Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PANEL EXPERT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CRUSH INJURY PEDIS


SINISTRA DI RUANG RAJAWALI 2B RSUP Dr. KARIADI
Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah

OLEH:
1. Angga Ferlatiyana 14. Arif Adi F. 27. Nur Elisa
2. Miranda Ayu Risang B. 15. Melinda Anggardini 28. Ratna Arista
3. Richa Ardila S. 16. Rafika Trianaputri 29. Bagus prabowo
4. Septi Sarah Azizah 17. Nur Azizah Faelasufah 30. Indah Pudyastuti
5. Khotimatul Mu’alifah 18. Rista Hernidawati 31. Sri Mujiati
6. Pawiti Lejaring Tyas19. Arif Setyoko 32. Sarlina Mento
7. Siti Nur Kholifah 20. Liota Marsha R. 33. Muslikah Ida
8. Kamila Aulia 21. Putu Santika Dewi 34. Dyah Novita
9. Alif Rizqi Saputra 22. Sevti Yuni Nur’aini 35. Eni Sri Indarti
10. Nevy Kusuma Danarti 23. Liliatul maulidina 36. Dara Ochtarena
11. Rini rizkihayati 24. Arifin jauhari 37. Desi
Waluyaningtyas
12. Nufrida Nur Hidayah 25. Kharisma Agustina
13. Rizki Pertiwi K. 26. Puspita Melati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang
kesehatan juga memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek
perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang berkait dengan
manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien,
dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolic
semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness.
Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan
kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat
proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu basah juga akan
menyebabkan maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan
luka lembap, pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka yang
optimal merupakan konsep kuncuntuk mendukung proses penyembuhan luka.
Perawatan luka menggunakan prinsip kelembapan seimbang (moisture
balance) dikenalsebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut
yang lebih modern. Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing
dilaporkan tersedia untuk menangani pasien dengan luka kronis antara lain
berupa hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium alginatefoam/absorbant
dressing, dressing antimikrobial, hydrophobic antimikrobial. Keberhasilan
proses penyembuhan luka tergantung pada upaya mempertahankan lingkungan
lembap yang seimbang, karena akan memfasilitasi pertumbuhan sel dan
proliferasi kolagen.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut.
Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam
hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut dengan baik
sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai dengan
kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus
berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan
(safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih
ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu
dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.

B. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perawatan luka modern dressing dan bagaimana
penatalaksanaannya terhadap berbagai kasus yang ada dilapangan.

C. Manfaat
Sebagai bahan dalam pengembangan pengetahuan dan kemampuan
dalam intervensi dan implementasi keperawatan yang didalam penerapannya
berbasis bukti ilmiah.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Luka
1. Definisi Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan.
Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur
lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial
thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness
yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan
sampai ke tulang.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga,
yaitu:
a. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi
karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka
dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan
infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa
dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika
penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka
kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam
jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika
proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan
normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan
penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2. Proses Penyembuhan Luka
a. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana
bisa terjadi tumpang tindih (overlap)
b. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang
rusak serta penyebab luka tersebut
c. Fase penyembuhan luka :
1) Fase inflamasi :
a) Hari ke 0-5
b) Respon segera setelah terjadi injuri pembekuaàn darah
untuk mencegah kehilangan darah
c) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
d) Fase awal terjadi haemostasis
e) Fase akhir terjadi fagositosis
f) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2) Fase proliferasi or epitelisasi
a) Hari 3 – 14
b) Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya
pembentukan jaringan granulasi pada luka luka nampak merah
segar, mengkilat
c) Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel
inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic
acid
d) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
e) Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
3) Fase maturasi atau remodelling
a) Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
b) Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk
luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
c) Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya
d) Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular
and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
3. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
a. Status Imunologi
b. Kadar gula darah (impaired white cell function)
c. Hidrasi (slows metabolism)
d. Nutritisi
e. Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic
pressure – oedema)
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi
g. Nyeri (causes vasoconstriction)
h. Corticosteroids (depress immune function)

