Anda di halaman 1dari 17

KONSEP INTEGRITAS KULIT DAN LUKA

Disusun Oleh:
Marsellya Zahratul Jannah (23183045)

Dosen Pengampu:
Ns. Iskandar M.kep

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMAN
ACEH
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan danrahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah. Dalam penyusunan
tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu tentang Konsep Integritas Kulit Dan Luka, yang kami
sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi. Makalah ini
disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun
maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Untuk itu, kepada dosen pengampu mata kuliah kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Aceh Besar, Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB IPENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4
2.1 Anatomi Fisiologi Kulit...................................................................................................4
2.2 Defenisi Kerusakan Integritas Kulit................................................................................4
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Integritas Kulit..................................................5
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................................................6
2.5 Proses Terjadinya Luka...................................................................................................6
2.6 Dampak Gangguan Integritas Kulit.................................................................................8
2.7 Jenis-jenis Gangguan Integritas Kulit dan Luka.............................................................9
2.8 Upaya Pencegahan Gangguan Integritas Kulit dan Luka..............................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit adalah organ terbesar manusia yang memiliki fungsi vital dalam melindungi
tubuh dari agresi lingkungan eksternal, mengatur suhu tubuh, serta berperan dalam persepsi
sensorik. Namun, ketika kulit mengalami kerusakan atau luka, fungsi-fungsinya dapat
terganggu secara signifikan, membuka pintu bagi masuknya patogen, penurunan kualitas
hidup, dan bahkan kematian dalam kasus yang parah. Oleh karena itu, manajemen luka
menjadi aspek penting dalam praktek medis modern.
Konsep integrasi kulit dan luka merupakan pendekatan holistik dalam manajemen
luka yang menggabungkan berbagai aspek, mulai dari penilaian luka secara menyeluruh,
pengobatan yang tepat waktu, hingga perawatan jangka panjang untuk memastikan
penyembuhan yang optimal. Pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan aspek fisik dari
luka itu sendiri, tetapi juga faktor-faktor seperti status kesehatan pasien, nutrisi, mobilitas,
dan faktor-faktor psikososial yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan.
Integrasi kulit dan luka adalah konsep penting dalam perawatan luka
modern. Integrasi kulit dan luka mengacu pada proses penyembuhan luka yang melibatkan
penggunaan teknologi modern untuk mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan
risiko infeksi. Konsep ini melibatkan penggunaan berbagai teknologi seperti terapi sel, terapi
jaringan, dan terapi genetik untuk mempercepat penyembuhan luka.
Luka adalah kerusakan pada kulit atau jaringan tubuh yang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti luka bakar, luka sayat, atau luka tusuk. Penyembuhan luka adalah proses alami
tubuh untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Namun, proses penyembuhan luka dapat
memakan waktu yang lama dan meninggalkan bekas luka yang permanen.
Integrasi kulit dan luka bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan
mengurangi risiko infeksi. Teknologi modern seperti terapi sel dan terapi jaringan telah
digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka. Terapi sel melibatkan penggunaan sel-sel
hidup untuk memperbaiki kerusakan jaringan. Terapi jaringan melibatkan penggunaan
jaringan hidup untuk memperbaiki kerusakan jaringan.
Selain itu, terapi genetik juga telah digunakan untuk mempercepat penyembuhan
luka. Terapi genetik melibatkan penggunaan gen untuk memperbaiki kerusakan
jaringan. Teknologi ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mempercepat
penyembuhan luka.

