Referat
Perseptor:
Dr. Lukmana Lokarjana. Sp.B-KBD
Oleh :
Firosyi Fitryati 4151181412 Ramanda Resta 4151181451
Intan Khaerunnissa 4151181450 Renaldi Ardiansyah 4151181418
Dian Rahmawati 4151181437 Talita Citanatama 4151181408
Brahmana Kusumajati4151181492 Neva Triwidia 4151181429
Nia Melinda Pardede 4151181470
Pendahuluan
Luka kronis merupakan beban yang signifikan bagi petugas kesehatan dan pasien.
Di AS terdapat 5,7 juta pasien yang mengalami luka kronis dan menghabiskan
biaya sebesar 20 Miliar per tahun.
Manajemen perawatan luka saat ini telah mengalami perkembangaan sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir , ditunjang dengan adanya kemajuan
teknologi.
Saat ini manajemen luka juga berkaitan dengan kondisi pasien yang makin
disertai dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik. Maka dari
itu perlunya memahami proses manajemen luka kronis secara efektif.
Definisi Luka Kronis
Luka Kronis didefinisikan sebagai luka yang gagal dalam proses penyembuhan luka
sehingga menghasilkan integritas anatomis dan fungsional kulit yang tidak memadai.
Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang menghambat dalam proses
penyembuhan luka.
Luka kronis juga dapat didefinisikan sebagai luka akut yang gagal sembuh.
Mayoritas luka yang belum sembuh dalam waktu 4 minggu sudah dianggap kronis.
Epidemiologi
The cellular and molecular differences between acute healing wounds and chronic non-healing wounds.
Luka yang mengalami durasi fase-fase penyembuhan luka yang sesuai, disebut
sebagai luka akut. Akan tetapi, seringkali terjadi komplikasi, yang mengakibatkan
durasi penyembuhan luka menjadi lebih lama. Kondisi penyembuhan luka yang
memanjang ini, kita sebut sebagai luka kronik.
Beberapa komplikasi yang dapat menyebabkan luka akut menjadi kronik antara lain:
adanya jaringan nekrotik pada luka, terjadi infeksi pada luka, kondisi luka yang
terlalu kering atau terlalu basah, atau kondisi sistemik yang buruk (diabetes,
malnutrisi, dll).
Komplikasi ini dapat dirangkum menjadi sebuah akronim yang dikenal sebagai
TIME (tissue, infection, moisture, dan edge).
T (Tissue) artinya adalah apabila ada jaringan mati (slough dan nekrotik) yang
menutupi permukaan luka, maka akan menghambat proliferasi fibroblas, kolagen,
dan angiogenesis pada luka, sehingga penyembuhan luka akan menjadi lebih lambat
dari normal.
I (Infection) artinya adalah apabila terjadi infeksi pada luka, maka akan terjadi
inflamasi yang berkepanjangan pada luka, akibatnya luka akan berada pada fase
inflamasi yang berkepanjangan dan lambat untuk masuk ke fase proliferasi.
M (Moisture) artinya adalah agar dapat terjadi proliferasi fibroblas, kolagen, dan
angiogenesis yang optimal, diperlukan kondisi luka yang lembab, yaitu cairan pada
luka yang sesuai dengan kondisi fisiologis cairan tubuh (tidak kering dan tidak
basah).
E (Edge) atau tepi luka adalah adanya kondisi dimana T, I, dan M sudah baik, tetapi
terkadang tepi luka masih lambat untuk tumbuh karena adanya faktor sistemik yang
kurang baik, misalnya diabetes, malnutrisi, merokok, dan lainnya, yang membuat
luka menjadi lambat sembuh.
Management Strategy
Pengkajian Luka
1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin
2. Status vaskuler: Hb, TcO2
3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain
4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya
5. Kondisi luka:
a) Warna dasar luka
slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink).
b) Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
c) Eksudat dan bau
d) Tanda-tanda infeksi
e) Keadaan kulit sekitar luka: warna dan kelembapan
f ) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
BASIC TREATMENT
MODERN WOUND DRESSING
Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode
modern dressing, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan metode
konvensional.
Perawatan luka konvensional harus sering mengganti kain kasa/pembalut luka,
sedangkan perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembaban luka,
sehingga dapat mempercepat fibrinolisis, angiogenesis, pembentukan sel aktif dan
pembentukan growth factor, dan juga menurunkan risiko infeksi.
Lingkungan yang terlalu lembab dapat menyebabkan maserasi tepi luka,
sedangkan kondisi kurang lembap menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi
perpindahan epitel ke jaringan matriks.
Harus memperhatikan tiga tahap, yakni mencuci luka, membuang jaringan mati,
dan memilih balutan.
Manajemen perawatan luka
Dilakukan perawatan luka dan pemilihan dressing luka dengan baik sesuai
dengan konsep TIME, maka komplikasi luka dapat diperbaiki.
