Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN BST

PERAWATAN LUKA
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Pembimbing: Okti Sri Purwanti, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.M.B

Kelompok B:
1. Mei linda Dwi Khusumawati (J230205060)
2. Octavia Dwi Ningrum (J230205061)
3. Annisa Shoimatun (J230205062)
4. Putri Auliya Rahmah (J230205065)

PROFESI NERS XXIII


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
A. PENGERTIAN
Penyembuhan suatu luka berhubungan dengan adanya regenerasi sel sampai
fungsi organ tubuh kembali pulih. Hal ini akan ditunjukan dengan tanda-
tanda dan respon yang berurutan, sel secara bersama-sama akan berinteraksi
melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Oleh karena itu perawatan luka
menjadi kebutuhan dasar yang penting untuk menjaga kualitas hidup klien
(Susilaningsih, 2017).
B. TUJUAN
Menurut Susilaningsih (2017) tujuan dari perawatan luka yaitu,
a. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
b. Absorbsi drainase
c. Menekan dan imobilisasi luka
d. Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis
e. Mencegah kontaminasi
f. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
g. Memberikan rasa nyama bagi klien (fisik dan psikologis)
C. INDIKASI
Menurut Susilaningsih (2017):
a. Luka tidak terkontaminasi dan luka steril
b. Balutan kotor dan basah akibat eksternal dan rembesan atau eksudat
c. Ingin mengkaji keadaan luka
d. Mempercepat debridement jaringan nekrotik
D. KONTRAINDIKASI
Menurut Susilaningsih (2017):
a. Luka bersih
- Pada luka dengan ditandai adanya pus, necrose dan serum
- Balutan tidak kotor dan tidak ada rembesan atau eksudat
b. Luka kotor
- Pasien yang tidak mengalami decubitus
- Pada pasien yang mobilisasi
E. MATERI
1. Definisi perawatan luka
Perawatan luka suatu teknik aseptik yang bertujuan membersihkan luka
dari debris untuk mempercepat proses penyembuhan luka (Susilaningsih,
2017)
2. Jenis-jenis luka
Menurut Susilaningsih (2017) jenis-jenis luka adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan kategori
1) Luka accidental, cidera tidak disengaja seperti terkena pisau,
luka tembak, luka bakar
2) Luka bedah, karena tindakan bedah yang direncanakan seperti
insisi bedah
b. Berdasarkan integritas kulit
1) Luka terbuka, kerusakan yang melibatkan kulit atau membran
mukosa, kemungkinan dapat terjadi pendarahan disertai
kerusakan jaringan, resiko infeksi
2) Luka tertutup, merupakan luka yang mengakibatkan pada
kerusakan jaringan lunak, tidak terjadi kerusakan integritas kulit,
kemungkinan terdapat cidera internal dan pendarahan
c. Berdasarkan description
1) Aberasi, luka akibat gesekan kulit
2) Puncture, trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau
tidak disengaja oleh akibat alat-alat yang tajam yang menusuk
kulit dan jaringan dibawah kulit
3) Laserasi, tepi luka kasar disertai sobekan jaringan
4) Kontusio, luka tertutup; pendarahan dibawah jaringan akibat
pukulan benda tumpul , memar
d. Berdasarkan jenis luka bedah
1) Luka bersih, yaitu luka bedah tertutup yang tidak mengenai
sistem gastrointestinal, pernafasan, resiko infeksi rendah
2) Bersih terkontaminasi, luka yang melibatkan sistem
gastrointestinal, pernafasan, resiko infeksi
3) Kontaminasi, merupakan luka terbuka, luka trauma, luka bedah
dengan asepsis yang buruk; resiko tinggi infeksi
4) Infeksi, area luka terdapat patogen disertai tanda-tanda infeksi
e. Berdasarkan kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial, hanya mengenai jaringan epidermis
2) Partial thicness, luka yang meluas sampai dermis
3) Full thicness, lapisan yang paling dalam yang melibatkan
epidermis, dermis, lapisan lemak, facia, dan bahkan ke tulang
f. Berdasarkan proses penyembuhan
1) Healing by primary intetion, tepi luka bisa menyatu kembali,
permukaan bersh, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dibagian
internal dan eksternal
2) Healing by secondary intention, terdapat sebagian jaringan yang
hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya
3) Delayed primary healing, penyembuhan luka berlangsung
lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, di perlukan
penutupan luka secara manual
g. Berdasarkan lama penyembuhan
1) Akut, jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3
minggu
2) Kronis, segala jenis luka yang ada tanda-tanda untuk sembuh
dalam janka lebih dari 4-6 minggu
F. Prinsip dasar penyembuhan luka
Menurut Ariningrum & Subandono (2018) proses fisiologi penyembuhan
luka dibagi menjadi 4 fase:
a. Respons inflamasi akut terhadap cidera, meliputi hemostastis, pelepasan
histamin dan mediator inflamasi lain dari sel-sel yang rusak serta migrasi
leukosit (netrofil, monosit, dan makrofag) ke tempat luka
b. Fase destruktif: pemberishan debris dan jaringan nekrotik oleh netrofil
dan makrofag
c. Fase proliferative, infiltrasi daerah luka oleh pembulu darah baru
diperkuat oleh jaringan ikat
d. Fase maturasi: kontraksi luka dan reorganisasi jaringan ikat
G. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Menurut Susilaningsih (2017) faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
yaitu
a. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan dan perbaikan sel
b. Anemia, dapat memperlambat proses penyembuhan luka karena
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan
dan maturasi
d. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel
e. Obat-obatan, merokok, dan stress, dimugkinkan dapat mempengaruhi
proses penyembuhan luka
H. Pemilihan balutan luka
Menurut Kartika (2015) pemilihan balutan luka yaitu:
a. Hidrogel, dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh
sendiri. Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan.
Balutan ini digunakan untuk luka nekrotik/bewarna, hitam/kuning
b. Film dressing, balutan ini sering digunakan sebagai secondary dressing
dan untuk luka post operasi
c. Hydrocolloid, balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana
lembab, melindungi luka dari trauma dan menghindari luka dari resiko
infeksi
d. Calcium alginate, digunakan untuk dreessing primer dan masih
memerlukan balutan sekunder. Membentuk gel diatas permukaan luka
berfungsi menyerap cairan luka yang berlebih dan menstimulasi proses
pembekuan
e. Foam/absorbant dressing, baluta ini berfungsi untuk menyerap cairan
luka yang jumlahnya sangat banyak sebagai dressing primer dan
sekunder
f. Dressing antimikrobial, balutan ini digunakan untuk luka kronis dan akut
yang terinfeksi atau beresiko terinfeksi
g. Antimikrobial hydrophobic, digunakan untuk luka bereksudat sedang-
banyak, luka infeksi, dan memerlukan balutan sekunder
h. Medical collagen sponge, digunakan untuk merangsang percepatan
pertumbuhan jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan
balutan sekunder
I. ALAT
Menurut Susilaningsih (2017) dalam buku Modul Keperawatan Dasar II, alat
yang digunakan dalam prosedur perawatan luka yaitu:
1. Bak instrumen steril yang berisi : pinset anatomis pinset sirurgis, gunting
debridement, kasa steril koma, kom : 3 buah
2. Spuit 5 cc / 10 cc
3. Sarung tangan
4. Gunting plester
5. Plester atau perekat (hypavix)
6. Desinfektan
7. Nacl 0,9%
8. Bengkok 2 buah(1 buah berisi larutan desinfektan)
9. Obat luka sesuai kebutuhan
10. Plastik kuning tempat bahan terkontaminasi
J. PROSEDUR
Menurut Susilaningsih (2017) prosedur melakukan perawatan luka sebagai
berikut:
1. Fase Pra Interaksi
a. Melakukan verifikasi program terapi
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2. Fase Orientasi
a. Memberikan salam dan identifikasi klien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga atau klien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Tahap Kerja
a. Membaca basmalah
b. Menjaga privasi,dengan menutup pintu atau gorden
c. Mengatur posisi klien dengan meninggikan tempat tidur sebatas perut
perawat, mematikan kipas angin, membuka daerah luka sehingga
dapat terlihat dengan jelas
d. Membuka peralatan

