Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

INTERVENSI PERAWATAN LUKA SEDERHANA

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL (KDP)

Oleh :
KELOMPOK 4
1. Suci Ramadhani (04064882124027)
2. Putri Novitasari (04064882124030)
3. Suci Indah Sari (04064882124032)
4. Rizki Saputra (04064882124035)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah dalam mata kuliah blok keperawatan dasar professional yang
berjudul “Makalah Intervensi Peawatan Luka Sederhana” tanpa ada hambatan apapun dan
selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Adapun maksud dan tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan pembelajaran dan dapat menjadi pengetahuan
baru bagi pembaca mengenai pemenuhan kebutuhan dasar dalam istirahat dan tidur.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa adanya
bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami sadari bahwa
makalah ini belum baik, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan sebagai bahan evaluasi untuk makalah berikutnya.

Indralaya, September 2021


Penyusun,

Kelompok 4
DAFTAR ISI

COVER

PEMBAGIAN TUGAS MAHASISWA.........................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................1
C. Rumusan Masalah.................................................................................................2
D. Manfaat.................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Luka..........................................................................................................3
B. Penyembuhan Luka..................................................................................................
C. Proses Penyembuhan Luka.......................................................................................
D. Komplikasi Penyembuhan Luka..............................................................................
E. Fakto Penyembuhan Luka........................................................................................

BAB III STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

A. SOP Perawatan Luka..................................................................................................


B. SOP Mengganti Balutan Infus....................................................................................

BAB IV PRINSIP LEGAL DAN ETIK...............................................................................

BAB V KESIMPULAN........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

LAMPIRAN.........................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan tentang luka adalah memegang peranan penting, karena luka
sendiri yaitu insiden yang sering terjadi atau dialami oleh masyarakat. Luka yaitu
hilangnya atau rusak sebagian jaringan tubuh. Faktor ini dapat diakibatkan oleh
benturan benda tumpul atau tajam, perubahan suhu, ledakan, zat-zat kimia, maupun
gigitan hewan. Dibidang kesehatan sendiri upaya mempercepat penyembuhan luka
secara efektif, aman dan praktis adalah hal yang medapat banyak perhatian
(Nasrudin & Pribadi, P. 2016). Luka merupakan terputusnya kontinuitas jaringan
akibat adanya subtansi jaring yang sudah rusak maupun hilang akibat pembedahan
atau cedera. Luka dapat di bagi menjadi beberapa jenis, yaitu luka ringan, sedang,
sampai parah. Dari luka kecil sampai besar, dari luka dangkal sampai luka dalam,
dari luka tidak menular sampai infeksi, (Wintoko, R& Yadika, A.D.N. 2020).
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks tetapi sistematis.
Proses penyembuhan luka terdiri tadi peradangan, repitelisasi, kontraksi luka, serta
metabolisme kolagen. Dalam peroses penyembuhan luka ada beberapa faktor
penyembuhan luka yaitu infeksi, gizi buruk, daya tahan tubuh yang tertekan, obat-
obatan, diabetes, penyakit, stress, radiasi, dan merokok. Proses dalam penyembuhan
luka yaitu membutuhkan perawatan yang merangkap pembersihan luka dan
debrimen, pengolesan preparat antibiotic topical serta pembalutan (Rahmawati, I.
2014).
Dalam perawatan luka untuk mempercepat proses penyembuhan secara
medis dapat diolesi obat antibiotic atau gel penutup luka. Sebelum gel penutup luka
maupun cairan antiseptic dengan berbagai merek di luaran, secara tradisional
tanaman serta hewan telah digunakan untuk mencegah peradangan dan perawatan
luka. (Rahmawati, I. 2014). Perawatan luka yang optimal berperan penting terhadap
penyembuhan luka supaya dapat berlangsung dengan baik. Serta bertujuan untuk
mendapatkan kesembuhan luka yang lebih cepat, menghindari gangguan dan
masalah yang diakibatkan oleh luka, serta dapt berujung pada produktifitas kerja
dan biaya yang dikeluarkan dalam proses penyembuhan luka,

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan pelaksanaan praktik asuhan keperawatan menggunakan
panduan SDKI, SIKI, dan SLKI yang difokuskan pada gangguan istirahat dan
tidur pada pasien.

2. Tujuan Khusus
a. Memberikan gambaran mengenai definisi intervensi perawatan luka
sederhana
b. Memberikan gambaran mengenai pengkajian keperawatan intervensi
perawatan luka sederhana
c. Memberikan gambaran diagnosa keperawatan yang akan muncul pada
intervensi perawatan luka sederhana
d. Memberikan gambaran rencana keperawatan yang akan dilakukan pada
tindakan asuhan keperawatan
e. Memberikan gambaran implementasi asuhan keperawatan

B. Manfaat
1. Bagi mahasiswa ilmu keperawatan
Makalah ini dapat memberikan pengetahuan dalam mempelajari teori
maupun praktik dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan istirahat dan tidur, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
secara tepat.
2. Bagi institusi keperawatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan
sebagai referensi yang bermanfaat bagi institusi pendidikan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. KULIT
Bagian kulit :
1. Epidermis : paling atas dan tipis
2. Dermis : dalam dan tebal. Terdiri atas rambut, kelenjar, pemuluh darah, dan saraf.
3. Subcutan
4. Otot
* Hipodermis : lapisan antara jaringan dan organ : fasia. Letaknya di bawah dermis,
sebelum sub cutan.

