PERAWATAN LUKA
Pembimbing:
dr. Elida Sari Siburian, SpBP-RE
Disusun oleh:
Nadya Magfira Bernady
1112103000033
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PENYEMBUHAN LUKA
2.1.1 Definisi
Perbaikan luka merupakan upaya dari jaringan yang cedera untuk mengembalikan
fungsi normalnya dan pengembalian integritas struktural setelah terjadinya suatu
cedera, Sementara itu regenerasi merupakan pemulihan sempurna pada jaringan
yang sudah ada tanpa melalui pembentukan jaringan parut.2
a. Primer
Luka ditutup kembali dengan simple suturing, skin graft atau flap closure, tipe
penutupan ini biasanya banyak terjadi pada luka yang disebabkan oleh prosedur
pembedahan.1
3
Pada proses penyembuhan luka primer terjadi bila tepi luka dapat disatukan
kembali. Pada proses penyembuhan luka tiga fase awal penyembuhan luka
biasanya terjadi singkat tetapi maturasi dapat berlangsung berbulan-bulan.1
Pada tipe ini luka dibiarkan menutup sendiri tanpa adanya suatu prosedur yang
dilakukan,2 pada penyembuhan luka tipe ini penyatuan tepi luka biasanya tidak
dapat dilakukan misalnya pada ulkus kaki. Biasanya tipe ini terjadi pada luka yang
sangat terkontaminasi dan akan menutup melalui proses re-epitelisasi yang
berakhir dengan kontraksi pada luka. Pada proses penyembuhan luka ini, luka
menyembuh melalui proliferasi dan kontraksi luka. Fase granulasi dan epitelisasi
pada jenis ini dapat berlangsung berbulan-bulan untuk selesai.1
c. Tersier
Dikenal juga dengan penutupan luka primer yang terlambat, luka yang
terkontaminasi sebelumnya dilakukan debridement berulang, diberikan antibiotic
sistemik maupun topical atau NPWT selama beberapa hari untuk mengkontrol
infeksi. Saat luka dinilai telah siap untuk ditutup, dilakukan intervensi
pembedahan seperti penjahitan, penempatan skin graft atau flap. 2
4
2. Penyembuhan luka kronik, suatu penyembuhan luka dikatakan kronik bila
luka tersebut menetap melebihi empat sampai dengan enam minggu. Luka
kronik sering disebut juga sebagi luka yang mengalami non-healing atau
delayed healing.1
Gambar 2.3 Luka akut dan Kronik
sum
ber: Hamblin M, Heman I, Tatiana N. 20127
Table 2.1 Perbedaan luka kronik dan akut
5
Dalam penyembuhan luka terdapat tiga fase:1
1. Inflamasi: Respon terhadap cedera yang paling awal (disebut juga dengan
fase reaktif) pada fase ini pertahanan tubuh bekerja untuk membatasi
jumlah kerusakan dan mencegah cedera lebih lanjut. Fase ini bertujuan
untuk menghilangkan jaringan yang mengalami devitalisasi, dan
mencegah infeksi.
2. Proliferasi: proses perbaikan termasuk reepitelisasi, sintesis matriks, dan
neovaskularisasi untuk memperbaiki iskemia akibat trauma. Pada tahap ini
terjadi pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan.
3. Maturasi atau fase remodeling: kontraksi jaringan parut dimana terjadi
ikatan silang, penyusutan dan hilangnya edema. Fase ini bertujuan untuk
memaksimalisasi kekuaran dan integritas structural dari luka
Pada luka yang besar seperti ulkus akibat tekanan, eskar atau eksudat fibrinosa
menggambarkan fase inflamasi, jaringan granulasi merupakan bagian dari fase
proliferasi, dan kontraksi pada tepi-tepi luka menggambarkan fase maturase.