Perawatan Luka Kering/ Barsih


a. Melakukan inspeksi luka: penampilan, selang, produk cairan dan integritas
b. Memeras kasa dengan pinset agar tidak ada cairan yang menetes ke linen
(jaga ujung pinset di bawah)
c. Membersihkan luka dari puncak insisi ke bawah dengan 1 kasa untuk
setiap usapan ( atau bersihkan dari area or tidak kotor/ terinfeksi ke yang
paling kotor/ terinfeksi)
d. Membersihkan luka dan kulit sekitarnya dengan gerakan dari tempat insisi
ke arah luar
e. Membuang setiap kasa ke dalam plastik
f. Mengeringkan daerah luka dengan kasa kering
g. Memberikan obat sesuai instruksi : salep, sufratul, dll
h. Menutup luka dengan kasa steril
i. Menambahkan kasa sekali lagi
Perawatan Luka Kotor
a. Memakai sarung tangan
b. Membasahi plester dengan alkohol/ wash benzin/ nacl 0,9% dan buka
dengan menggunakan pinset
c. Membuka balutan lapis terluar
d. Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
e. Membuka balutan lapis dalam
f. Melakukan pengkajian luka : kondisi luka, panjang luka, ada pus/tidak,
nekrosis/ tidak
g. Melakukan tepi luka ( sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
h. Melakukan debridement
i. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan nacl
j. Mengeringkan luka dengan kasa
k. Mengolesi luka dengan desinfektan dan tutup dengan kasa steril
l. Memasang plester atau perban

Perawatan Luka Bakar


a. Membuka luka dengan hati-hati bila sulit dibasahi dengan nacl
b. Membersihkan luka dengan menggunakan cairan nacl
c. Melakukan debridement, bila terdapat jaringan nekrotik ( bila ada bola
jangan di pecah tapi di hisap dengan spuit steril setelah hari ketiga)
d. Membersihkan luka dengan nacl
e. Mengeringkan luka dengan menggunakan kasa steril
f. Memberikan obat topikal sesuai order pada luka
g. Menutup luka dengan kasa steril kemudian dipasang perband dan diplester
h. Memasang perban dan di plester

