Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TREND ISSUE DALAM PERAWATAN LUKA

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar II


Dosenampu : Rizki Gumilang Pahlawan, S.Kep.,Ners

oleh :
Gita Suci
1117017

S1 – Keperawatan 2B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANRAJAWALI BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah KeperawatanDasar II. Solawat
dan salam tak lupa kami sampaikan kepada junjungan Nabi kita Nabi Agung
Muhammad saw. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Dasar II. Selama pembuatan makalah ini kami juga mendapat
banyak dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu kami
ucapkan banyak terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ibu Tonika Tohri, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Rajawali
2. Ibu Istianah, S.Kep., Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan & Ners
3. Ibu Rizki Gumilang Pahlawan, S.Kep.,Nersselaku Dosen
Pembimbingmata kuliah Keperawatan Dasar II
4. Serta pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan


masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca dan masyarakat umum sangat dibutuhkan. Semoga makalah ini
bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, Juni 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi......................................................................................................3
B. Etiologi......................................................................................................4
C. Klasifikasi Luka.........................................................................................4
D. Proses penyembuhan luka.........................................................................5
E. Trend dan Issue Perawatan Luka...............................................................7
1. Kecenderungan Perawatan Luka Saat Ini............................................7
2. Moist Wound Healing.........................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tatanan pelayanan keperawatan, khususnya dalam perawatan luka,
banyak diteliti metode–metode penyembuhan luka, baik penyembuhan secara
medis, maupun secara komplementer  dengan menggunakan media yang ada
di alam untuk mempercepat penyembuhan luka. Semua hasil penelitian
memiliki evidence based yang cukup kuat dan bisa dibuktikan. Namun pada
prinsipnya, secara keilmuan seorang perawat professional harus mengetahui
bagaimana proses penyembuhan luka secara alami, kenapa terjadi luka,
proses apa yang terjadi pada luka, berapa lama luka akan sembuh dan kenapa
luka tersebut bisa sembuh dengan meninggalkan jaringan parut atau bahkan
sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. Hal ini akan mempengaruhi
persepsi dan kemampuan perawat dalam melaksanakan perawatan luka,
semakin mengerti proses yang terjadi pada luka, kualitas seorang perawat
akan semakin baik dalam melakukan perawatan luka dan outcomenya juga
akan baik, kepuasan pasien meningkat.
Perawatan luka dewasa ini, cenderung menggunakan metode balutan kasa
”wet-to-dry”, digunakan khusus untuk debridemen pada dasar luka, normal
salin digunakan untuk melembabkan kasa, kemudian dibalut dengan kasa
kering. Ketika kasa lembab menjadi kering, akan menekan permukaan
jaringan, yang berarti segera harus diganti dengan balutan kering berikutnya.
Hal ini mengakibatkan tidak hanya pertumbuhan jaringan sehat yang
terganggu, tetapi juga menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan, metode wet
to dry dianggap sebagai metode debridemen mekanik dan diindikasikan bila
ada sejumlah jaringan nekrotik pada luka.
Dari metode perawatan luka saat ini, banyak prinsip-prinsip
yangterlupakan atau tidak menjadi pertimbangan bagi perawat dalam
merawat luka, seperti proses fisiologis pertumbuhan jaringan luka, bagaimana
mengoptimalkan perbaikan jaringan, meningkatkan aliran darah ke

1
permukaan luka, bagaimana cara balutan ideal, jenis balutan yang dipakai
tanpa merusak jaringan yang sehat, tidak menimbulkan nyeri/trauma baru
serta bagaimana agar dapat mempercepat proses penyembuhan luka hingga
dapat menekan biaya perawatan. Karena itulah perlu dilakukan metode
perawatan luka yang telah mempertimbangkan berbagai aspek tersebut demi
mencapai perawatan luka yang efektif, proses penyembuhan yang cepat,
outcome yang berkualitas dan biaya yang lebih murah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka?
2. Bagaimana penyebab luka?
3. Apa saja klasifikasi luka?
4. Bagaimana proses penyembuhan luka?
5. Bagaimana Trend dan Issue Perawatan Luka?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
IIsebagai kewajiban mahasiswa dalam menyelesaikan setiap program
mata kuliah yang diberikan.
2. Tujuan Khusus
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai
peran perawat dalam perawatan luka yang lebih luas terutama kepada
mahasiswa Keperawatan.
D. Manfaat
Manfaat yang ingin disampaikan adalah untuk memberikan informasi
kepada para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi muda
tentang Trend dan Issue perawatan luka, sehingga dengan demikian kita dapat
mengetahui cara merawat luka dengan aman dan sesuai Trend dan Issue saat
ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Luka adalah suatu kondisi yang menyebabkan kerusakan atau
hilangnya sebagian jaringan tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai
kemungkinan penyebab seperti trauma benda tajam, benda tumpul,
akibat perubahan suhu baik panas maupun dingin, akibat paparan zat
kimia tertentu, akibat ledakan, gigitan hewan, sengatan listrik maupun
penyebab lainnya. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun
berdasarkan sifat yaitu: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan
dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang. Berdasarkan proses
penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi
karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan
luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal. 
2. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan
berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar
luka dan sekitarnya. 
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai
dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.

