Anda di halaman 1dari 29

Tugas Individu

TREN DAN ISSUE SITEM INTEGUMEN


Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Muskuloskeletal,
Integumen, Persepsi Sensori Dan Persarafan.

Disusun Oleh :
Heni Sekar Arum (2217016)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEHNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka merupakan suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika
kulit terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan radiasi.
Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks
dan dinamis yang menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus
menerus disebut dengan penyembuhan luka (Joyce M. Black, 2001). Luka yang
dialami oleh seseorang tergantung dari penyebab, besar dan luas luka. Luka yang
luas dan besar dapat mempengaruhi sistem tubuh seseorang. Luka yang luas dan
besar tersebut dapat menyebabkan fungsi kulit sebagai barrier akan mengalami
gangguan sehingga pasien akan memiliki kecenderungan untuk mengalami
evaporasi atau kehilangan cairan akut yang cepat.
Kekurangan cairan yang berlebihan tanpa disertai dengan rehidrasi yang
optimal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi tubuh pasien seperti gangguan
pada fungsi ginjal, jantung dan organ penting lainnya. Rehidrasi cairan hanya
dapat mencegah komplikasi dari kehilangan cairan yang diakibatkan oleh luka.
Namun, luka tersebut tidak sembuh dengan optimal tanpa penanganan yang
efektif sehingga proses dehidrasi akibat kerusakan barrier kulit masih terjadi.
Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ
tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan
dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi
secara normal. Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur
anatomi, fungsi dan penampilan. Metode perawatan luka berkembang cepat dalam
20 tahun terakhir, jika tenaga kesehatan dan pasiennya memanfaatkan terapi
canggih yang sesuai dengan perkembangan, akan memberikan dasar pemahaman
yang lebih besar terhadap pentingnya perawatan luka. Semua tujuan manajemen
luka adalah untuk membuat luka stabil dengan perkembangan granulasi jaringan
yang baik dan suplai darah yang adekuat., hanya cara tersebut yang membuat
penyembuhan luka bisa sempurna.
Salah satu teknik penyembuhan luka adalah dengan teknik penggunaan
tekanan negatif. Salah satu penggunaan tekanan negatif yang terbaru saat ini
adalah Regulated Negative Pressure Assisted Wound Therapy yang merupakan
pengembangan dari terapi tekanan negatif sebelumnya namun dengan beberapa
penambahan pengaturan pada berbagai kondisi dan jenis luka, selain itu menurut
Topaz (2012), RNPT untuk luka dengan infeksi anaerob telah dikembangan
dengan penambahan suplementas oksigen sehingga dapat menghambat
perkembangan bakteri anaerob yang dikenal dengan nama RO-NPT. Berdasarkan
keadaan tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis jurnal yang disusun
oleh Topaz (2012) yang berjudul “Improved Wound Management By
Regulated Negative Pressure-Assisted Wound Therapy And Regulated
Oxygen- Enriched Negative Pressure Assisted Wound Therapy Through
Basic Science Research And Clinical Assessment”
Saat ini, di RSUP Sanglah Denpasar telah mulai dilakukan perawatan luka
dengan metode NPWT yang dilakukan di Ruang Burn Unit sudah dimulai sejak
satu tahun terakhit.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme RNPT dalam menyembuhkan luka
2. Bagaimana mekanisme perawatan inovasi RO-NPT dalam menyembuhkan
luka
3. Bagaimana penerapan terapi RNPT dan RO-NPT di Indonesia dan
implikasinya dalam dunia keperawatan

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui bagaimana penerapan RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui mekanisme kerja RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka
b. Mengetahui peran RNPT dan RO-NPT dalam perawatan luka
D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematikan penulisan yang digunakan pada makalah ini terdiri
dari empat bab yaitu bab I pendahuluan, bab II tinjauan pustaka, bab III
pembahasan dan bab IV simpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Luka


1. Definisi
Penyembuhan luka adalah respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan
proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan pemulihan
anatomi dan fungsi secara terus menerus (Joyce M. Black, 2001). Penyembuhan
luka terkait dengan regenerasi sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih,
ditunjukkan dengan tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara
bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal.
Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan
penampilan.

