Anda di halaman 1dari 6

A.

PENGERTIAN

Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tubuh oleh sebab-

sebab fisik, mekanik, kimia dan termal. Luka, baik luka terbuka atau luka tertutup,

merupakan salah satu permasalahan yang paling banyak terjadi di praktik sehari-hari

ataupun di ruang gawat darurat. Penanganan luka merupakan salah satu keterampilan

yang harus dikuasai. Tujuan utama manajemen luka adalah mendapatkan

penyembuhan yang cepat dengan fungsi dan hasil estetik yang optimal. Tujuan ini

dicapai dengan pencegahan infeksi dan trauma lebih lanjut serta memberikan

lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.

Perawatan luka pada anak memerlukan pendekatan yang berbeda bila

dibandingkan dengan perawatan luka pada dewasa. Keterbatasan penelitian dan

kurangnya ketersediaan panduan praktik klinis mengenai perawatan luka pada anak

menjadi salah satu tantangan tersendiri dalam manajemen luka anak. Perawatan luka

pada anak diawali dari wound assessment untuk menentukan jenis luka. Hal ini

nantinya akan mempengaruhi pilihan perawatan luka, seperti irigasi luka, perlu atau

tidaknya debridement, pengelolaan eksudat, dan menjahit luka. Dokter juga perlu

mempertimbangkan pemilihan penutup luka (dressing) dan cara terbaik melakukan

manajemen nyeri, terutama pada anak yang lebih muda. Penilaian luka pada anak

dilakukan secara teliti agar penyembuhan luka optimal dan parut yang ditinggalkan

seminimal mungkin. Proses penyembuhan luka pada anak umumnya lebih cepat bila

dibandingkan dengan dewasa. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersediaan sel punca

(stem cell) yang lebih banyak untuk mendukung proses regenerasi sel dan jaringan.

B. INDIKASI PERAWATAN LUKA PADA ANAK

Indikasi perawatan luka pada anak adalah luka akibat cedera, luka gigitan,

ataupun luka bakar. Tujuan perawatan luka adalah untuk mencegah infeksi akibat
kontaminasi mikroorganisme pada luka, membersihkan luka dari eksudat dan sel-sel

kulit yang mengalami nekrosis, serta mempercepat proses penyembuhan luka. Selain

itu perawatan luka pada anak juga dapat dilakukan untuk keperluan diagnosis jenis

luka melalui penilaian terhadap luka. Penilaian luka dapat dilakukan sebelum dan saat

perawatan luka berlangsung dengan menilai bentuk luka, tepi luka, garis batas luka,

sudut luka, tebing luka, dan daerah sekitar luka.

C. JENIS-JENIS LUKA

Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan

menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).

1. Berdasarkan tingkat kontaminasi

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan

luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson

– Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam

kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya

infeksi luka adalah 3% - 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka

akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau

kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,

inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.


2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi

pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan

epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya

tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi

kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah

tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan

epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis

sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan

tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka

a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,

dapat karena faktor eksogen dan endogen.

D. PROSES PENYEMBUHAN LUKA

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah

beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cidera. Proses

perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan sel

ke arah yang mengalami cidera, dan membentuk sel-sel epitel pada tempat cedera
(epitelialisasi). Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang cedera akan

mengalami kontraksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan.

Bekuan–bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan

menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak menyekresi histamin,

yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan mengeluarkan serum dan

sel-sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal ini menimbulkan reaksi

kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal. Respon inflamasi merupaka respon

yang menguntungkan dan tidak perlu mendinginkan area inflamasi atau

mengurangi bengkak kecuali jika bengkak terjadi dalam ruang tertutup. Leukosit

(sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa jam. Leukosit utama yang

bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai memakan bakteri dan debris yang

kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat enzim yang

akan menyerang bakteri atau membantu perbaikan jaringan.pada inflamasi kronik,

neutrofil yang mati akan membentuk pus.

Leukosit penting yang ke dua adalah monosit yang akan berubah menjadi

makrofag (sel kantong sampah) yang akan membersihkan luka dari bakteri, sel-sel

mati dan debris dengan cara fagositosis. Makrofag juga mencerna dan mendaur

ulang zat-zat tertentu, seperti asam amino dan gula yang dapat membantu dalam

perbaikan luka. Makrofag akan melanjutkan proses pembersihan debris luka,

menarik lebih bnayak makrofag dan menstimulasi pembentukan fibriblas, yaitu sel

yang mensintesis kolagen. Kolagen dapat di temukan paling cepat pada hari kedua

dan menjadi komponen utama jaringan parut.

Setelah makrofag membersihkan luka dan menyiapkannya untuk perbaikan

jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar bekuan darah. Sel

epitel berkumpul di bawah rongga luka selama sekitar 48 jam, lalu di atas luka
akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi barier terhadap

organisme penyebab infeksi.

Terlalu sedikit proses inflamasi yang terjadi akan menyebabkan fase

inflamasi berlangsung lama dan proses perbaikan menjadi lambat, seperti yang

terjadi pada penyakit yang terlalu banyak inflamasi juga dapat memperpanjang

masa penyembuhan luka karena sel yang tiba pada luka akan bersaing untuk

mendapatkan nutrisi yang memadai.

2. Fase ploliferasi (regenerasi)

Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase

proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenarasi

ini adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau jaringan gramlasi yang

baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah selsel

yang mensintesis kolagen yang akan menutup defek luka. Fibroblas membatuhkan

vitamin E dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat berfungsi dengan baik.

Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka.

Selama periode ini luka mulai tertutup oleh jaringan yang baru. Bersamaan

dengan proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka

meningkat dan risiko terpisah atau ruptur luka akan menurun. Tingkat tekanan

pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbertuk. Contohnya

jaringan parut lebih banyak terbentuk pada luka diekstremitas dibandingkan

dengan luka pada daerah yang pergerakannya sedikit, seperti di kulit kepala atau

dada. Gengguan proses penyembuhan selama fase ini biasanya disebabkan oleh

faktor, seperti usia, anemia, hipo proteinemia dan defisiensi zat besi.
3. Maturasi (remodeling)

Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat

memerlukan waktu lebih dari 1 tahun. Bergantung pada kedalaman dan keluasan

luka, jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat

setelah beberapa bulan. Namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak memiliki

daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Serat kolagen

mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk normal.

Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit)

dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit normal.

Anda mungkin juga menyukai