3
B. Etiologi
Secara alamiah penyebab kerusakan harus diidentifikasi dan
dihentikan sebelum memulai perawatan luka, serta mengidentifikasi,
mengontrol penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan sebelum mulai proses penyembuhan. Berikut ini akan
dijelaskan penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka :

1. Trauma
2. Panas dan terbakar baik fisik maupun kimia
3. Gigitan binatang atau serangga
4. Tekanan
5. Gangguan vaskular, arterial, vena atau gabungan arterial dan vena
6. Immunodefisiensi
7. Malignansi
8. Kerusakan jaringan ikat
9. Penyakit metabolik, seperti diabetes
10. Defisiensi nutrisi
11. Kerusakan psikososial
12. Efek obat-obatan
Pada banyak kasus ditemukan penyebab dan faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka dengan multifaktor.

C. Klasifikasi Luka
Klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Akut
Luka akut adalah jenis luka dengan masa penyembuhan sesuai
dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Kriteria luka
akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai
dengan waktu yang diperkirakan. Contoh : Luka sayat, luka bakar,

4
luka tusuk. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang
dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting.
2. Kronis
Luka kronis adalah jenis luka yang yang mengalami kegagalan
dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan
endogen. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang
diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya
tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus
diabetik, ulkus venous, luka bakar dll.

D. Proses penyembuhan luka (secara umum)


Dalam penanganan luka, sudah umum diketahui bahwa salah satu
yang harus dilakukan adalah tindakan debridement. Debridement
bertujuan untuk membuat luka menjadi bersih sehingga mengurangi
kontaminasi pada luka dan mencegah terjadinya infeksi. Proses
penyembuhan mencakup beberapa fase, yaitu :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler
yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak.
Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri
untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Secara
klinis fase inflamasi ini ditandai dengan eritema, hangat pada kulit,
oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari
ke-4.
2. Fase proliferatif
Fase proliferatif adalah memperbaiki dan menyembuhkan
luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat
besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada
persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan
digunakan selama proses reonstruksi jaringan. Jaringan vaskuler

5
yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons
untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka
karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan
turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini merupakan proses
terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh
platelet dan makrofag (growth factors). Sejumlah sel dan pembuluh
darah baru yang tertanam didalam jarigan baru disebut sebagai
jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan
kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan
dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibetntuk oleh
markofag dan platelet.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan
berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi
adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah
mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat
fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan
parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya
pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Untuk mencapai
penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara
kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang
berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic
scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan
kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.
Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit
dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk
melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan
luka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang

6
dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing
individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan
mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi,
disertai dengan penyakit sistemik (diabetes melitus).