2. Etiologi / Penyebab Luka


Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan dihentikan
sebelum memulai perawatan luka, serta mengidentifikasi, mengontrol penyebab
dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan sebelum mulai proses
penyembuhan. Berikut ini akan dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka :
 Trauma
 Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
 Gigitan binatang atau serangga
 Tekanan
 Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
 Immunodefisiensi
 Malignansi
 Kerusakan jaringan ikat
 Penyakit metabolik, seperti diabetes
 Defisiensi nutrisi
 Kerusakan psikososial
 Efek obat-obatan
Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka dengan multifaktor.

3. Jenis-jenis luka

a. Berdasarkan Kategori
1. Luka Accidental
Adalah cedera yang tidak disengaja, seperti kena pisau, luka tembak, luka
bakar; tepi luka bergerigi; berdarah; tidak steril

Gambar 1. Luka bakar


2. Luka Bedah
Merupakan terapi yang direncanakan, seperti insisi bedah, needle
introduction; tepi luka bersih; perdarahan terkontrol; dikendalikan dengan
asepsis bedah

Gambar 2. Luka post op skin graft


b. Berdasarkan integritas kulit
1. Luka terbuka
Kerusakan melibatkan kulit atau membran mukosa; kemungkinan
perdarahan disertai kerusakan jaringan; risiko infeksi
2. Luka tertutup
Tidak terjadi kerusakan pada integritas kulit, tetapi terdapat kerusakan
jaringan lunak; mungkin cedera internal dan perdarahan
c. Berdasarkan Descriptors
1. Aberasi
Luka akibat gesekan kulit; superficial; terjadi akibat prosedur
dermatologik untuk pengangkatan jaringan skar
2. Puncture
Trauma penetrasi yang terjadi secara disengaja atau tidak disengaja oleh
akibat alat-alat yang tajam yang menusuk kulit dan jaringan di bawah kulit
3. Laserasi
Tepi luka kasar disertai sobekan jaringan, objek mungkin terkontaminasi;
risiko infeksi
4. Kontusio
Luka tertutup; perdarahan di bawah jaringan akibat pukulan tumpul;
memar
d. Klasifikasi Luka Bedah
1. Luka bersih
Luka bedah tertutup yang tidak mengenai system gastrointestinal, ,
pernafasan atau system genitourinary, risiko infeksi rendah
2. Bersih terkontaminasi
Luka melibatkan system gastrointestinal, pernafasan atau system
genitourinary, risiko infeksi
3. Kontaminasi
Luka terbuka, luka traumatic, luka bedah dengan asepsis yang buruk;
risiko tinggi infeksi
4. Infeksi
Area luka terdapat patogen; disertai tanda-tanda infeksi
4. Klasifikasi luka

a. Berdasarkan penyebab
1) Luka pembedahan atau bukan pembedahan
2) Akut atau kronik

Gambar 3. Luka Kronik


b. Kedalaman jaringan yang terlibat
1) Superficial
Hanya jaringan epidermis

2) Partial thickness
Luka yang meluas sampai ke dalam dermis

3) Full thickness
Lapisan yang paling dalam dari jaringan yang destruksi. Melibatkan
jaringan subkutan dan kadang-kadang meluas sampai ke fascia dan
struktur yang dibawahnya seperti otot, tendon atau tulang.

5. Prinsip Dasar Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah proses yang komplek dan dinamis dengan


perubahan lingkungan luka dan status kesehatan individu. Fisiologi dari
penyembuhan luka yang normal adalah melalui fase hemostasis, inflamasi,
granulasi dan maturasi yang merupakan suatu kerangka untuk memahami prinsip
dasar perawatan luka. Melalui pemahaman ini profesional keperawatan dapat
mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk merawat luka dan dapat
membantu perbaikan jaringan. Luka kronik mendorong para profesional
keperawatan untuk mencari cara mengatasi masalah ini. Penyembuhan luka
kronik membutuhkan perawatan yang berpusat pada pasien ”patient centered”,
holistik, interdisiplin, cost efektif dan eviden based yang kuat.
Ada beberapa fase penyembuhan luka yakni:

1. Fase inflamasi: berupa hemostasis dan inflamasi


2. Fase proliferatif: terdiri dari epitelialisasi, angiogenesis, pembentukan
jaringan granulasi, & deposisi kolagen
3. Fase maturasi: kontraksi, pembentukan jaringan parut (scar tissue),
remodeling

Faktor/ sitokin yang berperan dalam setiap fase penyembuhan luka di atas adalah:
Tabel 1. Fase penyembuhan luka serta faktor pertumbuhan yang terlibat

Fase Penyembuhan Luka Growth factors & Sitokin

Hemostasis PDGF, IGF-1, EGF, FGF, TGF-beta

Inflamasi Seperti di atas, + aktivasi komplemen

Proliferasi sel Proteases (elastase, collagenase)

Granulasi & matrix repair MMPs, TIMPs

Epitelialisasi EGF, TGF-beta

Remodeling / pembentukan scar FGF, proteases

Umumnya luka yang akut akan melalui seluruh tahapan fase di atas
dengan baik, jika dilakukan perawatan luka yang benar. Namun jika perawatan
luka dilakukan dengan sembarangan dan menyalahi prinsip-prinsip perawatan
luka, maka luka dapat menjadi kronis karena adanya fase penyembuhan yang
tidak terlewati dengan sempurna. Penyebab lainnya adalah adanya pernyakit yang
mendasari (misalnya diabetes mellitus, chronic venous insufficiency, dll.)
sehingga elemen pencetus lukanya tersebut masih selalu ada. Pada luka-luka
seperti ini tentunya memerlukan pemahaman perawatan luka yang benar karena
jelas luka tersebut lebih sulit untuk sembuh.
Fase-fase dalam penyembuhan luka (khususnya pada kulit dan jaringan di
bawahnya) umumnya memiliki pola waktu yang serupa seperti terlihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 2. Fase penyembuhan luka serta waktu yang dibutuhkan tiap fase

Fase Penyembuhan Waktu Sel yang


Luka Terlibat

Hemostasis Segera (menit) Platelet

Inflamasi Hari 1-3 Neutrofil


Makrofag

Proliferasi sel Hari 3-21 Makrofag

Granulasi & matrix repair Hari 7-21 Limfosit


Angiosit
Neurosit
Fibroblast

Epitelialisasi Hari 3-21 Keratinosit

Remodeling/ pembentukan Hari 21 - beberapa Fibrosit


scar tahun

Tentunya dapat disimpulkan dari Tabel 2, bahwa teknik perawatan luka


pun harus mengikuti fase-fase dalam penyembuhan luka, khususnya dari segi
waktu: waktu penggantian wound dressing, waktu pengangkatan benang, dsb.
Jenis dari penyembuhan luka terdiri dari:
1. Primary wound healing: penyembuhan luka primer – terjadi saat pinggiran
luka (wound edges) yang bersih dan masih vital (tidak iskemik/nekrosis)
ditemukan dengan aproksimasi yang baik (biasanya dengan penjahitan)
sehingga fase pembentukan jaringan granulasi lebih cepat dan epitelialisasi
langsung terjadi dalam beberapa hari (1-3 hari).

2. Secondary wound healing: penyembuhan luka sekunder – terjadi pada luka


yang cukup dalam/ lebar dan jarak antara ujung-ujung luka terlalu jauh,
sehingga tidak dapat dilakukan penjahitan secara langsung. Seluruh fase
penyembuhan luka seperti pada Tabel 2 secara spontan akan dilewati
sesuai dengan dalam/luasnya luka dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya.

3. Tertiary wound healing: penyembuhan luka tersier – terjadi pada luka


yang kurang vital/jaringan nekrotik cukup banyak/luka cukup dalam/luka
kotor, dan memerlukan tindakan debridemen/nekrotomi terlebih dahulu
untuk jangka waktu tertentu (hingga luka cukup vital dan bersih), untuk
kemudian melewati fase-fase penyembuhan luka seperti Tabel 2 di atas.

