pada luka.

Prinsip penting pda konsep M( moisture balance) adalah ketetapan dalam


pemilihan balutan dalam hal ini bagaimana seorang klinis menempatkan balutan
berdasarkan kondisi luka( warna luka),jika kondisi luka berwarna hitam/nekrotik atau
kuning keras (belum menjadi slough) maka dressing yang paling tepat adalah sifatnya
yang basah seperti hydrogel dan jika kondisi luka sudah berwarna merah( proliferasi)
maka sifat balutan sifatnya yang memiliki kemampuan menyerap baik seperti alginate
dressing.

4. EPITELIAL EDGE (TEPI LUKA)

Adalah tindakan untuk mempercepat proses pembentukan dari tepi luka. Pada saat
terjadi kegagalan proses pembentukan epitel atau kegagalan kontraksi jaringan terutama
pada minggu ketiga(fase profilerasi) maka perluh dilakukan pengkajian ulang (

116
nutrisi,dressing,,antiseptik,glukosa darah,stress,serta pertimbangan untuk melakukan
wound bed preparation.

Faktor yang harus dipertahankan untuk terjadinya proses epitelisasi adalah;

- Proliferasi harus baik dengan dasar luka harus sejajar dengan tepi luka
- Adekuat oksigen dan nutrisi
- Tepi luka bebas dari kallus atau jaringan mati/ hyperkeratosis
- Bebas dari infeksi
- Hindari dressing yang merekat kuat karna bisa menimbulkan trauma/robekan epitel
saat menggati balutan.

Manajemen epitel:

- Debridement
- Skin graft
- Biological agent
- Adjunctive therapies

Pada kondisi tertentu epitel mengalami kegagalan dalam proses penutupan luka
meskipun proliferasi sudah sempurna,bahkan bisa sampai berbulan-bulan untuk
mencapai pencapaian luka beberapa penyebab adalah:
- Kallus/penebalan luka
- Kelainan metabolisme protein
- Kondisi anemi
- Perubahan suhu
A. PENGERTIAN PEMILIHAN BALUTAN
Pemilihan balutan adalah menentukan balutan yang dapat mempertahankan kelembapan
dengan memperhatikan warna dasar luka, jumlah eksudate dan ada tidaknya infeksi.
B. TUJUAN PEMILIHAN BALUTAN
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka.
2. Meningkatkan kenyamanan klien.
3. Melindungi luka dan kulit sekitarnya
4. Mengurangi nyeri dengan mengeluarkan udara dari ujung saraf (kondisi oklusif).
5. Mempertahankan suhu pada luka.
6. Mengontrol dan mencegah perdarahan.
7. Menampung eksudat.

117
8. Imobilisasi bagian tubuh yang luka.
9. Aplikasi penekanan pada area perdarahan atau vena yang statis.
10. Mencegah dan menangani infeksi pada luka.
11. Mengurangi stress yang ditimbulkan oleh luka dengan menutup secara tepat.

Adapun tujuan utama dari merawat luka itu sendiri yaitu:

Mempercepat kesembuhan, dan balutan yang dipilih adalah balutan yang dapat
mempertahankan kondisi lembap (moist), mengontrol kejadian infeksi, mempercepat penyembuhan
luka, mengabsorpsi cairan luka yang berlebihan, membuang jaringan mati, nyaman digunakan dan
steril.

C. DRESSING IDEAL ADALAH SEBAGAI BERIKUT


1. Calcium Alginat
Terbuat dari rumput laut yang ditambahkan calciumand sodium salts of alginic acid.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Digunakan pada dasar luka merah
b. Mampu menghentikan pendarahan minor
c. Menyerap cairan dari sedikit sampai banyak
d. Support autolisis karna menciptakan kelembaban ( saat kontak cairan luka )
e. Mengurangi/mencegah trauma pada saat penggantian balutan karna sifatnya akan berubah
gel pada saat kontak dengan cairan luka
f. Tidak direkomendasi pada dasar luka hitam ( nekrotik ) atau luka kering

g. Karna balutan primer maka membutuhkan balutan skunder dalam aplikasinya

2. Hydrogel
Mengandung air dan CMC dengan komposisi yang berbeda-beda sediaan: tube dan spray serta
lembaran
Fungsi dan aplikasinya:
a. Digunakan pada dasar luka yang kering ( hitam/kuning ) untuk menciptakan kelembaban
sehingga terjadi autolisis debridement.
b. Menghidrasi jaringan sehingga efektif pada luka bakar.
c. Tidak rekomendasi penggunaan pada luka dengan eksudat yang banyak karna dapat
menyebabkan mesarasi jaringan,menghambat migrasi epitel dan merusak lapisan kulit yang
sehat

118
d. Untuk menciptakan autolisis yang maksimal pada dasar luka direkomendasi aplikasi
transfarant filem sebagai balutan sekunder.
e. Dapat digunakan bersama prodak lain ( impregnated ) dengan zinc cream sehingga
menciptakan autolisis yang maksimal .
f. Tidak rekomendasi pada kondisi luka infeksi ( slough banyak ) karna dapat menyuburkan
bakteri.
g. Hindari penggunaan pada kondisi proliferasi yang sudh sejajar tepi luka karna dapat
menyebabkan mesarasi kulit yang dapat merusak pembentukan epitel dan hypergranulasi.

3. Hydrocolloids
Mengandung carboxymethylcellulose ( CMC ), polysaccharides dan protein.
Sediaan : lembaran, pasta dan powder.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Balutan primer dan diaplikasi pada dasar luka merah/granulasi
b. Menyerap cairan dari ringan sampai sedang biasanya derajat I dan II,III
c. Menciptakan kelembaban sehingga mampu mensuppot autolisis debridement.
d. Sifatnya yang water proof ( tahan air ) efektif untuk luka post operasi
e. Mencegah trauma saat ganti balutan.
f. Aplikasi/penggantian balutan dilakukan setiap 3 hari atau maksimal 7 hari
g. Tidak direkomendasikan pada luka yang infeksi karna dapat menyebabkan pertumbuhan
bakteri.
h. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang kondisi hydrocoloid setelah kontak dengan
cairan tubuh, terjadi perubahan warna pada dressing seperti kehijauan sebagai efek dari
kandungan dari cmc, ( bukan efek infeksi )sehingga mengurangi kecemasan pasien.
i. Hydrocooid efektif digunakan pada etiap lekukan tubuh seperti pada kondisi luka bakar
stadium II dan III untuk mencegh perlengketan jaringan ( kontraktur )
j. Efektif digunaka pada periwound skin untuk melindungi luka dari maserasi dan menurunkan
respon inflamasi.
k. Pada kondisi luka tertentu seperti abses ( bisul )yang belum pecah dapat digunakan untuk
proses autolisis debridement, itempelkan secara langsung dan setelah absesnya pecah maka
harus segera diganti dengan balutan lain yang mampu.

