Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PERAWATAN LUKA

Pembimbing:
dr. Elida Sari Siburian, SpBP-RE

Disusun oleh:
Nadya Magfira Bernady
1112103000033

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUP Fatmawati


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penyembuhan luka merupakan upaya dari jaringan yang cedera untuk


mengembalikan fungsi normalnya dan pengembalian integritas struktural setelah
terjadinya suatu cedera. Dewasa ini prevalensi dan insidensi luka terus mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan karena meningkatnya angka harapa hidup disertai
peningkatan insidensi obesitas, diabetes dan penyakit arteri perifer.

Sebanyak 200.000 pasien di Inggris dijumpai adanya luka kronik dengan


gejala berupa nyeri, eksudat dan bau. Biasanya, ketiga gejala tersebut disertai
dengan tidur yang kurang, mobilisasi minimal dan isolasi dari lingkungan sosial.
Luka kronik tidak hanya memberikan beban yang cukup signifikan kepada pasien,
namun juga kepada National Health Care System atau NHS. Perkiraan biaya yang
dikeluarkan oleh NHS untuk mengobati pasien dengan luka kronik diperkirakan
mencapai 2,3- 3,1 miliar euro pertahun.

Proses penyembuhan luka adalah proses yang kompleks dan dinamis.


Setiap klinisi sebaiknya memiliki kemampuan yang baik dalam menangani luka
pada pasien. Setiap luka, baik akut maupun kronik harus dievaluasi oleh tenaga
medis untuk menentukan mekanisme cedera dan menilai pendekatan untuk
treatment yang akan dilakukan.1 Luka yang sulit menyembuh misalnya
memerlukan penanganan yang terpusat pada pasien, holistik, interprofesional,
kolaboratif, cost-effective dan evidence-based. Dengan diagnosis yang baik dan
penanganan yang benar, beban akibat luka dapat dihindari. Keseluruhan ini dapat
di capai melalui adanya pengetahuan yang baik mengenai proses penyembuhan
luka dan perawatan luka.

Tujuan penulisan referat ini menjelaskan: proses penyembuhan luka,


factor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, serta penanganan pada
luka. Diharapkan dengan referat ini dapat memberikan pengetahuan kepada setiap
klinisi mengenai proses penyembuhan luka dan penanganannya.

2
BAB II

PENYEMBUHAN LUKA

2.1 Penyembuhan Luka

2.1.1 Definisi

Penyembuhan luka dapat didefinisikan sebagari respon organisme terhadap


cedera, tanpa terkecuali apakah lokasinya di kulit, jantung maupun hati. Lainnya
disebutkan bahwa penyembuhan luka merupakan respon organisme terhadap
kerusakan fisik pada jaringan/ organ untuk mencapai kondisi homeostasis pada
jaringan/organ dan menstabilisasi fisiologi organisme tersebut secara
keseluruhan.1

Perbaikan luka merupakan upaya dari jaringan yang cedera untuk mengembalikan
fungsi normalnya dan pengembalian integritas struktural setelah terjadinya suatu
cedera, Sementara itu regenerasi merupakan pemulihan sempurna pada jaringan
yang sudah ada tanpa melalui pembentukan jaringan parut.2

2.1.2 Tipe-tipe Penutupan Luka

a. Primer

Luka ditutup kembali dengan simple suturing, skin graft atau flap closure, tipe
penutupan ini biasanya banyak terjadi pada luka yang disebabkan oleh prosedur
pembedahan.1

Gambar 2.1 Penutupan Luka Primer

sumber: Townsed C. 2012.2

3
Pada proses penyembuhan luka primer terjadi bila tepi luka dapat disatukan
kembali. Pada proses penyembuhan luka tiga fase awal penyembuhan luka
biasanya terjadi singkat tetapi maturasi dapat berlangsung berbulan-bulan.1

b. Sekunder atau spontan

Pada tipe ini luka dibiarkan menutup sendiri tanpa adanya suatu prosedur yang
dilakukan,2 pada penyembuhan luka tipe ini penyatuan tepi luka biasanya tidak
dapat dilakukan misalnya pada ulkus kaki. Biasanya tipe ini terjadi pada luka yang
sangat terkontaminasi dan akan menutup melalui proses re-epitelisasi yang
berakhir dengan kontraksi pada luka. Pada proses penyembuhan luka ini, luka
menyembuh melalui proliferasi dan kontraksi luka. Fase granulasi dan epitelisasi
pada jenis ini dapat berlangsung berbulan-bulan untuk selesai.1

Gambar 2.2 penutupan luka sekunder

sumber: Townsed C. 2012.2

c. Tersier

Dikenal juga dengan penutupan luka primer yang terlambat, luka yang
terkontaminasi sebelumnya dilakukan debridement berulang, diberikan antibiotic
sistemik maupun topical atau NPWT selama beberapa hari untuk mengkontrol
infeksi. Saat luka dinilai telah siap untuk ditutup, dilakukan intervensi
pembedahan seperti penjahitan, penempatan skin graft atau flap. 2

2.1.3 Jenis-jenis Penyembuhan Luka

1. Penyembuhan luka akut, suatu penyembuhan luka dikatakan akut bila


terjadinya cedera terjadi dalam tiga atau empat minggu.