PRINSIP-PRINSIP PERAWATAN LUKA


Beberapa prinsip perawatan luka secara umum adalah:
1. Debridement:
Seluruh materi asing/nonviable/jaringan nekrotik merupakan “debris” dan
dapat menghambat penyembuhan luka sehingga diperlukan tindakan untuk
membersihkan luka dari semua materi asing ini. Nekrotomi (pembuangan
jaringan nekrotik) juga termasuk ke dalam debridemen luka. Debridemen
dapat dilakukan berkali-kali (bertahap) sampai seluruh dasar luka (wound
bed) bersih dan vital.
2. Moist wound bed:
Dasar luka (wound bed) harus selalu lembab. Lembab bukan berarti basah.
Kassa yang direndam dalam larutan seperti NaCl itu “basah” dan bukan
“lembab”, karena kassa yang basah dapat menjadi kering, sehingga tidak
pernah menjadi lembab. Lembab yang dimaksud adalah adanya eksudat
yang berasal dari sel di dasar luka yang mengandung sel-sel darah putih,
growth factors, dan enzim-enzim yang berguna dalam proses
penyembuhan luka. Suasana lembab ini harus dipertahankan dengan
diikuti pencegahan infeksi dan pembentukan pus. Pemilihan dressing
untuk mempertahankan suasana lembab ini akan dibahas pada bab wound
dressing.
3. Prevent further injury:
Jaringan di sekitar luka biasanya mengalami inflamasi sehingga ikatan
antar selnya kurang kuat. Saat merawat luka, sangat dianjurkan untuk tidak
membuat luka/kerusakan yang baru pada jaringan di sekitarnya.
Imobilisasi lama juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan lainnya
misalnya terbentuk ulkus dekubitus, infeksi sekunder, bahkan pneumonia
dll.
4. Nutritional therapy:
Nutrisi adalah suatu terapi dan bukan hanya sebagai suplemen/tambahan.
Terapi nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka sebab
komponen jaringan yang rusak dan harus diganti pada setiap luka
memerlukan elemen pengganti yang didapatkan dari asupan nutrisi.
5. Treat underlying disease(s):
Salah satu faktor yang berpengaruh dalam proses penyembuhan luka
adalah penyakit yang mendasari luka tersebut, misalnya diabetes mellitus,
chronic venous insufficiency, SLE, dll. Jika penyakit yang mendasarinya
tidak diatasi, kemungkinan besar luka akan sulit sembuh.
6. Work with the law of nature:
Pepatah mengatakan “time heals all wounds”. Sesungguhnya
penyembuhan luka dilakukan oleh tubuh penderita itu sendiri, yang dapat
kita lakukan adalah memberikan suasana dan kondisi yang ideal agar luka
dapat sembuh tanpa adanya hambatan/gangguan. Jika seluruh faktor yang
menghambat penyembuhan luka dapat diatasi (mulai dari faktor sistemik
sampai keadaan status lokalis luka itu sendiri), maka tidak ada alasan luka
tidak dapat sembuh.