6
Ketiga fase ini dapat terjadi secara simultan, dan dapat tumpang tindih dalam satu
luka.1
Fase inflamasi muncul segera setelah terjadinya suatu cedera. Prioritas utama
dalam fase ini ialah terjadinya: 2
1. Hemostasis
2. Membersihkan jaringan nekrotik
3. Pencegahan kolonisasi dan infeksi bakteri pathogen penginvasi
Pada awal terjadinya fase ini, komponen-komponen yang keluar akibat kerusakan
jaringan (kolagen fibrillar dan faktor jaringan) mengakibatkan aktivasi kaskade
koagulasi dan mencegah perdaharahan berlanjut. adanya kerusakan pembuluh
darah mengakibatkan trombonist untuk membentuk sumbatan pada pembuluh
darah yang rusak. Selama proses ini trombosit mengalami degranulasi dan
melepas faktor pertumbuhan seperti platelete drive growth factor (PDGF) dan
transforming growth factor (TGF-). hasil akhir dari kaskade koagulasi ini
adalah konversi fibrinogen menjadi fibrin dan polimerisasi membentuk mesh.2
7
Gambar 2.4 Fase Inflamasi
8
2.2.2 Fase Proliferasi
Fase proliferasi terjadi setelah 4 sampai dengan 21 hari setelah cedera. 1 Tahap ini
diakrakteristikan dengan:
1. pembentukan jaringan granulasi dan mengisi luka, jaringan ini terdiri atas:1
a. fibroblast: merupakan sel utama dalam pembentukan matriks
ekstraseluler yang mengisi luka dan menyediakan rangka untuk
migrasi keratinosit
b. makrofag : produksi PDGF dan TGF-1 yang menginduksi
fibroblast untuk berproliferasi, migrasi dan deposit ekstra seluler
matriks dan menstimulasi sel endotel untuk membentuk pembuluh
darah baru.
c. sel endotel: berfungsi dalam proses angiogenesis.
9
2. keratinosit bermigrasi untuk mengembalikan kontinuitas epitel
Fase maturasi atau yang dikenal dengan fase remodeling merupakan fase terlama
pada proses penyembuhan luka, fase ini diperkirakan terjadi sejak 21 hari hingga
1 tahun setelah terjadinya cedera. Setelah terjadi pembentukan jaringan granulasi
dan migrasi keratinosit menyebabkan re-epitelisasi, terjadi proses remodeling.1
Pada manusia, fase maturasi dikarakteristikkan dengan proses kontraksi luka dan
remodeling kolagen. Proses kontraksi luka diakibatkan oleh adanya myofibroblas
pada luka, fase ini merupakan fase yang paling kurang dimengerti dari fase
penyembuhan luka lainnya.
Diabetes mellitus
Radiasi ionisasi
Usia lanjut
Malnutrisi
Defisiensi vitamin:
vitamin C
10
vitamin A
Defisiensi mineral
zinc
besi
Obat-obatan eksogen
doxorubicin (Adriamycin)
glukokortikosteroid
11
BAB III
PERAWATAN LUKA
Setiap luka, baik akut maupun kronik harus dievaluasi oleh tenaga medis untuk
menentukan mekanisme cedera dan menilai pendekatan untuk treatment yang
akan dilakukan. Pemberian profilaksis diberikan ketika status imunitas tidak
diketahui atau booster vaksin tetanus yang diberikan sudah melebihi dari 5 tahun.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik perlu dilakukan dengan perhatian utama pada
penyebab luka dan adanya factor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka;
kondisi komorbid, penyakit sistemik, dan pengobatan yang rutin diminum.1
12
dihilangkan
hanya bersihkan luka jika didapatkan debris pada dasar luka yang butuuh untuk
1 apakah luka perlu dibersihkan?
tahap
gunakan skala dalam pengukuran (penggaris, wound probe, dsb.)