119
4. Polyurethane foam dressing
Terbuat dari polyrethance yang memiliki pori-pori semi permeable pada lapisan permukaan
sehingga mampu menyerap cairan dan menguapkan kembali setelah terjadi absorbsi, serta
mencegah bakteri menembus kedalam luka.
Sediaan: dalam bentuk adhesie foam, non adhesive and capiy.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Menyerap cairan lebih banyak.
b. Dipakai pada luka derajat II,III,dan IV ( lihat petunjuk produk )
c. Menekan jaringan hipetgranulasi.
d. Dapat diaplikasi pada rongga/ cavity.
e. Mencegah trauma saat mengganti balutan sehingga mengurangi nyeri saat penggantian
balutan.
f. Pada luka proliferasi dapat menjaga kelembaban sehingga support autolisis debridemant.
g. Efektif digunakan untuk luka yng infeksi karna memiliki kemampuan daya serap eksudat yang
banyak.
h. Dapat mengurangi frekuensi ganti balutan karna memiliki daya serap yang tinggi.
i. Tidak rekomendasi luka kering atau nekrotik hitam.

5. Hydrofibre.
Terbuat dari sodium carboxymethylcellulose dan hydrocolloi fibre. Sehingga mampu menyerap
cairan dan menangkap/membatasi cairan setelah terjadi absorbsi dan mampu mencegah
maserasi kulit disekitar luka.
Sediaan dalam bentuk lembaran.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Digunakan pada kondisi proliferasi.
b. Menyerap cairan lebih banyak dan mencegah maserasi , daya serap yang tinggi dan mampu
mengunci cairan . kemampuan serab lebih tinggi dari alginate.
c. Mencegah trauma saat mngganti balutan karna balutan akan berubah jadi gel setelah kontak
dngan cairan luka.
d. Menciptakan kelembaban saat kontak dengan cairan sehingga support autolisis debridemant.
e. Balutan primer sehingga membutuhkan balutan sekunder.
f. Efektif dipakai pada luka bakar derajat II,III,dan IV.

120
6. Hydfobic.
Dressingini mengandung DACC ( dialcylcrbamoylchloride ) memiliki kemampuan meningkat
bakteri.
Fungsi dan apikasinya:
a. Digunakan sebagai balutan primer pada kondisi infeksi
b. Efektif digunakan pada kondisi eksudat banyak.
c. Tidak menyerap eksudat.

7. Povidono-iodine powder
Mengandung povidono-idine 0,9% dan polyethylance glycol. Adalah balutan anti baterial untuk
mengatasi luka infeksi.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Gunakan secara langsung pada luka yang infeksi
b. Gunakan balutan sekunder, dan aplikasi balutan sampai infeksi teratasi
c. Hati-hati pada penggunaan ibu hamil dan ibu menyusui,gagal ginjal,gangguan T3 dan T4
atau yang sensitip terhadap bahan povidine-iodine, dilaporkan dapat terjadi efek absorbsi
sistemik.
d. Penggunaan tunggal rekomendasi maksimal 3 bulan untuk mengurangi efek resistensi
bakteri.

8. Semi-permiable filem dressing


Terdiri dari lapisan polyurethane dengan lapisan acrylic adhesive.
Fungsi dan aplikasinya:

121
a. Efektif digunakan pada luka derajat satu ( merah ).
b. Mampu mengurangi nyeri pada luka.
c. Support autolisis debridemant.
d. Permeable terhadap udara dan oksigen tetapi impermiable terhadap mikroorganisme
sehingga mencegah kontaminasi mikroorganisme.
e. Mempercepat proses pembentukan epitel.
f. Efektif digunakan sebagai balutan sekunderpada luka yang lokasinya dekat area yang serimg
basah sehingga mengurangi penggantian balutan, seperti luka dekat dengan anus dan
kelamin.
g. Cara aplikasi: palpasi batas area inflamasi ( rubor,dolor,dan color ) kemudian beri tanda batas
area yang mengalami peradangan, selanjunya pasang transfarant filem pada semua area
yang telah diberi tanda, ( hanya batas area inflamasi tidak untuk area yang robek ). Dressing
dilepas setelah inflamasi atau ( maksimal 1 minggu) . jika inflamasi berkurang transfarant
filem akan berkerut.

9. Non adherent silicino dressing.


Adalah balutan yang berbahan dasar lapisan silicino pada permukaan dressing sehingga dapat
mencegah trauma saat ganti balutan, balutan ini memiliki kemampuan absorb cairan dalam jumlah
sedang, jika lapisan keduanya adalah berbahan dasar foam maka kemampuan absorbsnya lebih
banyak. Balutan ini memiliki keistimewaan karna tidak merekat kedasar luka sehingga tdak
menimbulkan trauma saat ganti balutan.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Silicino juga efektif digunakan pada klien dengan ada genetik terhadap terbentuknya keloid
ataupun hypertropic scar.
b. Efektif digunakan pada luka dengan kondisi nyeri seperti luka bakar stadium I-III.
c. Efektif digunakan pada luka kecet ( stadium II ) dan proeses epitlisasi.
d. Kontra indikasi terhadap klien yang alergi terhadap prodak silicino.

122
10. Silver dressing
Mengandung lons silver, adalah balutan antimikrobial untuk menghambat pertumbuhan dan
membunuh bakteri termasuk fungi/jamur,
Sediaan:lembaran dan pasta
Fungsi dan aplikasinya:
a. Gunakan pada luka yang mengalami kritikal kolonisasi ataupun infeksi
b. Ganti dressing setiap 3 hari
c. Hati-hati pengunaan dressing pada pasien dengan gagal ginjal, silver dapat terakumulasi
sehingga sulit untuk dibuang yang akan memperberat fungsi ginjal
d. Tidak rekomendasi penggunaan waktu yang lama karna dapat menyebabkan kelainan kulit
yaitu argyrian dan jika terjadi penurunan jumlah leukosit, maka penggunaanya dihentikan.