PERAWATAN LUKA AKUT


Luka akut yaitu luka yang terjadi dalam hitungan jam (sampai dengan 8
jam). Luka yang dibiarkan lebih dari 8 jam dinamakan neglected wound (luka
yang terabaikan). Namun luka yang sulit untuk sembuh dan terjadi hingga lebih
dari 2 minggu dinamakan luka kronis. Secara umum waktu 8 jam ditentukan
sebagai “golden period” untuk luka. Jaringan tubuh yang dibiarkan iskemik (tidak
mendapatkan asupan oksigen dari darah) selama lebih dari 8 jam akan menjadi
nekrosis dan kerusakannya tidak dapat dikembalikan ke keadaan normal (sering
disebut irreversible injury). Maka dari itu sebaiknya perawatan luka dimulai
secepatnya sejak luka/injury terjadi dan tidak menunggu hingga nekrosis.
Luka akut yang bersih (acute clean wounds) misalnya luka akibat sayatan
pisau yang bersih, dapat dengan segera ditutup/ dijahit sehingga terjadi
penyembuhan luka secara primer (primary wound healing). Luka akut yang kotor
memerlukan penanganan debridemen terlebih dahulu sebelum penjahitan luka,
sesuai dengan prinsip perawatan luka secara umum.
Debridemen pada luka akut dilakukan sesegera mungkin setelah luka
terjadi. Penggunaan antiseptik pada luka masih kontroversial karena beberapa
pendapat mengatakan bahwa luka tidak perlu harus steril, dan flora normal pada
luka masih diperlukan untuk melawan kuman patogen. Drosou et al. mengatakan
bahwa penggunaan antiseptik seperti betadine, alkohol, atau peroksida (H 2O2)
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak dianjurkan untuk
digunakan pada luka terbuka. Larutan yang ideal digunakan untuk debridemen
luka adalah cairan fisiologis (NaCl 0.9%) sebanyak mungkin sampai luka menjadi
bersih. Setelah debridemen luka dengan benar, luka kemudian dinilai apakah
dapat langsung dilakukan penutupan/penjahitan. Jika luka akut tersebut kotor
namun masih dapat ditutup dengan penjahitan, sebaiknya dipasang drain sebagai
pencegahan jika terbentuk pus di kemudian hari. Jika luka akut tersebut cukup
besar/dalam dan penjahitan sulit dilakukan, maka sebaiknya dipilih jenis
perawatan/penyembuhan luka sekunder (perawatan luka terbuka). Sebagai
dressing-nya dapat dilihat pada bab mengenai wound dressing.
Luka pasca operasi umumnya merupakan luka akut steril, sehingga dapat
dipertahankan sampai 3 hari untuk kemudian dilakukan penggantian dressing.
Waktu 3 hari dipakai sebagai patokan sesuai dengan waktu yang diperlukan bagi
luka untuk melewati fase proliferasi dan epitelisasi pada luka akut (Tabel 2) tipe
primary healing/repair. Saat epitelisasi ujung-ujung luka terjadi, luka tersebut
bukan lagi dinamakan luka terbuka, oleh karena itu dapat dilakukan wound
dressing dan pencucian. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air atau NaCl
fisiologis untuk mencuci krusta dan kemungkinan adanya kuman yang menempel
saat dressing dibuka. Oleh karena itu pasien boleh mandi setelah dressing/balutan
dibuka dan luka harus dicuci saat mandi. Setelah itu luka dikeringkan dan dapat
langsung ditutup dengan dressing yang baru. Penggunaan antiseptik (betadine,
alkohol, dll.) masih tetap kontroversial.
PERAWATAN LUKA KRONIS
Luka kronis adalah luka yang berlangsung lebih dari 2 minggu tanpa
melewati fase-fase penyembuhan secara sempurna. Mungkin saja suatu luka
kronis melewati seluruh fase penyembuhan namun tanpa mempertahankan fungsi
dan struktur anatomis yang benar. Luka dapat menjadi kronis jika terdapat
hambatan/gangguan pada saat melewati fase-fase penyembuhan, misalnya adanya
penyakit yang mendasari (biasanya penyakit kronis pula seperti diabetes, dll.),
nutrisi yang kurang, atau akibat perawatan luka yang tidak benar.
Gangren diabetikum merupakan salah satu luka kronis yang paling sering
dijumpai dan sering berakhir dengan tindakan amputasi. Perawatan luka secara
baik dan benar yang dibarengi dengan kontrol glukosa darah yang teratur
sesungguhnya dapat mencegah tindakan amputasi yang berlebihan.
Secara prinsip perawatan luka kronis tidak banyak berbeda dengan luka
akut. Debridemen dan nekrotomi harus dilakukan secara rutin untuk
menghilangkan faktor penghambat penyembuhan luka. Debridemen dapat
dilakukan secara bertahap untuk mengurangi kemungkinan further injury pada
jaringan sehat disekitar luka. Prinsip moist wound bed pun harus dilakukan
dengan pemilihan wound dressing yang tepat. Nutrisi dan pengobatan penyakit
yang mendasari juga harus selalu dievaluasi supaya pasien memperoleh asupan
gizi yang baik untuk mempercepat penyembuhan luka.
Luka maligna (malignant wound), suatu luka yang timbul akibat adanya
sel-sel neoplasma maligna di sekitar luka tersebut, juga dapat dikategorikan
sebagai luka kronis. Meskipun demikian, penanganan luka yang mengikuti
prinsip-prinsip di atas dapat menghasilkan penyembuhan luka yang baik.