4
2. Penyembuhan luka kronik, suatu penyembuhan luka dikatakan kronik bila
luka tersebut menetap melebihi empat sampai dengan enam minggu. Luka
kronik sering disebut juga sebagi luka yang mengalami non-healing atau
delayed healing.1
Gambar 2.3 Luka akut dan Kronik

sum
ber: Hamblin M, Heman I, Tatiana N. 20127
Table 2.1 Perbedaan luka kronik dan akut

Luka akut Luka kronik


Durasi pendek Tidak sembuh dalam waktu 6 minggu
setelah pembentukan
Tidak ada kondisi patologis yang Terdapat kondisi patologis yang
mendasari mendasari
Tahap inflamasi berlangsung normal Tahap inflamasi memanjang
Biasanya sembuh tanpa komplikasi Dapat terjadi berbagai komplikasi
Cairan pada luka akut mendukung Cairan pada luka kronik tidak
proliferasi sel mendukung proliferai sel

Sumber: NHSH Senior Management Team, 2013. 3

2.2 Fase penyembuhan luka

5
Dalam penyembuhan luka terdapat tiga fase:1

1. Inflamasi: Respon terhadap cedera yang paling awal (disebut juga dengan
fase reaktif) pada fase ini pertahanan tubuh bekerja untuk membatasi
jumlah kerusakan dan mencegah cedera lebih lanjut. Fase ini bertujuan
untuk menghilangkan jaringan yang mengalami devitalisasi, dan
mencegah infeksi.
2. Proliferasi: proses perbaikan termasuk reepitelisasi, sintesis matriks, dan
neovaskularisasi untuk memperbaiki iskemia akibat trauma. Pada tahap ini
terjadi pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan.
3. Maturasi atau fase remodeling: kontraksi jaringan parut dimana terjadi
ikatan silang, penyusutan dan hilangnya edema. Fase ini bertujuan untuk
memaksimalisasi kekuaran dan integritas structural dari luka

Table 2.2 Fase Penyembuhan luka

Fase Respon seluler Respon vaskuler Rentang waktu


Inflamasi PMN, makrofag, Vasokonstriksi Cedera-7 hari
limfoit yang diikuti oleh
vasodilatasi
Proliferasi Fibroblast, endotel Angiogenesis dan 5 hari 3 minggu
deposisi kolagen
Remodelling Fibroblast Ikatan silang 3 minggu 1 tahu
kolagen dan
peningkatan
kekuatan tensil
Catatan: proses ini dapat berlangsung tumpang tindih dan rentang waktu
bervariasi bergantung pada faktor local dan sistemik

Sumber: Ubbink D. Brolmann D. Go P. Et.Al. 2014.5

Pada luka yang besar seperti ulkus akibat tekanan, eskar atau eksudat fibrinosa
menggambarkan fase inflamasi, jaringan granulasi merupakan bagian dari fase
proliferasi, dan kontraksi pada tepi-tepi luka menggambarkan fase maturase.

6
Ketiga fase ini dapat terjadi secara simultan, dan dapat tumpang tindih dalam satu
luka.1

2.2.1 Fase Inflamasi

Fase inflamasi muncul segera setelah terjadinya suatu cedera. Prioritas utama
dalam fase ini ialah terjadinya: 2

1. Hemostasis
2. Membersihkan jaringan nekrotik
3. Pencegahan kolonisasi dan infeksi bakteri pathogen penginvasi

Pada awal terjadinya fase ini, komponen-komponen yang keluar akibat kerusakan
jaringan (kolagen fibrillar dan faktor jaringan) mengakibatkan aktivasi kaskade
koagulasi dan mencegah perdaharahan berlanjut. adanya kerusakan pembuluh
darah mengakibatkan trombonist untuk membentuk sumbatan pada pembuluh
darah yang rusak. Selama proses ini trombosit mengalami degranulasi dan
melepas faktor pertumbuhan seperti platelete drive growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor (TGF-). hasil akhir dari kaskade koagulasi ini
adalah konversi fibrinogen menjadi fibrin dan polimerisasi membentuk mesh.2

7
Gambar 2.4 Fase Inflamasi

sumber: Townsed C. 2012.2

Bersamaan dengan terjadinya hemostasis, sel-sel inflamasi direkrut menuju


tempat luka. Dalam 2 hari pertama setelah terjadinya cedera, terjadi infiltrasi
besar-besaran dari neutrophil ke matrix fibrin dan mengisi rongga pada luka.
Fungsi utama dari sel ini adalah untuk membersihkan jaringan yang mati melalui
fagositosis dan mencegah infeksi. Selain itu sel ini juga mengeluarkan protease
untuk mendegradasi matriks ekstraseluler guna mempersiapkan penyembuhan
luka. Meskipun demikan keberadaan neutrophil yang menetap pada luka
mengakibatkan luka mengalami keterlambatan dalam proses penyembuhanya dan
merupakan faktor primer terjadinya konversi luka akut menjadi kronik. 1

Monosit/makrofag mengikuti neutrophil menuju tempat luka dan muncul setelah


48-72 jam setelah terjadinya luka. Makrofag memfagosit debris dan bakteri,
fungsinya yang tak kalah penting adalah produksi faktor pertumbuhan yag penting
dalam produksi matriks ekstra sel oleh fibroblast dan neovaskularisasi. Limfosit
merupakan sel terakhir yang masuk kedalam tempat luka (5-7 hari setelah
terjadinya cedera) namun fungsinya masih belum banyak diketahui.1

8
2.2.2 Fase Proliferasi

Fase proliferasi terjadi setelah 4 sampai dengan 21 hari setelah cedera. 1 Tahap ini
diakrakteristikan dengan:

1. pembentukan jaringan granulasi dan mengisi luka, jaringan ini terdiri atas:1
a. fibroblast: merupakan sel utama dalam pembentukan matriks
ekstraseluler yang mengisi luka dan menyediakan rangka untuk
migrasi keratinosit
b. makrofag : produksi PDGF dan TGF-1 yang menginduksi
fibroblast untuk berproliferasi, migrasi dan deposit ekstra seluler
matriks dan menstimulasi sel endotel untuk membentuk pembuluh
darah baru.
c. sel endotel: berfungsi dalam proses angiogenesis.