Manajemen jaringan: jaringan mati (slough dan nekrotik) harus dihilangkan
(debridement) dari luka, menggunakan surgical debridement, atau dressing yang
dapat memfasilitasi terjadinya autolytic debridement.
Manajemen inflamasi-infeksi: perawatan luka dan menggunakan dressing
antimikroba yang sesuai
Manajemen keseimbangan kelembaban: perawatan luka dan penggunaan
dressing yang dapat memelihara kelembaban pada luka
Manajemen tepi luka : harus secara rutin mengevaluasi luka dan kondisi
sistemik dan pengobatan yang sesuai untuk gangguan sistemik yang dialami
pasien
Modern Dressing
Jenis Modern Dressing
Hydrogel Ca Alginat
Menghancurkan jaringan nekrotik tanpa Menghancurkan jaringan nekrotik tanpa
merusak jaringan sehat (debridemen merusak jaringan sehat (debridemen
autolitik alami). autolitik alami).
Kemudian terserap ke dalam struktur gel Kemudian terserap ke dalam struktur gel
dan terbuang bersama pembalut sekunder dan terbuang bersama pembalut sekunder
(pad/kasa). (pad/kasa).
Balutan dapat diaplikasikan selama 3-5 Balutan dapat diaplikasikan selama 3-5
hari hari
Digunakan untuk luka nekrotik/berwarna Digunakan untuk luka nekrotik/berwarna
hitam/kuning dengan eksudat minimal hitam/kuning dengan eksudat minimal
atau tidak ada. atau tidak ada.
Jenis Modern Dressing
Hidrokoloid Film Dressing
Prevalensi ulkus kronis pada penduduk usia 65 tahun ke atas berkisar 1%-5%
disertai peningkatan morbiditas dan mortalitas serta biaya pengobatan. Penderita
luka kronis di Amerika Serikat lebih dari enam juta terutama lanjut usia dan
penderita diabetes melitus.
Mayoritas luka kronis didapatkan di ekstremitas inferior berkaitan dengan
hipertensi dan insufisiensi vena, penyakit arteri perifer atau neuropati perifer.
Etiologi
Penyebab ulkus tungkai kronis antara lain
-insufisiensi vena 45- 60%,
-insufisiensi arteri 10-20%
-diabetes 15- 25%, ulkus dekubitus 1-5%, dan c
-ampuran berbagai etiologi sekitar 10-15%.
Penyebab lain seperti keganasan, vaskulitis, vaskulopati, dan pioderma
gangrenosum jarang ditemukan.
Ulkus vena disebabkan oleh insufisiensi vena kronis merupakan 50%-70% dari
seluruh ulkus tungkai kronis.
Dua faktor utama untuk mengatasi gravitasi dan menjaga aliran darah ke atas
tetap normal adalah :
-katup yang berfungsi baik dan
-kompresi otot betis saat berjalan.
Sistem pompa ekstremitas bawah menuju ke jantung diperankan oleh kontraksi
otot betis dan diibaratkan sebagai jantung perifer pada tubuh.
Tekanan vena yang meningkat akibat kerusakan sistem vena
di ekstremitas bawah mengakibatkan hipertensi vena.
Pooling vena (penumpukan darah di vena) menyebabkan
pelebaran ruang endothelial dan deposisi fibrin serta molekul
makro sehingga terjadi growth factor (GF) trapping yang
menghilangkan fungsi GF tersebut pada proses
penyembuhan luka.
Hipertensi vena juga menyebabkan penumpukan leukosit di
antara pembuluh darah kecil dan kulit yang akan teraktivasi
sehingga menginisiasi respons peradangan yang
mengakibatkan disfungsi jaringan dan seluler.
Pooling darah vena dapat terjadi apabila terdapat:
1. Kerusakan katup vena karena kelainan kongenital trauma, infeksi
berulang atau inflamasi akibat trombosis vena dalam deep vein
thrombosis (DVT), menghasilkan aliran balik darah atau perembesan
darah melalui kapiler di sekitar vena.
2. Obstruksi akibat penggumpalan darah pada DVT atau kegemukan
kehamilan atau massa di daerah panggul.
3. Malformasi arterio vena kongenital yang mengakibatkan hubungan
abnormal arteri dan vena.
4. Kontraksi otot betis tidak efektif karena kelemahan otot imobilitas
atau keterbatasan mobilitas sendi pergelangan kaki akibat penyakit
neuromuskuler artritis dan trauma sebelumnya
Tatalaksana dan Manajemen ulkus vena
berdasarkan Journal of wound care vol 25
1. Cleansing
2. Debridement
3. Wound dressings
4. Tropical antimicrobials
5. Peri- wound area
6. Compression therapy
7. Hosiery
8. Sistemic therapies
9. Surgery
Other aspects of management
1. Costs
2. Patient education
Decubitus
Insidensi Dekubitus berkisar antara 2.4 – 23%. Dekubitus adalah
area jaringan lokal yang nekrosis akibat tertekannya jaringan
lunak di antara tulang yang menonjol dan permukaan luar.
Decubitus (2)