B. Perawatan Luka
Pengkajian
1. Kondisi luka
a. Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow),
necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink).
b. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
c. Eksudat dan bau
d. Tanda-tanda infeksi
e. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
f. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
2. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
3. Status vascular : Hb, TcO2
4. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan
immunosupresan yang lain
5. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi
lainnya

Perencanaan
1. Pemilihan Balutan Luka
2. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya

Implementasi
1. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
a. Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati
(slough tissue)
b. Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
c. Untuk merangsang granulasi
d. Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
e. Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids,
alginates dan hydrofibre dressings
2. Luka Nekrotik
a. Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik
(eschar)
b. Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
c. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
d. Hydrogels, hydrocolloid dressing
3. Luka terinfeksi
a. Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat
penyembuhan luka
b. Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
c. Wound culture – systemic antibiotics
d. Kontrol eksudat dan bau
e. Ganti balutan tiap hari
f. Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
4. Luka Granulasi
a. Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi
jaringan yang baru, jaga kelembaban luka
b. Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
c. Moist wound surface – non-adherent dressing
d. Treatment overgranulasi
e. Hydrocolloids, foams, alginates
5. Luka epitelisasi
a. Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-
surfacing”
b. Transparent films, hydrocolloids
c. Balutan tidak terlalu sering diganti
6. Balutan kombinasi
a. Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid
b. Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya
hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam
c. Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam
atau extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity
filler plus foam.

C. Definisi Perawatan Luka Modern


Perawatan luka modern adalah teknik perawatan luka dengan
menciptakan kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses
epitelisasi dan penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full
occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan biaya (cost),
kenyamanan (comfort), keamanan (safety) (Schulitz, et al. 2005., Hana, 2009.,
Saldy, 2010).

D. Manfaat Perawatan Luka Modern


1. Mencegah luka menjadi kering dan keras.
2. Menurunkan nyeri saat ganti balutan.
3. Meningkatkan laju epitelisasi.
4. Mencegah pembentukan jaringan parut
5. Dapat menurunkan kejadian infeksi.
6. Balutan tidak perlu diganti setiap hari (Cost effective).
7. Memberikan keuntungan psikologis.
8. Mudah digunakan dan aman.
(Schulitz, et al. 2005., Hana, 2009., Saldy, 2010)
E. Jenis Balutan Modern
1. Transparant Films Dressing

a. Transparan, perkembangan penyembuhan luka dapat di monitor


tanpa membuka pembalut
b. Tidak tembus bakteri dan air, elastis dan tahan air, sehingga bisa
dipakai pada saat mandi
c. Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka
waktu yang pendek
2. HYDROCOLLOIDS
Balutan ini mengandung partikel hydroactive (hydrophilic) yang
terikat dalam polymer hydrophobic. Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi
kelebihan kelembaban pada luka dan menkonversikannya ke dalam bentuk
gel.
a. Menjaga kestabilan kelembaban luka dan daerah sekitar luka
bersamaan dengan fungsinya sebagai penyerap cairan luka
b. Pembalut dapat diganti tanpa menyebabkan trauma atau rasa sakit,
dan tidak lengket pada luka
c. Nyaman untuk permukaan kulit
d. Ekonomis dan hemat waktu pengobatan, meminimalkan
penggantian pembalut dibanding dengan menggunakan pembalut
konvensional (tahan 5-7 hari tanpa penggantian pembalut baru
tergantung karakter eksudat).
3. HYDROGELS

Salah satu contoh colloid yang berbahan dasar gliserin atau air,
mengembang dalam air (exudat luka). Mirip dengan hydrocolloid tapi dalam
bentuk gel.
a. Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
b. Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
c. Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat
d. Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
4. CALCIUM ALGINATE
Terbuat dari polysakarida rumput laut (seawed polysacharida), dapat
menghentikan perdarahan minor pada luka, tidak lengket, menyerap eksudat
dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan tubuh. Dapat
diaplikasikan selama 7 hari.