Gambar 2.5 Fase Proliferasi

sumber: Townsed C. 2012.2

sel-sel tersebut membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah


baru. Selama fase proliferative, matrix yang dibentuk oleh benang-bengan
fibrin akan diganti dengan kolagen tipe III, dan kemudian akan diganti ke
kolagen tipe I yang lebih tebal dalam fase remodeling.

9
2. keratinosit bermigrasi untuk mengembalikan kontinuitas epitel

2.2.3 Fase Maturasi

Fase maturasi atau yang dikenal dengan fase remodeling merupakan fase terlama
pada proses penyembuhan luka, fase ini diperkirakan terjadi sejak 21 hari hingga
1 tahun setelah terjadinya cedera. Setelah terjadi pembentukan jaringan granulasi
dan migrasi keratinosit menyebabkan re-epitelisasi, terjadi proses remodeling.1

Pada manusia, fase maturasi dikarakteristikkan dengan proses kontraksi luka dan
remodeling kolagen. Proses kontraksi luka diakibatkan oleh adanya myofibroblas
pada luka, fase ini merupakan fase yang paling kurang dimengerti dari fase
penyembuhan luka lainnya.

2.3 Penyembuhan Luka Abnormal

Terdapat berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. Jumlah


jaringan yang rusak, jumlah materi asing atau inokulasi bakteri, dan lamanya
papara terhadap factor toksik mempengaruhi waktu penyembuhan. Semakin
banyak factor yang mengganggu penyembuhan luka, semakin panjang proses
reparasi dan semakin besar jaringan parut yang tertinggal.

Table 2.3 Faktor penghambat penyembuhan luka

Factor penghambat penyembuhan luka


Infeksi
Iskemia
sirkulasi
respirasi
tegangan local

Diabetes mellitus
Radiasi ionisasi
Usia lanjut
Malnutrisi
Defisiensi vitamin:
vitamin C

10
vitamin A

Defisiensi mineral
zinc
besi

Obat-obatan eksogen
doxorubicin (Adriamycin)
glukokortikosteroid

Sumber: Townsed C. 2012.2

11
BAB III

PERAWATAN LUKA

3.1 Evaluasi luka

Setiap luka, baik akut maupun kronik harus dievaluasi oleh tenaga medis untuk
menentukan mekanisme cedera dan menilai pendekatan untuk treatment yang
akan dilakukan. Pemberian profilaksis diberikan ketika status imunitas tidak
diketahui atau booster vaksin tetanus yang diberikan sudah melebihi dari 5 tahun.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan dengan perhatian utama pada
penyebab luka dan adanya factor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka;
kondisi komorbid, penyakit sistemik, dan pengobatan yang rutin diminum.1

Gambar 3. 1 Evaluasi Luka

12
dihilangkan
hanya bersihkan luka jika didapatkan debris pada dasar luka yang butuuh untuk
1 apakah luka perlu dibersihkan?
tahap
gunakan skala dalam pengukuran (penggaris, wound probe, dsb.)
jangan ragu-ragu
2 ukur panjang, lebar, tinggi lukan dan undermining
tahap
pilih balutan sekunder jika dibutuhkan
dan kebutuhan pasien
pemakaian, jaringan sekitar luka, area yang akan dibalut, nyeri saat ganti balutan
3 pemilihan balutan harus berdasarkan: tipe jaringan, level eksudat, bau, lama
tahap bagaimana tipe jaringan dan level eksudat luka?

wound chart harus terisi sempurna pada setiap pasien dengan luka
4 dokumentasikan pada wound chart
tahap

sumber: NHSH Senior Management Team. 2013 3

Pada luka yang berlangsung kronik, evaluasi pada luka harus lebih mendetail
dengan memperhatikan:4

1. klasifikasi luka: tentukan etiologi luka, diantaranya:


a. ulkus akibat penekanan
b. stasis vena/ venous insufficiency
c. insufisiensi arteri/ ulkus sistemik
d. neuropati (diabetic)
e. traumatic (termasuk pembedahan)
2. penilaian luka: seluruh luka harus dinilai dan didokumentasikan tentang:
a. lokasi luka, ukuran, tahap; termasuk panjang, lebar, tinggi, bentuk
dan tepi:
i. partial thickness: stage 1 (hanya pada epidermis, termasuk
abrasi), stage 2 (pada lapisan dermis)
ii. full thickness: stage 3 (jaringan subkutan), stage 4 (jaringan
subkutan dan struktur dibawahnya)
b. kulit sekitar luka ( 4 cm dari tepi luka) edema, indurasi, eritema,
nyei, maserasi, ruam, tidak ada rambut, kering, benda asing (drain,
jahitan, dsb)
c. dasar luka dan warna: jaringan yang sehat: granulasi (merah/pink
dan seperti daging); epitelisasi. Jaringa nekrotik; slough (kuning,
sawo matang); eskar (coklat, hitam)
d. adanya trowongan atau underminining

13
Gambar 3.2 Undermining dan Tunneling

e. eksudat: jumlah, warna dan tipe

Fotografi luka merupakan kompoken penting dalam penilaian luka, tujuan adanya
fotografi luka adalah untuk konfirmasi objektif pada rekam medis dan dapat
menjadi bukti adanya penyembuhan serta efikasi terapetik. 3