11. Maggot terapi


Adalah larva yang diberi nama lucilla cericata yang mampu memproduksi proteolytic enzyme dan
mampu mendebris jaringan nekrotik lebih efektif. Maggot lebih tepat untuk debdridement.
Fungsi dan aplikasinya:
a. Ambil larva dari wadahnya dan tambahkan nacl untuk mengeuarkan dari wadahnya dan
tempatkan pada kasa steril.
b. Letakkan larva secara langsung pada jaringan mati/slough.
c. Pasang hydrocoolloid pada tepi luka.
d. Gunakan balutan sekunder kasa steril dan transfant flem.\
e. Observasi atau angkat setelah 3 hari.
f. Tidak direkumendasikan digunakan pada luka dengan kerusakan pembuluh darah atau luka
dengan Gunakan balutan sekunder kasa steril dan transfrant flem.
g. Hentikan penggunaan jika terjadi perdarahan pada luka.

12. Zinc Cream (metcovazink salep)


Adalah racikan yang dibuat oleh ibu Widasari srigatarja sejak tahun 1997 di wocare center bogor
dan telah menyelamatkan ribuan kaki diindonesia. Balutan yang terdiri dari zinc dan vasseline,
bentuknya dalam bentuk salep dan telah didaftarkan sebagai bahan perawatan kulit. Ada tiga jenis
yaitu reguler, gold dan red

123
Fungsi dan aplikasinya:
a. Metcovazinc reguler dipakai pada dasar luka hitam dan kuning, yang dapat mempercepat
proses autolisis debridemant.
b. Metcovazinc red mengandung hydrocolloid powder; dipakai pada luka dengan dasar merah
untuk mempercepat proses granulasi dan epitalisasi.
c. Metrovazink gold mengandung cadakxomer lodine untuk pasien-pasien dengan kondisi infeksi

13. Balutan compresi untuk kasus venous ulcer dan edema


Penggunaan balutan kompresi digunakan setelah diagnosa jelas mengalami venous ulcer melalui
pemeriksaan fisik dan diagnaostik seperti penggunaan dopler vaskuler dengan rentang nilai”
<0,5 0,5-0,7 0,7-08 >0,9 >1,2
Arterial ulcer Mixed arterial- Venous ulcer Venus ulcer Possible
calcified
vessels
No bandage Them layer Four layer False
bangades bandages

14. Madu/Honey

124
Madu dapat digunakan untuk perawatan luka akut dan kronik.Madu memiliki kemampuan
antibakteri secara alami seperti alami seperti hydrogen perixide tanpa merusak jarigan, kandugan
osmolaritas yang tinggi dapat menghambhat pertumbuhan bakteri. Kandugan lain senyawa
phytochemical juga dapat membunuh mikroorganisme. Madu juga memiliki kemampuan
merangsang antibodi lymphocyte dan pagosit untuk mengatasi infeksi. Aplikasi pada leg ulcer,
dekobitus,ulkus diabetik, luka infeksi dan luka bakar.sediaan:cair dan lembaran

15. Collagen Dressing:


Balutan kolagen dari sumber hewani,seperti sapi, kuda ataupun hewan lainnya. Kolagen
membantu merangsang pertumbuhan kolagen baru pada area luka, mendorong pertumbuhan
jaringan lebih cepat, kollagen merangsang fibroblast, memiliki kemampuan antimikroba untuk
membatasi penyebaran infeksi. Sediaan: lembaran,gel, oil, dan pasta. Membutuhkan balutan
sekunder dalam aplikasi

16. Smart garlic


Adalah baluatan yang diracik oleh ikram wourd care center majene (sulawesi barat) dengan bahan
dasar zinc dan vaseline serta menggunakan bahan herbal garlic oil sebagai anti mikroba, vit A
yang diketahui mampu mereduksi efek steroid pada fase infamasi sehinga mampu menurunkan
respon inflamasi. Vit E mempercepat proses pembentukan epitel dan melindungi mukosa sel.
Sediaan dalam bentuk salep dan diaplikasi pada semua jenis luka serta semua warna luka;
support autolisis dan menciptakan kelembapan.

17. Baby Pampers dan pembalut wanita.

125
Produk ini adalah terbuat dari bahan penyerap, lapisan pertama terdiri atas lapisan pelindung
(topsheet) yang berbahan lotin, kemudian lapisan penyerap yang keedua teridiri atas kain lembut
polyster yang memiliki kemampuan menyerap lebih cepat. Pada bagian dalam mengandung
bahan super absorbn gel sebagai absorben uatama dari eksudat. Pada beberapa prodak balutan
modern super absorben gel juga digunakan, bagian paling luar terdapat gas (gas permeable).
Prodak ini tidak terdaftar sebgai balutan moderen untuk digunakan pada perawatanluka secara
nasional. Penulis mencantumkan berdasarkan pengalaman dari ribuan pasien yang dirawat dan
sering digunakan sebagai balutan sekunder terutama dengan luka yang sangat luas dengan
eksudat yanng banyak.
Indikasi
Penggunaan balutan ini untuk luka yang luas dan adekuat yang banyak.
Cara aplikasi: prodak ini hanya digunakan pada balutan sekunder atau paling luar, setelah balutan
primer digunakan pada luka. Sebaiknya menggunakan fiksasi seperti ortopedik wool, atau kasa
gulung ataupun plester sesuai ukuran luka,selanjtunya gunakan fiksasi paling luar misalanya
elastis bandage atau crepe bandage ataupun penggunaan cohesive bandage.
Saran:
Sebaiknya penguunaan prodak ini disterilkan kembali dan gunakan prodak yang berkualitas,
rekomendasi prodak yang berlebel antibakteri.
Base on experience:
 Prodak ini hanya mampu bertahan 2-3 hari dengan luka stadium 3-4 yang luas, dan sering
kali menimbulkan bau saat penggatian balutan, baik dalam kondisi infeksi, maupun sat
proliferasi.
 Prodak ini menimbulkan efek maserasi pada kulit, sehingga rekomendasi penggunaan hanya
sampai pada hari ke 2 untuk luka yang sangat infeksius dengan eksudat yang banyak dan
perulen.
 Untuk luka yang profisional dapat digunakan sampai hari ke 3, kondisi ini juga sering dijumpai
kulit maserasi.
 Sebelum aplikasi sebaiknya gunakan prodak emolient pada kulit (periwourd skin) seperti zinc
cream untuk mencegah cairan kontak langsung pada kulit.
 Ekonomi rata-rata biaya yang dihabiskan untuk perawatan luka ulkus diabetik yang luas
infeksi, stadium 3-4 sampai sembuh adalah 1-3 jutaan rentang waktu 1-3 bulanan
 Rekomendasi untuk wilayah terpencil dan luka yang luas, eksudat banyak serta untuk pasien-
pasien yang tidak memiliki kemampuan membeli prodak modern seperti foam dan dressing
lainnya.