1
Dalam beberapa dekade terakhir, pemahaman kita tentang biologi dan mekanisme
penyembuhan luka telah berkembang pesat. Perkembangan ini telah membawa revolusi
dalam pengobatan luka, termasuk penggunaan berbagai produk dan teknologi yang dirancang
untuk mempercepat proses penyembuhan, mengurangi risiko infeksi, dan meningkatkan hasil
pasien. Selain itu, pendekatan multidisiplin dalam manajemen luka, yang melibatkan
kolaborasi antara dokter, perawat, ahli gizi, ahli fisioterapi, dan profesional kesehatan
lainnya, semakin diakui sebagai standar perawatan terbaik.
Namun, meskipun kemajuan ini, masih ada tantangan yang signifikan dalam
manajemen luka. Salah satunya adalah prevalensi luka kronis, seperti luka tekan, luka
diabetik, dan ulkus vena, yang memerlukan perawatan jangka panjang dan sering kali sulit
sembuh. Selain itu, masalah seperti resistensi antibiotik, pertumbuhan populasi lanjut usia,
dan peningkatan jumlah pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes mellitus, semakin
memperumit manajemen luka.
Oleh karena itu, penekanan pada integrasi kulit dan luka menjadi semakin penting
dalam praktek klinis. Hal ini melibatkan pendekatan yang komprehensif terhadap penilaian
dan perawatan luka, dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhi proses
penyembuhan. Integrasi teknologi baru seperti terapi luka berbasis laser, penggunaan
biomaterial canggih, dan perawatan luka terkini lainnya menjadi bagian integral dari
pendekatan ini. Dalam konteks ini, penting bagi para profesional kesehatan untuk terus
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam manajemen luka yang
terintegrasi. Ini melibatkan pendidikan dan pelatihan yang terus-menerus, serta kolaborasi
antar-disiplin dan penelitian yang berkelanjutan untuk meningkatkan pemahaman kita tentang
biologi luka dan strategi perawatan yang paling efektif.
Dengan demikian, makalah ini bertujuan untuk menyelidiki konsep integrasi kulit dan
luka secara lebih mendalam, mengeksplorasi perkembangan terbaru dalam bidang ini,
tantangan yang masih dihadapi, dan arah masa depan dalam manajemen luka. Melalui
pemahaman yang lebih baik tentang integrasi kulit dan luka, diharapkan dapat meningkatkan
kualitas perawatan bagi pasien luka dan mempercepat proses penyembuhan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep integrasi kulit dan luka?
2. Apa saja jenis gangguan integritas kulit dan luka?
3. Bagaimana cara mencegah gangguan integritas kulit dan luka?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep integrasi kulit dan luka
2. Untuk mengetahui apa saja jenis gangguan integritas kulit dan luka
3. Untuk mengetahui bagaimana cara mencegah gangguan integritas kulit dan luka

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Kulit


Menurut Evvendy (2013), kulit berfungsi sebagai penutup dan pelindung bagi
permukaan tubuh serta terhubung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan
lubang-lubang masuk. Kulit memiliki beberapa fungsi, termasuk mengandung ujung saraf
peraba, membantu dalam regulasi suhu tubuh, dan mengatur pengeluaran air dari tubuh.
Struktur kulit terdiri dari dua lapisan utama, yaitu Epidermis dan Dermis.
1. Epidermis terdiri dari epitelium berlapis dan memiliki beberapa lapisan sel. Lapisan
ini terdiri dari lapisan tanduk (stratum corneum) dan zona germinalis. Stratum
corneum merupakan lapisan terluar yang terdiri dari sel-sel mati yang mengeras. Zona
germinalis adalah lapisan sel yang berada di bawah stratum corneum dan bertanggung
jawab untuk regenerasi sel-sel kulit.
2. Dermis adalah lapisan kulit yang terdiri dari jaringan serat dan jaringan ikat yang
elastis. Lapisan kulit ini mendukung epidermis dan mengandung kolagen serta serat
elastis yang membentuk struktur utama. Ujung saraf sensorik, seperti puting peraba,
terletak di dalam dermis untuk mendeteksi rangsangan dari lingkungan.