Table 3.1 Deskripsi Eksudat

Istilah Gambaran Penjelasan


Klinis
Serosa Jernih - Kemungkinan merupakan infeksi
Konsistensi: air jika banyak
- Beberapa produksi memproduksi
fibrinolisin, yang mendegradasi
gumpalan fibrin atau koagulasi
plasma
Fibrinosa Berawan - Mengandung serat protein fibrin
Purulent Produksi atau - Mengandung organisme piogenik
mengandung pus dan inflamasi lainnya
Haemopurulen Darah - Mengandung neutrophil, bakteri,
t bercampur pus dan sel inflamasi
- Infeksi dapat terjadi
- Kerusakan pada kapiler dermis
yang mengakibatkan kebocoran

14
pembuluh darah
Hemorargik Darah - Kapiler sangat rapuh mudah rusak,
dan dapat terjadi perdarahan
spontan

Sumber: NHSH Senior Management Team. 2013 3

Pemeriksaan laboratorium tambahan dapat dilakukan sesuai dengan hasil


anamnesis dan pemeriksaan fisik luka. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
sering dilakukan antara lain:1

1. pengukuran status nutrisi: albumin, prealbumin dan kadar transferrin


2. respon inflamasi: CRP, LED
3. kontrol diabetes: glukosa plasma dan HbA1C

sering kali pasien juga dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap dan kimia
darah untuk menilai adanya leukositosis, anemia dan penyakit ginjal. Pemeriksaan
penunjang lain yang cukup berguna antara lain:

1. transcutaneous oxygen pressure (tcpo2) measurement


2. Toe pressures
3. Neurofilament testing
4. Ankle brachial index

hasil dari tes-tes tesebut akan menggambarkan kebutuhan prosedur


revaskularisasi. Selain itu diperlukan juga dokumentasi penilaian luka yang
berguna untuk memonitor progress penyembuhan luka secara obektif. Secara
ringkas penyembuhan luka dirangkum pada table 3.2

Tabel 3.2 Dasar-dasar Penyembuhan Luka

Basic fundamentals of wound care


Optimalisasi parameter sistemik
Nutrisi
Kontrol glukosa
Stop merokok
Debridement jaringan nekrotik
Menurunkan beban biologis pada luka

15
Optimalisasi aliran darah
Hangat
Hidrasi
Revaskularisasi dengan pembedahan
Mengurangi edema
Elevasi
Kompresi
Penggunaan balutan yang sesuai
Penyembuhan luka dengan kondisi lembab
Menghilangkan eksudat
Pencegahan trauma kembali pada luka atau pasien
Gunakan terapi farmakologis jika dibutuhkan
Tutup luka secara pembedahan menggunakan graft atau flap sesuai
indikasi

Sumber: NHSH Senior Management Team. 2013 3

3.2 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

3.2.1 Faktor ekstrinsik

A. Nutrisi. 3

faktor nutrisi berpernuan penting dalam proses penyembuhan luka, komponen


nutrisi yang berperan penting dalam penyembuhan luka antara lain:

a. Protein: 1,0-1,5 gr/ kgBB/ hari. Protein digunakan untuk penyembuhan


jaringan dan intake yang inadaekuat akan menghambat sintesis protein dan
penyembuhan luka. Respon imun akan terganggu dan terjadi hambatan
pada pembentuka matriks
b. Energy: 30 kkal/kg/hari, energy yang cukup penting dalam mencegah
penggunaan protein yang ada dalam makanan dan tubuh untuk digunakan
sebagai sumber energy dibandingkan digunakan untuk penyembuhan luka.
c. Cairan: 30-35 ml/kg hari, mencegah dehidrasi cairan
d. Vitamin:
A: memicu epitelisasi dan graulasi pada penyembuhan luka
B: kofaktor enzim untuk metabolisme protein, lemak dan
karbohidrat

16
C: 60 mg/ hari, di gunakan untuk sintesis kolagen dan absorbsi
besi.
e. Zinc: berperan penting dalam sisntesis kolagen, epitelisasi dan proliferasi
sel, defisiensi zinc berhubungan dengan keterlambatan penyembuhan luka
f. Iron : anemia akan menurunkan transport oksigen ke jaringan yang rusak
dan dapat mengganggu penyembuhan luka
g. Copper : penting dalam pembentukan kolagen dan pembentukan PRC

Table 3.3 Sumber Makanan

Nutrient Sumber makanan


Protein Daging, ikan, telur, susu, keju, yoghurt, dan kacang.
Energy Karbohidrat: Roti, kentang, sereal, nasi dan pasta
Lemak: minyak, butter, mentega, makanan yang digoreng
Vitamin C Buah dan sayuran, jus atau buah jeruk, jus blackurrant
Vitamin A Hati, produk harian, ikan, wortel dan buah kering
Vitamin B Hati, ginjal, daging, sereal, roti gandum, telur dan sayur mayor
kompleks
Besi Hati, daging, ikan, hewan ternak, kuning telur, buah kering
Tembaga Daging. Ikan, sereal, sayuran hijau

Sumber: NHSH Senior Management Team. 2013. 3

B. Pengobatan 3

a. Penggunaan obat-obat sitotoksik dapat mengganggu proliferasi sel dan


menyebabkan neutropenia, sehingga pasien lebih rentan untuk terkena
infeksi
b. Penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat menekan sintesis
fibroblast dan kolagen
c. NSAID menekan respon inflammasi dan mengganggu proses
penyembuhan karena vasokonstriksi