126
Catatan:
Beberapa prodak yang perlu dihindari saat menggunakan secara bersamaan atau
menggabungkan dua prodak.:
1. Hindari penggunaan hydrogel dengan alginate dressing.
2. Hindari penggunaan hydrogel foam dressing.
3. Hindari penggunaan hydrogel dengan hydrofiber seperti aquasel.
Alasan : mengurangi efek kelembaban dari hydrogel karena diasorb langsung oleh prodak
tersebut, sehingga tidak cost effektife
4. Hindari penggunaan ziec cream atau prodak yang berbahan dasar minyak/ vaseline dengan
hydrophobic karena mengurangim sifat fisikal/ kerja daro phobic untuk mengikat bakteri.
5. Penggunaan dressing transfarant filem dengan ziec cream secara langsung dapat
menimbulkan masorasi kulit
6. Hindari penggunaan hydkcoloid dengan ziec cream secara langsung tidak cost effektife.
7. Hindari penggunaan hydrogeol pada kondisi luka infeksi, memicu multiplikasi mikrrorganisme.
8. Hindari penggunaan hydrocoloid pada kondisi luka infeksi, memicu multiplikasi
mikroorganisme.
D. KONSEP LEMBAB
Konsep lembab (moist wound healing) adalah metode mempertahankan lingkungan luka dalam
suasana yang lembab dengan menggunakan balutan yang sifatnya occlusive (tertutup). Alas an ilmiah
berdasarkan fakta riset adalah;
1. Fibrinolisis : benang-benang fibrin yang berbentuk saat ada perlukaan akan cepat dihilangkan
melalui kerja dari neutrofil dan sel endotel.
2. Angiogenesis : proses pembentukan kapiler lebih cepat terbentuk
3. Kejadian infeksi lebih rendah dibandingkan dengan luka yang terpapar dengan udara atau metode
konvensional.
4. Peran trombosit sebagai factor pertumbuhan sebagai respon awal perlukaan diantarannya;
pembentukan growth factor (GF), epidermal growth factor (EGF), fibroblast grow factor (FGF),
interleukin 1 sebagai sat yang dibentuk oleh makrofag yang mempunyai peran penting pada
proses angiogenesis, platelet derived growth factor (PDGF) serta transforming growth factor- beta
(TGF-beta) yang dibentuk oleh platelet yang mempunyai fungsi penting saat proliferasi oleh
fibroblast, insulin-like growth factor (IGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), dan basic
fibrolast growth factor (b-FGF).
Berikut peran factor pertumbuhan dari trombosit terhadap penyembuhan luka:
 growth factor (GF),; meningkatkan jumlah sel dan ukuran sel (diferensiasi sel), memiliki
sifat pleiotropic : inisiasi proliferasi sel, migrasi, kontaksi jaringan serta sintesisa collagen
melalui fibrolast, serta menghambat proses opoptosis sel,
 epidermal growth factor (EGF),: memiliki sifat mitogenetik, menstimulasi pembentukan
epidermal sel, pembentukan kapiler (proses angiogenesis), proses proliferasi sel
mesenkimal.
 Interleukin -1 : regulasi system kekbalan dan respon terhadap proses inflamasi saat terjadi
cedera sel dan dianggap mampu merangsang proses apoptosis sel.
 platelet derived growth factor (PDGF): stimulasi terhadap fibroblast dan sintesa kolagen,
sintesa p[roteoglikan yang merupakan komponen dasar dari matrix extraseluler dan
bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan serat kolagen dan memfasilitasi

127
migrasi sel pada fase proliferasi. PDGF juga berfungsi sebagai sinyal kemotaktik, dan
stimulasi TGF-B (transforming growth factor-beta ) sebagai modulasi proliferasi terhadap
fibroblast dalam meningkatkan produksi kolagen, pembentukan matriks ekstra selulerdan
stimulasi sejumlah anti bodi seperti neutrofil dan makrofag.
 insulin-like growth factor (IGF): stimulasi proses proliferasi dan perkembangan sel.
 vascular endothelial growth factor (VEGF): merangsang proses angiogenesis
(pembentukan kapiler baru), meningkatkan proliferasi, migrasi serta meningkatkan
permeabilitas kapiler. Dalam kondisi hypoxia jaringan VEGF dapat menjadi sinyal untuk
memicu proses angiogenesis/ pembentukan pembuluh darah baru. (oxygen-hungry cells).
 basic fibrolast growth factor (B-FGF): stimulasi terhadap sintesa kolagen, angiogenesis
dan proliferasi mioblas.
5. Percepatan sel-sel aktif, leukosit, monosit, dan limfosit lebih dini aktif pada luka sebagai antisipasi
terhadap mikroorganisme.
E. KARAKTERISTIK DALAM MEMILIH BALUTAN ADALAH
1. Menciptakan kelembaban luka sehingga mempercepat sehingga mempercepat proses autolysis
debridement (pembuangan jaringan mati oleh tubuh sendiri).
2. Mampu mengontrol eksudat; mencegah maserasi dan perluasan luka.
3. Menyediakan thermal insulation; untuk mempercepat pembentukan fibroblast sehingga
pembentukan sel (granulasi) cepat terjadi.
4. Mencegah masuknya mikroorganisme & mengontrol infeksi
5. Mencegah atau meminimalisir trauma pada saat penggantian balutan; mencegah keruskan epitel
dan mengurangi nyeri.
6. Tersedia dilingkungan pelayanan kesehatan kesehatan sehingga mudah diakses.
7. Mengontrol bau
8. Cost effectife; mudah didapat dan terjangkau serta memberikan efek kosmetik
F. PRINSIP SEDERHANA DALAM PERAWATAN LUKA
1. Jika kondisi luka kering (nekrotik hitam dan kuning keras) maka membutuhkan suasana lembab,
suasan lembab yang dimaksudkan adalah menggunkan balutan yang menciptakan kelembaban
yang maksimal pada jaringan nekrotik tersebut, contohnya menggunakan hydrogel.
2. Jika lukanya basah (proliferasi = dasar luka merah) maka gunakan balutan yang mampu
menyerap cairan maksimal sehingga terjadi kelembaban maksimal cotohnya alginate, foam, iland
dressing, hydrofiber dressing dan jenis dressing lainnya yang mampu menyerap cairan luka.
3. Jika lukanya ada tanda-tanda kritikal kolobnisasi dan infeksi (lihat bab infeksi) maka sebaiknya
dimulai pencucuian luka dengan penggunaan antiseptic yang tidak toxic sebelum atau saat
melakukan debridement, dan stetelah melakukan debridement sebaiknya menggunakan balutan
antimicrobial yang aman untuk menghambat pertumbuhan bakteri, mengikat ataupun membunuh
bakteri.