5. FOAM

Mengandung Polyurethane foam, tersedia dalam kemasan sheets


(lembaran) atau ‘cavity filling’.
a. Foam memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengabsorbsi eksudat
yang banyak.
b. Foam juga mampu menyerap kelebihan kelembaban sehingga
mengurangi resiko maserasi.
c. Tidak menimbulkan nyeri dan trauma pada jaringan luka saat
penggantian.
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CRUSH
INJURY PEDIS SINISTRA DI RUANG RAJAWALI 2B RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG

A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 05 Desember 2018
Jam : 07.30 WIB

1. BIODATA PASIEN
Nama pasien Tn. A, umur: 42 tahun, Alamat :Ngentak, Tingkir Lor, Jawa
Tengah. Tanggal masuk rumah sakit: 05 Desember 2018, pukul 05.46
WIB, Diagnosa MedisCrush Injury Pedis Sinistra
2. Data Subjektif
Klien mengatakan nyeri pada punggung kaki kiri, skala 6 hilang timbul.
3. Data Objektif
Kesadaran: Compos mentis, Tanda – tanda vital : TD: 120/80 mmHg, nadi:
102 kali/menit teratur dan kuat, suhu: 36, 2°C, RR:21 kali/menit. terdapat
crush injury pedis sinistra, luka terbuka,klien terlihat meringis kesakitan
saat kaki kiri digerakkan
P : Nyeri dirasakan saat kaki kiri digerakan
Q : Nyeri dirasakan seperti ditusuk – tusuk
R : Nyeri pada bagian pedis sinistra
S : Skala Nyeri 5
T : Nyeri dirasakan hilang timbul
Data penunjang pemeriksaan radiologi(05 desember 2018)
Klinis : crush injury pedis sinistra
 Struktur tulang tampak baik
 Masih tampak fraktur kominutif dengan avulsi fragment fraktur
pada phalanx proksimal digiti 2 pedis kiri
 Tak tampak dislokasi pada proksimal dan distal interphalang joint,
metatarsophalangeal joint, tarsometatarsal joint, tarsalia joint pedis kiri
 Masih tampak soft tissue swelling dan lusensi soft tissue regio
pedis kiri

B. DAFTAR MASALAH
1. Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
2. Nyeri Akut b.d agen injury fisik

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
NOC: Penyembuhan luka tahap sekunder
NIC: Wound care (3660)
1. Buang debris/benda asing yang ada pada luka

2. Cukur rambut di sekitar area luka jika perlu

3. Catat karakteristik luka

4. Catat karakteristik drainase/produk yang keluar dari luka

5. Balut luka dengan tepat


6. Posisikanluka pada tempat yang tidak mendapat tekanan

D. IMPLEMENTASI TINDAKAN KEPERAWATAN

No TGL/ JAM TIDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI TTD


1. 05-12-2018 / Melakukan perawatan luka pada pedis sinistra S: Pasien mengatakan
08.15 WIB sakit pada kaki kirinya
1. Mencuci tangan
2. Memakai handscoon O: Luka bersih, ada
3. Membuka balutan luka dengan jahitan di sepanjang luka
menggunakan Nacl dan observasi kondisi robek, jaringan otot
luka terlihat, luka kemerahan,
4. Semprotkan sabun ph rendah ke luka
tidak ada tanda infeksi
dengan menggosok secara perlahan
A: Masalah kerusakan
menggunakan ibu jari dan jari tengah
integritas kulit belum
secara perlahan keseluruh luka
5. Bilas luka dengan NaCl dan menggosok teratasi
secara perlahan menggunakan ibu jari P: Lanjutkan intervensi
dan jari tengah secara perlahan keseluruh 7. Ganti balut
8. Monitor luka
luka 9. Kolaborasi dengan
6. Keringkan dengan menggunakan kassa
tenaga medis lain
kering
7. Mengganti handscoon
8. Oleskan salep sulfadiazine silver pada
luka
9. Gunting allevyn atau foam sesuai luas
luka
10. Tempakan allevyn atau foam pada luka
11. Balut luka dengan kassa kering
12. Tutup dengan elastic perban
13. Tempatkan spalk pada kaki yang sakit
14. Melepas handscoon
15. Cuci tangan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Perawatan Luka
Perawatan luka pada Tn. A dengan diagnosa medis Crush Injury Pedis Sinistra
di ruang Rajawali 2B RSUP dr. Kariadi
Langkah –langkah :
1. Mencuci tangan
2. Memakai handscoon
3. Membuka balutan luka dengan menggunakan Nacl dan observasi
kondisi luka
4. Semprotkan sabun ph rendah ke luka dengan menggosok secara
perlahan menggunakan ibu jari dan jari tengah secara perlahan keseluruh
luka
5. Bilas luka dengan NaCl dan menggosok secara perlahan
menggunakan ibu jari dan jari tengah secara perlahan keseluruh luka
6. Keringkan dengan menggunakan kassa kering
7. Mengganti handscoon
8. Oleskan salep sulfadiazine silver pada luka
9. Gunting allevyn atau foam sesuai luas luka
10. Tempakan allevyn atau foam pada luka
11. Balut luka dengan kassa kering
12. Tutup dengan elastic perban
13. Tempatkan spalk pada kaki yang sakit
14. Melepas handscoon
15. Cuci tangan