jangan ragu-ragu
2 ukur panjang, lebar, tinggi lukan dan undermining
tahap
pilih balutan sekunder jika dibutuhkan
dan kebutuhan pasien
pemakaian, jaringan sekitar luka, area yang akan dibalut, nyeri saat ganti balutan
3 pemilihan balutan harus berdasarkan: tipe jaringan, level eksudat, bau, lama
tahap bagaimana tipe jaringan dan level eksudat luka?
wound chart harus terisi sempurna pada setiap pasien dengan luka
4 dokumentasikan pada wound chart
tahap
Pada luka yang berlangsung kronik, evaluasi pada luka harus lebih mendetail
dengan memperhatikan:4
13
Gambar 3.2 Undermining dan Tunneling
Fotografi luka merupakan kompoken penting dalam penilaian luka, tujuan adanya
fotografi luka adalah untuk konfirmasi objektif pada rekam medis dan dapat
menjadi bukti adanya penyembuhan serta efikasi terapetik. 3
14
pembuluh darah
Hemorargik Darah - Kapiler sangat rapuh mudah rusak,
dan dapat terjadi perdarahan
spontan
sering kali pasien juga dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap dan kimia
darah untuk menilai adanya leukositosis, anemia dan penyakit ginjal. Pemeriksaan
penunjang lain yang cukup berguna antara lain:
15
Optimalisasi aliran darah
Hangat
Hidrasi
Revaskularisasi dengan pembedahan
Mengurangi edema
Elevasi
Kompresi
Penggunaan balutan yang sesuai
Penyembuhan luka dengan kondisi lembab
Menghilangkan eksudat
Pencegahan trauma kembali pada luka atau pasien
Gunakan terapi farmakologis jika dibutuhkan
Tutup luka secara pembedahan menggunakan graft atau flap sesuai
indikasi
A. Nutrisi. 3
16
C: 60 mg/ hari, di gunakan untuk sintesis kolagen dan absorbsi
besi.
e. Zinc: berperan penting dalam sisntesis kolagen, epitelisasi dan proliferasi
sel, defisiensi zinc berhubungan dengan keterlambatan penyembuhan luka
f. Iron : anemia akan menurunkan transport oksigen ke jaringan yang rusak
dan dapat mengganggu penyembuhan luka
g. Copper : penting dalam pembentukan kolagen dan pembentukan PRC
B. Pengobatan 3
17
b. Kegagalan mengidentifikasi adanya abnormalitas pada penyembuhan luka
c. Penggunaan antibiotic, hipoklorite dan antiseptic yang tidak sesuai
d. Penggunaan balutan yang tidak sesuai: pada luka dengan eksudat yang
massif yang tidak diatasi dengan baik akan mengakibatkan maserasi,
sementara luka yang terlalu kering akan mengakibatkan dessikasi dan
menyebabkan kematian jaringan sehingga memperlambat proses
penyembuhan luka
e. Kegagalan untuk mengatasi tekanan pada luka sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan lebih lanjut
D. Radioterapi: luka yang berdekatan dengan area paparan akan sembuh lebih
lama
F. Infeksi
A. Penuaan 3
B. Penyakit 3
a. Anemia
b. Aterosklerosis
c. Kanker
d. Gangguan Kardiovaskular
e. Diabetes
f. Gangguan Imun
g. Penyakit Sistemik
h. Kuning/ Gagal Hati
i. Rheumatoid Arthritis
j. Uremia
18
3.3 Pembersihan Luka
Pada dasarnya pembersihan luka yang rutin untuk menghilangkan bakteri atau
menurunkan infeksi merupakan hal yang tidak efektif dilakukan. Pembersihan
luka digunakan apabila:3
Mulanya luka dibersihkan dengan larutan antibakteri, namun hasil dari beberapa
studi membandingkan efektivitas larutan antibakteri dengan air ledeng, normal
saline 0,9% dan air yang sudah didistilasi menunjukan tidak ada perbedaan dalam
hal menurunkan jumlah bakteri dan peningkatan infeksi. Larutan antiseptic
dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menghalangi proses