C. Manajemen luka yang buruk 3

a. Teknik pembedahan seperti penutupan luka yang inadekuat, penanganan


yang kasar, dan waktu operasi yang lama diketahui memperlambat proses
penyembuhan

17
b. Kegagalan mengidentifikasi adanya abnormalitas pada penyembuhan luka
c. Penggunaan antibiotic, hipoklorite dan antiseptic yang tidak sesuai
d. Penggunaan balutan yang tidak sesuai: pada luka dengan eksudat yang
massif yang tidak diatasi dengan baik akan mengakibatkan maserasi,
sementara luka yang terlalu kering akan mengakibatkan dessikasi dan
menyebabkan kematian jaringan sehingga memperlambat proses
penyembuhan luka
e. Kegagalan untuk mengatasi tekanan pada luka sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan lebih lanjut

D. Radioterapi: luka yang berdekatan dengan area paparan akan sembuh lebih
lama

E. Rokok: nikotin menghambat epitelisasi, aktivitas makrofag dan kontraksi luka

F. Infeksi

3.2.2 Faktor Intrinsik

A. Penuaan 3

a. Proses metabolik secara keseluruhan lebih lambat


b. Sintesis kolagen berkurang
c. Sistem imun menurun

B. Penyakit 3

a. Anemia
b. Aterosklerosis
c. Kanker
d. Gangguan Kardiovaskular
e. Diabetes
f. Gangguan Imun
g. Penyakit Sistemik
h. Kuning/ Gagal Hati
i. Rheumatoid Arthritis
j. Uremia

C. Faktor Psikologis: Depresi dan Kecemasan Dapat Mengganggu Proses


Penyembuhan Luka.

18
3.3 Pembersihan Luka

Pada dasarnya pembersihan luka yang rutin untuk menghilangkan bakteri atau
menurunkan infeksi merupakan hal yang tidak efektif dilakukan. Pembersihan
luka digunakan apabila:3

1. Menghilangkan debris yang terlihat setelah terjadinya luka


2. Menghilangkan slough dan eksudat yang banyak
3. Menghilangkan materi balutan yang tertinggal
4. Untuk mendapatkan swab mikrobiologis

a. Cairan pembersih luka

Mulanya luka dibersihkan dengan larutan antibakteri, namun hasil dari beberapa
studi membandingkan efektivitas larutan antibakteri dengan air ledeng, normal
saline 0,9% dan air yang sudah didistilasi menunjukan tidak ada perbedaan dalam
hal menurunkan jumlah bakteri dan peningkatan infeksi. Larutan antiseptic
dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menghalangi proses
penyembuhan luka dan kurang efektif. 3

Penggunaan air ledeng lebih baik digunakan pada komunitas, selain cost-efficient
salah satu studi menunjukan infeksi lebih rendah terjadi pada penggunaan air
ledeng sebagai cairan pembersih luka. Penggunaan NaCl secara rutin hanya akan
membuang-buang sumber daya yang ada. Sementara itu penggunaan NaCl 0,9%
yang merupakan cairan isotonic, tidak mempengaruhi proses penyembuhan luka,
proses alergi dan gangguan flora normal pada kulit. 6 Penggunaan NaCl 0,9%
harus digunakan pada kondisi dimana penggunaan air ledeng tidak dianjurkan:3

1. Tulang yang terbuka


2. Skin atau bypass graft
3. Pada pasien immunosupresant yang berat

b. Metode pembersihan

19
irigasi merupakan merupakan proses pembersihan yang paling direkomendasikan
dalam menghilangkan kontaminan. Sementara itu metode scrubbing
menyebabkan nyeri dan edema jaringan lokal, yang mengakibatkan penurunan
pertahanan host. Pembersihan yang kuat menjadi penting dalam menghilangkan
kotoran dari luka akibat trauma.3

Sehingga pada pembersihan luka, perlu dipikirkan:

1. Apakah pembersihan luka dibutuhkan? Jika tidak jangan dilakukan


2. Sebelum digunakan, hangatkan cairan irgasi, penggunaan air yang dingin
dapat menghambat mitosis sel
3. Jangan gunakan kapas atau kassa swab untuk membersihkan luka karena
dapat merusak jaringan granulasi dan serat yang dapat meningkatkan
resiko infeksi

3.4 Debridement

Debridement merupakan salah satu alat terpenting pada perawatan luka guna
menurunkan beban biologis dan memicu penyembuhan. Tanpa adanya
debridemen yang adekuat, luka akan mengalami paparan secara terus menerus
dengan stressor sitotoksik dan berkompetisi dengan bakteri untuk mendapatkan
sumber nutrisi dan oksigen.1

Pada luka dapat timbul pembentukan eskar. Eskar diawali dengan terbentuknya
pseudoeskar, yang merupakan matriks sementara yang terdiri atas komponen
serum. Jika dibiarkan mengering, pseudoeskar gelatinosa tersebut akan mengeras
dan membentuk eskar yang sebenarnya. Pseudoeskar dan eskar berperan penting
dalam memperpanjang fase inflamasi penyembuhan luka, dan menciptakan
lingkungan yang baik untuk kolonisasi bakteri. Selain itu komponen protein dari
eskar menjadi asupan nutrisi yang baik bagi bakteri. Oleh karena itu adanya eskar
maupun pseudoeskar pada luka harus dilakukan debridement. Cara efektif untuk
melakukan hal tersebut ialah dengan menggunakan agen debridement dan
dressing yang sesuai. 3