2.2 Defenisi Kerusakan Integritas Kulit


Kerusakan pada struktur kulit merujuk pada kondisi di mana seseorang mengalami
atau berpotensi mengalami kerusakan pada lapisan epidermis dan dermis, atau bahkan
jaringan lainnya seperti membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi, dan ligamen (PPNI, 2016). Integritas kulit merujuk pada keadaan utuhnya
lapisan kulit serta fungsi pelindungnya terhadap tubuh. Kulit terdiri dari tiga lapisan utama:
epidermis, dermis, dan hipodermis. Setiap lapisan memiliki peran khusus dalam melindungi
tubuh dari bahaya eksternal. Epidermis, lapisan terluar kulit, merupakan lapisan yang paling
tipis tetapi memiliki peran penting dalam melindungi tubuh dari infeksi dan kehilangan
cairan. Dermis terletak di bawah epidermis dan mengandung jaringan ikat, pembuluh darah,
dan saraf. Ini memberikan kekuatan, keelastisan, serta sensasi terhadap kulit. Hipodermis
adalah lapisan terdalam kulit yang terdiri dari jaringan adiposa dan berfungsi sebagai
penyimpan energi dan insulasi tubuh.
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI tahun 2017, gangguan integritas kulit memiliki
beragam etiologi. Hal ini termasuk perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, kekurangan
4
atau kelebihan volume cairan, serta penurunan mobilitas. Selain itu, gangguan tersebut juga
bisa disebabkan oleh paparan bahan kimia iritatif, suhu lingkungan yang ekstrem, dan faktor
mekanisme lainnya. Efek samping dari terapi radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati
pigmentasi, perubahan pigmentasi, dan perubahan hormonal juga dapat menjadi penyebab
gangguan integritas kulit. Selain faktor-faktor tersebut, kurangnya informasi tentang cara
mempertahankan integritas jaringan juga dapat berkontribusi terhadap masalah kulit. Oleh
karena itu, pemahaman yang mendalam tentang berbagai faktor ini penting untuk mengatasi
dan mencegah gangguan integritas kulit dengan efektif.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Integritas Kulit


Menurut Wilkison (2011), gangguan pada integritas kulit dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk faktor eksternal seperti paparan zat kimia, tingkat kelembapan, faktor usia
yang ekstrem, hipertermia, penggunaan obat-obatan, serta paparan radiasi. Sementara itu,
faktor internal yang memengaruhi termasuk perubahan status cairan tubuh, perubahan
pigmen kulit, defisit kekebalan tubuh, kerusakan sirkulasi darah, dan gangguan status
metabolik.
Gangguan pada integritas kulit dapat bermula dari berbagai faktor, seperti perubahan
dalam sirkulasi darah, fluktuasi status nutrisi (baik kelebihan maupun kekurangan),
ketidakseimbangan volume cairan tubuh, tingkat kelembaban kulit yang tidak stabil, rentang
usia yang ekstrim, kondisi hipertermia, penggunaan obat-obatan tertentu, paparan radiasi,
perubahan pigmentasi kulit, defisit dalam sistem kekebalan tubuh, gangguan sirkulasi darah,
dan ketidakseimbangan status metabolik. Faktor risiko lain yang dapat menyebabkan
timbulnya luka dekubitus pada pasien termasuk gangguan pada input sensorik, masalah
mobilitas fisik, perubahan tingkat kelembaban kulit, serta tekanan yang berlebihan.
Tidak hanya itu, risiko terjadinya gangguan pada integritas kulit juga meningkat pada
kondisi klinis tertentu seperti imobilisasi, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, diabetes
melitus, dan kondisi imunodefisiensi. Untuk mencegah terjadinya gangguan pada integritas
kulit, intervensi yang tepat termasuk perawatan kulit yang baik, manajemen luka yang efektif,
dan menjaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering sangat penting.
Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan gangguan pada integritas kulit meliputi:
 Perubahan dalam sirkulasi darah.
 Fluktuasi status nutrisi (baik kelebihan maupun kekurangan).
 Ketidakseimbangan volume cairan tubuh.
 Penurunan mobilitas.