Fungsi Kulit :
1. Proteksi :
a. Melindungi kulit untuk mencegah masuknya microorganisme ke dalam tubuh
b. Mencegah masuknya substansi asing masuk dalam tubuh
c. Mempertahankan dari bahan kimia yang masuk dalam tubuh
d. Tempat keluar masuknya air dalam tubuh
e. Melindungi lapisan di bawahnya
f. Melindungi dari ultraviolet
g. Bantalan untuk mencegah trauma organ di dalam tubuh
h. Memproduksi zat
i. Mengatur regulasi air
2. Termoregulasi
a. Mengontrol suhu badan dengan konveksi, evaporasi, konduksi dan radiasai
b. Membantu tubuh menyesuaikan dengan suhu lingkungan
c. Menghilangkan panas saat beraktivitas
d. Membuat tubuh menggigil dan bulu uduk berdiri, untuk mempertahankan
tubuh tetap hangat walau di suhu dingin
e. Mendinginkan tubuh saat terjadi evaporasi
3. Metabolisme
a. Membantu aktivasi vitamin D dan mengunakan vitamin D
b. Membantu tubuh mengeluarkan zat sisa
c. Menyerap medikasi
d. Menyimpan lemak
e. Berperan dalam regulasi cardiac output dan tekanan darah
4. Sensasi
a. Merasakan adanya sensai : dingin, panas, nyeri, tekanan dan sentuhan
b. Menyalurkan sensai sosial dan seksual
c. Membantu keintiman secara fisik
5. Komunikasi
a. Mengkomunikasikan preasaan dan mood yang terlihat dari ekspresi wajah
b. Mengambarkan marah, malu atau takut (merah, berkeringat, pucat)
Drainage : pengaliran kotoran dari luka. Biasanya mengandung protein dan jaringan
yang mati, yang merupakan produk infeksi > eksudat/nanah>serous jernih.
Tipe drainase :
1. Serosa : kandunganya adalah serum, biasanya jernih, tipis dan berair
2. Serosanguin : tersusun atas serum dan darah
3. Sanguin : berdarah, tersusun sebagian besar darah
4. Purulent : mengandung nanah

Penyebab kerusakan kulit :


1. Imobilitas : rendahnya aktifitas (duduk dan berbaring terlalu lama, paralisis)
2. Nutrisi tidak adekuat (kurus, ketidakcukupan protein)
3. Tingkat hidrasi (kelebihan dan kekurangan volum cairan)
4. Kelembapan lingkungan (urin, feses)
5. Kerusakan mental
6. Penambahan usia
7. Kerusakan imun (SLE< AIDS)
8. Cancer atau neoplasma

2. Luka
1. Pengertian Luka
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.
(Potter & Perry, 2006). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang bisa disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpu, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (sjamsuhidajat & wim de jong,
2005).
Klasifikasi luka memberikan gambaran tentang status integritas kulit,
penyebab luka, keparahan, luasnya cedera atau kerusakan jaringan, kebersihan
luka, atau gambaran kualitas luka, misalnya warna. Luka penetrasi akibat pisau di
sebut luka terbuka, dan luka kontusi disebut luka tertutup. Luka terbuka
menimbulkan resiko infeksi yang lebih besar dari pada luka tertutup.
Luka jahitan post sectio caesarea merupakan hilangnya kontinuitas jaringan
atau kulit yang disebabkan oleh trauma atau prosedur pembedahan. Menurut teori
tepi luka bagian luka secara normal terlihat mengalami imflamasi pada hari ke-2
sampai hari ke-3, tetapi lama kelamaan imflamasi ini akan menghilang dalam
waktu 7-10 hari luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian
pinggirnya akan menutup. Apabila terjadi infeksi tepi luka akan terlihat bengkak
dan meradang (Kozier, 2012).

Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson
– Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan
timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik
atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang
terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada
lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial
dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya
sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.
Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Mekanisme terjadinya luka :


1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar
* Decubitus/luka tekan : karena proses tertekan yang lama di area tertentu
bagian tubuh. Tekanan tersebut menyebakan gangguan sirkulasi, memperberat
nekrosis, timbulnya lecet kemerahan.
• Luka stasis vena = biasanya di ekstremitas bawah. Merupakan respon local
hipoksia yang dialami oleh bagian tubuh tertentu
• Luka diabetik + pasien dg dekubitus

2. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat
penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi
keparahan dan luasnya cedera. Kemampuan sel dan jaringan melakukan regenerasi
atau kembali ke struktur normal melalui pertumbuhan sel sel juga mempengaruhi
penyembuhan luka. Sel hati, tubulus ginjal dan neuron pada sistem saraf pusat
mengalami regenerasi yang lambat atau tidak beregenerasi sama sekali, ada dua
jenis luka, yaitu luka dengan jaringan yang hilang dan luka tanpa jaringan yang
hilang.
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan
yang sudah rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fsilologis
(Boyle, 2009 dalam Potter & Perry,2006). Insisi bedah yang bersih merupakan
contoh luka dengan sedikit jaringan yang hilang, luka bedah akan mengalami
penyembuha primer. Tepi tepi kulit merapat atau saling berdekatan sehingga
mempunyai resiko infeksi yang rendah serta penyembuhan cenderung terjadi
dengan cepat. Penyembuhan luka primer proses penyembuhan luka normal adalah
perbaikan luka bedah yang bersih. Penyembuhan terjadi dalam beberapa tahap,
yang di gambarkan oleh Doughty (1992) terdiri dari fase inflamasi, poliferasi, dan
maturasi. Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS)
sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian
kontinuitas dan fungsi anatomi.