WOUND DRESSINGS
Wound dressing (balutan) pada luka hingga saat ini masih merupakan
subjek yang terus diteliti dan dikembangkan untuk mencari bentuk yang paling
ideal pada semua luka. Dressing yang ideal seharusnya memiliki kriteria sebagai
berikut:
 Maintain moist wound bed
 Controlled bacterial colonization
 Negative pressure - absorbent
 Easy and simple to use
 Act as bacterial barrier
 Effective dressing change requirement
 Promotes healthy granulation tissue formation
 Promotes epithelialization
 Inert and safe
 Reduce & eliminate pain at wound site
 Not causing pain on dressing removal
 Cost effective
Seaman S, J. Am Podiatric Med Ass, 92(1),24-33,2002

TIPE WOUND DRESSING


Ada berbagai macam tipe dari balutan (wound dressing), mulai dari yang
konvensional hingga yang advanced. Dressing konvensional yang masih
digunakan sampai sekarang adalah kassa (cotton gauze). Advance dressing sangat
beragam jenisnya diantaranya hydogel, hydrocolloids, alginate, V.A.C (vacuum
assisted closure), bioceramics, dan dengan merk yang beraneka ragam seperti
TM
/®:Sofra-tulle/Daryant-tulle/Bactigras, Cutisorb, Suprasorb, Intrasite, Duoderm,
Epiglu, Cerplast, dsb. Apapun pilihan dressingnya, prinsip penanganan luka selalu
sama (lihat Bab sebelumnya di atas). Dressing konvensional memerlukan
penggantian (change)

5-D TAHAPAN PERAWATAN LUKA SECARA UMUM

1. Describe: Luka akut atau kronis, tetanus-prone atau non-tetanus-prone, luas


atau kecil, permukaan atau dalam, terbuka atau tertutup (punctured wound),
dengan atau tanpa underlying diseases, dsb.
2. Debridement (necrotomy, irrigation, drainage): buang semua debris, pus,
jaringan nekrotik, corpus alienum, dan semua hal yang menghambat
penyembuhan luka. Jika perlu, lakukan debridement dengan anestesi umum
agar pasien tidak kesakitan dan debridement dapat dilakukan dengan
sempurna. Hindari injury terhadap jaringan sehat di sekitar luka. Irigasi
cukup dengan cairan berupa NaCl fisiologis 0,9% atau aqua (H 2O). Hindari
pemakaian antiseptik/cairan lain yang dapat merusak jaringan yang sehat
(H2O2, povidone iodine, alkohol, dll). Debridement hendaknya dilakukan
bertahap untuk mencegah kerusakan jaringan sehat yang berlebihan.
3. Dressing (moist wound bed): luka ditutup dengan balutan yang memenuhi
prinsip perawatan luka yakni “moist” atau lembab, bukan “wet” atau basah.
Jika memungkinkan, pilih dressing yang dapat menciptakan suasana tekanan
negatif pada dasar luka (negative pressure), artinya debris/pus/eksudat di
dasar luka diangkat/dikeluarkan secara kontinu. Pilih tipe wound dressing
yang paling ideal dan memenuhi prinsip penanganan luka.
4. Disease: selama penyakit yang mendasari (underlying disease) timbulnya
luka tidak diobati dengan benar (mis. diabetes mellitus, CVI, dll), luka tidak
akan dapat sembuh dengan sempurna.
5. Diet: nutrisi yang cukup sangat penting dalam proses penyembuhan luka.