5
 Paparan bahan kimia yang bersifat iritatif.
 Paparan suhu lingkungan yang ekstrim.
 Faktor mekanis seperti tekanan pada tulang atau luka tusukan.
 Paparan energi listrik seperti dalam elektrodiatermi.
Selain itu, faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan kulit dan menyebabkan
luka dekubitus pada pasien antara lain:
 Gangguan pada masukan sensorik.
 Masalah dalam mobilitas fisik.
 Tingkat kelembaban kulit yang tidak stabil.
 Tekanan yang berlebihan pada kulit.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis adalah gejala atau tanda yang dapat diamati atau dirasakan oleh
dokter atau pasien ketika seseorang menderita suatu penyakit. Menurut Brunner dan Suddarth
(2013), manifestasi klinis gangguan integritas kulit meliputi:
a. Eritema: Area kulit yang tampak kemerahan karena peningkatan aliran darah yang
mengandung oksigen ke pembuluh darah di lapisan dermis.
b. Ekimosis: Perubahan warna kulit menjadi keunguan atau kemerahan yang
terlokalisasi, disebabkan oleh darah yang bocor ke dalam jaringan kulit.
c. Petekie: Bercak kecil dengan batas tajam yang muncul di lapisan epidermis kulit.
d. Pola penyebaran lesi: Termasuk area permukaan ekstensor, lipatan kulit, area yang
sering terpapar, seluruh tubuh, atau area popok.
e. Karakteristik kulit: Meliputi suhu, kelembapan, tekstur, elastisitas, dan kekerasan
kulit, baik secara umum maupun pada area lesi.
f. Gejala subjektif yang terkait dengan lesi: Seperti rasa gatal (pruritus), nyeri, rasa
terbakar, sensasi tertusuk, sensasi tersengat, sensasi mati rasa (anesthesia), atau
peningkatan rasa nyeri oleh aktivitas atau situasi tertentu.
g. Observasi adanya faktor pemberat: Seperti benda asing seperti serat kayu atau
serangga.
h. Evaluasi faktor pemicu: Seperti paparan terhadap infeksi, kontak dengan zat kimia,
tumbuhan, binatang, serangga, atau sinar matahari.
i. Riwayat nutrisi: Terutama makanan yang mungkin menyebabkan alergi, didukung
oleh prosedur diagnostik seperti tes kulit, biopsi, kultur, tes darah, atau pengujian
bercak.

6
2.5 Proses Terjadinya Luka
Pada mulanya, gangren tidak muncul secara spontan tanpa adanya penyakit yang
mendasarinya. Gangren seringkali berkembang sebagai akibat dari penyakit diabetes mellitus,
yang dikenal umum sebagai "kencing manis". Diabetes mellitus yang tidak dikelola dengan
baik dapat menyebabkan munculnya berbagai komplikasi, termasuk gangguan pembuluh
darah, retinopati, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan ulkus kaki diabetik. Gangren
yang terjadi pada penderita diabetes mellitus disebabkan oleh diabetes yang tidak terkontrol
dalam jangka panjang. Ini adalah akar penyebab dari kemunculan gangren. Salah satu
komplikasi yang sangat ditakuti oleh penderita diabetes adalah gangren atau kaki diabetik.
Komplikasi ini muncul karena kerusakan saraf, yang menyebabkan pasien kehilangan
kemampuan untuk merasakan suhu panas dan dingin serta mengurangi sensasi nyeri.
Gangren diabetik bisa terjadi di mana saja pada tubuh, terutama di ujung ekstremitas
bawah, disebabkan oleh tiga faktor utama. Pertama, penurunan sensitivitas nyeri neuropatik
membuat pasien tidak sadar atau sering mengabaikan luka karena tidak merasakannya. Luka
seringkali muncul secara tiba-tiba akibat trauma seperti terkena pasir, tertusuk duri, atau lecet
karena pemakaian sepatu yang terlalu ketat atau bahan yang keras. Awalnya, luka mungkin
kecil, tetapi dengan cepat memperluas dalam waktu singkat. Luka kemudian berkembang
menjadi borok yang menimbulkan bau yang disebut sebagai gas gangren. Jika tidak diobati,
infeksi bisa menyebar ke tulang dan menyebabkan osteomielitis (infeksi tulang). Upaya untuk
mencegah penyebaran infeksi sering kali memerlukan tindakan amputasi (pengangkatan
bagian tulang).
Faktor kedua adalah penurunan aliran darah dan kerusakan endotel pembuluh darah
pada tungkai. Penderita diabetes melitus (DM) sering mengalami angiopati, yang ditandai
dengan penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, terutama pada tungkai
bawah, seperti kaki. Hal ini mengakibatkan perfusi jaringan di bagian ujung tungkai menjadi
kurang optimal, menyebabkan terbentuknya ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosis atau gangren yang sulit diatasi dan sering kali memerlukan amputasi. Gangguan
mikrosirkulasi juga mengakibatkan penurunan aliran darah dan oksigen pada serabut saraf,
yang pada akhirnya menyebabkan degenerasi serabut saraf dan neuropati. Selain itu, pada
50% kasus ulkus atau gangren diabetik, kaki penderita DM akan mengalami infeksi karena
lingkungan yang kaya akan glukosa memungkinkan bakteri patogen berkembang biak.
Kekurangan pasokan oksigen membuat bakteri anaerob tumbuh subur, terutama karena
plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol memiliki viskositas tinggi,