E. Trend dan Issue Perawatan Luka


1. Kecendrungan Perawatan Luka Saat ini
Pada tatanan pelayanan keperawatan, khususnya dalam
perawatan luka, banyak diteliti metode–metode penyembuhan luka,
baik penyembuhan secara medis, maupun secara komplementer
dengan menggunakan media yang ada di alam untuk mempercepat
penyembuhan luka. Semua hasil penelitian memiliki evidence based
yang cukup kuat dan bisa dibuktikan. Namun pada prinsipnya, secara
keilmuan seorang perawat professional harus mengetahui bagaimana
proses penyembuhan luka secara alami, kenapa terjadi luka, proses
apa yang terjadi pada luka, berapa lama luka akan sembuh dan
kenapa luka tersebut bisa sembuh dengan meninggalkan jaringan
parut atau bahkan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut. Hal
ini akan mempengaruhi persepsi dan kemampuan perawat dalam
melaksanakan perawatan luka, semakin mengerti proses yang terjadi
pada luka, kualitas seorang perawat akan semakin baik dalam
melakukan perawatan luka dan outcomenya juga akan baik,
kepuasan pasien meningkat.
Perawatan luka dewasa ini, cenderung menggunakan metode
balutan kasa ”wet-to-dry”, digunakan khusus untuk debridemen pada
dasar luka, normal salin digunakan untuk melembabkan kasa,
kemudian dibalut dengan kasa kering. Ketika kasa lembab menjadi
kering, akan menekan permukaan jaringan, yang berarti segera harus
diganti dengan balutan kering berikutnya. Hal ini mengakibatkan
tidak hanya pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu, tetapi juga
menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan, metode wet to dry

7
dianggap sebagai metode debridemen mekanik dan diindikasikan
bila ada sejumlah jaringan nekrotik pada luka.
Dari metode perawatan luka saat ini, banyak prinsip-prinsip yang
terlupakan atau tidak menjadi pertimbangan bagi perawat dalam
merawat luka, seperti proses fisiologis pertumbuhan jaringan luka,
bagaimana mengoptimalkan perbaikan jaringan, meningkatkan aliran
darah ke permukaan luka, bagaimana cara balutan ideal, jenis
balutan yang dipakai tanpa merusak jaringan yang sehat, tidak
menimbulkan nyeri/trauma baru serta bagaimana agar dapat
mempercepat proses penyembuhan luka hingga dapat menekan biaya
perawatan. Karena itulah perlu dilakukan metode perawatan luka
yang telah mempertimbangkan berbagai aspek tersebut demi
mencapai perawatan luka yang efektif, proses penyembuhan yang
cepat, outcome yang berkualitas dan biaya yang lebih murah.
2. Moist Wound Healing
a. Definisi
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi
lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan
balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive.
Penanganan luka ini saat ini digemari terutama untuk luka
kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan diabetic
foot ulcers”.
Dan metode moist wound healing adalah metode untuk
mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan
balutan penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan
pertumbuhanjaringan dapat terjadi secara alami.
Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan
luka akut. Produksi cairan kopious pada luka kronik menekan
penyembuhan luka dan dapat menyebabkan maserasi pada
pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini juga menghancurkan
matrik protein ekstraselular dan faktor-faktor pertumbuhan,

8
menimbulkan inflamasi yang lama, menekan proliferasi sel,
dan membunuh matrik jaringan. Dengan demikian, untuk
mengefektifkan perawatan pada dasar luka, harus
mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari permukaan
luka untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat
negatif/merugikan.
b. Tujuan Moist Wound Healing
Sesuai dengan pengertiannya, Moist Wound Healing bertujuan
untuk mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap
lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban,
oklusive dan semi oklusive, dengan mempertahankan luka tetap
lembab dan dilindungi selama proses penyembuhan dapat
mempercepat penyembuhan 45% dan mengurangi komplikasi
infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.
1) Mempertahankan kelembaban luka dan balutan yang baik
Bertambahnya produksi eksudat adalah bagian dari fase
inflamasi yang normal pada proses penyembuhan luka.
Peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah,
menyebabkan cairan yang kaya akan protein masuk ke
rongga interstitial. Hal ini meningkatkan produksi dari
cairan yang memfasilitasi pembersihan luka dari permukaan
luka dan mempertahankan kelembaban lingkungan lokal
yang maksimal untuk memaksimalkan penyembuhan.
Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka
adalah faktor kunci dalam mengoptimalkan perbaikan
jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan
pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk
permukaan luka.
2) Keuntungan dari permukaan luka yang lembab
a) Mengurangi pembentukan jaringan parut
b) Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan

9
c) Mengaktivasi protease permukaan luka untuk
mengangkat jaringan devitalisasi/yang mati
d) Menambah pertahanan immun permukaan luka
e) Meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi
fibroblast
f) Meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel
disekitar lapisan air yang tipis
g) Mengurangi biaya. Biaya pembelian balutan oklusif
lebih mahal dari balutan kasa konvensional, tetapi
dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat
menghemat biaya yang dibutuhkan.
c. Teknik Mempertahankan Kelembaban Luka
1) Optimalisasi perawatan pada luka
a) Mengurangi dehidrasi dan kematian sel
Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan luka
bahwa sel-sel seperti neutropil dan magrofag
membentuk fibroblast dan perisit. Dan sel-sel ini tidak
dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.
b) Meningkatkan angiogenesis
Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk
angiogenesis juga dibutuhkan lingkungan yang lembab
tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan oksigen
rendah, balutan ”occlusive” dapat merangsang proses
angiogenesis ini.
c) Meningkatkan debridement autolisis
Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel
neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke
dasar luka yang memungkinkan
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat debridemen.
Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin yang

10
memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk
mengeluarkan faktor pertumbuhan ke dasar luka.
d) Meningkatkan re-epitelisasi
Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal
harus menyebar diatas permukaan luka dari pinggir
luka serta harus mendapatkan suplai darah dan nutrisi.
Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi
suplai tersebut dan memberikan barier untuk migrasi
dengan epitelisasi yang lambat.
e) Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi
Balutan oklusif membalut dengan baik dapat
memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke
dalam luka. Bakteri dapat menembus kasa setebal 64
lapisan pada penggunaan kasa lembab. Luka yang
dibalut dengan pembalut oklusif menunjukkan kejadian
infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut
konvensional tersebut.
f) Mengurangi nyeri
Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf
sehingga mengurangi nyeri.
2) Memilih Balutan yang ideal
Pada tahun 1979 Tumer menggambarkan balutan yang ideal
dengan karakteristik sebagai berikut:
a) Dapat mengangkat eksudat yang berlebihan dan toksin
b) Kelembaban tinggi pada permukaan luka
c) Memungkinkan pertukaran gas
d) Memberikan insulasi termal
e) Melindungi terhadap infeksi sekunder
f) Bebas dari partikel-partikel dan komponen toksik
g) Tidak menimbulkan trauma saat mengangkat/mengganti
balutan

11
Walau bagaimanapun tidak ada suatu balutan yang dapat
berfungsi magis”one-size-fits-all”.Sebagai praktisi klinis
sangat penting untuk memahami karakteristik dari
perbedaan balutan dan penggunaannya sesuai dengan
perkembangan fase penyembuhan luka, karakteristik
luka, dan faktor risiko dari pasien yang mempengaruhi
penyembuhan dan ketrampilan dari perawat itu sendiri.
3) Balutan Luka
Ada beberapa tipe balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban dan lebih dari satu dapat
direkomendasikan untuk dipakai merawat luka hingga
sembuh.
a) Foam/Busa
Balutan foam/busa dapat menyerap banyak cairan,
sehingga digunakan pada tahap awal masa pertumbuhan
luka, bila luka tersebut banyak mengeluarkan drainase.
Balutan busa nyaman dan lembut bagi kulit dan dapat
digunakan untuk pemakaian beberapa hari. Bentuk,
ukuran, dan ketebalan dari busa tersebut sangat
bervariassi, dengan atau tanpa perekat pada
permukaannya.
b) Foam silikon lunak/balutan yang menyerap
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang
direkatkan, pada permukaan yang kontak dengan luka.
Silikon membantu mencegah balutan foam melekap
pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir
luka. Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat
balutan saat mengganti balutan, dan membantu proses
penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang
untuk luka dengan drainase dan luas.

12
c) Balutan wafer berperekat/ balutan hydrocolloid
Balutan hidrokoloid ”water-loving” dirancanga
elastis, merekat, dan dari agen-agen gell (seperti pectin
atau gelatin) dan bahan-bahan absorben/penyerap
lainnya. Bila dikenakan pada luka, drainase dari luka
berinteraksi dengan komponen-komponen dari balutan
untuk membentuk seperti gel yang menciptakan
lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka.
Balutan hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk,
ukuran, dan ketebalan, dan digunakan pada luka dengan
jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini
biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung
pada metode aplikasinya, lokasi luka, derajad paparan
kerutan-kerutan dan potongan-potongan, dan
inkontinensia. Balutan hidrokoloid tidak biasa
digunakan pada luka yang terinfeksi
d) Hydrogels
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran, seperti
serat kasa, atau gel. Gel akan memberi rasa sejuk dan
dingin pada luka, yang akan meningkatkan rasa nyaman
pasien. Gel sangat baik menciptakan dan
mempertahankan lingkungan penyembuhan luka yang
moist/lembab dan digunakan pada jenis luka dengan
drainase yang sedikit. Gel diletakkan langsung diatas
permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan
sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan
kelembaban sesuai level yang dibutuhkan untuk
mendukung penyembuhan luka.

13
e) Hydrofibers
Hidrofibers merupakan balutan yang sangat lunak
dan bukan tenunan atau balutan pita yang terbuat dari
serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa bahan
penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan
hidrokoloid. Komponen-komponen balutan akan
berinteraksi dengan drainase dari luka untuk
membentuk gel yang lunak yang sangat mudah
dieliminir dari permukaan luka. Hidrofiber digunakan
pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak,
dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan
sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka
yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap
dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal
salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari,
tergantung pada jumlah drainase pada luka.
f) Alginates
Alginat lunak dan bukan tenunan yang dibentuk dari
bahan dasar ganggang laut. Alginate tersedai dalam
bentuk ”pad” atau sumbu. Alginate dan hidrofiber
merupakan tipe produk yang sama. Paa kasus ini,
alginate akan menjadi lunak, tidak lengket dengan luka.
Alginate juga digunakan pada luka dengan drainase
sedang hingga berat dan tidak dapat digunakan pada
luka yang kering. Balutan dapat dipotong sesuai
kebutuhan, bentuk luka yang akan dibalut, atau dapat
dilapisi untuk menambah penyerapan.
g) Gauze
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non
tenunan, rayon, poliester, atau kombinasi dari serat
lainnya. Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan

14
berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang
yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti
balutan basah lembab normal saline. Kasa katun kasar,
seperti balutan basah lembab normal saline, digunakan
untuk debridement non selektif (mengangkat debris dan
atau jaringan yang mati). Banyak kasa yang bukan
tenunan dibuat dari poliester, rayon, atau campuran
bermacam serat yang ditenun seperti kasa katun tetapi
lebih kuat, besar, lunak, dan lebih menyerap. Beberapa
balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan
untuk debridemen, berisi bahan-bahan yang mendukung
penyembuhan. Produk lainnya berisi petrolatum atau
elemen penyembuh luka lainnya dengan indikasi yang
sesuai dengan tipe lukanya.

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan


luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-
kelembaban, oklusive dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini
digemari terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure
ulcers, dan diabetic foot ulcers”.

Keseimbangan kelembaban pada permukaan balutan luka adalah


faktor kunci dalam mengoptimalkan perbaikan jaringan, mengeliminasi
eksudat dari luka yang berlebihan pada luka kronik yang merupakan
bagian penting untuk permukaan luka. Dan metode moist wound healing
adalah metode untuk mempertahankan kelembaban luka dengan
menggunakan balutan penahan kelembaban, metode ini memiliki prinsip
penyembuhan luka secara alami, karena dengan mempertahankan
kelembaban dapatmenyembuhkan lebih cepat dengan melidungi/membalut
luka akan tercipta lingkungan yang lembab yang diikuti oleh pergerakan
sel-sel epidermal dengan mudah menyeberangi permukaan luka, untuk
menyembuhkan luka. Keuntungan dengan mempertahankan luka tetap
lembab dan dilindungi selama proses penyembuhan dapat mempercepat
penyembuhan 45 % dan mengurangi komplikasi infeksi dan pertumbuhan
jaringan parut residual.

B. Saran

Dari manfaat dan keuntungan metode Moist Wound Healing


tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai suatu trend perawatan luka dengan
prinsip luka cepat sembuh, kualitas penyembuhan baik serta dapat
mengurangi biaya perawatan luka, dan ini sangat penting bagi perawat
untuk dapat mengembangkan dan mengaplikasikannya di lingkungan

16
perawatan khususnya perawatan luka yang jelas sangat memberikan
kepuasan bagi kesembuhan luka pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. http://www.worldwidewounds.com/2004/september/Ryan/Psychology-
Pain-Wound-Healing.html
3. Bolton, L. (2007). Operational definition of moist wound healing. Journal
of Wound Ostomy & Continence Nursing, 34(1), 23-29.
4. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct
24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search
5. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care.
Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry

18

Anda mungkin juga menyukai