penyembuhan luka dan kurang efektif. 3
Penggunaan air ledeng lebih baik digunakan pada komunitas, selain cost-efficient
salah satu studi menunjukan infeksi lebih rendah terjadi pada penggunaan air
ledeng sebagai cairan pembersih luka. Penggunaan NaCl secara rutin hanya akan
membuang-buang sumber daya yang ada. Sementara itu penggunaan NaCl 0,9%
yang merupakan cairan isotonic, tidak mempengaruhi proses penyembuhan luka,
proses alergi dan gangguan flora normal pada kulit. 6 Penggunaan NaCl 0,9%
harus digunakan pada kondisi dimana penggunaan air ledeng tidak dianjurkan:3
b. Metode pembersihan
19
irigasi merupakan merupakan proses pembersihan yang paling direkomendasikan
dalam menghilangkan kontaminan. Sementara itu metode scrubbing
menyebabkan nyeri dan edema jaringan lokal, yang mengakibatkan penurunan
pertahanan host. Pembersihan yang kuat menjadi penting dalam menghilangkan
kotoran dari luka akibat trauma.3
3.4 Debridement
Debridement merupakan salah satu alat terpenting pada perawatan luka guna
menurunkan beban biologis dan memicu penyembuhan. Tanpa adanya
debridemen yang adekuat, luka akan mengalami paparan secara terus menerus
dengan stressor sitotoksik dan berkompetisi dengan bakteri untuk mendapatkan
sumber nutrisi dan oksigen.1
Pada luka dapat timbul pembentukan eskar. Eskar diawali dengan terbentuknya
pseudoeskar, yang merupakan matriks sementara yang terdiri atas komponen
serum. Jika dibiarkan mengering, pseudoeskar gelatinosa tersebut akan mengeras
dan membentuk eskar yang sebenarnya. Pseudoeskar dan eskar berperan penting
dalam memperpanjang fase inflamasi penyembuhan luka, dan menciptakan
lingkungan yang baik untuk kolonisasi bakteri. Selain itu komponen protein dari
eskar menjadi asupan nutrisi yang baik bagi bakteri. Oleh karena itu adanya eskar
maupun pseudoeskar pada luka harus dilakukan debridement. Cara efektif untuk
melakukan hal tersebut ialah dengan menggunakan agen debridement dan
dressing yang sesuai. 3
20
Debridement pada umumnya merupakan tindakan pembedahan namun dapat pula
di capai menggunakan enzimatik, mekanikal atau autolitik. Saat ini telah banyak
produk agen enzimatik dan pro-autolitik yang dapat digunakan, agen tersebut
terbukti efektif untuk mendebridement luka yang ringan. Agen enzimatik dan
proautolitik mekerja dengan cara mencegah ikatan silang komponen eksudat dan
mencegah pembentukan pseudoeskar yang terdiri atas equestrasi bakteri dan
biofilm. 3
Debridemen mekanis dapat didapatkan melaluli balutan atau melalui air yang
bertekanan seperti versajet, waterpik, pulse lavage, dan peralatan shower spray.
Debridement mekanis efektif untuk mengurangi jumlah bakteri dan dapat
dipertimbangkan sebgai tambahan pada debridement pembedahan. 3
Selain itu, penggunaan terapi belatung juga dapat dilakukan sebagai upaya
debridement pada luka. Belatung akan memakan jaringan nekrotik dan
meninggalkan jaringan yang sehat dan terperfusi dengan baik. Sekresi dari
binatang ini juga menyerang biofilm bakteri. Penggunaan terapi belatung pada
beberapa pusat telah banyak dilakukan. 1
Kulit sekitar luka harus dinilai setiap mengganti balutan, pada saat mengganti
balutan perlu dinilai:3
Perawatan kulit yang baik bergantung pada: menjaga kulit tetap bersih dan kering,
mencegah penggunaan sabun berlebihan, menggunakan shower dibandingkan
dengan air yang ditampung jika memungkinkan menjaga kulit tetap lembab.