7
mengakibatkan aliran darah melambat. Akibatnya, jaringan tidak mendapat nutrisi dan
oksigen yang cukup, menyebabkan luka sulit sembuh dan pertumbuhan bakteri anaerob.
Faktor ketiga adalah penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, yang umumnya
dialami oleh penderita diabetes. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan sel darah
putih untuk memfagositosis dan membunuh kuman ketika kadar gula darah berada di atas
200 mg%. Kemampuan ini dapat pulih ketika kadar gula darah kembali normal dan terkontrol
dengan baik. Infeksi pada penderita diabetes harus diperlakukan secara serius karena
penyebaran kuman dapat memperburuk luka. Kuman pada luka dapat dengan cepat menyebar
ke seluruh tubuh melalui aliran darah, yang dapat berujung fatal, yang dikenal sebagai sepsis.

2.6 Dampak Gangguan Integritas Kulit


Gangguan integritas kulit merujuk pada segala jenis kerusakan atau perubahan pada
lapisan luar tubuh yang meliputi kulit, kuku, dan rambut. Dampak gangguan integritas kulit
bisa sangat bervariasi tergantung pada jenis gangguan, tingkat keparahannya, lokasi di tubuh,
serta faktor individu lainnya seperti usia, kesehatan umum, dan kondisi kulit yang mendasari.
Dalam banyak kasus, gangguan integritas kulit dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan
kesejahteraan psikologis seseorang.
Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi akibat gangguan integritas
kulit:
1. Rasa Sakit dan Ketidaknyamanan: Gangguan integritas kulit sering kali menyebabkan
rasa sakit, gatal, dan ketidaknyamanan. Misalnya, luka bakar, luka sayat, atau luka
terbuka lainnya dapat menyebabkan sensasi nyeri yang intens.
2. Infeksi: Ketika kulit rusak, risiko infeksi meningkat karena kerusakan tersebut
membuka pintu bagi patogen seperti bakteri, jamur, dan virus untuk masuk ke dalam
tubuh. Infeksi pada kulit dapat menyebabkan peradangan, pembengkakan, nanah,
demam, dan bahkan kondisi yang mengancam jiwa jika tidak diobati dengan benar.
3. Gangguan Fungsi Kulit: Kulit berfungsi sebagai penghalang perlindungan alami
tubuh terhadap lingkungan eksternal. Gangguan integritas kulit bisa mengganggu
fungsi pelindung ini. Misalnya, luka bakar parah bisa merusak jaringan di bawah kulit
dan menghambat kemampuan kulit untuk mempertahankan kelembapan dan
mencegah masuknya benda asing.
4. Gangguan Estetika: Gangguan integritas kulit sering kali menyebabkan perubahan
penampilan yang mencolok, seperti bekas luka, bercak hitam, atau perubahan warna
kulit. Ini bisa berdampak negatif pada kepercayaan diri dan kualitas hidup seseorang.