Perawatan luka dekubitus


Persiapan alat ditambah dengan sabun air hangat dan obat sesuai kebutuhan
a. Pakai sarung tangan bersih
b. Membasahi plester dengan alkohol/ wash benzin/ nacl 0,9% dan buka
balutan luar serta bersihkan sekitar luka dan bekas plester
c. Buka balutan lapis dalam
d. Kaji luka dekubitus dan kulit sekitar untuk menentukan derajat luka
(warna, kelembaban, diameter, kedalaman)
e. Cuci kulit sekitar luka dengan lembut menggunakan air hangat dan sabun
f. Keringkan dengan handuk
g. Ganti sarung tangan bersih dengan sarung tangan steril
h. Bersihkan luka secara menyeluruh dengan cairan normal saline atau agen
pembersih, untuk luka dalam gunakan semprit irigasi
i. Gunakan agen topikal jika diresepkan
 Enzim: oleskan salep pada telapak tangan dominan, oleskan salep tipis
dan rata di atas luka, hindari mengoles pada kulit sekitar luka, bahasa
kasar dengan cairan fisiologis dan tempelkan pada luka dan tutup kaca
yang basah dengan 1 lapis kasa kering dan plester dengan baik
 Antiseptik (luka dalam): oleskan salep antiseptik pada tangan
dominan, oleskan salep secara merata pada luka, pas angkasa dan
basket dengan kuat.
 Agen hidrogel: oleskan hidrogel pada telapak tangan dominan,
oleskan hidrogel pada permukaan luka, pasang kasa steril yang halus
untuk menutupi luka dan plester dengan kuat
 Kalsium alginat: bungkus luka dengan menggunakan aplikator atau
sarung tangan pasang kasa kering yang halus atau hidrokoloid diatas
alginat plester dengan kuat
j. Ubah posisi klien dengan nyaman tidak pada posisi luka
k. Bereskan peralatan dan dan lepaskan sarung tangan
l. Membaca hamdalah
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan klien
d. Membereskan alat-alat
e. Cuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Contoh kasus:
1. Seorang laki-laki berusia 46 tahun, dirawat diruang perawatan karena luka
pada kaki kanannya. Berdasarkan hasil pengkajian pasien memiliki riwayat
DM sejak 10 tahun lalu, hasil pemeriksaan fisik didapatkan lukaberwarna
kehitaman, akral dingin, rambut di jari-jari rontok.
Apakah yang seharusnya dilakukan oleh perawat pada pasien tersebut?
a. Mengkaji kekuatan ekstremitas
b. Mengkaji sirkulasi
c. Mengkaji neurosensori
d. Mengkaji kehangatan
e. Mengkaji kelembaban
Kunci jawaban: C

2. Seorang perawat di ruang perawatan akan melakukan perawatan luka pada


pasien Tn. A umur 50 tahun, saat melakukan pengkajian didapat luka tampak
bersih tidak terdapat slough dan nekrosis, luka berwarna pink segar.
Apakah tindakan perawatan luka yang tepat untuk kasus diatas?
a. Debridement
b. Pencucian luka
c. Dressing absorban
d. Hentikan perdarahan
e. Dressing moist
Kunci jawaban: E

3. Ny. M penderita DM tipe 2 usia 42 tahun, dengan luka gangrene pada bagian
ekstremitas kanan bawah daerah dorsal pedis. Sudah 4 hari dirawat diruang
penyakit dalam dn akan dilakukan tindakan perawatan luka. TTV dalam batas
normal. Pada perawatan luka setelah dilakukan pelepasan balutan
luka/verban.
Apakah tindakan selanjutnya yang akan dilakukan sesuai SOP?
a. Memakai handscoon
b. Melepaskan plaster
c. Melakukan nekrotomi pada jaringan nekrosis
d. Membersihkan luka
e. Membalut kembali luka dengan rapi
Kunci Jawaban: A

Diagnose yang mungkin muncul:


1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Ansietas
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Risiko infeksi

JURNAL 1
Judul: Efektivitas Penggunaan Ekstrak Sambiloto (Andrographis Paniculata,
Nees) Terhadap Bau Pada Luka Diabetes Mellitus Stage III dan IV di Rumah
Perawatan Luka Bone Wound Care Centre Kabupaten Bone

Metode: Penelitian ini menggunakan Metode Eksperimen dengan One Group


pretest-posttest design, pengambilan sampel menggunakan Accidental Sampling
dan terdapat 10 responden. Pengumpulan data menggunakan observasi dan
dianalisis dengan Uji Wilcoxon (ρ < 0,05) untuk mengetahui efektif dan tidak
efektif antara variabel, Hasil analisis bivariat menunjukkan ekstrak sambiloto
efektif terhadap penurunan bau luka diabetik (ρ < 0,004).