B. SOP Perawatan Luka di RSUP dr. Kariadi Semarang

PERAWATAN LUKA DIABETES MILLITUS


No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:


PROSEDUR Direktur
OPERASIONA
L
PENGERTIAN Perawatan luka adalah tindakan perawatan (3M) mencuci, membuang
jaringan mati serta membalut luka yang dilakukan berdasar hasil
pengkajian luka disesuaikan dengan kondisi luka saat itu
TUJUAN Mengoptimalkan kenyamanan dan keamanan pasien
Meminimalkan penggantian balutan dengan tetap mempertahankan
konsep lembab mengurangi resiko komplikasi
Diterapkan pada Pasien dengan Luka Diabetes Millitus
KEBIJAKAN
1. Mengucapkan Salam
2. Melakukan Kontrak dengan pasien
PROSEDUR
3. Menjelaskan prosedur tindakan untuk meyakinkan pasien
4. Menggali informasi dari pasien tentang perawatan luka
5. Menyamakan persepsi perawat dan pasien tentang protocol
perawatan luka modern
6. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyampaikan
ketidaknyamanan yang dirasakan selama tindakan berlangsung
7. Memberikan informasi kepada pasien bahwa perawat siap
memberikan dukungan, kenyamanan, dan menjaga privasi dan
martabat pasien
8. Melakukan tindakan keperawatan dengan memberikan
kenyamanan pada pasien, menjaga privasi, menunjukan
kopetensi/skill
9. Mencuci tangan dengan air mengalir dan membilas dengan
hansscrup gel
10. Menggunakan sarung tangan dan apron
11. Mendekatkan alat dengan tempat kerja
12. Memasang perlak/uderpad
13. Membuka balutan
14. Balutan yang telah dibuka di masukan kedalam plastic
sampah infeksius
15. Mencuci luka dengan menggunakan sabun dan bilas dengan
NaCl 0,9%
16. Membersihkan luka secara lembut dan gentel dengan
menggunakan kasa besar/kecil bersih
17. Mengeringkan luka dengan menggunakan kasa besar/kecil
steril
18. Mengganti sarung tangan setelah mencuci tangan dengan air
mengalir dan hansrub gel
19. Mengangkat jaringan mati (slough dan necrosis )
20. Mendokumentasikan kondisi luka : stadium luka, warna dasar
luka, ukuran luka, warna kulit sekitar luka, cairan luka, dan
melakukan foto pada luka
21. Memilih balutan sesuai jenis luka ( cairan dan warna luka )
22. Merapikan alat
23. Mencuci tangan
24. Melakukan evaluasi validasi terhadap tindakan yang telah
dilakukan
25. Memberikan informasi berkaitan dengan peningkatan
kesehatan pasien
26. Membuat kontrak yang akan dating

SMF Ilmu Bedah


UNIT TERKAIT POKJA LUKA
Ruang Rawat Inap
REFERENSI Ruth A Bryant, Denise P.Nix. 2007. Acute and Chronic Wounds. 3 rd
edition. Mosby.