G. WAKTU PENGGANTIAN BALUTAN


Penggantian balutan dilakukan setiap 3 hari dan maksimal 7 hari atau jika balutan tembus.

PERAWATAN LUKA

A. PENGERTIAN (DEFENISI)

128
Luka adalah kerusakan hubungan antar jaringan-jaringan pada kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain (Agung, 2005). Selain itu, menurut Koiner dan
Taylan (2001), Luka adalah terganggunya integritas normal dari kulit dan jaringan di
bawahnya yang terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau
terkontaminasi, superficial atau dalam.
Luka adalah hilangnya rusaknya sebagian jaringan tubuh yang di sebabkan oleh
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik,
atau gigitan hewan (R. Sjamsu Hidayat, 1997).Luka adalah terganggunya (disruption)
integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang yang terjadi secara tiba-tiba
atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superficial atau dalam
(Kroiner dan Taylan).
Perawatan luka adalah suatu proses tindakan pencegahan komplikasi pada luka dan
peningkatan penyembuhan luka. (nursing interventions classification edisi keenam).

B. TUJUAN
Tujuan di lakukannya perawatan luka adalah sebagai berikut:
1. Menjaga luka dari trauma
2. Imobilisasi luka
3. Mencegah perdarahan
4. Mencegah kontaminasi oleh kuman
5. Mengobservasi drainase
6. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis

C. BAHAN YANG DI GUNAKAN DALAM PERWATAN LUKA


Bahan dan alat yang di gunakan dalam perawatan luka secara umum terbagi
atas dua, yaitu:
1. Alat steril dalam bak instrument ukurang sedang tertutup:
a. Pinset anatomi
b. Pinset chirurgis
c. Handscoon steril
d. Kom steril
e. Kasa dan kapas steril
f. Gunting jaringan / gunting Up Hecting
2. Alat lain:
a. Gunting verban/plester
b. Plester
c. Bengkok/ nierbekken
d. Alas/perlak
e. Selimut mandi
f. Kapas alcohol dan tempatnya
g. Betadine dan tempatnya
h. Larutan dalam botolnya (NaCl 0,9%)
D. CARA KERJA PERAWATAN LUKA SECARA UMUM
Adapun prosedur dari tindakan keperawatan luka secara umum, yaitu:
1. Mencuci tangan
2. Lakukan inform consent lisan pada klien/keluarganya dan instrusikan klien untuk
tidak menyentuh area luka
3. Menjanga privacy dan kenyamanan klien
4. Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian tubuh
selain bagian luka dengan selimut mandi

129
5. Siapkan plester untuk fiksasi bila perlu
6. Pasang alas/perlak
7. Dekatkan nierbekken
8. Paket steril di buka dengan benar
9. Kenakan sarung tangan steril
10. Membuka balutan lama
a. Basahi plester yang melekat dengan was bensin dengan lidi kapas
b. Lepaskan plester menggunakan pinset anatomi pertama dengan melepaskan
ujungnya dan menarik secara perlahan, sejajar dengan kulit ke arah balutan.
c. Kemudian buang ke nierbekken
d. Simpan pinset non steril ke nierbekken yang sudah terisi larutan chlorin 0,5%
11. Kaji luka
Jenis, tipe luka, luas/kedalaman luka,grade luka, warna dasar luka, fase
prosespenyembuhan, tanda-tanda infeksi dengan memperhatikan kondisinya, letak
drain, kondisi jahitan, bila perlu palpasi luka dengan tangan non dominan untuk
mengkaji ada tidaknya puss.
12. Membersihkan luka:
a. Larutan NaCl di tuang ke dalam kom kecil pertama
b. Ambil pinset, tangan kanan memegang pinset chirurgis dan tangan kiri
memegang piset anatomi ke dua
c. Membuang kassa lembab secukupnya untuk membersihkan luka (dengan
memasukkan kapas ?kassa kedalam kom berisi NaCl 0,9% dan memerasnya
dengan menggunkan piset)
d. Lalu mengambil kapas basah dengan pinset anatomi dan di pindahkan ke
pinset chirurgis
e. Luka di bersihkan menggunakan kassa lembab dengan kassa terpisahuntuk
sekali usapan. Gunakan tekhnik dari dalam ke luar
13. Menutup luka:
a. Bila sudah bersih, luka di keringkan dengan kassa kering yang di ambiul
dengan pinsetanatomis kemudian di pindahkan ke pinset chirurgis di tangan
kanan.
b. Beri topical therapy bila di perlukan/ sesuai indikasi
c. Kompres dengan kasa lembab (bila kondisi luka basah) atau lansung di tutup
dengan kassakering (kurang lebih 2 lapis)
d. Kemudian pasang bantalan kassa yang lebih tebal
e. Luka di beri plester secukupnya atau di balut dengan pembalut dengan balutan
yang tidak terlalu ketat.
14. Alat-alat di bereskan
15. Lepaskan sarung tangan dan buang ke tong sampah
16. Bantuan klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
17. Rapikan semua alat dan cuci tangan

E. PERAWATAN LUKA GANGREN


Gangrene adalah luka yang terinfeksi di sertai dengan adanya jaringan yang
mati. penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai dari
proses inflamasi, proliferasi, pematangan, dan penutupn luka. Pada gangrene,
tindakan debridement yang baik sangat penting unuk mendapatrkan hasil pengelolaan
yang memadai. Prinsip dasar pengelolaan gangrene diabetic, adalah:
1. Evaluasi kedadaan luka dengan cermat

130
a. Kedaan klinis luka
b. Dalamnya luka
c. Gambarang radiologi (adakah benda asing, asteomielitis, gas subkutis)
d. Lokasi luka
e. Faskularisasi luka
2. Pengendalian keadaan metabolic sebaik-baiknya
3. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup
4. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob
5. Antibiotic yang adekuat
6. Perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan tingkat
keadaan luka
7. Mengurangi edema
8. Non weight bearing: tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total contact casting.
9. Pebaikan sirkulasi-vascular surgery
10. Rehabilitasi
Peran perawat dalam perawatan luka gangrene adalah mencegah komplikasi
akibat luka gangrene dengan menerapkan tekhnik aseptic pada tiap perawatan
luka, selain itu perawat harus mampu menjadi educator bagi pasien, dan
,memberi asuhan keperawatan secara holistic.