20
Debridement pada umumnya merupakan tindakan pembedahan namun dapat pula
di capai menggunakan enzimatik, mekanikal atau autolitik. Saat ini telah banyak
produk agen enzimatik dan pro-autolitik yang dapat digunakan, agen tersebut
terbukti efektif untuk mendebridement luka yang ringan. Agen enzimatik dan
proautolitik mekerja dengan cara mencegah ikatan silang komponen eksudat dan
mencegah pembentukan pseudoeskar yang terdiri atas equestrasi bakteri dan
biofilm. 3

Debridemen mekanis dapat didapatkan melaluli balutan atau melalui air yang
bertekanan seperti versajet, waterpik, pulse lavage, dan peralatan shower spray.
Debridement mekanis efektif untuk mengurangi jumlah bakteri dan dapat
dipertimbangkan sebgai tambahan pada debridement pembedahan. 3

Selain itu, penggunaan terapi belatung juga dapat dilakukan sebagai upaya
debridement pada luka. Belatung akan memakan jaringan nekrotik dan
meninggalkan jaringan yang sehat dan terperfusi dengan baik. Sekresi dari
binatang ini juga menyerang biofilm bakteri. Penggunaan terapi belatung pada
beberapa pusat telah banyak dilakukan. 1

3.5 Pengobatan Kulit Sekitar

Kulit sekitar luka harus dinilai setiap mengganti balutan, pada saat mengganti
balutan perlu dinilai:3

1. Kulit kering dapat menyebabkan infeksi


2. Maserasi disebabkan oleh penanganan eksudat yang tidak adekuat
3. Reaksi sensitivitas kontak tergadap balutan

Perawatan kulit yang baik bergantung pada: menjaga kulit tetap bersih dan kering,
mencegah penggunaan sabun berlebihan, menggunakan shower dibandingkan
dengan air yang ditampung jika memungkinkan menjaga kulit tetap lembab.
Kondisi tersebut dapat dicapai melalui penggunaan emmolien, digunakan pada
kulit kering dan bersisik, karena waktu paruhnya yang singkat penggunaannya

21
harus lebih sering untuk menjaga kelembabannya. Penggunaan emollient paling
baik digunakan setelah mandi. 3

Table 2.7 Pemilihan emollient

Jenis Indikasi
Ointmen - pilihan utama
- baik digunakan pada kondisi kulit kering yang berlangsung
t
kronik
- tidak larut air, lengket dan sulit dibersihkan
Creams - lebih sering mengakibatkan alergi dan iritasi karena
mengandung anti mikroba
- lebih menguntungkan pada kondisi akut karena terdapat efek
mendinginkan
Lotion - terdapat efek mendinginkan
- lebih baik pada tempat yang berambut
- dapat menyengat pada kulit yang luka karena bahan dasarnya
dapat mengandung alcohol
Gels - Lebih banyak kandungan air, cocok untuk wajah dan kulit
kepala

Sumber: NHSH Senior Management Team. 2013 3

3.6 Balutan

Secara umum balutan pada luka dapat dikategorikan menjadi tujuh kelas: 3

1. Film
2. Composites
3. Hydrogel
4. Hidrokoloid
5. Alginate
6. Foam
7. Balutan yang absortif termasuk NPWT

Tujuan utama dalam luka yang bersih adalah penutupan secara primer, atau pada
luka yang bergranulasi baik adalah untuk menciptakan lingkungan yang lembab,
untuk memfasilitasi migrasi sel dan mencegah desikasi.3

22
Secara umum, film dapat digunakan pada luka insisi, hydrogel dan hidrokoloid
dapat digunakan pada luka terbuka. Jumlah eksudat pada luka akan menentukan
balutan yang akan digunakan pada luka, secara umum hydrogel, film dan
composite baik digunakan pada luka dengan jumlah eksudat sedikit. Hidrokoloid
digunakan pada eksudat sedang, alginate, foam dan NPWT digunakan pada
eksudat yang banyak.3

Table 2.8 Balutan yang umum digunakan pada perawatan luka

Dressing Dressing Conformab Clinical Commonly


material characteristics ility application used
products
Kasa - Absorbsi sedang Permukaan -Luka superfisial Banyak
- Tidak menempel - luka eksudatif dapat
- Hidrasi ringan ringan ditambahka
(jika dibasahi - balutan n antibiotic
dengan saline) sekunder maupun gel
Film - tidak menyerap Permukaan Tegaderm,
- optimal untuk
- sangat Op-site
tempat donor skin
menempel
graft dan insisi
- hidrasi lambat
pembedahan

Hydrogel - absorbsi rendah Permukaan - Luka superfisial NU-GEL,


sheets - tidak melekat - luka eksudatif Curafil,
atau melekat pada ringan flexigel
bagian pinggir - luka yang nyeri
- hidrasi sedang
Amorphous - absorbsi ringan Kavitas - Luka superfisial Curasol,
hydrogels sampai sedang atau dalam yang Tegagel
- tidak menempel bersih
- hidrasi cepat - luka eksudatif
yang ringan
hingga sedang

