Disusun Oleh :
Heni Sekar Arum (2217016)
A. Latar Belakang
Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika
kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.
Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks
dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus
menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Luka yang
dialami oleh seseorang tergantung dari penyebab, besar dan luas luka. Luka yang
luas dan besar dapat mempengaruhi sistem tubuh seseorang. Luka yang luas dan
besar tersebut dapat menyebabkan fungsi kulit sebagai barrier akan mengalami
gangguan sehingga pasien akan memiliki kecenderungan untuk mengalami
evaporasi atau kehilangan cairan akut yang cepat.
Kekurangan cairan yang berlebihan tanpa disertai dengan rehidrasi yang
optimal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh pasien seperti gangguan
pada fungsi ginjal, jantung dan organ penting lainnya. Rehidrasi cairan hanya
dapat mencegah komplikasi dari kehilangan cairan yang diakibatkan oleh luka.
Namun, luka tersebut tidak sembuh dengan optimal tanpa penanganan yang
efektif sehingga proses dehidrasi akibat kerusakan barrier kulit masih terjadi.
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ
tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan
dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi
secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur
anatomi, fungsi dan penampilan. Metode perawatan luka berkembang cepat dalam
20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi
canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan memberikan dasar pemahaman
yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua tujuan manajemen
luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi jaringan
yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat
penyembuhan luka bisa sempurna.
Salah satu teknik penyembuhan luka adalah dengan teknik penggunaan
tekanan negatif. Salah satu penggunaan tekanan negatif yang terbaru saat ini
adalah Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy yang merupakan
pengembangan dari terapi tekanan negatif sebelumnya namun dengan beberapa
penambahan pengaturan pada berbagai kondisi dan jenis luka, selain itu menurut
Topaz (2012), RNPT untuk luka dengan infeksi anaerob telah dikembangan
dengan penambahan suplementas oksigen sehingga dapat menghambat
perkembangan bakteri anaerob yang dikenal dengan nama RO-NPT. Berdasarkan
keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis jurnal yang disusun
oleh Topaz (2012) yang berjudul “Improved Wound Management By
Regulated Negative Pressure-Assisted Wound Therapy And Regulated
Oxygen- Enriched Negative Pressure Assisted Wound Therapy Through
Basic Science Research And Clinical Assessment”
Saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar telah mulai dilakukan perawatan luka
dengan metode NPWT yang dilakukan di Ruang Burn Unit sudah dimulai sejak
satu tahun terakhit.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme RNPT dalam menyembuhkan luka
2. Bagaimana mekanisme perawatan inovasi RO-NPT dalam menyembuhkan
luka
3. Bagaimana penerapan terapi RNPT dan RO-NPT di Indonesia dan
implikasinya dalam dunia keperawatan
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimana penerapan RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui mekanisme kerja RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka
b. Mengetahui peran RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri
dari empat bab yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III
pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Jenis-jenis luka
a. Berdasarkan Kategori
1. Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka
bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril
a. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik
2) Partial thickness
Luka yang meluas sampai ke dalam dermis
3) Full thickness
Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan
jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan
struktur yang dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang.
Faktor/ sitokin yang berperan dalam setiap fase penyembuhan luka di atas adalah:
Tabel 1. Fase penyembuhan luka serta faktor pertumbuhan yang terlibat
Umumnya luka yang akut akan melalui seluruh tahapan fase di atas
dengan baik, jika dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan
luka dilakukan dengan sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan
luka, maka luka dapat menjadi kronis karena adanya fase penyembuhan yang
tidak terlewati dengan sempurna. Penyebab lainnya adalah adanya pernyakit yang
mendasari (misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, dll.)
sehingga elemen pencetus lukanya tersebut masih selalu ada. Pada luka-luka
seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena
jelas luka tersebut lebih sulit untuk sembuh.
Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di
bawahnya) umumnya memiliki pola waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 2. Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase
WOUND DRESSINGS
Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupakan
subjek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang paling
ideal pada semua luka. Dressing yang ideal seharusnya memiliki kriteria sebagai
berikut:
Maintain moist wound bed
Controlled bacterial colonization
Negative pressure - absorbent
Easy and simple to use
Act as bacterial barrier
Effective dressing change requirement
Promotes healthy granulation tissue formation
Promotes epithelialization
Inert and safe
Reduce & eliminate pain at wound site
Not causing pain on dressing removal
Cost effective
Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002
d. Kasus IV
Pasien umur 20 tahun dengan luka bakar derajat II akibat bahan kimia dilakukan
perawatan RNPT.
e. Kasus V
Pasien wanita umur 71 tahun dengan DM tipe 2 mengalami celulitis dan gangren
pada jari kedua. Setelah dilakukan perawatan dengan top closure dan RNPT seperti
tampak pada gambar.
f. Kasus VI
3. Comparison
Komparison dalam penelitian ini, dilihat dari kasus tidak ada pembanding.
Tapi dilihat dari telaah literatur dan perkembangan perawatan luka, penggunaan
RNPT merupakan pengembangan dari NPWT dimana dalam penelitian ini
disinggung bahwa penggunaan RNPT merupakan pengembangan dari kegagalan
efektivitas penggunaan NPWT akibat tekanan yang tidak diperhitungkan secara
optimal. Dimana pada penelitian ini, FDA menunjukkan bahwa pada penggunaan
NPWT menunjukkan dalam kuurn 2 tahun pada tahun 2009 terjadi 6 kematian dan
77 mengalami komplikasi.
4. Outcome
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan RNPT dan ROPT
sesuai dengan indikasi dan dengan modifikasi dari beberapa komponen RNPT
dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dan nilai estetik yang lebih baik.
Selain itu juga dapat dianjurkan penggunaan tekanan yang efektif dan lama
penggantian balutan untuk tiap kasus yang dapat dilihat pada bab 2.
5. Time
C. Aplikasi Keperawatan
B. Saran
Disarankan agar RNPT dan RO-NPT agar dapat digunakan untuk pasien
dengan luka kronik dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji tingkat
efektivitas dan efisiensinya dalam perawatan luka namun dengan protocol yang
jelas dan tepat khususnya dalam penggunaan tekanan negative dan kombinasi
dengan dressing yang tepat.