Cara merawat luka gangrene (sop)


1. Persiapan alat dan bahan
a. Pinset anatomy 1 buah dan pinset cirusgis 1 buah
b. Gunting arteri 1
c. Cucing
d. Persgi 1 buah
e. Kom 1 buah
f. Bengkok
g. Larutan NaCl 0,9%
h. Sarung tangan 1 pasang
i. Spuit 50 cc
j. Kassa
k. Alcohol 70%
l. Metronidazole powder
m. Duoderm gel
n. Kaltostat, aquacel
o. Pembalut modern
p. Duoderm paste
q. duk steril

2. Cara perawatan luka


a. Letakang cucing (2 buah), kapas, kasa, pinset anatomis, gunting di atas
duk steril
b. Isi cucing dengan kapas dan larutan NaCl
c. Cuci luka dengan cairan NS (NaCl 0,9%) sambil di gosok secara
lembut dengan tangan yang terbungkus sarung tangan
d. Jika luka berongga gunakan tube (NSV bayi atau folley kateter anak)
& spuit 50 cc
e. Keringkan luka dengan kasa secara lembut (ditutul), jangan di gosok

131
f. Bersihkan kulit utuh sekeliling luka dengan alcohol 70% (radius 3-5
cm dari tepi luka)
g. Taburi dasar luka dengan metronidazole powder (500 mg) secara
merata untuk mengurangi bau pada luka
h. Isi ringga luka / dasar luka dengan duoderm hydroactive gel sampai ½
kedalam rongga luka
i. Campurkan duo derm hyrdroactive gel dengan metronidazole powder
(500 mg) dalam cucing steril
j. Isikan kedalam luka sampai terisi ½ kedalam luka
k. Tutup luka dengan absorben dressing:
1.) Kaltostat
2.) Aquacel
l. Masukkan kaltostat rope / aquacel (absorben as primary dressing) ke
dalam rongga luka (fill dead space) & di atas luka untuk mengabsorbsi
eksudate yang berlebihan.
m. Sisakan 1cm absorben dari tepi ringga luka
n. Tutp dengan pembalut: duoderm CGF extrathin secara tepat untuk
meberikan moist environment. Jangan menarik epembalut
o. Berikan penekanan ringan secara merata pada pembalut selama 30
detik agar melekat rata di permukaan kulit
p. Jika warna dasar luka merah (granulasi) namun masih cekung beri
duoderm paste secara merata diatas permukaan luka
q. Tutup absorben jika perlu
r. Tutup dengan duoderm cgf secara tepat
s. Ganti pembalut jika telah jenuh oleh exsudate
t. Jadwap penggantian balutan dapat di tentukan setiap 3-7 hari sekali,
tergantung warna dasar luka dan jumlah exsudates

F. IRIGASI LUKA
Irigasi dengan cairan bertekanan merupakan metode mekanik lainnya untuk
membuang debris, jaringan nekrotik, dan bakteri dari permukaan luka. Untuk irigasi
luka agar efektif,kekuatan hidraulik yang di timbulkan oleh aliran cairan harus lebih
besar dari kekuatan yang menarik debris atau jaringan nekrotik pada permukaan luka.
Dua tipe irigasi luka yang umumnya di gunakan untuk debridement adalah irigasi
bertekanan tinggi dan pulsative lavage.
Mafaat menggunakan irigasi bertekanan tinggi atau pulsative lavage sebagai
tindakan mekanikal debridement untuk memberikan cairan pencuci pada luka:
1. Membantu proses fagositosis dengan melonggarkan, melunakkan dan
mengangkat jaringan mati dan debris, bekuan darah, kontaminant silang
dan residu toksik dari permukaan luka.
2. Meningkatkan pemisahan eskhar dari jaringan fibrotic dan jaringan fibrotic
dari jaringan granulasi.
3. Mengurangi jumlah bakteri pada permukaan luka dan insidens terjadinya
infeksi.

G. PENCEGAHAN INFEKSI
1. Pengertian infeksi

132
infeksi adalah masuknya mikroorganisme pathogen atau kuman ke dalam tubuh
dan jaringan yang terjadi pada individu.
2. Tanda-tanda inveksi
a. Badan terasa panas
b. Luka kemerahan
c. Luka bengkak
d. Luka bernanah
e. Luka keluar cairan bening dan bercampur darah
f. Nyeri pada luka bertambah keras.
3. Penyebab infeksi
a. Infeksi kuman dari luar
b. Gizi yang kurang
c. Daya tahan tubuh rendah
d. Mobilisasi yang kurang
e. Minum kurang
f. Luka kotor
4. Hal yang perlu di lakukan untuk mencegah infeksi pada luka
a. Jaga kebersihan badan
b. Makan makanan yang banyak mengandung gizi
c. Lakukan mobilisasi sedini mungkin sesuai dengan kemampuan
d. Minum air paling sedikit 2 liter perhari
e. Minum obat secara teratur
f. Waspada adanya tanda-tanda infeksi seperti badan panas, luka bengkak, dan
tambah sakit
g. Perhatikan kebersihan luka

H. DEBRIDEMENT
1. Defenisi Debridement

Menurut Ramundo,JE (2006) mengemukakan hal-hal sebagai berikut:


a. Debridement merupakan peristiwa yang terjadi secara alami dalam proses
penyembuhan luka.
b. Selama fase inflamasi, neutrophil dam makrofag mencerna dan
mengakat/melepas jaringan yang mati, debris seluler ean jaringan terinjuri
yang avaskuler dan luka.
c. Namun, dengan akumulasi jumlah jaringan rusak yang banyak, proses ini
menjadi tidak cukup dan sangat berlimpahan.
d. Pembentukan jaringan nekrotik yang kemudian memerlukan fagositosis pada
luka dan memperlambat penyembuhan luka.