23
Hidrokoloid - absorbsi ringan Permukaan - Luka superfisial Duoderm,
sampai sedang - luka eksudatif replicare,
- sangat melekat ringan hingga tegasorb,
- hidrasi sedang berat ultec
- dapat
mengeksaserbasi
bau pada luka
Foam - sangat Keduanya - luka superfisial Allevyn,
mengabsorbsi bergantung hingga dalam copa,
- sangat jenis - luka eksudatif lyofoam,
menempel sampai balutan sedang hingga optifoam
tidak menempel berat
- tidak
menghidrasi
Alginate - sangat Kavitas Algisite,
mengabsorbsi kaltostat.
- tidak menempel maxorb
- tidak
menghidrasi
Kolagen - absorbsi sedang Kavitas - luka superfisial Fibracol,
hingga berat hingga dalam colactive,
- tidak - luka eksudatif puracol
memnempel ringan hingga
-tidak hidrasi sedang
NPWT - absorbsi sedang keduanya - kebocoran V.A.C,
- menempel limfatik, luka renasys
- tidak akibat stasis vena,
menghidrasi luka diabetes,
luka dengan
fistula, luka
sternum, luka
orthopedi, dan

24
luka abdomen

Sumber: Thone C. 2014.1

Gambar 2.8 Pemilihan Balutan pada Luka Kronik

Sumber: California Correctional Health Care Services. 2012 4

3.6.1 Terapi Luka Tekanan Negatif

Terapi luka bertekanan negative atau yang dikenal dengan NPWT, adalah suatu
terapi yang terdiri atas spons yang menempel ke dalam luka, ditutup dengan
balutan oklusif, dan dilakukan pemvakuman pada luka tersebut.

25
Gambar 2.9 Neggative Pressure Wound Therapy

sumber: Townsed C. 2012.2

NPWT bekerja melalui berbagai mekanisme penting, termasuk diantaranya:


menurunkan edema, menghilangkan cairan luka yang mengandung berbagai
enzim merugikan yang dikeluarkan oleh bakteri dan pasien. Selain itu adanya
kompresi siklik dan relaksasi dari luka menstimulasi jlaur mechanotransduction
yang menyebabkan pelepasan faktor pertumbuhan, produksi matriks, dan
proliferasi sel.1

3.7 Penatalaksanaan Bau pada Luka

Bau pada luka merupakan suatu proses normal pada proses penyembuhan. Pada
luka yang bau perlu dinialai apakan bau berasal dari infeksi atau adanya respon
patho-physiological yang mendasari, atau yang paling penting apakah bau
mengganggu pasien. Pada penatalaksanaan bau pada luka dapat digunakan
activated charcoal absorbent dressings.3

26
Table 2. 9 Activated Charcoal Absorbent Dressings

Properties Jenis luka Cara penggunaan/ kapan


diganti
Charcoal aktif berguna Luka purulent dan Ganti saat dibutuhkan
untuk mengurangi terkontaminasi yang Gunakan langsung pada
konsentrasi dari bau terkompllikasi dengan luka atau diatas balutan
infeksi bakteri dan bau primer
yang menyengat:
- Ulkus kaki
- Ulkus pressure
- Lesi gangren

Sumber: NHSH Senior Management Team. 2013 3

3.8 Oksigen Hiperbarik

Oksigen hiperbarik diketahui dapat meningkatkan kadar oksigen di dalam plasma


dari 0,3% hingga 7%, namun tidak semua pasien akan menampilkan adanya
perbaikan setelah terapi ini. Pasien yang akan mendapatkan keuntungan pada
penggunaan oksigen hiperbarik adalah pasien yang menampilkan adanya
peningkatan tcPO2 pada luka saat diberikan oksigen tambahan. Sementara pasien
yang tidak mendapat keuntungan pada terapi ini adalah:1

1. Perfusi sekitar yang baik/ normal


2. Iskemik dan membutuhkan revaskularisasi

3.9 Faktor Pertumbuhan

Penggunaan faktor pertumbuhan pertama yang diperbolehkan oleh FDA adalah


Platelet-derived growth factor/ PDGF, penggunaan faktor pertumbuhan ini
terbatas hanya pada kaki diabetic. PDGF hanya efektif digunakan pada dasar luka
yang sudah dipersiapkan dengan baik. Sementara luka yang terkontaminasi dan
terinfeksi terisi dengan protease yang akan dengan cepat mendegradasi protein.
Penggunaan faktor pertumbuhan ini harus berhati-hati pada pasien kanker. 1

27
3.10 Enzim

Penggunaan enzim bertujuan untuk mencerna jaringan nekrotik, jaringan


devitalisasi dan mencegah akumulasi slough dan eskar. Namun penting diingat
bahwa penggunaan enzim tidak dapat menggantikan debridement mekanis yang
adekuat, meskipun demikian jika digunakan dengan benar penggunaannya lebih
sedikit non-traumatis pada jaringan luka yang sehat. Penggunaan enzim ini
sebaiknya digunakna pada luka yang kecil. 1

3.11 Luka yang Bermasalah

Setelah melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang


mendukung sebaiknya dilakukan, meskipun pada dasarnya luka berbeda-beda,
pada dasarnya pendekatan pada luka terdiri atas empat hal utama:1

1. Optimalisasi parameter sistemik


2. Debridement
3. Kontrol beban biologis luka
4. Pembentukan lingkungan yang lembab melalui balutan atau NPWT

Gambar 2.10 Algoritma Perawatan Luka

28
sumber: Thone C. 2014. 1

3.12 Infeksi

infeksi dapat didefinisikan sebagai invasi jaringan yang hidup oleh


mikroorganisme. Infeksi mengakibatkan keterlambatan pada fase penyembuhan,
infeksi bakteri ditentukan melalui apakah bekteri mengakibatkan adanya reaksi
host atau tidak:3

1. Abses
2. Selulitis
3. Discharge
4. Penyembuhan yang terlambat
5. Perubahan warna menjadi pucat
6. Rapuh; perdarahan pada jaringan granulasi
7. Nyeri
8. Pocketing/ bridging padaa luka
9. Bau yang abnormal
10. Kerusakan pada luka

salah satu parameter penting untuk menurunkan kadar kontaminasi bakteri pada
luka yang berlangsung kronik adalah menlalui penghilangan jaringan yang
devitalisasi:3

29
1. Debridement melalui pembedahan; cepat dan efektif tetapi menyebabkan
nyeri local
2. Debridement autolitik menggunakan balutan yang lembab yang dapat
mencairkan slough dan memicu jaringan granulasi. Proses ini berlangsung
lambat
3. Debridement dengan biosurgical melalui penggunaan larva untuk
menghilangkan jaringan yang mati. Metode ini tergolong cepat dan efektif
untuk debridenet

3.13 kontrol nyeri pada perawatan luka

Kebanyakan luka menyebabkan timbulnya nyeri. Terkadang nyeri dapat


berlangsung terus menerus dan berat seperti pada luka kronik, dapat pula pada
cedera awal atau selama periode infeksi atau saat penggantian balutan.3

Pasien dapat merasakan nyeri sebagai akibat dari:3

1. produk maupun tehnik yang digunakan untuk membersihkan luka


2. trauma pada jaringan dan kulit sekitar saat dihilangkan
3. ekskoriasi kulit dari eksudat
4. kurangnya empati
5. kegagalan mencatat pertama kali pasien merasakan nyeri
6. infeksi
7. tehnik yang buruk saat menggunakan verban kompresi

penggunaan analgesia pada luka bergantung pada: 3

1. jenis luka
2. luka akut atau kronik
3. tingkat nyeri yang dirasakan pasien
4. kepentingan individu; penggunaan obat-obat lain, ko-morbiditas

pemberian anlgetik harus berdasarkan WHO analgesic ladder

gambar 2.11 WHO step ladder

30
Sumber: NHSH Senior Management Team.2013.3

Pada pemberian analgetik akibat luka, perlu diperhatikan:5

1. Pertimbangakan efek psikososial lokal dan sistemik dari pengobatan


analgetik yang digunakan
2. Gunakan WHO step ladder pada pemberian analgetik
3. Hindari penggunaan balutan yang mengandung Obat Anti Inflamasi Non-
Steroid (OAINS)
4. Lidocaine atau prilocaine dapat dipertimbangkan dalam pilihan pertama
untuk menghindari nyeri akut selama dilakukan manipulasi atau penutupan
melalui pembedahan
5. Lidocaine atau prilocaine lebih tepat dipergunakan sebagai anastesi
infiltrasi, bila pasien takut dapat digunakan perkutan tapi waktu mencapai
efeknya lebih lama 30-45 menit
6. Nyeri ringan sampai sedang dapat diberikan parasetamol atau OAINS
7. Pasien diatas 70 tahun penggunaan OAINS sebaiknya dihindari

gambar 2.12 Algoritma pemberian anti nyeri pada luka akut

31
Sumber: Ubbink D. Brolmann F. Go P. Et.Al.2014. 5

3.14 Instruksi pada Pasien

Pada pasien dengan luka yang berlangsung akut, pemberian informasi diperlukan
demi menunjang terjadinya penyembuhan luka: 5

1. Aplikasi balutan pada luka yang ditutup secara primer sebaiknya dihindari,
balutan hanya perlu diberikan pada:

32
a. Absorbsi eksudat dan transudat
b. Jika pasien menginginkan luka ditutup, setelah diberikan informasi
sebelumnya bahwa tidak mencegah terjadinya infeksi dan akan
meninbulkan nyeri saat dilepas
2. Membasahi/ memandikan bagian luka (selama < 10 menit) diperbolehkan
setelah 24 jam penutupan luka di rumah sakit jika pasien menginginkan
hal tersebut
3. Jika terdapat prosthesis diantara luka, maka memandikan area sekitar luka
(selama < 10 menit) diperbolehkan setelah 48 jam jika tidak ada tanda-
tanda infeksi dan diperbolehkan oleh dokter bedah.
4. Pasien harus diberitahukan kapan dan bagaimana mobilisasi, hal ini
bergantung pada masing-masing pasien, lokasi luka, progress
penyembuhan luka dan tipe pembedahan yang dilakukan.
5. Lindungi luka superfisial seperti luka lecet dari sinar ultraviolet setidaknya
selama 3 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Thone, Charles. Grabb And Smiths Plastic Surgery, 7 th Edition. Lippincott
Williams & Wllkins, A Wolters Kluwer Business. Philadelpia: 2014.
2. Townsed, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery, 19th edition. Saunder.
USA: 2012
3. NHSH Senior Management Team. NHS Highland Wound Management
Guidelines And Formulary. Tissue Viability Leadership Group. 05 March
2013
4. California Correctional Health Care Services. Cchcs Care Guide: Wound
And Skin Ulcer Management. November 2012
5. Ubbink, Dirk. Brolmann, Fleur. Go, Peter. Et.Al. Evidence-Based Care Of
Acute Wounds: A Perspective. Wound Healing Society. Netherlands. 2014
6. Fernandez, Ritin. Griffiths, Rhonda. Water for Wound Cleansing (Review).
Cochrane Library. Australia: 2013.
7. Hamblin M, Herman I, Demidova T. acute and impaired wound healing:
pathophysiology and Current Methods for drug delivery, part 1: Normal
and Chronic Wounds: Biology, Causes and Appproaches to Care. Reaserch
Gate: 2012

34

Anda mungkin juga menyukai