B. Konsep Dasar Penerapan Tekanan Negatif (Negative Pressure Wound


Therapy)
1. RNP-T dan RO-NPT

RNPT memiliki efek yang multiple dengan penggunaan penyedot,


tekanan topical, shearing force dan modifikasi komposisi tekanan atmosfir.
Mekanisme kombinasi ini dapat berdampak pada penyembuhan luka dengan
dampak fisik, kimia dan kondisi biologi dalam penyembuhan luka. Berikut akan
dijelaskan mekanisme RNPT dalam penyembuhan luka.
a. Kekuatan vakum atau penghisap
Penghisap yang dibuat oleh RNPT memberikan perubahan gradien tekanan
antara permukaan luka dengan lingkungan luar. Penghisapan ini akan
menyebabkan perkembangan pada luka yang diiringi dengan aliran balik
limfatik, penurunan jumlah bakteri, evakuasi eksudat luka, dekompresi
jaringan oedema dan menginduksi pembentukan jaringan granulasi.
b. Topical pressure
Penggunaan dressing pada daerah topikal luka pada RNPT dapat
meningkatkan elastisitas luka, meningkatkan aliran darah, aliran kapiler,
perfusi jaringan semakin meningkat.
c. Shearing force
RNPT yang dilakukan secara intermitten dilaporkan dapat meningkatkan
penyembuhan luka dan aliran darah pada hewan percobaan dan dapat
menstimulasi angiogenesis dan jaringan granulasi.
d. Modification of wound atmospheric composition
Modifikasi RNPT dilakukan pada keadaan luka yang diduga
terinfeksi bakteri anaerob dengan menambahkan suplementasi oksigen
pada pemberian RNPT.
Untuk lebih jelasnya tentang RNPT dapat dilihat pada gambar
sebagai berikut :
Indikasi
Menurut Topaz (2012), RNPT diperuntukan untuk penyembuhan luka
kronik terutama pada luka kaki diabetik. Indikasi dari terapi ini termasuk
neuropati, postiradiasi, dan dekubitus. RNPT juga dapat dilakukan pada trauma
mayor, kehilangan jaringan yang luas, penatalaksanaan fraktur terbuka, aplikasi
bedah termasuk dehisiensi dari luka operasi, infeksi post operasi, dan komplikasi
dari gagalnya penutupan dada, kerusakan jaringan akibat luka bakar, baik
sebagian maupun kerusakan menyeluruh, dan pada skin graft. Juga pada sindrom
kompartemen dan luka trauma yang parah dapat digunakan RNPT. RO-NPT
diperuntukan untuk pencegahan infeksi pada luka akibat bakteri anaerob dan
sebagai treatmen suplementasi pada luka dengan infeksi bakteri anaerob. Topaz
(2012), menyebutkan RO-NPT diperuntukan untuk luka trauma mayor, infeksi
pembedahan dan luka kronik .
Kontraindikasi :
RNPT tidak dilaksanakan pada keadaan sebagai berikut :
a. Perdarahan akut tidak terkontrol
b. Tidak dikondisikan untuk kontak secara langsung dengan vena, arteri atau
organ internal yang kontak secara langsung dengan vacuum.
c. Luka dengan keganasan atau kanker, karena dapat mempercepat pertumbuhan
tumor
d. Adanya fistula yang belum dieksplorasi
e. Tidak diperuntukan untuk luka infeksi bakteri anaerob, sehingga dilakukan
terobosan dengan pemberian oksigen (RO-NPT).
f. osteomielitis
Rekomendasi pemberian tekanan pada RNPT
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Jurnal (Metode PICOT)


1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari 6 kasus dengan gambaran sebagai
berikut :
a. Kasus I
Pasien berumur 35 tahun yang mengalami fraktur terbuka tibia dan fibula. Untuk
menurunkan edema, kontaminasi digunakan Top Closure Skin Stretching dan Secure
sistem (6b dan 6c) selanjutnya dilakukan penggunaan RNPT untuk menurunkan
infeksi dan estetika.
b. Kasus II
Pasien umur 81 tahun yang mengalami luka terbuka pada dada dan putusnya tangan
kanan seperti tampak pada gambat a dan b. Setelah dilakukan perawatan RNPT
dengan spong diletakan pada lubang di area dada.
c. Kasus III
Pasien umur 36 tahun mengalami luka akibat panas. Pemberian RO-NPT dilakukan
untuk mencegah infeksi anaerob pada kasus ini.

d. Kasus IV
Pasien umur 20 tahun dengan luka bakar derajat II akibat bahan kimia dilakukan
perawatan RNPT.
e. Kasus V
Pasien wanita umur 71 tahun dengan DM tipe 2 mengalami celulitis dan gangren
pada jari kedua. Setelah dilakukan perawatan dengan top closure dan RNPT seperti
tampak pada gambar.
f. Kasus VI