Kondisi tersebut dapat dicapai melalui penggunaan emmolien, digunakan pada
kulit kering dan bersisik, karena waktu paruhnya yang singkat penggunaannya
21
harus lebih sering untuk menjaga kelembabannya. Penggunaan emollient paling
baik digunakan setelah mandi. 3
Jenis Indikasi
Ointmen - pilihan utama
- baik digunakan pada kondisi kulit kering yang berlangsung
t
kronik
- tidak larut air, lengket dan sulit dibersihkan
Creams - lebih sering mengakibatkan alergi dan iritasi karena
mengandung anti mikroba
- lebih menguntungkan pada kondisi akut karena terdapat efek
mendinginkan
Lotion - terdapat efek mendinginkan
- lebih baik pada tempat yang berambut
- dapat menyengat pada kulit yang luka karena bahan dasarnya
dapat mengandung alcohol
Gels - Lebih banyak kandungan air, cocok untuk wajah dan kulit
kepala
3.6 Balutan
Secara umum balutan pada luka dapat dikategorikan menjadi tujuh kelas: 3
1. Film
2. Composites
3. Hydrogel
4. Hidrokoloid
5. Alginate
6. Foam
7. Balutan yang absortif termasuk NPWT
Tujuan utama dalam luka yang bersih adalah penutupan secara primer, atau pada
luka yang bergranulasi baik adalah untuk menciptakan lingkungan yang lembab,
untuk memfasilitasi migrasi sel dan mencegah desikasi.3
22
Secara umum, film dapat digunakan pada luka insisi, hydrogel dan hidrokoloid
dapat digunakan pada luka terbuka. Jumlah eksudat pada luka akan menentukan
balutan yang akan digunakan pada luka, secara umum hydrogel, film dan
composite baik digunakan pada luka dengan jumlah eksudat sedikit. Hidrokoloid
digunakan pada eksudat sedang, alginate, foam dan NPWT digunakan pada
eksudat yang banyak.3
23
Hidrokoloid - absorbsi ringan Permukaan - Luka superfisial Duoderm,
sampai sedang - luka eksudatif replicare,
- sangat melekat ringan hingga tegasorb,
- hidrasi sedang berat ultec
- dapat
mengeksaserbasi
bau pada luka
Foam - sangat Keduanya - luka superfisial Allevyn,
mengabsorbsi bergantung hingga dalam copa,
- sangat jenis - luka eksudatif lyofoam,
menempel sampai balutan sedang hingga optifoam
tidak menempel berat
- tidak
menghidrasi
Alginate - sangat Kavitas Algisite,
mengabsorbsi kaltostat.
- tidak menempel maxorb
- tidak
menghidrasi
Kolagen - absorbsi sedang Kavitas - luka superfisial Fibracol,
hingga berat hingga dalam colactive,
- tidak - luka eksudatif puracol
memnempel ringan hingga
-tidak hidrasi sedang
NPWT - absorbsi sedang keduanya - kebocoran V.A.C,
- menempel limfatik, luka renasys
- tidak akibat stasis vena,
menghidrasi luka diabetes,
luka dengan
fistula, luka
sternum, luka
orthopedi, dan
24
luka abdomen
Terapi luka bertekanan negative atau yang dikenal dengan NPWT, adalah suatu
terapi yang terdiri atas spons yang menempel ke dalam luka, ditutup dengan
balutan oklusif, dan dilakukan pemvakuman pada luka tersebut.