3. Proses penyembuhan luka


a. Fase inflamasi
Fase inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap luka yang dimulai setelah
beberapa menit dan berlangsung selama sekitar 3 hari setelah cidera. Proses
perbaikan terdiri dari mengontrol perdarahan (hemostasis), mengirim darah dan
sel ke arah yang mengalami cidera, dan membentuk sel-sel epitel pada tempat
cedera (epitelialisasi). Selama proses hemostasis, pembuluh darah yang cedera
akan mengalami kontraksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan
perdarahan.
Bekuan–bekuan darah membentuk matriks fibrin yang nantinya akan
menjadi kerangka untuk perbaikan sel. Jaringan yang rusak menyekresi
histamin, yang menyebabkan vasodilatasi kapiler di sekitarnya dan
mengeluarkan serum dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan yang rusak. Hal
ini menimbulkan reaksi kemerahan, edema, hangat, dan nyeri lokal. Respon
inflamasi merupaka respon yang menguntungkan dan tidak perlu mendinginkan
area inflamasi atau mengurangi bengkak kecuali jika bengkak terjadi dalam
ruang tertutup. Leukosit (sel darah putih) akan mencapai luka dalam beberapa
jam. Leukosit utama yang bekerja pada luka adalah neutrofil, yang mulai
memakan bakteri dan debris yang kecil. Neutrofil mati dalam beberapa hari dan
meninggalkan eksudat enzim yang akan menyerang bakteri atau membantu
perbaikan jaringan.pada inflamasi kronik, neutrofil yang mati akan membentuk
pus.
Leukosit penting yang ke dua adalah monosit yang akan berubah menjadi
makrofag (sel kantong sampah) yang akan membersihkan luka dari bakteri, sel-
sel mati dan debris dengan cara fagositosis. Makrofag juga mencerna dan
mendaur ulang zat-zat tertentu, seperti asam amino dan gula yang dapat
membantu dalam perbaikan luka. Makrofag akan melanjutkan proses
pembersihan debris luka, menarik lebih bnayak makrofag dan menstimulasi
pembentukan fibriblas, yaitu sel yang mensintesis kolagen. Kolagen dapat di
temukan paling cepat pada hari kedua dan menjadi komponen utama jaringan
parut.
Setelah makrofag membersihkan luka dan menyiapkannya untuk
perbaikan jaringan, sel epitel bergerak dari bagian tepi luka di bawah dasar
bekuan darah. Sel epitel berkumpul di bawah rongga luka selama sekitar 48 jam,
lalu di atas luka akan terbentuk lapisan tipis dari jaringan epitel dan menjadi
barier terhadap organisme penyebab infeksi.
Terlalu sedikit proses inflamasi yang terjadi akan menyebabkan fase
inflamasi berlangsung lama dan proses perbaikan menjadi lambat, seperti yang
terjadi pada penyakit yang terlalu banyak inflamasi juga dapat memperpanjang
masa penyembuhan luka karena sel yang tiba pada luka akan bersaing untuk
mendapatkan nutrisi yang memadai.
b. Fase ploliferasi (regenerasi)
Dengan munculnya pembuluh darah baru sebagai hasil rekonstruksi, fase
proliferasi terjadi dalam waktu 3-24 hari. Aktivitas utama selama fase regenarasi
ini adalah mengisi luka dengan jaringan penyambung atau jaringan gramlasi
yang baru dan menutup bagian atas luka dengan epitelisasi. Fibroblast adalah
selsel yang mensintesis kolagen yang akan menutup defek luka. Fibroblas
membatuhkan vitamin E dan C, oksigen, dan asam amino agar dapat berfungsi
dengan baik. Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka.
Selama periode ini luka mulai tertutup oleh jaringan yang baru. Bersamaan
dengan proses rekonstruksi yang terus berlangsung, daya elastisitas luka
meningkat dan risiko terpisah atau ruptur luka akan menurun. Tingkat tekanan
pada luka mempengaruhi jumlah jaringan parut yang terbertuk. Contohnya
jaringan parut lebih banyak terbentuk pada luka diekstremitas dibandingkan
dengan luka pada daerah yang pergerakannya sedikit, seperti di kulit kepala atau
dada. Gengguan proses penyembuhan selama fase ini biasanya disebabkan oleh
faktor, seperti usia, anemia, hipo proteinemia dan defisiensi zat besi.
c. Maturasi (remodeling)
Maturasi, yang merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka, dapat
memerlukan waktu lebih dari 1 tahun. Bergantung pada kedalaman dan keluasan
luka, jaringan parut kolagen terus melakukan reorganisasi dan akan menguat
setelah beberapa bulan. Namun, luka yang telah sembuh biasanya tidak
memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Serat
kolagen mengalami remodeling atau reorganisasi sebelum mencapai bentuk
normal. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi
(melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang dari pada warna kulit normal.

4. Komplikasi penyembuhan luka


a. Hemoragi
Hemoragi atau perdarahan dari daerah luka merupakan hal yang normal
terjadi selama dan sesaat setelah trauma. Semostasis terjadi dalam beberapa
menit kecual jika luka mengenai pembuluh darah besar atau fungsi pembekuan
darah klien buruk. Perdarahan terjadi serelah hemostasis menunjukkan lepasnya
jahitan operasi, keluarnya bekuan darah, infeksi, atau erosi pembuluh darah oleh
benda asing (contoh, selang drainase). Perdarahan dapat terjadi secara eksternal
atau internal. Contohnya jika jahitan operasi merobek pembuluh darah, maka
pendarahan terjadi di dalam jaringan dan tidak terlihat tanda-tanda perdarahan
kecuali jika klien terpasang drain setelah pembedahan, yang berguna untuk
membuang cairan yang terkumpul di dalam jaringan di bawah luka.
Hematoma adalah pengumpalan darah lokal di bawah jaringan.
Hematoma terlihat seperti bengkak adalah massa yang sering berwarna kebiruan
hematoma yang terjadi didekat anteri atau vena yang besar berbahaya karena
tekanan akibat hematoma dapat menghambat aliran darah. Perdarahan eksternal
lebih jelas terlihat Perawat dalam mengobservasi adanya drainase darah pada
balutan yang menutupi luka. Jika perdarahan terjadi secara luas, maka balutan
cepat basah dan darah keluar dari tepi balutan luka secara terus menerus dan
berkumpul di bawah tubuh klien. Luka operasi beresiko mengalami perdarahan
selama 24 sampai 48 jam pertama setelah operasi (Potter & Perry, 2006).
b. Infeksi
Infeksi merupakan invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit. (Potter & Perry, 2005). Infeksi merupakan
invasi dan proliferasi mikroorganisme pada jaringan tubuh. Mikroorganisme
yang menginvasi dan berproliferasi pada jaringan tubuh disebut agen infeksi.
Apabila mikroorganisme tidak menimbulkan tanda klinis penyakit, infeksi yang
ditimbulkan disebut infeksi asimptomatik atau subklinis. (Kozier, 2011).
Infeksi luka merupakan infeksi nosokomial (infeksi yang berhubungan
dengan rumah sakit). Menurut centers for disease control (CDC) luka
mengalami infeksi jika terdapat drainase purulen pada luka, yang membedakan
antara luka terkontaminasi dan terinfeksi adalah jumlah bakteri yang ada di
dalamnya, menurut kesepakatan luka yang mengandung bakteri jenis ini dalam
jumlah yang kurang dari 100.000/ml sudah di anggap terinfeksi. Luka
terkontaminasi atau luka traumatik akan menujukan tanda tanda infeksi lebih
awal yaitu dalam waktu 2-3 hari. Infeksi luka operasi biasanya tidak terjadi
sampai hari ke 4 atau ke 5 setelah operasi pasien mengalami demam,nyeri
tekan,dan nyeri pada daerah luka serta jumlah sel darah putih klien meningkat
(Potter & Perry, 2006).
1) Tanda dan gejala infeksi
a) Pembengkakan lokal
b) Kemerahan lokal
c) Nyeri atau nyeri tekan saat palpasi atau saat digerakkan
d) Teraba panas pada area yang terinfeksi
e) Kehilangan fungsi pada bagian tubuh yang terkena, tergantung pada area
dan perluasan area yang terkena Selain itu, luka terbuka dapat
menghasilkan eksudat dengan berbagai warna. Infeksi sistemik memiliki
tanda dan gejala mencakup:
a) Demam
b) Peningkatan frekuensi napas, jika demam tinggi
c) Malaise dan kehilangan energy
d) Anoreksia, dan pada bebrapa situasi, mual dan muntah
e) Pembesaran dan nyeri tekan kelenjar limfe yang mengalir ke area infeksi
f) Peningkatan hitung leukosit (normal 4500 sampai 11.000/ml) g)
Peningkatan laju endap darah (LED).
h) Kultur urine, darah, sputum, atau drainase lain yang mengindikasikan
adanya mikroorganisme pathogen tidak normal dalam tubuh. (Kozier,
2004)
c. Dehisens
Jika luka tidak sembuh dengan baik maka lapisan kulit dan jaringan akan
terpisah. Terpisahnya lapisan kulit dan jaringan paling sering terjadi sebelum
pembentukan kolagen (3-11 hari setelah cedera). Dehisens adalah terpisahnya
lapisan luka secara persial atau total. Klien dengan obesitas juga beresiko tinggi
mengalami dehisens karena adanya regangan yang konstan pada luka dan
buruknya kualitas penyembuhan luka pada jaringan lemak. Dehisens sering
terjadi pada luka pembedahan abdomen dan terjadi setelah regangan mendadak,
misalnya batuk, muntah atau duduk tegak di tempat tidur. Klien sering
melaporkan rasa seakan akan ada sesuatu yang terlepas.
d. Eviserasi
Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan evisersi atau
keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka. Kondisi ini merupakan
darurat medis yang perlu diperbaiki melalui pembedahan. Bila terjadi eviserasi,
perawat melakukan handuk steril yang dibasahi dengan salin normal steril di
atas jaringan yang keluar untuk mencegah masuknya bakteri dan kekeringan
pada jaringan tersebut. Keluarnya organ melalui luka dapat membahayakan
suplai darah ke jaringan tersebut, klien harus tetap puasa, dan terus diobservasi
adanya tanda dan gejala syok serta segera siapkan pembedahan darurat.
e. Fistula
Fistula adalah saluran abrormal yang berada di antara 2 buah organ di
antara organ dan bagian luar tubuh. Dokter bedah membuat fistula untuk
kepentingan terapi, misalnya, pembuatan saluran antara lambung dengan
dinding abdomen luar untuk memasukkan selang gastrostomi yang berguna
untuk memasukkan makanan. Namun, sebagian besar fistula terbentuk karena
penyembuhan luka akan yang buruk atau karena komplikasi suatu penyakit,
seperti penyakit Chron atau enteritis regional. Trauma, infeksi, terpapar radiasi
serta penyakit seperti kanker akan menyebabkan lapisan jaringan tidak menutup
dengan baik dan membentuk saluran fistula. Fistula meningkatkan resiko
terjadinya infeksi dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat kehilangan
cairan.
f. Penundaan penutupan luka
Penyembuhan luka tersier atau penundaan penutupan luka adalah tindakan
yang sengaja dilakukan oleh dokter bedah agar terjadi drainase yang efektif dari
luka yang bersih atau yang terkontaminasi. Luka tidak ditutup hingga semua
tanda edema dan debris luka hilang. Balutan oklusit digunakan untuk mencegah
kontaminasi pada luka. Kemudian luka ditutup seperti pada penutupan
penyembuhan primer, melalui percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa
pada teknik ini pembentukan parut atau penundaan secara signifikan (Coper,
1992 dalam Potter, & perry, 2006).

5. Faktor penyembuhan luka


Menurut Potter & Perry 2006 faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
ialah :
a. Nutrisi
Istilah gizi berasal dari bahasa arab gizawi yang berarti nutrisi. Gizi merupakan
substansi organik dan non-organik yang ditemukan dari makanan yang dibutuhkan
oleh tubuh agar bisa berfungsi dengan baik. (Kozier, 2004). Gizi (Nutrition) adalah
suatu proses organisme menggunakan makanan yang konsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat–zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ. (Supariasa, Bakri, & Fajar,
Penilaian Status Gizi, 2002).
Nutrisi berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh , mengatur
proses-proses dalam tubuh, serta sebagai sumber tenaga. Penyembuhan luka secara
normal memerlukan nutrisi yang tepat. Secara fisiologis pada pasien post operasi
terjadi peningkatan metabolik ekspenditur untuk energi dan perbaikan,
meningkatnya kebutuhan nutrien untuk homeostasis, pemulihan, kembali pada
kesadaran penuh, dan rehabilitasi ke kondisi normal (Torosian, 2004). Prosedur
operasi tidak hanya menyebabkan terjadinya katabolisme tetapi juga
mempengaruhi digestif, absorpsi, dan prosedur asimilasi di saat kebutuhan nutrisi
juga meningkat (Ward, 2003).
Proses fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein,
vitamin terutama A dan C serta mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah
protein yang terbentuk dari asam amino yang di peroleh fibroblas dari protein yang
di makan. Vitamin A terdapat di minyak ikan, hati, mentega, susu, keju, telur, serta
minyak nabati. Sedangkan sumber Vitamin A yang utama adalah hati, wortel,
mentega, susu, dan margarin. Lalu selanjutnya ada vitamin C yang merupakan
senyawa berwarna putih, berbentuk kristal, dan sangat larut dalam air. Vitamin ini
banyak terdapat di hampir semua bahan pangan nabati seperti sayuran dan buah-
buahan segar. Selain itu vitamin C terdapat di pangan hewani seperti hati, ginjal
mentah, susu segar. Vitamin C berfungsi mendukung pembentukan semua jaringan
tubuh, terutama jaringan ikat. (Mubarak,& Chayatin, 2008). Jaringan ikat
dibutuhkan untuk mensitesis kolagen. Terapi nutrisi salah satu komponen sangat
penting untuk klien dalam proses penyebuhan akibat penyakit. Klien yang telah
melakukan operasi membutuhkan setidaknya 1500 Kkal/hari. (Potter& Perry,
2006).
Menurut Rusjiyanto (2009) dalam Hasmanidar (2015) Nutrisi mempengaruhi
kecepatan penyembuhan luka, nutrisi yang buruk mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi, seperti penurunan
sekretori imuno globulin A (AIgA) yang dapat memberikan kekebalan permukaan
membren mukosa, gangguan sistem fagositosis, ganguan pembentukan kekebalan
humoral tertentu, berkurangnya sebagian komplemen dan berkurangnya thymus sel
T. Studi observasional yang menilai status gizi dan dampaknya pada pasien bedah
yang dilakukan oleh Sulistyaningrum & Puruhita (2007) menemukan semakin baik
IMT , semakin cepat penyembuhan luka operasi dan semakin tinggi albumin,
semakin cepat penyembuhan luka operasi.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Ijah (2009) menunjukkan adanya
pengaruh status gizi secara signifikan terhadap penyembuhan luka dan lama rawat
inap. Penilaian status gizi dengan dengan cara antropometri banyak digunakan
dalam penelitian atau survei, baik survei secara luas dalam skala nasional maupun
survei untuk wilayah terbatas, untuk mengukur status gizi orang dewasa ( umur
diatas 18 tahun ) WHO dan FAO menetapkan untuk menggunakan indeks masa
tubuh (IMT) yang sudah di kualisifikasikan (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002)
b. Usia
Biasanya penyembuhan luka pada lansia cenderung lebih lambat, aspek
fisiologi penyembuhan luka tidak bebeda dengan klien yang berusia muda.
Masalah yang terjadi selama proses penyembuhan sulit ditentukan penyebabnya,
karena proses penuaan atau karena penyebab lainnya. Usia dapat menggangu
semua tahap penyembuhan luka perubahan vaskuler, mengganggu sirkulasi ke
daerah luka. Penuaan fungsi hati mengganggu sintesis pembekuan darah maka
respon imflamasi menjadi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun,
jaringan kolagen kurang lunak, dan jaringan parut kurang elastis. (Potter & Perry,
2006)
Menurut Jhonson (2011) dalam Hasmanidar (2015) bahwa penambahan usia
berpengaruh terhadap semua penyembuhan luka sehubungan dengan adanya
gangguan sirkulasi dan keogulasi, respon imflamasi yang lebih lambat dan
penuruna aktifitas fibroblas. Kulit utuh yang sehat pada orang dewasa muda
merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan infeksi. Begitu
pula dengan efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi,
yang memungkinkan penyembuhan luka terjadi cepat. Menurut Bartini, 2013 usia
dewasa muda antara 20 – 35 tahun, kulit utuh pada dewasa muda yang sehat
merupakan suatu barier yang baik terhadap trauma mekanis dan juga infeksi,
begitu juga yang berlaku pada efisiensi sistem imun, sistem kardiovaskuler, dan
respirasi yang memungkinkan penyembuhan luka lebih cepat. Usia reproduksi
sehat adalah usia yang aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu
usia 20-35 tahun . (Bartini, 2012 dalam nurani, kintjewn, losu 2015). Sementara
usia >35 tahun fungsi-fugsi organ reproduksi menurun sehingga beresiko
menjalani kehamilan.
c. Mobilisasi
Mobilisasi ialah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. (Mubarak &
Cahyatin, 2008). Mobilisasi berpengaruh pada proses penyembuhan luka, karena
dengan mobilisasi dini dapat memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi
sendiri memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mungkin meningkatkan masa otot
pada sistem toleransi otot, membantu proses penyembuhan ibu yang telah
melahirkan secara sectio caesarae. (Lahal, Muzakkir & Muhtar, 2018).
Mobilisasi ialah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,mudah,
serta teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya. Mobilisasi dini merupakan faktor yang
mendukung proses penyembuhan atau pemulihan pasca bedah dengan cepat.
Dengan mobilisasi dini maka vaskularisasi menjadi semakin baik sehingga akan
mempengaruhi proses penyembuhan luka post operasi karena luka membutuhkan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel (Sumarah, 2013)
Menurut Sihotang & Yulianti (2018) mobilisasi dini berpengaruh terhadap
penyembuhan luka sectio caesarea karena dengan melakukan mobilisasi dini
peredaran darah menjadi lancar sehingga darah dapat menyalurkan oksigen ke
jaringan yang mengalami luka.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a) Gaya hidup
Latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat
tinggal dapat mempengaruhi mobilitas seseorang.
b) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas. Secara umum ketidakmampuan ada dua macam, yakni ketidakmampuan
primer dan ketidakmampuan sekunder. Ketidakmampuan primer ialah disebabkan
oleh penyakit atau trauma, sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat
dampak dari ketidakmampuan primer yang mengakibatkan Kelemahan otot dan
tirah baring.
c) Tingkat energi
Mobilisasi sangat membutuhkan energi dalam hal ini, cadangan energi yang
dimiliki masing-masing individu bervariasi.
d) Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi, pada lansia kemampuan untuk melakukan aktivitas dan mobilisasi
sudah berkurang sejalan dengan penuaan. Pada hari-hari pertama pasca bedah
cesar, ibu pasti akan memerlukan bantuan untuk melakukan hampir semua kegitan.
Irisan diperut biasnya masih teras sakit dan sulit untuk bergerak. Oleh karena itu
ibu perlu bantuan untuk melakukan mobilisasi.

d. Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti "mengalirkan atau
mengalihkan" (siphon). Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relatif insensititas sel
terhadap insulin. Berdasarkan bukti epidemiologi terkin jumlah penderita diabetes
di seluruh dunia saat ini mencapai 200 juta dan diperkirakan meningkat lebih dari
330 juta pada tahun 2025. Alasan peningkatan ini termasuk meningkatkan angka
harapan hidup dan pertumbuhan populasi yang tinggi dua kali lipat disertai
peningkatan angka obesitas yang dikaitkan dengan urbanisasi dan ketergantungan
terhadap makanan olahan. Di Amerika Serikat, 18,2 juta individu pengidap
diabetes (6,3% dari populasi), hampir satu per tiga tidak menyadari bahwa mereka
memiliki diabetes. (Corwin, 2009).
Diabetes melitus berpengaruh besar dalam penyembuhan luka, salah satu tanda
DM ialah tingginya kadar gula darah yang biasa di sebut hiperglikemi.
Hiperglikemi dapat menghambat leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan
terhadap infeksi maka orang yang mengalami hiperglikemi akan mengalami
penyembuhan luka yang sulit dan berlangsung lama. (Puspitasari, Ummah, &
Sumarsih, 2011) Penyakit kronik menimbulkan penyakit pembuluh darah kecil
yang dapat mengganggu perfusi jaringan. Diabetes menyebabkan hemoglobin
memiliki afinitas yang lebih besar untuk oksigen,sehingga hemoglobin gagal
melepaskan oksigen ke jaringan.
Hiperglikemia mengganggu kemampuan leukosit untuk melakukan fagositosis
dan juga mendorong pertumbuhan infeksi jamur dan ragi yang berlebih. Tipe
diabetes Melitus menurut dokumen konsensus tahun 1997 oleh American Diabetes
Association's expert Commit teeon the Diagnosis and Classification of Diabetes
mellitus menjabarkan empat kategori utama diabetes:
tipe 1, dengan karakteristik ketiadaan insulin absolut;
tipe 2, ditandai dengan sistensi insulin disertai defek sekresi insulir; tipe 3, tipe
spesifik nya. (Corwin, 2009).
e. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin kurang dari normai. (Proverawati, 2011). Kadar hemogiobin normal
umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan Untuk pría, anemia biasanya
didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100ml dan pada
wanita sebagai hemoglobin kurang dari 120 gram/100ml. Anemia adalah gejala
kekurangan (defisuisiensi) sel darah merah karena kadar hemoglobin yang rendah,
atau dalam medis bisa di artikan kadar hemoglobin atau sel darah merah dalam
tubuh rendah.anemia dapat digolongkan sebagai berikut :
1). Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
2). Hb 7-8 gr% : Anemia sedang
3). Hb <7gr% : Anemia berat
f. Obesitas
Obesitas memiliki resiko kesehatan yang serius kelebihan berat badan termasuk
dalam obesitas mengalami peningkatan penyakit jantung, hipertensi, Diabetes
Melitus tipe 2. (Black, & Hawks, 2014). Obesitas juga menyebabkan jaringan
lemak kekurangan suplai darah untuk melawan infeksi bakteri dan untuk
mengirimkan nutrisi serta elemen seluler yang berguna dalam penyembuhan luka.
(Potter, & Perry, 2006).
g. Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi penyembuha luka post operasi adalah jenis
obat obatan yang mengandung Steroid. Steroid menurunkan respon imflamasi dari
memperlambat sintesis kolagen, obat obatan anti inflamasi menekan sintesis
protein, kontraksi luka, epitalisasi dan imflamasi. Penggunaan antibiotik dalam
waktu lama dapat meningkatkan resiko terjadinya superinfeksi. Obat-obatan
kemoterapi dapat menekan fungsi sum-sum tulang, menurunkkan jumlah leukosit,
dan mengganggu respon imflamasi.
h. Stres luka
Muntah distensi abdomen dan usaha pernafasan dapat menimbulkan stres,pada
jahitan operasi dan merusak lapisan luka. Tekanan mendadak yang tidak terduga
pada luka insisi akan menghambat pembentukan sel endotel dan jaringan kolagen.
BAB III

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul
Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662,
Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email :
keperawatan.unsri@yahoo.com

DOKUMEN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL TANGGAL


STANDAR DIKELUARKAN

TINDAKAN KEPERAWATAN MERAWAT LUKA/


JUDUL MENGGANTI BALUTAN LUKA

AREA KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

BAGIAN KEPERAWATAN

TAHAP PRA INTERAKSI 1. Mengidentifikasi kebutuhan/indikasi pasien


2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

TAHAP ORIENTASI 1. Memberikan salam, panggil klien dengan


namanya
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk
bertanya

TAHAP KERJA 1. Cuci tangan.


2. Kaji tingkat kenyamanan klien.
3. Tinjau ulang instruksi penggantian balutan.
4. Tutup ruangan atau tirai dan jendela.
5. Posisikan klien di tempat yang nyaman, dan
tutupi dengan selimut khusus untuk
memaparkan area luka.
6. Letakkan kantung sekali pakai di antara area
kerja. Lipat ujungnya untuk membuat
mangkuk.
7. Gunakan masker dan pelindung mata
(google) jika memungkinkan terjadi
cipratan.
8. Pakai sarung tangan sekali pakai, dan
singkirkan selang, balutan atau tali.
9. Angkat plester; tarik balutan searah paralel
pada kulit menuju balutan; angkat plester
yang masih melekat pada kulit.
10. Dengan tangan yang masih memakai sarung
tangan sekali pakai, buang semua kasa
balutandalam satu waktu, hati-hati agar
tidak menarik drainase atau selang. Catatan
pada pembukaan balutan adalah:
a. Jika balutan menempel pada balutan
basah kering, jangan melembabkan
balutan, tarik balutan dengan perlahan
dan ingatkan klien atas ketidaknyamanan
yang mungkin akan diirasakan.
b. Jika balutan menempel di balutan kering,
lembabkan dengan larutan saline lalu
angkat.
11. Observasi karakter dan jumlah drainase
balutan dan penampakkan luka.
12. Lipat balutan yang mengandung drainase,
dan buka sarung tangan sekali pakai pada
bagian luarnya. Dengan balutan kecil, buka
sarung tangan dengan bagian dalam di luar.
Buang sarung tangan dan balutan yang kotor
pada kantung sekali pakai. Cuci tangan.
13. Buka nampan balutan steril atau peralatan
steril lainnya yang terpisah. Letakkan di
meja atau troli di samping tempat tidur.
14. Bersihkan luka (jika terdapat instruksi)
dengan prosedur:
a. Tuang larutan yang diinstruksikan ke
dalam tabung irigasi steril.
b. Pakai sarung tangan steril. Letakkan
bantalan tahan air di bawah tubuh yang
terdapat luka. Gunakan suntikan, alirkan
larutan pada area luka.
c. Terus lakukan aliran irigasi hingga
bersih.
d. Keringkan kulit dan sekitarnya.
e. Beberapa pembersih yang diresepkan
dijadikan satu pada botol semprot.
Semprotkan luka untuk membersihkan
debris.
15. Berikan balutan
a. Balutan Kering
- Pakaisarung tangan steril.
- Inspeksi penampilan, drain, drainase
dan integritas padakulit.
- Bersihkan luka dengan larutan
(bersihkan dari area yang
terkontaminasi sedikit ke area yang
paling terkontaminasi).
- Keringkan area dengan kasa.
- Berikan balutan kering steril yang
menutupi luka.
- Berikan penutup balutan jika
diinstruksikan.
b. Balutan Basah
- Pasang sarung tangan steril
- Kaji penampilan area sekitar luka.
- Bersihkan dasar luka dengan normal
saline atau pembersih luka lainnya.
Kaji dasar luka.
- Lembabkan kasa dengan kasa yang
diinstruksikan. Peras kelebihan
larutan.
- Letakkan satu lapis kasa langsung di
atas permukaan luka. Jika luka dalam,
masukkan balutan ke dasar luka
dengan tangan atau forceps hingga
semua permukaan luka kontak dengan
kasa. Jika ada lorong luka, gunakan
aplikator berujung kapas untuk
meletakkan kasa pada area yang
berlorong. Pastikan kasa tidak
menyentuh kulit di sekitarnya.
- Tutupi dengan kasa kering yang steril
dan penuutup balutan.
16. Fiksasi balutan
- Gunakan plesternon alergi untuk
memfiksasi balutan
- Gunakan tekknik ikatan Montgomery:
- Paparkan permukaan plester pada
masingmasing ikatan
- Letakkan ikatan berlawanan dari balutan.
- Letakkan plester tepat di atas kulit, atau
gunakan barrier kulit.
- Fiksasi balutan dengan meletakkan tali di
atasnya.
17. Untuk balutaan pada ekstremitas, fiksasi
balutan dengan kasa gulung atau jaring
elastis.
18. Buka sarung tangan dan buang ke kantung.
Lepaskan masker dan pelindung mata.
19. Catat tanggal dan waktu penggantian
balutan menggunakan tinta (bukan spidol)
pada plester.
20. Rapikan semua alat dan cuci tangan.
21. Bantu klien ke posisi yang nyaman
TAHAP TERMINASI 1. Mengevaluasi hasil /respon klien
2. Mendokumentasikan hasilnya
3. Melakukan kontrak untuk kegiatan
selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan,membereskan alat-
alat
5. Mencuci tangan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN
TINGGI UNIVERSITAS SRIWIJAYA KODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
Jalan Raya Palembang - Prabumulih Km. 32 Gedung Abdul
Muthalib, Kampus Unsri Indralaya, Ogan Ilir 30662,
Sumatera
Selatan. Telepon: 0711-581831. Fax: 0711- 581831Email :
keperawatan.unsri@yahoo.com

DOKUMEN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL TANGGAL


STANDAR DIKELUARKAN

TINDAKAN KEPERAWATAN MENGGANTI BALUTAN


JUDUL INFUS (PERAWATAN INFUS)

AREA KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

BAGIAN KEPERAWATAN

PENGERTIAN Memberikan balutan baru pada tusukan infus


TUJUAN 1. Memberikan rasa nyaman
2. Mengurangi terjadinya infeksi / peradangan
daerah vena pada daerah tusukan tusukan

TAHAP PRE INTERAKSI Persiapan alat:


1. Kain kasa steril
2. Tegaderm
3. Swab alkohol alkohol
4. Sarung tangan steril
5. Lidi kapas steril
6. Bengkok
7. Alat infus
8. Pengalas
TAHAP ORIENTASI 1. Beri salam, panggil pasien dengan namanya
2. Menjelaskan pada pasien dan keluarga
tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan

TAHAP KERJA 1. Dekatkan alat pada pasien


2. Cuci tangan
3. Pakai sarung tangan bersih
4. Pasang pengalas
5. Buka plester dengan perlahan
6. Kaji daerah penusukan, bila ada tanda
infeksi, stop infuse lalu di cabut
7. Bila tidak tanda infeksi, buka ikatan fiksasi
infuse dengan perlahan-lahan dengan
mempertahan kan jarum / kanul linfus
dipegang dengan tangan yang bebas,
menggunakan swab alkcohol.
8. Fiksasi jarum kanul dengan pleste engan
plester dengan cara menyilang
9. Fiksasi bagian atas dengan perekat sejajar
dari kanan ke kiri
10. Tutup dengan kain steril dan fiksasi kembali
lalu tutup dengan tegaderm
11. Rapihkan alat dan buang sampah medis ke
tempat sampah medis. Untuk yang tajam
buang ke dalam konteiner benda tajam
12. Buka sarung tangan, buat tanggal, jam
penggantian balutan

Catatan : Balutan infuse sebaiknya diganti 3 hari


sekali atau apabila sewaktu-waktu diperlukan

TAHAP TERMINASI 1. Mengevaluasi hasil


2. Mendokumentasikan hasilnya
3. Mengakhiri kegiatan,membereskan alat-
alat
4. Mencuci tangan

BAB IV
ETIKA DAN LEGAL KEPERAWATAN

A. Etik Atau Etika Keperawatan

Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada
kesejahteraan manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat
maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari- hariya. Salah satu
yang mengatur hubungan antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral
sering digunakan secara bergantian.

Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standard dan prinsip-
prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar
praktek profesional.

1. Istilah-istilah dalam etika hukum keperawatan


Ada beberapa istilah dalam etika dan hukum keperawatan yaitu:
a. Etika: peraturan/norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik/buruk, merupakan suatu
tanggung jawab moral.
b. Etik: suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara
moral atau ilmu kesusilaan yang menyangkut aturan/prinsip penentuan tingkah
laku yang baik dan buruk, kewajiban dan tanggung jawab.
c. Etiket: merupakan sesuatu yang telah dikenal, diketahui, diulangi serta menjadi
suatu kebiasaan di dalam masyarakat, baik berupa kata-kata/suatu bentuk
perbuatan yang nyata
d. Moral: perilaku yang diharapkan masyarakat atau merupakan standar perilaku
atau perilaku yang harus diperhatikan seseorang menjadi anggota kelompok
atau masyarakat dimana ia berada, atau nilai yang menjadi pegangan bagi
seseorang suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
e. Kode etik adalah kaedah utama yang menjaga terjalinnya interaksi pemberi dan
penerima jasa profesi yang wajar, jujur, adil dan terhormat.
f. Profesional adalah seseorang yang memiliki kompetensi dalam suatu pekerjaan
tertentu.
g. Profesionalisme, karakter, spirit, metoda profesional, mencakup pendidikan dan
kegiatan berbagai kelompok yang anggotanya berkeinginan jadi profesional.
h. Profesionalisme, merupakan suatu proses yang dinamis untuk memenuhi atau
mengubah karakteristik ke arah profesi.
i. Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat.
B. Prinsip-Prinsip Etik dalam Keperawatan
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standar dan prinsip- prinsip
yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan untuk
melindungi hakhak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga
keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam
standar praktek profesional, seperti:
a. Otonomi (Autonomy)
Dalam bekerja perawat harus memilik prinsip otonomi didasarkan pada
keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat
keputusan sendiri. Perawat harus kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai dan tidak dipengaruhi atau intervensi profesi lain. Prinsip otonomi
merupakan bentuk respek terhadap klien, atau dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.Praktek
profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien
dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.

b. Berbuat baik (Beneficience)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Setiap kali perawat
bertindak atau bekerja senantiasa didasari prinsip berbuat baik kepada klien.
Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan
orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, khususnya
pelayanan keperawatan terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan harus ditumbuh kembangan dan dibutuhkan dalam diri
perawat, perawat bersikap yang sama dan adil terhadap orang lain dan
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini
direfleksikan dalam memberikan asuhan keperawatan ketika perawat bekerja
untuk yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan keperawatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip tidak merugikan harus di pegang oleh setiap perawat, prinsip ini berarti
tidak menimbulkan bahaya, cedera atau kerugian baik fisik maupun psikologis
pada klien akibat praktik asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu
maupun kelompok.

e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran,perawat harus menerpkan
prinsi nilai ini setiap memberikan pelayanan keperawatan untuk menyampaikan
kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat
mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran.Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan
materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani
perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argumen mengatakan
adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan
prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa
”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak
untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran
merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah
kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya.Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik
yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan
meminimalkan penderitaan.
g. Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien.Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien di luar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. Legal Etik Dalam Praktik Keperawatan


Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja
sama bersifat kolaboratif dengan pasien atau klien dan tenaga kesehatan lainnya
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung
jawabnya. Seorang perawat profesional dalam bekerja memberikan praktik asuhan
keperawatan harus sesuai dengan standar keperawatan dan peraturan perundang-
undangan atau hukum, dengan kata lain bahwa praktik asuhan keperawatan tersebut
harus bersifat legal.

1. Pengertian legal dan Issue Legal dalam Praktik Keperawatan


Legal adalah sesuatu yang di anggap sah oleh hukum dan undang-undang
(Kamus Besar Bahasa Indonesia).Aspek legal yang sering pula disebut dasar
hukum praktik keperawatan mengacu pada hukum nasional yang berlaku di
suatu negara.Hukum bermaksud melindungi hak publik, misalnya undang-
undang keperawatan bermaksud melindungi hak publik dan kemudian
melindungi hak perawatan. Issue legal dalam praktik keperawatan adalah
suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di perkirakan terjadi atau tidak
terjadi di masa mendatang dan sah, sesuai dengan Undang-Undang/ Hukum
mengenai tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama dengan
klien baik individu, keluarga atau komunitas dan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya, baik tanggung jawab
medis/kesehatan maupun tanggung jawab hukum.

2. Tipe Tindakan Legal

Terdapat dua macam tindakan legal: tindakan sipil/pribadi,


dan tindakan kriminal.
a. Tindakan sipil berkaitan dengan isu antara individu-individu.
b. Tindakan kriminal berkaitan dengan perselisihan antara individu dan
masyarakat secara keseluruhan.
BAB V
KESIMPULAN
1. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan
oleh trauma benda tajam atau tumpu, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik, atau gigitan hewan.
2. Luka yang terjadi pada seseorang memerlukan perhatian khusus agar tidak terjadi
komplikasi seperti infeksi yang menghambat penyembuhan luka.
3. Perawat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan klinis untuk memberikan
perawatan luka yang berkualitas. selain itu perawat juga perlu memperhatikan
prinsip dalam perawatan luka, karena perawat harus bisa memberikan perawatan
dengan tetap menjaga kesterilannya.
4. Perawatan luka yang optimal berperan penting terhadap penyembuhan luka supaya
dapat berlangsung dengan baik. Serta bertujuan untuk mendapatkan kesembuhan
luka yang lebih cepat.

Anda mungkin juga menyukai