C. Analisis
Modern Wound dressing merupakan teknik perawatan luka yang mulai
banyak dipakai diabad 21, dengan menitik beratkan pada prinsip ‘moist’
sehingga jaringan luka mengalami kesempatan untuk berproliferasi melakukan
siklus perbaikan sel dengan baik. Saat ini RSUP dr Kariadi terutama di ruang
Rajawali 2B telah menerapkan prinsip perawatan luka kronis dengan modern
dressing yaitu menggunakan foam. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Shah, (2012), menyimpulkan dari sejarahnya, bermula dari
penelitian yang telah dilakukan oleh 3 orang peneliti dunia sejak tahun 1940 –
1970 dan didapatkan kesimpulan bahwa tehnik perawatan luka dengan tehnik
lembab mempunyai banyak kelebihan diantaranya adalah: 1) Laju epitelisasi
pada luka yg ditutup oleh poly-etylen 2 kali lebih cepat sembuh disbanding
dengan luka yg dibiarkan kering, 2) Perawatan luka lembab tidak
meningkatkan infeksi (hanya 2,5%) dibandung dengan metede perawatan
kering (9%). Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini
dikenal sebagai metode modern dressing.
Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap, yakni
mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci luka
bertujuan untuk memudahkan pengkajian luka, memfasilitasi proses
phagositosis, memisahkan eschar dari jaringan fibrotik dan jaringan fibrotik
granulasi, membuang benda asing organik dan inorganik dari permukaan luka,
menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan sisa balutan lama, rehidrasi
permukaan luka dengan memberi lingkungan lembab serta meminimalkan
trauma pada luka saat peleasan balutan yang lengket.
Saat ini, lebih dari 500 jenis modern wound dressing dilaporkan tersedia
untuk menangani luka kronis. Bahan modern wound dressing dapat berupa
hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium alginate, foam/ absorbant
dressing, antimicrobial dressing, antimicrobial hydrophobic. Perawatan luka di
RSUP dr. Kariadi Rajawali 2B dilakukan dengan debridement dengan cara
mencuci luka menggunakan sabun PH rendah sekaligus menghilangkan semua
penghalang proses penyembuhan seperti jaringan nekrotik, menghilangkan
pertumbuhan kuman atau infeksi, eksudat yang berlebih, serta epitel yang
tidak berjalan. Hal ini bertujuan untuk mencapai suatu kondisi luka yang
stabil, yang salah satunya dikarakteristikkan dengan vaskularisasi luka yang
baik.
Untuk teknik dressingnya RSUP Dr. Kariadi terutama di 2B rata-rata
menggunakan Foam/absorbant dressing Balutan yang berfungsi untuk
menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak (absorbant dressing),
sebagai dressing primer atau sekunder. Bahan ini terbuat dari polyurethane;
non-adherent wound contact layer, highly absorptive. Foam atau absorbant
dapat digunakan pada luka dengan eksudat sedang sampai berat dan kontra
indikasi terhadap luka dengan eksudat minimal atau luka dengan jaringan
nekrotik yang telah menghitam.
Foam/absorbant memiliki kelebihan diantaranya tidak lengket pada luka,
dapat menjaga kelembaban luka, menjaga kontaminasi dan penetrasi bakteri
serta air. Selain itu foam absorbant dapat diganti tanpa menimbulkan trauma
dan dapat diaplikasikan selama 5 - 7 hari.
Fungsi foam tersebut telah sesuai dengan efektifits balutan pada proses
penyembuhan :
1. Fase inflamasi
Pada saat terjadi luka maka hal pertama yang akan terjadi adalah
adanya penigkatan produksi cairan yang mengandung sel mati, serpihan
jaringan kotoran dan bakteri. Apabila julah cairan ini berlebihan maka
proses penyembuhan luka secara mekanis dan biologis akan terhambat,
selain itu juga resiko infeksi akan meningkat.
Jenis balutan yang digunakan pada fase ini adalah jenis balutan
yang mempunyai kemampuan menyerap cairan atau eksudat serta
kemampuan utuk membersihkan luka secara efektif dari sel dan jaringan
mati, kotoran dan bakteri karena tidak semua komponen tersebut dapat
dibersihkan secara naturam dengan fagsitosis.
2. Fase granulasi
Pada fase ini biasanya terjadi pengeluaran sekret yang mengandung
protein serta jumlah kapiler yang meningkat, sehingga dibutuhkan suatu
balutan yang sifatnya tidak traumatik dan tidak lengket dengan luka serta
mempunyai kemampuan melindungi dari kejadian infeksi
3. Fase epitelisasi
Pada akhir fase ini akan terbentuk jaringan granulasi yang sudah
matang dan permukaan luka yang rata. Luka masih mengeluarkan sekret
walaupun jumlahnya sedikit dibandingkan dengan dua fase sebelumnya.
Hal yang harus dijaga adalah luka jangan sampai kering karena apabila
permukaan luka kering (scab forms), maka akan menghambat proses
reepitelisasi. Jenis balutan yang dapat digunakan pada fase ini adalah
balutan yang dapat memepertahankan suasana luka yang lembab dan tidak
menyebabkan trauma. Saat ini banyak pilihan balutan modern (modern
dressing) yang beredar dan sering digunakan utuk membalut luka. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal, seorang perawat harus dapat
menggunakannya dengan tepat sesuai dengan prinsip penggunaan dan
pengenalan terhadap produk yang akan digunakan.
Penyembuhan luka membutuhkan pendekatan :
1. Patient centered: ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan
sesorang menderita luka dan atau luka kronik. Kita dapat
mengembangkan rencana penanganan yang baik tetapi bila pasien
tidak melibatkan pasien akan berhasil.
2. Holistic: praktek yang baik membutuhkan pengkajian pasien
”whole”/secara menyeluruh, bukan ”lubang pada pasien”/”hole in the
patient”. Semua kemungkinan faktor-faktor yang berkontribusi harus
dieksplorasi.
3. Interdisciplinary: perawatan luka adalah bisnis yang komplek
membutuhkan ketrampilan dari berbagai disiplin, ketrampilan
perawatan, fisioterapis, terapi okupasi, dietisian, dan dokter umum dan
spesialis (dermatologis, bedah plastik, dan bedah vaskular sesuai
dengan yang dibutuhkan). Kadangkadang memerlukan/melibatkan
pekerja sosial.
4. Evidence based: pada saat ini lingkungan penanganan harus
berdasarkan pada kebaikan dan ”cost efekctive”.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan dengan menggunakan teknik modern lebih berfokus pada
mempertahankan lingkungan luka agar tetap lembab karena dengan menjaga
kelembaban pada luka akan memfasilitasi proses penyembuhan luka yang
cepat. Berbeda dengan perawatan luka menggunakan teknik konvensional
dimana manajemen luka konvensional tidak mengenal adanya lingkungan
luka yang lembab atau lebih pada kondisi sekitar luka tetap kering.
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan pada cost
effectiveness dan berdasar pada pertimbangan biaya (cost), kenyamanan
(comfort), dan keamanan (safety).
Topikal yang dipakai dalam perawatan luka modern sudah lebih
modern seperti penggunakan Alevin, Hydro Gel, dll, dan dapat memfasilitasi
penyembuhan lebih cepat sementara metode konvensioal menggunakan
topical pada umumnya di rumah sakit seperti Betadine, NaCl, dan Pehidrol.