8
5. Gangguan Fungsi Sosial dan Psikologis: Gangguan integritas kulit bisa
mempengaruhi interaksi sosial seseorang karena perubahan penampilan atau
keterbatasan fisik yang mungkin timbul akibat gangguan tersebut. Selain itu, rasa
sakit, gatal, dan ketidaknyamanan kronis dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan
depresi.
6. Komplikasi Medis: Dalam kasus-kasus yang parah, gangguan integritas kulit dapat
menyebabkan komplikasi medis serius seperti sepsis (infeksi darah), keracunan darah,
gangguan pernapasan (jika ada pembengkakan yang parah), atau bahkan kematian.
7. Pembatasan Aktivitas dan Mobilitas: Gangguan integritas kulit yang parah atau
menyakitkan bisa membatasi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas
sehari-hari atau bergerak dengan bebas. Ini dapat mempengaruhi kualitas hidup secara
keseluruhan.
8. Biaya Perawatan Kesehatan: Gangguan integritas kulit sering memerlukan perawatan
medis yang intensif dan berkelanjutan, termasuk kunjungan ke dokter atau spesialis,
perawatan luka, pengobatan, dan terapi rehabilitasi. Ini bisa menjadi beban finansial
yang signifikan bagi individu dan sistem kesehatan secara keseluruhan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijaya pada tahun 2013, gangguan integritas
kulit dapat mengakibatkan beberapa dampak yang signifikan bagi individu yang
mengalaminya. Pertama, nyeri pada daerah luka tekan dapat menjadi masalah utama yang
dirasakan, mengganggu kenyamanan dan kualitas hidup. Selain itu, terjadinya gangguan
integritas kulit juga dapat menyebabkan intoleransi terhadap aktivitas sehari-hari, membatasi
kemampuan seseorang untuk bergerak atau melakukan aktivitas fisik dengan nyaman.
Selanjutnya, pola tidur juga dapat terganggu akibat kondisi ini, karena rasa tidak nyaman dan
nyeri yang dirasakan pada kulit. Selain itu, gangguan integritas kulit juga meningkatkan
risiko infeksi pada luka, yang dapat memperlambat proses penyembuhan dan memperpanjang
masa pemulihan. Oleh karena itu, penting untuk mengelola dan mencegah gangguan
integritas kulit dengan baik guna meminimalkan dampak negatifnya terhadap kesehatan dan
kualitas hidup individu.

2.7 Jenis-jenis Gangguan Integritas Kulit dan Luka


Gangguan integritas kulit adalah kondisi di mana kulit mengalami kerusakan atau
gangguan dalam strukturnya. Berikut adalah beberapa jenis gangguan integritas kulit beserta
penjelasannya:
1. Luka Bakar:

9
 Luka bakar terjadi ketika kulit terkena panas, bahan kimia, radiasi, atau listrik.
 Luka bakar dapat terbagi menjadi tiga tingkat: luka bakar ringan (tingkat pertama),
luka bakar sedang (tingkat kedua), dan luka bakar parah (tingkat ketiga).
 Gejalanya meliputi kemerahan, pembengkakan, rasa sakit, bahkan terbentuknya
lepuhan dan nekrosis pada luka yang lebih parah.
2. Luka Tekan (Decubitus Ulcers):
 Luka tekan terjadi ketika tekanan yang konstan diterapkan pada kulit dalam jangka
waktu lama, biasanya terjadi pada orang yang terbaring terlalu lama atau kursi roda.
 Area-area yang paling rentan terhadap luka tekan adalah tulang belikat, tumit,
panggul, dan tulang belakang.
 Gejalanya meliputi kemerahan, lecet, hingga terbentuknya luka terbuka.
3. Luka Traumatik:
 Luka ini disebabkan oleh trauma fisik seperti benturan, goresan, atau tusukan.
 Gejalanya bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya.
4. Dermatitis:
 Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor
seperti alergi, iritasi, atau infeksi.
 Beberapa jenis dermatitis termasuk dermatitis kontak, dermatitis atopik, dan
dermatitis seboroik.
 Gejalanya meliputi kemerahan, gatal, kulit kering, dan terkadang pembengkakan atau
lepuhan.
5. Luka Kaki Diabetes (Diabetic Foot Ulcers):
 Luka ini merupakan komplikasi dari diabetes yang terjadi ketika aliran darah
terganggu dan kerusakan saraf di kaki.
 Gejalanya meliputi luka terbuka, lecet, atau ulkus pada kaki, terutama pada bagian
telapak kaki.
6. Luka Lepuh (Blister):
 Luka lepuh biasanya disebabkan oleh gesekan, panas, atau bahan kimia.
 Gejalanya berupa benjolan berisi cairan di kulit yang terbentuk akibat pembengkakan
dan perlindungan terhadap luka di bawahnya.
7. Eksim (Eczema):
 Eksim adalah kondisi kulit kronis yang menyebabkan kulit menjadi kering, gatal,
merah, dan bersisik.