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa bau luka pada awal pengkajian
sebagian besar luka sudah pada bau tercium dengan jarak satu lengan dengan
pasien dan bau tercium di dalam kamar. Dan semakin hari derajat bau luka pada
pasien semakin meningkat yang berarti bahwa bau luka semakin berkurang dan
puncaknya pada hari keempat dan kelima terlihat derajad luka sudah tidak ada bau
Pembahasan: Hasil observasi menunjukkan bahwa terjadi perubahan drastis pada
bau luka di kunjungan ke lima jika di bandingkan dengan kondisi bau luka pada
saat dilakukan pretest. Hal ini disebabkan oleh Ekstrak Sambiloto (Andrographis
Paniculata, Ness) yang memiliki kandungan antibakterial sehingga mampu
meminimalisir jumlah bakteri yang terdapat pada luka penyebab infeksi yang
berlanjut pada pembusukan jaringan yang terdapat pada luka tersebut. Khasiat
sambiloto sebagai salah satu obat alternatif semakin diakui. Jika dahulu khasiat
sambiloto digambarkan dalam berbagai kisah dan simbol, saat ini sudah bisa
dibuktikan secara ilmiah lewat berbagai kajian dan penelitian. Berdasarkan hasil
penelitian, tanaman sambiloto mengandung berbagai zat aktif yang sangat
berguna bagi tubuh. Berikut ini dijelaskan beragam kandungan bahan aktif di
dalam daun, batang, bunga, dan akar tanaman sambiloto.

1. Zat andrographolid. Zat ini menghasilkan rasa pahit yang luar biasa pada
sambiloto. Umumnya zat ini mengandung racun.
2. Alkane, keton, aldehid, asam kersik, dan damar.
3. Kalium yang berfungsi meningkatkan jumlah urine sekaligus membantu
mengeluarkannya.
4. Kalsium dan natrium.
5. Minyak asiri (essential oil) yang bermanfaat sebagai antiradang.
6. Laktone yang berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik karena
mengandung neoandrographolid, andrographolid, deoksiandrographolid, 14-
deoksi-11, dan 12 didehidroandrographolid.
7. Flavonoid yang antara lain berfungsi untuk mencegah dan menghancurkan
penggumpalan darah.

JURNAL 2
Judul: Etnobotani Tumbuhan Obat Luka Pada Masyarakat

Metode: Pengumpulan data dilakukan dengan metode Participatory Rural


Appraisal (PRA) dan purposive sampling. Objek penelitian tetua desa (tuha peut),
dukun/tabib, remaja: usia 17-20 tahun, dewasa: usia 21-40 tahun, dan lansia: usia
> 60 tahun. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Parameter pengumpulan
data adalah jenis-jenis tumbuhan obat, cara pemanfaatan tumbuhan obat.

Hasil: Jumlah jenis tumbuhan berkhasiat obat yang digunakan untuk mengobati
luka di Kabupaten Pidie sebanyak 47 jenis yang terdiri dari 33 suku. Terdapat 12
jenis luka yang teridentifikasi pada masyarakat Kabupaten Pidie yaitu: luka sunat,
luka terkena peluru, luka baru, luka kusot (luka terkena getah melinjo), luka di
gigit nyamuk, luka lama terkena benda tajam, luka lama dan membesar, luka
karena diabetes, luka bakar, ceme- kam, luka memar, memar karena benturan
keras, mencegah memar karena jatuh, memar tanpa benturan.
Pembahasan: Dalam dunia kesehatan juga diketahui getah jarak pagar
mengandung flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antifungi, antiseptik,
antiradang, dan juga berfungsi dalam proses regenerasi atau perbaikan sel.
Saponin yang dapat me- macu pertumbuhan kolagen dalam proses penyembuhan
Dan memiliki efek menghilangkan rasa sakit dan merangsang pembentukan sel-
sel baru. Serta jatrofin (mengandung alkaloid), yang diketahui ada manfaat dalam
hal analgesic. Ter- dapat empat jenis luka yang memanfaatan bahan minyak
kelapa yaitu; luka terkena peluru, luka kusot (luka terkena getah melinjo), luka di
gigit nyamuk, dan cemekam. Minyak kelapa dimanfaatkan dalam bentuk tunggal
atau gabungan dengan bahan lain. Masyarakat Kabupaten Pidie juga
memanfaatkan tumbuhan talas sebagai obat penyembuhan luka terkena benda
tajam. Caranya dengan mengoleskan getah pada bagian luka, untuk penutup luka
yang sudah dioleskan getah talas, meggunakan bagian dalam tangkai daun talas
yang iris tipis, setelah itu ditempelkan pada luka, tahap akhir dari pengobatan ini
bagian luka diikat dengan kulit luar tangkai daun talas.

JURNAL 3
Judul: Perbandingan Efektivitas Perawatan Luka Modern “Moist Wound
Healing” Dan Terapi Komplementer “NaCl 0,9% + Madu Asli” Terhadap
Penyembuhan Luka Kaki Diabetik Derajat II Di Rsud Bangkinang
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian dalam penelitian ini quasy eksperimental menggunakan rancangan
penelitian prepost test with control. Lokasi penelitian di RSUD Bangkinang
dengan waktu penelitian pada 24 – 30 Juli 2017.