Barr,JE (2003), menyatakan bahwa:


a. Pada manajemen luka, debridement merupakan proses dimana praktisi
memfasilitasi proses debridement alami dengan melakukan tindakan-tindakan
untuk mengangkat jaringan mati dan benda asing dari luka.
b. Untuk luka-luka dengan kemajuan penyembuhan luka yang sesuai dengan
waktu yang di rencanakan, proses debridement alami perlu di bantu dengan
tekhnik manajement topical (topical therapy)

133
Falanga (2000) dan Sibbad (2000) sama-sama menyataakan bahwa debridement
merupakan suatu komponen integral pada persiapan dasar luka, bersama-sama
dengan keseimbangan bakteti dan keseimbangan kelembapan/moisture balance.

2. Tujuan Debridement

Beberapa tujuan Debridement, antara lain:


a. Debridement menurunkan bioburden pada luka. Rasionalnya, antara lain:
1.) Karena jaringan mati membantu pertumbuhan bakteri, dengan demikian
adanya jaringan nekrotik membantu pasien beresiko terjadinya infeksi luka
dan sepsis.
2.) Jaringan nekrotik atau benda asing pada luka memberikan medium untuk
pertumbuhan bakteri.
3.) Kolonisasi organisme 10’5 per gram jaringan oleh bakteri pathogen
menyebabkan penyembuhan luka terhambat.
4.) Kontaminasi bakteri menyebabkan produksi protease, yang mengganggu
respond host dan membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi.
5.) Menggunakan tindakan-tindakan eksternal untuk mengangkat jaringan
nekrotik dan benda asing dapat mengurangi volume mikriba pathogen
yang terdapat pada luka.
6.) Kontaminasi bakteri dan infeksi sebenarnya dapat meningkatkan
kerusakan jaringan, shingga dapat menigkatkan beratnya luka.
7.) Mengangkat jaringan nerkrotik dan benda asing dengan Debridement
menurunkan biobuden dan infeksi luka, terutama pada luka yang
mengalami perburukan.
(Barr, JE, 2003)
b. Debridement mengendalikan dan berpotensi mencegah infeksi luka, terutama
pada luka yang mengalami perburukan.
c. Debridement menfasilitasi visualisai pada dinding dan dasar luka. Dengan
adanya jaringan nekrotik, pengkajian yang akurat dan menyeluruh menjadi
terganggu.
(Rolstand & Harris, 1997)

3. Alasan untuk debridement

a. Debridement adalah cara yang paling banyak di gunakan dalam persiapan


dasar luka.
b. Debridement adalah proses pengangkatan jaringan mati (nekrotik), eksudat,
dan debris metabolic dari dasar luka dan kulit sekitar untuk memfasilitasi
proses penyembuhan.
c. Jaringan nekrotik dan sampah metabolic dalam luka mencegah penyebuhan
dengan memberi nutrisi pada bakteri seta menghambat fase inflamasi
penyembuhan.
d. Oleh karena itu, jaringan nekrotik tersebut harus di angkat.
e. Denga mangangkat jaringan mati (nekrotik) maka juga dapat membantu
meransang tepi luka yang tidak meluas.
4. Indikasi Dan Kontraindikasi Debridement

a. Indikasi Debridement:

134
1.) Debridement di indikasikan untuk bebraopa luka akut maupun luka kronik,
jika terdapat jaringan nekrotik (yang bisa berupa slough/slaf ,aupun
eskhar) atau benda asing.
2.) Debridement juga diindikasikan untuk luka-luka yang terinfeksi
3.) Perhatian: jika warna dasar luka telah bersih dan telihat jaringan
hidup/sehat, Debridement tidak lagi di indikasikan.
b. Kontraindikasi Debridement:
Terdapat beberapa kontraindikasi dilakukannya Debridement, antara lain:
1.) Debridement dikontraindikasikan pada luka-luka iskhemik yang kering
dan stabil (misal, tidak terinfeksi)atau luka-luka dengan ganggren kering
seharusnya tidak di lakukan Debridement sampai perfusi pada ekstremitas
telah membaik (bale, 1997; Rates-Jenes, 1998).
2.) Debridement juga di kontraindikasikan pada eskhar yang stabil yang
menutupi tumit
c. Tindakan penundaan Debridement
1.) Debridement luka di lingkunagn klini bisa di tunda berdasarkan pada
keputusan praktis
2.) Misalnya, pada luka nekrotik tidak terinfeksi pada pasien-pasien dengan
sakit kritis, tidak stabil dan immunocompromised (berdaya tahan tubuh
lemah), lebih baik untuk di tunda tindakan debridebmentnya sampai
kondisi pasien membaik.

5. Klasifikasi Debridement
Bebrapa metode Debridement tersedia untuk pengangkatan jaringan yang mati
dari luka nekrotik.Debridement dijelaskan sebagai mekhanisme fisiologis dan
methodologis.
a. Debridement secara Metode Fisiologis, di klasifikasikan sebagai:
1.) Selektif (hanya jaringan nekrotik yang di angkat), dan
2.) Non-selektif (jaringan sehat di angkat yang berhubungan dengan jaringan
yang mati)
b. Debridement secara Methodologis diklasifikan dengan mekanisme tindakan
actual, seperti autolysis, chemical/kimiawi, mekanikal, atau sharp
(conservative atau surgical),
1.) Autolysis, chemical dan sharp Debridement termasuk dalam bentuk
selektif
2.) Chemical Debridement dengan larutan hypoclorine (dakin’s) dan
mechanical Debridement termasuk dalam bentuk Debridementnon-selektif.