10
 Gejala eksim dapat muncul dan menghilang dari waktu ke waktu, dan dapat dipicu
oleh alergi, stres, atau cuaca.
8. Psoriasis:
 Psoriasis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan pertumbuhan kulit yang cepat,
sehingga menyebabkan kulit menjadi kemerahan, bersisik, dan gatal.
 Penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, tetapi faktor genetik dan lingkungan
dapat memainkan peran.
Setiap jenis gangguan integritas kulit memiliki penyebab, gejala, dan pengelolaan
yang berbeda. Pengelolaan terbaik biasanya melibatkan perawatan yang tepat sesuai dengan
kondisi spesifik dan konsultasi dengan profesional medis yang berkaitan.

2.8 Upaya Pencegahan Gangguan Integritas Kulit dan Luka


Mencegah gangguan integritas kulit dan luka merupakan langkah penting dalam
menjaga kesehatan kulit dan mencegah terjadinya luka pada tubuh. Berikut adalah beberapa
langkah yang dapat diambil untuk mencegah gangguan integritas kulit dan luka:
1. Menjaga Kebersihan Kulit: Membersihkan kulit secara teratur dengan menggunakan
sabun yang lembut dan air hangat dapat membantu menghilangkan kotoran, bakteri,
dan bahan iritan lainnya yang dapat menyebabkan gangguan kulit dan luka.
2. Menghindari Gesekan dan Tekanan Berlebihan: Hindari gesekan dan tekanan yang
berlebihan pada kulit, terutama pada area yang rentan terhadap luka seperti siku, lutut,
dan tumit. Gunakan pakaian yang longgar dan nyaman, serta hindari penggunaan
benda-benda yang dapat menyebabkan gesekan berlebihan.
3. Menjaga Kulit Tetap Terhidrasi: Menjaga kulit tetap terhidrasi dengan menggunakan
pelembap secara teratur dapat membantu mencegah kulit menjadi kering dan pecah-
pecah, yang dapat meningkatkan risiko terjadinya luka.
4. Memperhatikan Nutrisi dan Hidrasi Tubuh: Asupan nutrisi yang seimbang dan cukup
cairan sangat penting untuk kesehatan kulit. Pastikan untuk mengonsumsi makanan
yang kaya akan nutrisi seperti buah-buahan, sayuran, protein, dan biji-bijian, serta
minumlah cukup air setiap hari.
5. Menghindari Paparan Terhadap Faktor Risiko: Hindari paparan terhadap faktor-faktor
risiko yang dapat menyebabkan gangguan integritas kulit, seperti paparan sinar
matahari secara berlebihan, bahan kimia yang mengiritasi kulit, dan suhu ekstrem.
6. Memeriksa dan Merawat Luka dengan Tepat: Jika terjadi luka atau iritasi pada kulit,
penting untuk segera membersihkannya dengan air bersih dan menjaga agar tetap