Hasil: Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui kemaknaan perbandingan


perawatan luka kaki diabetik dengan menggunakan MWH dibandingkan
perawatan luka kaki diabetik dengan menggunakan NaCl 0,9% + Madu di
RSUD Bangkinang dengan uji T Test dengan α = 0,05. Hasil penelitian selisih
mean peringkat tiap kelompok. yaitu pada kelompok responden dengan
perawatan NaCl 0,9% + Madurerata peringkatnya pada luka 0,1, jaringan 0,4
dan epitelisasi 0,2. sedangkan pada kelompok MWH selisih rerata pada luka
1,6, jaringan dan epitelisasi 0,4. untuk uji statistik, perawatan luka dengan
menggunakan metode MWH lebih efektif dibandingkan dengan metode Madu
+ NaCl 0,9% dengan P Value 0,00. Penelitian yang dilakukan terhadap 10
responden, diperoleh rata-rata skor perkembangan luka pada kelompok perawatan
luka yang menggunakan NaCl 0,9 % + Madu sebesar 0,1 sedangkan rata-rata
skor perkembangan luka pada kelompok balutan Moist Wound Healing adalah
sebesar 1,6. Uji T Test digunakan untuk menganalisis efektifitas perawatan
luka kaki diabetik modern tehnik Moist Wound Healing dengan tingkat
signifikansi p ≤ 0,05. Maka diperoleh nilai signifikansi (p) sebesar 0,00 yang
artinya < 0,05 sehingga Ho ditolak. Hal ini bermakna ada perbedaan
efektifitas perawatan luka diantara kedua kelompok yang diuji yaitu kelompok
responden yang menggunakan NaCl 0,9 % + Madu dan kelompok responden
yang menggunakan metode perawatan Moist Wound Healing.
Pembahasan: Pasien dengan luka kaki diabetes membutuhkan perawatan
jangka panjang untuk dapat sembuh kembali. Dalam penelitian Sheehan
(2007), dilaporkan perawatan pasien dengan luka kaki diabetes akan
menunjukkan penutupan luas area luka pada 4 minggu pertama dan sembuh
total 12 minggu. Luka kaki diabetik adalah infeksi, ulkus dan/atau kerusakan
jaringan yang lebih dalam yang terkait dengan gangguan neurologis dan
vaskuler pada tungkai (WHO, 2006). Harman (2007), penggunaan balutan
kassa merupakan standart dalam perawatan luka dan masih banyak
digunakan secara luas dalam proses perawatan luka. Produk perawatan luka
dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% + Madu banyak keuntungan yang
didapat seperti lebih murah, mudah digunakan dan dapat dipakai pada area
yang sulit dijangkau serta tidak bersifat toksik terhadap jaringan. Cairan NaCl
0,9 % bersifat isotonis, yang artinya memiliki sifat yang sama dengan cairan
yang ada pada tubuh manusia. Cairan NaCl 0,9% lebih dianjurkan sebagai
cairan perawatan luka jika dibandingkan dengan cairan lain seperti H2O2,
povidone Iodhine, rivanol dan cairan lainnya yang bersifat toksik terhadap
jaringan. Prinsip dari produk perawatan luka modern adalah mempertahankan
dan menjaga lingkungan luka tetap lembab untuk memfasilitasi proses
penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian
sel (De Laune, 1998 dalam Dewi, 2008). Lingkungan luka yang lembab
(moist) dapat mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara membantu
menghilangkan fibrin yang terbentuk pada luka kronis dengan cepat
(fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab,
menurunkan angka kejadian infeksi dibandingkan dengan perawatan kering,
membantu mempercepat pembentukan growth factor yang berperan dalam
proses penyembuhan, dan mempercepat invasi netrofil yang diikuti oleh
makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka (Gitarja, 2008). Pada kelompok
dengan metode Moist Wound Healing menunjukkan perbaikan kondisi luka
yakni ukuran luka berkurang, tipe dan jumlah jaringan nekrotik berkurang,
jumlah eksudat pada luka berkurang, serta peningkatan epitelisasi pada
permukaan luka. Sedangkan perubahan kondisi luka yang terjadi pada
kelompok yang menggunakan cairan NaCl 0,9 % + Madu adalah pada
penurunan jumlah eksudat, untuk epitelisasi tidak ada perubahan yang
signifikan.
Perawatan luka kaki diabetik menggunakan metode Moist Wound
Healing dapat dikatakan lebih efektif dalam menurunkan skor derajat luka
dibandingkan dengan perawatan luka menggunakan NaCl 0,9%+Madu, walaupun
rata-rata total biaya perawatannya lebih mahal. Penggunaan metode Moist
Wound Healing juga dirasa efisien karena tidak perlu terlalu sering
mengganti balutan. Hal ini tentu saja sangat membantu mengurangi risiko
trauma berulang pada luka yang dialami pasien. Dari seluruh parameter yang
peneliti observasi pada kelompok Madu+NaCl 0.9%, bagian yang paling
sering dijumpai peneliti yaitu jumlah eksudat pasien yang tampak semakin
berkurang, pengukuran granulasi jaringan sebelum perawatan luka
menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) pasien memiliki jaringan granulasi
berwarna merah terang atau merah daging yang menutupi ≤ 25% luas luka.
Sedangkan sebagian kecil (20%) pasien lainnya belum mengalami granulasi
jaringan. Sebagian besar pasien memiliki luka dengan jaringan granulasi yang
tidak sehat akibat perawatan luka yang kurang tepat atau bahkan karena luka
yang tidak dirawat sehingga jaringan luka cenderung kering. Akibat lingkungan
yang kering tersebut maka jaringan granulasi tidak dapat tumbuh optimal
karena jaringan granulasi dapat tumbuh optimal pada lingkungan lembab.
Menurut The National Honey Board (2004), kandungan rata-rata fruktosa
pada madu sebesar 38,50%, glukosa sebesar 31,00% dan protein total sebesar
0,30%. Teori lain menyebutkan bahwa angiopati pada diabetes mellitus
menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) dan
antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Setiawan dan
Suhartono, 2005). Sebagai agen pengobatan luka topikal, madu mudah diserap
kulit, sehingga dapat menciptakan kelembaban kulit dan memberi nutirisi
yang dibutuhkan kulit (Jeffrey dan Echazaretta, 1997). Perawatan luka
diabetik menggunakan madu bertujuan untuk membunuh kuman (antibakteri),
mengurangi inflamasi (antiinflamasi), serta menstimulasi dan mempercepat
penyembuhan luka. Fungsi madu sebagai anti bakteri, antiinflamasi,
menstimulasi dan mempercepat penyembuhan luka.