Pasien dengan decubitus seperti tampal pada gambar. Setelah dilakukan


perawatan dengan RNPT dan top closure.
2. Intervensi

Intervensi pada masing-masing kasus yaitu 6 kasus dilakukan sesuai


dengan indikasi dan kontraindikasi yang telah ditetapkan dalam penelitian ini.
Peneliti tidak membedakan antara RNPT dan RO-NPT melainkan
mengkombinasikan pemberian oksigen untuk mempercepat penyembuhan pada
pasien yang diduga terinfeksi bakteri anaerob.

3. Comparison

Komparison dalam penelitian ini, dilihat dari kasus tidak ada pembanding.
Tapi dilihat dari telaah literatur dan perkembangan perawatan luka, penggunaan
RNPT merupakan pengembangan dari NPWT dimana dalam penelitian ini
disinggung bahwa penggunaan RNPT merupakan pengembangan dari kegagalan
efektivitas penggunaan NPWT akibat tekanan yang tidak diperhitungkan secara
optimal. Dimana pada penelitian ini, FDA menunjukkan bahwa pada penggunaan
NPWT menunjukkan dalam kuurn 2 tahun pada tahun 2009 terjadi 6 kematian dan
77 mengalami komplikasi.

4. Outcome

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan RNPT dan ROPT
sesuai dengan indikasi dan dengan modifikasi dari beberapa komponen RNPT
dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien dan nilai estetik yang lebih baik.
Selain itu juga dapat dianjurkan penggunaan tekanan yang efektif dan lama
penggantian balutan untuk tiap kasus yang dapat dilihat pada bab 2.

5. Time

Dalam penelitian ini waktu penelitian tidak ditampilkan, namun dalam


penelitian ini menggunakan case finding dan studi kasus dengan kasus yang
berbeda secara prospektif.
B. Pelaksanaan NPWT

Pelaksanaan NPWT dilakukan dengan metode kontinus dengan vacum


yang digunakan berasal dari suction central yang terdapat di ruangan yang telah
dimodifikasi dengan rerata dasa isap sekitar 75 mmHg. Jenis luka yang dilakukan
NPWT ini adalah luka dengan skin graft, luka kronis dan luka . dalam
pelaksanaan perawatan luka dengan metode NPWT ini dilakukan secara kontinus
pada semua jenis luka dengan penggantian pembalutan atau dressing 2-3 hari
sekali.

C. Aplikasi Keperawatan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen perawatan baru


terutama luka kronik dan luka yang kemungkinan harus dilakukan perawatan lama
dapat ditingkatkan penyembuhannya dengan menggunakan terapi tekanan negatif
teregulasi dan penambahan terapi oksigen. Disini peran perawat dapat berupa
educator yaitu memberikan pendidikan kepada pasien yang mengalami luka
kronis, atau luka yang sulit sembuh untuk memanfaatkan RNPT. Peran perawat
sebagai client advocate dapat dilakukan dengan memberikan rekomendasi
penggunaan RNPT dan RO-NPT untuk meningkatkan penyembuhan luka pada
pasien dengan luka kronik. Sebagai care giver perawat juga dapat memberikan
terapi RNPT dan RONPT namun setelah mendapatkan pelatihan dan sertifikasi
pelaksana dan memahami proses penyembuhan luka dan penatalaksanaan dari
RNPT (terutama indikasi, kotraindikasi dan dosis pemberian tekanan negative).
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Penggunaan RNPT dan RO-NPT sesuai indikasi dapat meningkatkan
penyembuhan pada luka kronik dan luka yang lama sembuh sehingga penggunaan
RNPT dan RONPT merupakan salah satu pilihan perawatan luka modern yang
efektif.

B. Saran
Disarankan agar RNPT dan RO-NPT agar dapat digunakan untuk pasien
dengan luka kronik dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji tingkat
efektivitas dan efisiensinya dalam perawatan luka namun dengan protocol yang
jelas dan tepat khususnya dalam penggunaan tekanan negative dan kombinasi
dengan dressing yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai