Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Luka
2.1.1.1 Definisi Luka
Luka didefinisikan sebagai terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh oleh sebab-sebab fisik, mekanik, kimia dan termal. Luka, baik
luka terbuka atau luka tertutup, merupakan salah satu permasalahan
yang paling banyak terjadi di praktek sehari-hari ataupun di ruang
gawat darurat. Penanganan luka merupakan salah satu keterampilan
yang harus dikuasai oleh dokter umum (Ariningrum et al., 2018)
Sedangkan, menurut Gitarja (2008) dalam buku yang berjudul
Seri Keperawatan Luka Terpadu-Perawatan Luka Diabetes
mengatakan bahwa luka ialah rusaknya komponen jaringan, dimana
secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
2.1.1.2 Klasifikasi Luka
Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi 4
yaitu:
1. Luka superfisial yaitu luka yang terbatas pada lapisan
epidermis
2. Luka “partian thickness” yaitu luka yang mengakibatkan
hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis dan lapisan
bagian atas dari dermis
3. Luka “full thickness” yaitu luka nampak kehilangan jaringan
pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot
4. Luka “full thickness” selanjutnya luka nampak kehilangan
jaringan pada lapisan epidermis, dermis, fasia, mengenai otot
tendon dan tulang.

Terminologi Luka yang dihubungkan dengan waktu


penyembuhan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Luka akut
Luka akut adalah luka dengan masa penyembuhan
sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati
(Gitarja, 2008). Luka akut biasanya disebabkan oleh trauma
atau pembedahan. Waktu penyembuhan relatif cepat, dengan
penyembuhan secara primer (Ariningrum et al., 2018).
2. Luka kronis
Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang belum
sembuh setelah 3 bulan. Sering disebabkan oleh luka bakar
luas, gangguan sirkulasi, tekanan yang berlangsung lama
(pressure ulcers/ ulkus dekubitus), ulkus diabetik dan
keganasan. Waktu penyembuhan cenderung lebih lama,
risiko terinfeksi lebih besar (Ariningrum et al., 2018).
2.1.1.3 Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks
karena adanya kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara
berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler,
dan terbentuknya senyawa kimia sebagai substansi mediator di daerah
luka merupakan komponen yang saling terkait pada proses
penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme
untuk mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak
dengan membentuk struktur baru dan fungsional (Ferreira et al.,
2006).
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan,
dan kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam
lima tahap, meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi,
dan maturase (Diegelmann et al., 2004). Proses penyembuhan luka
dibagi menjadi 3 fase menurut Rasyid et al. (2018), yaitu:
1. Fase inflamasi
Fase ini merupakan awal proses penyembuhan luka
sampai hari kelima. Proses peradangan akut terjadi dalam
24-48 jam pertama setelah cedera. Proses epitalisasi mulai
terbentuk pada fase ini setelah beberapa jam terjadi luka.
Proses terjadinya reproduksi dan migrasi sel dari tepi luka
menuju ke tengah luka. Fase ini mengalami konstriksi dan
retraksi disertai reaksi hemostasis yang melepaskan dan
mengaktifkan sitokin yang berperan untuk terjadinya
kemotaksis neutrofil, makrofag, mast sel, sel endotel, dan
fibroblast. Terjadinya vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan
mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth
Factor (TGF) Beta 1 akan mengaktivasi fibroblast untuk
sintesis kolagen.
2. Fase poliferisasi
Fase ini mengikuti fase inflamasi dan berlangsung
selama 2-3 minggu. Fase ini terjadi neoangiogenesis
membentuk kapiler baru dan disebut menonjol perannya.
Fibroblast mengalami proliferasi dan berfungsi dengan
bantuan vitamin B dan vitamin C serta oksigen dalam
mensintesis kolagen. Serat kolagen kekuatan untuk
bertautnya tepi luka. Fase ini mulai terjadi granulasi,
kontraksi luka dan epitelisasi.
3. Fase maturase atau remodeling
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang
pada proses penyembuhan luka. Terjadinya proses
remodelling kolagen, kontraksi luka, dan pematangan parut
merupakan proses yang dinamis. Fase ini berlangsung
mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan
ini didapatkan parut luka yang matang dan mempunyai
kekuatan 80% dari kulit normal.
2.1.2 Diabetes Melitus
2.1.2.1 Definisi Diabetes Melitus
Dilansir dari website resmi WHO (World Health Organization)
pada Mei 2020 lalu, diabetes ialah penyakit metabolik kronis yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah),
yang dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada
jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Diabetes tipe 2,
biasanya adalah yang paling umum dalam kasus ini pada orang
dewasa dapat terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin
atau tidak membuat cukup insulin. Dalam tiga dekade terakhir
prevalensi diabetes tipe 2 telah meningkat secara dramatis di negara-
negara dari semua tingkat pendapatan. Bagi orang yang hidup dengan
diabetes, akses ke pengobatan yang terjangkau, termasuk insulin,
sangat penting untuk kelangsungan hidup mereka. Ada target yang
disepakati secara global untuk menghentikan peningkatan diabetes
dan obesitas pada tahun 2025.
Diabetes mellitus, lebih sederhana disebut diabetes, adalah
kondisi serius, jangka panjang (atau 'kronis') yang terjadi ketika ada
peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang karena tubuhnya
tidak dapat memproduksi salah satu atau cukup hormon insulin, atau
tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkannya secara efektif
(International Diabetic Federation, 2019).
Staphylococcus adalah organisme infektif yang umum.
Penyakit ini biasanya kronis, dan pendekatan interprofesional akan
memberikan hasil terbaik. Keterlibatan gabungan ahli penyakit kaki,