JURNAL 4
Judul: Penggunaan Balutan Modern (Hydrocoloid) Untuk Penyembuhan Luka
Diabetes Mellitus Tipe II
Metode: Teknik sampling yang digunakan adalah metode purposive sampling
dengan 10 responden. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasi Experimen
dengan pendekatan One Group Pretest and Postest desain. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan lembaran observasi yang dilaksanakan pada
bulan Januari sampai Februari 2015 di ruangan rawat inap interne di RSUD
Achmad Mochtar Bukittinggi.Penelitian ini lebih difokuskan
pada proses penyembuhan luka diabetes mellitus tentang pengaruh penggunaan
balutan modern (hydrocoloid) terhadap proses penyembuhan luka diabetes
mellitus.
Hasil: Nilai rata-rata penyembuhan luka sebelum diberikan balutan modern
hydrocolloid)adalah sebesar 37,40 dengan standar deviasi 4,45. Nilai terendah
31 dan tertinggi 44. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa nilai sebelum diberikan balutan modern (hydrocolloid
)terendah antara 34,21 dan tertinggi 40,59. Nilai rata-rata penyembuhan luka
sesudah diberikan balutan modern (hydrocolloid) adalah sebesar 33,53 dengan
standar deviasi 4,41. Nilai terendah 27 dan tertinggi 44. Dari nilai estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa nilai sesudah diberikan
balutan modern (hydrocolloid) antara 30,37 dan tertinggi 36,69.
Pembahasan: Tidak adanya perkembangan penyembuhan luka diabetik
(degenerasi) pada responden disebabkan penderita masih menggunakan balutan
konvensional dan pada balutan konvensional ketika akan merawat luka pada
hari berikutnya, kassa akan menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit
pada klien, di samping itu juga sel-sel yang baru tumbuh juga akan rusak.
Neuropati perifer, penyakit vaskuler perifer, deforrnitas struktur kaki menjadi
faktor utama penyebab luka diabetes. Faktor lain turut berperan timbulnya
luka diabetes meliputi trauma, kelainan biomekanik, keterbatasan gerak sendi,
dan peningkatan resiko infeksi. Pada hari ke 3 atau pada observasi kedua
beberapa responden yang mengalami regenerasi penyembuhan luka disebabkan
keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka dan penggunaan
konsep “moist wound healing” adalah metode untuk mempertahankan
kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan kelembaban,
sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara
alami.
Sebagian besar responden mengalami perkembangan penyembuhan luka
diabetik disebabkan konsep balutan modern yang memberikan kehangatan
dan lingkungan yang lembab pada luka. Kondisi yang lembab pada permukaan
luka dapat meningkatkan proses perkembangan perbaikan luka, mencegah
dehidrasi jaringan dan kematian sel. Kondisi ini juga dapat meningkatkan
interaksi antara sel dan faktor pertumbuhan. Terdapatnya perbedaan derajat luka
diabetic sebelum dan sesudah diberikan balutan modern pada penderita Diabetic
melitus tipe II disebabkan proses kerja hydrocoloid yang mempertahankan
dan menjaga lingkungan luka tetap lembap untuk memfasilitasi proses
penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan cairan jaringan dan kematian
sel sehingga mempercepat regenerasi penyembuhan luka.(Rachma &
Andriany, n.d.). Penatalaksanaan luka diabetik sebaiknya harus dilakukan
secara berkesinambungan yang meliputi diet makanan yang menjadi pemicu
keterlambatan penyembuhan luka, agar tidak terjadi komplikasi lanjutan seperti
amputasi , jadi perawatan luka adalah tindakan keperawatan yang bertujuan
untuk mencegah resiko amputasi, dibutuhkan analisa tentang biaya yang
efektif dengan memakai balutan modern akan menguntungkan dalam
perawatan luka. (Ismail, Irawaty, & Tuti Haryati, 2008).

JURNAL 5
Judul: Aplikasi Perawatan Luka Dengan Menggunakan Enzymatik Therapy:
Aloe Vera Dalam Manajemen Luka Diabetes
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus dengan melakukan observasi dan studi dokumen pada kasus yang
diteliti. pemilihan partisipan dengan cara purposive sampling (Afiyati, A. 2014).
Partisipan yang dipilih adalah pasien icsada woundcare yang mempunyai luka
diabetic. Analisa yang akan digunakan dalam penelitian studi kasus ini
adalah menggunakan lima teknik yaitu pattern matching, linking data to
proposition, explanation building, time-series analysus, logic models (Yin,
2009).
Hasil: Kasus yang diambil adalah kasus luka dekubitus pasien dengan
riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu, dimana luka tersebut merupakan luka
baru yang belum pernah mendapatkan perawatan apapun, baik dengan metode
konvensional maupun dengan metode yang modern. Semula luka tampak kecil
sehingga klien mengabaikan luka tersebut dan tidak menutupnya. Kemudian
tanpa disadari luka menjadi luas dan nyeri. Terdapat luka pada punggung klien,
panjang luka 6 x 2 cm. Luka stage 2 dan terdapatslough. Warna Dasar Luka
60% hitam, 40% kuning kondisi lingkungan sekitar kering dan kurang terawat.
Perawatan luka dilakukan Selama 9 hari (3 kali perawatan) dimana perawatan
dilakukan setiap 3 hari sekali dan hasilnya menunjukkan perubahan sesuai
pengkajian luka sbb: : Warna Dasar Luka 40 % hitam, 30 % kuning , 30 %
merah, ukuran luka:2, kedalaman luka: 2, tepi luka: 4, Goa: 1, tipe eksudat
1, jumlah eksudat 1, warna kulit sekitar luka: 3, jaringan yang edema: 1,
jaringan granulasi: 4, epitelisasi: 5. Total skore:24. Deskripsi diatas menunjukkan
bahwa luka mengalami perubahan pada berkurangnya jaringan nekrosis dan
slough, warna kulit sekitar luka berubah serta jaringan granulasi bertambah
luas, namun epitelisasi tidak bertambah.
Perawatan luka yang dilakukan pada pasien ini adalah melakukan
pencucian luka dengan menggunakan sabun luka dan NaCl, kemudian luka
di beri antiseptic, dan dilakukan debridement (mechanical debridement) untuk
menghilangkan slough dan jaringan nekrotik dan dikeringkan dengan kassa
kering steril, dressing yang digunakan adalah topical therapy berupa lidah
buaya yang sudah dihaluskan sesua takaran yang ada di prosedur untuk
melunakkan jaringan nekrosis dan slough. salep yang digunakan adalah salep
yang mengandung zink, serta diberikan antibiotik dan terapi ozone. Penutup
luka digunakan absorbent serta ditutup lukanya secara oklusif.
Pembahasan: Perawatan luka yang dilakukan dengan modern dressing
mengunakan hidrogel lidah buaya (Aloevera) serta dengan prinsip lembab
menunjukkan hasil yaitu terdapatnya perubahan jaringan yang terjadi pada
beberapa komponen pengkajian luka menurut Betes Jensen antara lain
berkurangnya ukuran luka, kedalaman luka, prosentase granulasi, epitelisasi,
berkurangnya jumlah jaringan nekrosis serta jumlah slough. Tahapan tindakan
yang dilakukan yaitu mencuci luka, melakukan debridement, penentuan
balutan/dressing yang tepat yaitu dengan hidrogel lidah buaya, salep luka
(metcovazin) sebagai topical terapi, dressing menggunakan cadexomer iodine
dan absorbent ditutup dengan kassa sretil secara oklusif dengan menggunakan
absorbent yang dilakukan dalam waktu 3 hari.
. Penggunaan enzymatik therapy: aloe vera dalam perawatan luka diabetes
dapat digunakan sebagai manajemen luka diabetes terpadu dengan
memperhatikan prinsip perawatan luka terkini menggunakan evidence based
nursing. Pemantauan pada luka post debridemen dan dressing luka harus
dilakukan dengan teratur. Untuk luka terinfeksi atau banyak eksudat,
pemantauan luka dan pergantian dressing harus dilakukan tiap 2-3 hari hingga
infeksi stabil. Pergantian jenis dressing luka perlu dilakukan sesuai dengan
perubahan jenis luka.
Lidah buaya bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit.
Dalam lidah buaya terdapat zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke
dalam kulit. Getah lidah buaya mengandung aloin, aloe-emodin, dan
barbaloin, yang berkhasiat sebagai laktatif. Kandungan polisakarida daun
lidah buaya dapat mempercepat penyembuhan luka dan mengurangi reaksi
peradangan. Selain itu lidah buaya juga mengandung saponin yang dapat
berkhasiat membunuh kuman. Gel lidah buaya mengandung lignin yang mampu
menembus dan meresap kedalam kulit. Gel ini akan menahan hilangnya cairan
tubuh dari permukaan kulit sehingga kulit tidak kering,