25
Gambar 2.9 Neggative Pressure Wound Therapy
Bau pada luka merupakan suatu proses normal pada proses penyembuhan. Pada
luka yang bau perlu dinialai apakan bau berasal dari infeksi atau adanya respon
patho-physiological yang mendasari, atau yang paling penting apakah bau
mengganggu pasien. Pada penatalaksanaan bau pada luka dapat digunakan
activated charcoal absorbent dressings.3
26
Table 2. 9 Activated Charcoal Absorbent Dressings
27
3.10 Enzim
28
sumber: Thone C. 2014. 1
3.12 Infeksi
1. Abses
2. Selulitis
3. Discharge
4. Penyembuhan yang terlambat
5. Perubahan warna menjadi pucat
6. Rapuh; perdarahan pada jaringan granulasi
7. Nyeri
8. Pocketing/ bridging padaa luka
9. Bau yang abnormal
10. Kerusakan pada luka
salah satu parameter penting untuk menurunkan kadar kontaminasi bakteri pada
luka yang berlangsung kronik adalah menlalui penghilangan jaringan yang
devitalisasi:3
29
1. Debridement melalui pembedahan; cepat dan efektif tetapi menyebabkan
nyeri local
2. Debridement autolitik menggunakan balutan yang lembab yang dapat
mencairkan slough dan memicu jaringan granulasi. Proses ini berlangsung
lambat
3. Debridement dengan biosurgical melalui penggunaan larva untuk
menghilangkan jaringan yang mati. Metode ini tergolong cepat dan efektif
untuk debridenet
1. jenis luka
2. luka akut atau kronik
3. tingkat nyeri yang dirasakan pasien
4. kepentingan individu; penggunaan obat-obat lain, ko-morbiditas
30
Sumber: NHSH Senior Management Team.2013.3
31
Sumber: Ubbink D. Brolmann F. Go P. Et.Al.2014. 5
Pada pasien dengan luka yang berlangsung akut, pemberian informasi diperlukan
demi menunjang terjadinya penyembuhan luka: 5
1. Aplikasi balutan pada luka yang ditutup secara primer sebaiknya dihindari,
balutan hanya perlu diberikan pada:
32
a. Absorbsi eksudat dan transudat
b. Jika pasien menginginkan luka ditutup, setelah diberikan informasi
sebelumnya bahwa tidak mencegah terjadinya infeksi dan akan
meninbulkan nyeri saat dilepas
2. Membasahi/ memandikan bagian luka (selama < 10 menit) diperbolehkan
setelah 24 jam penutupan luka di rumah sakit jika pasien menginginkan
hal tersebut
3. Jika terdapat prosthesis diantara luka, maka memandikan area sekitar luka
(selama < 10 menit) diperbolehkan setelah 48 jam jika tidak ada tanda-
tanda infeksi dan diperbolehkan oleh dokter bedah.
4. Pasien harus diberitahukan kapan dan bagaimana mobilisasi, hal ini
bergantung pada masing-masing pasien, lokasi luka, progress
penyembuhan luka dan tipe pembedahan yang dilakukan.
5. Lindungi luka superfisial seperti luka lecet dari sinar ultraviolet setidaknya
selama 3 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Thone, Charles. Grabb And Smiths Plastic Surgery, 7 th Edition. Lippincott
Williams & Wllkins, A Wolters Kluwer Business. Philadelpia: 2014.
2. Townsed, Courtney. Sabiston Textbook of Surgery, 19th edition. Saunder.
USA: 2012
3. NHSH Senior Management Team. NHS Highland Wound Management
Guidelines And Formulary. Tissue Viability Leadership Group. 05 March
2013
4. California Correctional Health Care Services. Cchcs Care Guide: Wound
And Skin Ulcer Management. November 2012
5. Ubbink, Dirk. Brolmann, Fleur. Go, Peter. Et.Al. Evidence-Based Care Of
Acute Wounds: A Perspective. Wound Healing Society. Netherlands. 2014
6. Fernandez, Ritin. Griffiths, Rhonda. Water for Wound Cleansing (Review).
Cochrane Library. Australia: 2013.
7. Hamblin M, Herman I, Demidova T. acute and impaired wound healing:
pathophysiology and Current Methods for drug delivery, part 1: Normal
and Chronic Wounds: Biology, Causes and Appproaches to Care. Reaserch
Gate: 2012
34