ahli endokrin, dokter perawatan primer, ahli bedah vaskular, dan
spesialis penyakit menular sangat bermanfaat. Ini adalah skenario
yang umum ditemui di kedua pengaturan rawat jalan dan rawat inap.
Ulkus kaki diabetik bertanggung jawab untuk penerimaan lebih
dari komplikasi diabetes lainnya. Saat ini, diabetes adalah penyebab
utama amputasi non-traumatik di AS. Secara keseluruhan, sekitar 5%
pasien dengan diabetes mellitus mengalami ulkus kaki dan 1%
berakhir dengan amputasi. Mendidik pasien tentang komplikasi dan
perlunya perawatan medis yang tepat akan mengurangi risiko
komplikasi dan kepatuhan yang baik.
2.1.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes
Association 2018 dibagi dalam 4 jenis yaitu :
a) Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas
karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapatsedikit atau
tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level
protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi
sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah
ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus
atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena
reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel
β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I,
pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM untuk
bertahan hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan
pada area tubuh penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka
penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga dengan koma
ketoasidosis atau koma diabetic.
b) Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan
karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa
oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal
tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain
sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif
sel β pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel β pankreas tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiesi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin
lain.
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan
asimptomatik. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi
makanan bergizi seimbang dan olah raga secara teratur biasanya
penderita brangsur pulih. Penderita juga harus mampu
mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada
penerita stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik
insulin.
c) Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit
eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,
iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM.Diabetes tipe
ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam
pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
d) Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,
biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.
Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk
menderita DM yang menetap dalam jangka
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
2.1.3 Luka Kaki Diabetik
2.1.3.1 Definisi
Luka kaki diabetic atau Ulkus kaki diabetik adalah salah satu
komplikasi kronis dari penyakit diabetes melitus berupa luka pada
permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai dengan kerusakan
jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan ataupun
tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau
penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan
Doupis, 2012).
Luka kaki diabetik merupakan cedera pada semua lapisan kulit,
nekrosis atau gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki,
sebagai akibat dari neuropati perifer atau penyakit arteri pada pasien
diabetes mellitus (DM).
Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi tersering
pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik.
Biasanya akibat kontrol glikemik yang buruk, neuropati yang
mendasari, penyakit pembuluh darah perifer, atau perawatan kaki
yang buruk. Ini juga merupakan salah satu penyebab umum
osteomielitis kaki dan amputasi ekstremitas bawah. Ulkus ini
biasanya di area kaki yang mengalami trauma berulang dan sensasi
tekanan (Oliver and Mutluoglu, 2020).
2.1.3.2 Etiologi
Etiologi ulkus kaki diabetik multifaktorial. Penyebab umum
yang mendasari adalah kontrol glikemik yang buruk, kapalan,
kelainan bentuk kaki, perawatan kaki yang tidak tepat, alas kaki yang
tidak pas, neuropati perifer yang mendasari dan sirkulasi yang buruk,
kulit kering, dll. Sekitar 60% dari penderita diabetes akan
mengembangkan neuropati, akhirnya menyebabkan ulkus kaki. Risiko
ulkus kaki meningkat pada individu dengan kaki datar karena mereka
memiliki tekanan yang tidak proporsional di seluruh kaki, yang
menyebabkan peradangan jaringan di area kaki yang berisiko tinggi.
Etiologi dari ulkus kaki diabetik (DFU) adalah multifaset.
Tidak ada faktor risiko tunggal yang bertanggung jawab atas ulkus
kaki. Beberapa komponen menyebabkan ditambahkan bersama-sama
untuk menciptakan dampak yang cukup untuk pemborokan (Syafril,
2018).
2.1.3.3 Patofisiologi
Perkembangan ulkus diabetikum biasanya dalam 3 tahap.
Tahap awal adalah perkembangan kalus. Kalus dihasilkan dari
neuropati. Neuropati motorik menyebabkan deformitas fisik kaki, dan
neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sensorik yang
menyebabkan trauma berkelanjutan. Pengeringan kulit karena
neuropati otonom juga merupakan faktor lain yang berkontribusi.
Akhirnya, trauma kalus yang sering menyebabkan perdarahan
subkutan dan akhirnya terkikis dan menjadi ulkus (Armstrong et al.,
2017)
Pasien dengan diabetes mellitus juga mengembangkan
aterosklerosis parah pada pembuluh darah kecil di tungkai dan kaki,
yang menyebabkan gangguan vaskular, yang merupakan penyebab
lain infeksi kaki diabetik. Karena darah tidak dapat mencapai luka,
penyembuhan tertunda, akhirnya menyebabkan nekrosis dan gangrene
(Oliver and Mutluoglu, 2020).
2.1.3.4 Derajat Luka Diabetes Melitus