B. Saran
1. Bagi Sarana Kesehatan
Disarankan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dan calon
perawat perawat untuk meningkatkan pengetahuan tentang peranannya
sebagai seorang perawat dalam elaksanakan tindakan – tindakan
keperawatan khususnya tindakan perawatan luka baik perawat di rumah
sakit maupun perawat wound care agar dapat menjalankan tugas seusai
dengan prosedur yang telah ditetapkan sehingga perawat menjadi terampil
dan banyak pengetahuan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Intervensi ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk mendukung
asuhan keperawatan tentang manajemen luka.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. & Wagner, C. M. (2013).


Nursing interventions classification (NIC). Edisi keenam (Edisi Bahasa
Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. & Roxsana, D. T. 2016.
Yogyakarta: Mocomedia.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L. & Swanson, E. (2013). Nursing


outcomes classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan. Edisi
Kelima (Edisi Bahasa Indonesia). Terjemahan oleh Nurjannah, I. &
Roxsana, D. T. 2016 Yogyakarta: Mocomedia.

Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosis medis & NANDA NIC- NOC. Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Ruth A Bryant, Denise P.Nix. 2007. Acute and Chronic Wounds. 3rd edition.
Mosby.
Saldy, yusuf. (2010). Konsep Dasar Luka Degubitus. Kumpulan Materi Kuliah.
Yohyakarta. UGM.

Anda mungkin juga menyukai