Notulensi Presentasi BST Perawatan Luka


Pertanyaan:
1. Dalam proses penyembuhan luka ada 3 fase, berapa lama waktu yang
dibutuhkan dalam setiap fase tersebut untuk proses penyembuhan? (Afifah
Ayu Syaiful NIM J230205050)
2. Bagaimana tindakan yang diberikan pada pasien yang mengalami luka bakar
diseluruh tubuhnya apakah harus diberikan balutan diseluruh luka atau
tidakdiberi balutan serta berikan alasannya? (Gusti Ayu Putu Krisna Dewi
NIM J230205049)
Jawaban:
1. 1) Fase Inflamasi /Reaksi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 3-
4 hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah
invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan selanjutnya.
2) Fase Proliferasi /Regenerasi
Fase Proliferasi merupakan pembentukan jaringan granulasi untuk
menutup defek atau cedera pada jaringan yang luka. Tahap ini
berlangsung dari hari ke 3 - 4 sampai dengan hari ke 21 setelah
trauma, ketika mulai terbentuknya epitel dermis dan kolagen muda.
Terbentuknya jaringan epitel dan jaringan granulasi merupakan awal
penyembuhan luka bakar.
3) Fase Maturasi /Remodeling
Fase Maturasi merupakan pemolesan jaringan penyembuhan yang telah
terbentuk menjadi lebih matang dan fungsinal. Tahap ini dimulai pada hari
ke 21 dan dapat berlansung sampai 1 atau 2 tahun setelah trauma
tergantung dari dalam/derajat dan luasnya luka. (Putri Auliya Rahmah
NIM J230205065)
2. Covering: penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan
derajat luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu dtutup dengan kassa
atau bahanlainnya. Pembalutan luka dilakukan setelah pendinginan bertujuan
untuk mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan
kulit akibat luka bakar dan mencegah terkontaminasinya dengan
mikroorganisme secara langsung yang dapat menyebabkan infeksi serta dapat
menghambat penyembuhan (Annisa Shoimatun NIM J230205062)

Referensi:

Ariningrum, D., & Subandono, J. (2018). Buku Pedoman Ketrampilan Klinis:


Manajemen Luka. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Adriani dan Teti mardianti. (2016). Penggunaan Balutan Modern (Hydrocoloid)
Untuk Penyembuhan Luka Diabetes Mellitus Tipe II. Bukittinggi: Jurnal
Ipteks Terapan Research of Applied Science and Education V10.i1 (18-23),
ISSN: 1979-9292 E-ISSN: 2460-5611, diakses tanggal 03 November 2020
Black, Joy M., Hawks, Jane Hokanson. (2010). Medical Surgical Nursing:
Clinical Management of Positive Outcomes. Philadelphia: Elsevier Sounders
Ferawati. (2018). Aplikasi Perawatan Luka Dengan Menggunakan Enzymatik
Therapy: Aloe Vera Dalam Manajemen Luka Diabetes. Bojonegoro: Journal
of Health Sciences, Vol. 11 No. 2, August 2018, 121-129, diakses tanggal 03
November 2020
Jamaluddin, Maryam. (2018). Efektivitas Penggunaan Ekstrak Sambiloto
(Andrographis Paniculata, Nees) Terhadap Bau Pada Luka Diabetes Mellitus
Stage III dan IV di Rumah Perawatan Luka Bone Wound Care Centre
Kabupaten Bone. Makassar: Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12
Nomor 2 Tahun 2018, eISSN : 2302-2531, diakses tanggal 03 November
2020
Kartika. R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis Dengan Modern Dressing. CDK-
230, vol. 42(7)
Ns. Riani, S.Kep., M.Kes¹, Fitri Handayani, SST., M.Kes. (2017). Perbandingan
Efektivitas Perawatan Luka Modern “Moist Wound Healing” dan Terapi
Komplementer “NaCl 0,9% + Madu Asli” Terhadap Penyembuhan Luka
Kaki Diabetik Derajat II di RSUD Bangkinang. Bangkinang: Jurnal Ners
Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Vol 1, No 2, Oktober 2017
ISSN 2580-2194, diakses tanggal 03 November 2020
Potter, P.A., dan Perry, A.G. (2009).Fundamental of Nursing: Concepts, Process,
and Practice. 9th Ed. (Terj. Renata Komalasari). Jakarta: EGC
Purwanti, Okti Sri. (2018). Modul Keperawatan Medikal Bedah II. Surakarta:
Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS
Rubiah., Djufri dan Muhibbuddin. (2017). Etnobotani Tumbuhan Obat Luka Pada
Masyarakat. Pidie: Jurnal EduBio Tropika, Volume 5, Nomor 2, Oktober
2017, hlm. 54-106, diakses tanggal 03 November 2020
Susilaningsih, Endang Zulaicha. (2017). Modul Praktikum Keperawatan Dasar II.
Surakarta: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UMS
Link video: https://www.youtube.com/watch?v=l7dBwpFUZhY
https://www.youtube.com/watch?v=yt1ys7rGyl4

Anda mungkin juga menyukai