Gambar 2.1 Derajat Luka Diabetes Melitus.

Luka DM terdiri 6 tingkatan menurut Singh (2013), yaitu:


a) Derajat 0 = Tidak ada lesi yang terbuka, bisa terdapat
deformitas atau selulitis (dengan kata lain: kulit utuh, tetapi
ada kelainan bentuk akibat neuropati).
b) Derajat 1 = Luka superficial terbatas pada kulit.
c) Derajat 2 = Luka dalam sampai menembus tendon, atau
tulang
d) Derajat 3 = Luka dalam dengan abses, osteomielitis atau
sepsis persendian
e) Derajat 4 = Gangren setempat, di telapak kaki atau tumit
(dengan kata lain: gangren jari kaki atau tanpa selulitis)
f) Derajat 5= Gangren pada seluruh kaki atau sebagian
tungkai bawah.
2.1.4 Cadexomer Iodine

Gambar 2.3 Cadexomer Iodine

Cadexomer merupakan butiran mikro kanji yang telah dimodifikasi sehingga


memiliki rongga dimana didalamnya dimasukkan Iodine 0,9%. Iodosorb adalah
sediaan topikal yang mengandung cadexomer berisi iodine 0.9%. Iodosorb
digunakan sebagai antiseptik dan tidak bersifat sitoksik yang dilepaskan perlahan
(lepas lambat).
Cadexomer iodine berfungsi untuk menghantarkan iodine Iodosorb yang dapat
menembus dinding sel mikroorganisme dan mengganggu struktur dan sintesis
protein dan asam nukleat. yodium kadeksomer adalah anti-mikroba yang telah
menunjukkan kemampuannya untuk melawan biofilm mikroba dan efektif
melawan Staphylococcus aureus yang resisten methicillin (Malone et al., 2017).
Iodosorb digunakan untuk terapi topikal pada luka kronik yang bereksudat
pada ulkus vena, ulkus diabetik, ulkus dekubitus (kerusakan jaringan setempat
yang disebabkan oleh iskemia pada kulit akibat tekanan dari luar yang
berlebihan). Kegunaan obat ini yaitu digunakan untuk terapi topikal pada luka
kronik yang bereksudat pada ulkus vena, ulkus diabetik, ulkus
dekubitus (kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia pada kulit
akibat tekanan dari luar yang berlebihan). Untuk dosis dan cara penggunaan,
taburkan obat ini pada permukaan luka sesuai dengan bentuk luka hingga
membentuk lapisan setebal ±3 mm. Tutup luka secara keseluruhan dengan
dressing sekunder. Iodosorb harus diganti jika telah jenuh oleh cairan luka dan
semua iodine telah dilepaskan (dapat dilihat dari memudarnya warna Iodosorb),
biasanya diganti 2-3 kali seminggu atau jika banyak cairan luka, perlu diganti
setiap hari.
Obat ini juga dapat menimbulkan gejala efek samping penggunaan. Efek
samping yang mungkin terjadi akibat penggunaan iodine adalah sebagai berikut.
a) Oral/Kulit: Reaksi hipersensitivitas (urtikaria, angioedema, radang kulit,
purpura, demam, arthralgia, limfadenopati, eosinofilia)
b) Gondok
c) hipotiroidisme dan hipertiroidisme
d) Untuk penggunaan jangka panjang: menyebabkan rasa logam dalam
mulut, air liur meningkat, pembengkakan dan radang tenggorokan, mata
bengkak dan iritasi, edema paru, mual, muntah, diare.