11
bersih dan kering. Gunakan perban atau lapisan pelindung lainnya jika diperlukan,
dan konsultasikan dengan profesional kesehatan jika luka tidak sembuh atau
memburuk.
7. Menghindari Kebiasaan Merokok: Merokok dapat mengurangi aliran darah ke kulit
dan memperlambat proses penyembuhan luka, sehingga menghindari kebiasaan
merokok dapat membantu mencegah gangguan integritas kulit dan luka.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini telah menguraikan secara mendalam konsep integrasi kulit dan luka
dalam praktik klinis, menggali berbagai aspek yang terkait dengan pemahaman, penanganan,
dan pencegahan luka. Dengan menggabungkan pengetahuan tentang struktur kulit, proses
penyembuhan luka, dan pendekatan terbaru dalam perawatan luka, kita dapat mencapai
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana merawat luka dengan efektif dan efisien.
Dari pemahaman anatomi dan fisiologi kulit, kita memahami bahwa kulit adalah
organ yang kompleks dan penting dalam menjaga kesehatan tubuh. Peran kulit dalam
perlindungan terhadap agen eksternal, regulasi suhu, dan sintesis vitamin D memperkuat
pentingnya perawatan luka yang tepat. Memahami berbagai jenis luka, termasuk luka akut
dan kronis, serta proses penyembuhannya, memberikan landasan yang kuat untuk pendekatan
terapeutik yang sesuai. Pentingnya integrasi multidisiplin dalam perawatan luka menjadi
sorotan utama dalam makalah ini. Kolaborasi antara dokter, perawat, terapis fisik, ahli gizi,
dan berbagai profesional kesehatan lainnya sangat penting dalam memastikan perawatan
holistik yang optimal bagi pasien. Pendekatan ini tidak hanya mengarah pada pemulihan fisik
yang lebih baik, tetapi juga mendukung kesejahteraan psikologis dan sosial pasien.
Teknologi dan inovasi dalam perawatan luka juga memainkan peran penting dalam
meningkatkan hasil pasien. Mulai dari perangkat medis canggih hingga terapi berbasis
biologi, perkembangan ini membuka pintu bagi solusi yang lebih efektif dan efisien dalam
pengobatan luka. Namun, penting untuk tidak kehilangan fokus pada aspek-aspek dasar
perawatan luka, seperti kebersihan dan perlindungan terhadap infeksi.
Selain perawatan pasca-luka, pencegahan luka juga merupakan bagian integral dari
manajemen klinis. Pendidikan kepada pasien tentang pentingnya perawatan kulit yang tepat,
pencegahan tekanan, dan mengelola kondisi kesehatan yang mungkin mempengaruhi proses

12
penyembuhan luka dapat mengurangi risiko terjadinya luka dan memperbaiki hasil kesehatan
jangka panjang. Dengan mempertimbangkan semua aspek ini, konsep integrasi kulit dan luka
tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan klinis, tetapi juga membutuhkan sikap
yang holistik dan berkelanjutan terhadap perawatan pasien. Melalui pendekatan ini, kita dapat
memastikan bahwa setiap individu menerima perawatan yang sesuai dengan kebutuhan
mereka, memungkinkan mereka untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. (E. A. Mardella, Ed.). Jakarta: EGC.
Association, A. D. (2014). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care,
37(Suppl. 1), 81–90. https://doi.org/10.2337/dc14-S081

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar


(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013.
Breen, L., & Phillips, S. M. (2011). Skeletal muscle protein metabolism in the elderly:
Interventions to counteract the 'anabolic resistance'of ageing. Nutrition & Metabolism,
8(1), 1-11.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). (I. Nurjannah & R. D. Tummanggor, Eds.) (Edisi 6).
Indonesia:
Cyrpess, M., & Glesson, J. (2009). Diagnosis and Classification. In Complete Nurse’s Guide
To Diabetes Care (2nd ed.). Canada: American Diabetes Association.
https://doi.org/10.2337/9781580403252

Elservier Inc. Clayton, W., & Elasy, T. A. (2009). A Review of the Pathophysiology,
Classification, and Treatment of Foot Ulcers in Diabetic Patients. Clinical Diabetes,
27(2), 52–58.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

13
Zahrah, S. F. (2016). Asuhan Keperawatan pada Klien DM Gangren dengan Gangguan
Integritas Kulit di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang. [Other Thesis]. Universitas
Muhammadiyah Surabaya.

14

Anda mungkin juga menyukai