Anda di halaman 1dari 19

SKIN INTEGRITY and WOUND CARE

Disusun Oleh:

Al Azhar

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2009/2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena limpahan
rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Skin
Integrity and Wound Care” dengan lancar.
Dalam menyelesaikan makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada
guru pembimbing, Hidayah, S.Kep yang telah membimbing penulis untuk
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan juga
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua, dan untuk itu penulis mengucapkan banyak
terima kasih.

Pontianak, Maret 2010

Penulis
SKIN INTEGRITY and WOUND CARE

A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997).
Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

B. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan,
genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanyamenghasilkan luka yang
tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt).
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% -5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% -11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi
akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% -17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) :yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan
adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka
timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati. Gambat luka akut
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen. Gambat luka kronis
C. Mekanisme terjadinya luka
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh
sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

D. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan
sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan.
Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan
perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh,
melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu
untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).

1. Prinsip PenyembuhanLuka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
(1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
(2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
(3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
(5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
(6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri

2. Fase Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan
seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier (1995):
a. Fase Inflamatori (koagulasi/pembekuan)
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama
terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan
darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik
fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk
dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh
dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan
untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada
proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis
(AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambahtegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai dari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.
Dan menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca
operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai
tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya
suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka.
Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang
dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan
debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag)
masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang
pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali
dapat terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara
cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapis-
lapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan
aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi
tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah,
kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 – 2
tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat
penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu,
menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi
rata, tipis dan garis putih.
Sedangkan menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6
hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih
di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah,
membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks
fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon inflammatory adalah
saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma
menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di
luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang kemudian
mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan
membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag
membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan
mengembalikan asam amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam
ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2
– 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam
amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas
luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas
luka merekat kuat.

E. Faktor yang Mempengaruhi Luka


1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan
resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose
tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh
darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada
orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang
besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga
menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya
suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin,
jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang
kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan
luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

F. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan
eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau
setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah
pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis
jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain).
Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah
balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah
pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi,
penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan
intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi
operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau
total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor
meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk
yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum
kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus
segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien
disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

G. Perkembangan Perawatan Luka


Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah
dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998).
Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti
telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan
yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan
bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka
yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal
pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini
merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998). Perawatan luka
lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua
jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering
(Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab
meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih
cepat sembuh.
Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan
luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab ( Potter. P,
1998).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan
kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya
terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi,
1999).
Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara
sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan
dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat
dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu
banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996)
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi
luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu
minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.
Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :
1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu
atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan
menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan
panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak
meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6
bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan
ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.

H. Tujuan Perawatan Luka


1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka


1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan
ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman
digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau
natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak
mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992).
Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah
sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk
alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999).
Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi
jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka
menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah
(http://rpromise.com/woundcare)
2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang
dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna
hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di
air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide
encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung
konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan
melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga
cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur,
dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin,
2002).
Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodinetoxic terhadap sel
(Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi >3 % dapat memberi rasa panas
pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat
ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri
pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
MERAWAT LUKA

A. Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau
jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit

B. Tujuan
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme kedalam kulit dan membran
mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah perdarahan
7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.

C. Persiapan alat
1. Set steril yang terdiri atas :
a. Pembungkus
b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
c. Tempat untuk larutan
d. Larutan anti septic
e. 2 pasang pinset
f. Gaas untuk menutup luka.
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti :
Extra balutan dan zalf
3. Gunting
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Plester atau alat pengaman balutan
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester

D. Cara kerja
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan
pasien.
2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya
pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang
pada sisi tempat tidur.
6. Angkat plester atau pembalut.
7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-
hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau
menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi
pasien.
9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10. Buka set steril
11. Tempatkan pembungkus steril di samping luka
12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai
mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain
gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk
memegang drain.
13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset
dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset
dijauhkan dari daerah steril.
15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas
dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah
daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari
insisi kearah drain :
a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah
luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.
18. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
19. Amankan balutan dengan plester atau pembalut
20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat
dan buang sampah dengan baik.
22. Cuci tangan
23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang
bertanggung jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon
pasien.
Daftar Pustaka

Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of Skin and Soft Tissue
Wounds, An Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 1992.
Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993.
Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.
Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor, Bina rupa Aksara, Jakarta
1991.
Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah, Hipokrates Jakarta, 1992.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S, Pedoman Tindakan Medik dan
Bedah, EGC Jakarta 2000.
Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta, 1995.
Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP Surabaya, 1987.
Zachary CB, Basic Cutaneous Surgery, A Primer in Technique, Churchill
Livingstone, London GB, 1990.

Anda mungkin juga menyukai