Tidak semua orang mengalami efek samping ini. Mungkin ada beberapa efek
samping yang tidak disebutkan di atas. Bila memiliki kekhawatiran mengenai
efek samping tertentu yang tidak tercantum di dalam daftar tersebut, maka dapat
dikonsultasikan pada dokter atau apoteker.

2.1.5 Zinc Cream

Ganbar 2.4 Zinc Cream

Berdasarkan laman web kesehatan, zinc cream atau zinc Oxide adalah obat
yang umumnya digunakan untuk mengobati dan mencegah ruam di kulit akibat
popok dan iritasi kulit ringan lainnya (contoh, luka bakar, teriris, tergores). Selain
untuk pengobatan kondisi luka kecil atau akut, zinc oxide juga bisa digunakan
sebagai obat untuk luka kronik. Obat ini bekerja dengan cara membentuk
pelindung pada kulit untuk melindungi dari iritasi dan menjaga kelembapan pada
kulit.
Zinc Oxide tersedia dalam sediaan dosis-dosis seperti krim, salep, pasta,
losion, powder atau bubuk, semprot, dressing, serta gel. Zinc oxide bukan
kandungan bahan alami. Zinc oxide terbuat dari kombinasi zinc dan molekul
oksigen yang dipanaskan. Kedua elemen tersebut diuapkan, dikondensasi, dan
dibentuk menjadi bubuk putih halus yang mengkristal. 
Dalam penggunaan zinc cream ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu pasien dengan kondisi berikut, wajib berkonsultasi dengan dokter sebelum
menggunakan Zinc Oxide:
 Pasien yang memiliki alergi terhadap obat yang mengandung Zinc Oxide
atau obat-obatan lainnya
 Pasien yang memiliki masalah di area kulit yang terinfeksi
 Pasien yang mengalami iritasi kulit parah seperti luka bakar parah, cedera
kulit parah dan lain-lain
 Pasien yang sering beraktivitas di bawah sinar matahari
 Pasien dengan ketergantungan alkohol dan tembakau
 Anak–anak, Ibu hamil atau menyusui
Zinc cream atau zinc oxide ini tidak memberikan efek samping yang serius
bila penggunaan obat ini sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Akan tetapi
kemungkinan terjadinya beberapa efek samping seperti rasa gatal, sulit bernapas,
memburuknya ruam pada kulit, dan terlihat adanya pembengkakan pada wajah,
bibir lidah dan tenggorokan juga perlu di perhatikan. Bila gejala atau efek
samping tersebut muncul, segeralah memeriksakan diri ke dokter

2.2 Kerangka Teori


2.3 Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan visualisasi hubungan antara berbagai variabel,
yang dirumuskan oleh peneliti setelah membaca berbagai teori yang ada dan
kemudian menyusun teorinya sendiri yang akan digunakannya sebagai landasan untuk
penelitiannya (Masturoh and T. Nauri 2018). Adapun kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :

Independen Dependen
2.4
Efektivitas Cadexomer Luka Kaki Diabetik
Iodine dan Zinc Cream
2.5
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah sebuah perkiraan dugaan, asumsi, ide, atau keyakinan tentang
suatu fenomena, hubungan bahkan situasi atau tentang kenyataan yang belum
diketahui kebenarannya (Rofiah, 2018). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa danya pengaruh dari pemberian obat topical cadexomer iodine dan zinc cream
terhadap luka kaki diabetik.

Anda mungkin juga menyukai