I. TEKHNIK DEBRIDEBMENT

Macam-macam tekhnik Debridement, antara lain:

1. Debridement Autolitik (Autolotyc Debridement)

a. Defenisi autolytic Debridement


Autolysis merupakan lysis jaringan nekrotik oleh sel darah putih dan
enzim tubuh, yang memasuki tempat luka selama proses inflamasi normal.
Enzim-enzim proteolytic, fibrinolytic, dan collagenolytic dilepaskan untuk

135
mencerna jaringan-jaringan mati yang terdapat pada luka (Rodeheaver, et al,
1994).
Proses autolysis merupakan proses fisiologi alami. Autolysis
Debridement menggunakan sel darah putih, protease dan enzim kolagenetik
sendiri untuk melunakkan dan memecahkan jaringan nekrotik.
Autolysis Debridement merupakan bentuk Debridement selektif yang
menyebabkan degradasi jaringan mati alamiah dan meninggalkan jaringan
sehat yang intak.Tekhnik ini dapat di gunakan pada semua luka nekrotik atau
bernanah.tidak di perlukan alat khusus sehingga dapat dilakukan di berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan maupun di tempat-tempat lainnya, seperti:
dirumah, panti perawatan, dan layanan homecare.

b. Mekanisme kerja Autolysic Debridement:


1.) Debridement autolysis adalah tekhinik yang paling sering di gunakan
2.) Berikut ini adalah bagan dari mekanisme kerja autolytic Debridement:

Menggunakan balutan khusus luka ( wound dressing) yang sesuai kondisis


luka

Dressing tersebut menfasilitasi sel fagostik dan enzim tubuh sendiri
membersihkan dasar luka

Makrofak luka memproduksi kolagenase dan protease, yang memecah dan
menghancurkan protein yang mengikat eschar atau nekrosis pada luka

Pada saat protein hancur, eschar atau nekrosis pada luka akan terlepas dan
terjadilah Debridement

Hal tersebut akan menstimulus neutrophil

Kemudian melajutkan proses Debridement

Proses Debridementtersebut diatasi, di kenal sebagai ‘Debridement
Autolisis’

c. Indikasi Autolytic Debridement


1.) Autolisis sebagai metode Debridement primer di rekomendasikan untuk
luka non-infeksi dengan jumlah jaringan nekrotik sedikit sampai dengan
sedang.
2.) Autolysis di anggap oleh beberapa praktisi sebagai proses Debridement
yang lebih lambat dari pada metode Debridement lainnya (Mosher et al,
1999).
3.) Kerangka waktu untuk autolysis Debridement efektif bervariasi tergantung
tengan ukuran luka maupun jumlah dan tipe jaringan nerotik.
4.) Autolysis seharusnya menunjukkan hasil klinis yang efektif dalam 72-96
jam setelah tindakan awal, meskipun Debridement lebih lengkap, butuh
waktu lebih lama lagi.

d. Keuntungan Dan Keterbatasan Autolysis Debridement

136
NO. Keuntungan Keterbatasan
a. Autolysis merupakan metode Dapat memakan waktu.
Debridement yang tidak menyakitkan
yang mudah di lakukan dan hanya
memerlukan keterampilan tekhnik
minimal.
b. Autolysis bebridement merupakan Tidak cocok untuk luka
bebridement selektif dan non-invasif berongga dalam membutuhkan
yang tidak mengganggu jarigan yang packing.
sehat.
c. Autolysis mempertahankan lingkungan Pada kasus luka terinfeksi,
luka yang lembab yang memfasilitasi terapi antibiotic tambahan
pembentukan-pembentukan jaringan perlu di berikan.
granulasi dan re-epitalisasi, sementara
itu mencegah paparan udara yang akan
merusak permukaan luka.
d. Autolysis yang merupakan bentuk
bebridement adjunctive yang terbaik jika
metode primer lainnya di gunakan.
e. Autolysis seringkali di gunakan dalam
kaitannya dengan irigasitehnik tinngi,
sharp surgical atau sharp conservative
debridement
f. Ringkasan keuntungan autolytic
Debridement
1.) Tidak menimbulkan nyeri
2.) Tidak meninggal stress pada
pasien
3.) Sangat efektif dan efisien biaya
karena membantu proses
penyembuhan luka
4.) Di gunakan baik untuk
penyembuhan luka dan
Debridement

2. Debridement Mekanik (Mechanical Debridement)


Mechanical Dressing merupakan Debridementnon selektif.Mechanical
dressing paling baik di gunakan pada luka-luka denga jumlah jaringan nekrotik
atau debris sedang hingga banyak.Dengan jaringan granulasi menjadi makin
prevalansi, maka metode debridement selektif di gunakan untuk mencegah injuri
pada jaringan yang sehat.

Jenis metode mechanical dressing, meliputi:


a. Debridement bedah (tajam)
b. Wound scrubbing
c. Wet to dray dressing
d. Berbagai macam bentuk hydrotherapy, seperti:
1.) Irigasi bertekanan tinggi
2.) Whirpool therapy

137
3.) Pulsative lavage

3. Debridement kimiawi (chemical Debridement)


Metode ini di gunakan pada luka yang tidak dapat di bedah, termasuk tidak
dapat di obati di rumah atau di panti penitipan.
Metode chemical Debridement mengangkat/membuang jaringan nekrotik atau
debris dasar luka melalui proses kimia. Metode chemical Debridement ini bisa
merupakan bentuk Debridement selektif maupun non-selektif tergantung pada zat
kimia yang di gunakan.

4. Debridement biologis (biological Debridement)


Di gunakan pada luka yang tidak dapat di obati secara bedah ataupun kimiawi,
termasuk luka yang telah gagal diobati dengan metode Debridement lainnya.

Mekanisme kerja Debridement biologis:


a. Menggunakan larva lalat atau belatung
b. Di beberapa Negara, hal ini di kenal dengan terapi larva (terapi maggot)
c. Therapy maggot di sebut juga sebagai ‘Debridement biologik’ atau
‘biosurgery’
d. Therapy maggot therapeutic meliputi penggunakan telur lalat /larva yang di
sterilkan.
e. Pada saat telur menetas, larva steril di perkenalkan pada dasar luka nekrotik.
f. Secara teoritis bahwa larva mensekresikan enzim proteolitik, meliputi
collagenase, yang memcah jaringan nekrotik
g. Larva juga berfungsi sebagai antimicrobial pada luka dengan mencerna
mikroorganisme dan mengurangi bioburden luka serta bau.
h. Balatung memakan jaringan mati atau nekrotik menyekresi kolagenase, enzim
yang mencairkan jaringan mati
i. Belatung kemudia mencerna jaringan yang mencair.

NO Keuntungan Keterbatasan
a. Sangat efektif, pengobatan Kurang efisian pada kasus dengan luka
mahal tetapi pada akhirnya yang sebelumnya telah di obati dengan
bisa efektif biaya dressing hydrogel.

b. Metode ini atraumatik Kebocoran enzim pada kulit yang utuh,


dapat menyebabkan iritasi sementara

c. Tidak mengenakkan bagi


pasiensehingga membutuhkan persiapan
yang baik untuk terapi ini

138

Anda mungkin juga menyukai