Anda di halaman 1dari 22

 

Dasar Teori
·         Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
(disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa)

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

·         Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan
dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik
analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang
terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi
yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.

Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui
disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan
disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna
indicator.

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat dengan cara
mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui konsentrasinya secara tepat. Prinsip dasar
titrasi asam basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa.
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam dinetralkan
oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan
oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi
asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik ekuivalen berada. Pada umumnya titik
ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik akhir yang dapat terjadi sebelum
atau sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi dicapai yang
ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat dalam air terurai dengan
sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung
dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa
kuat, pH larutan pada temperatur 25˚C sama dengan pH air yaitu sama dengan 7.
     ( Penuntun Praktikum Kimia Dasar II, UNG 2012 : 05 )
Jika suatu asam atau basa dititrasi, setia penambahan pereaksi akan mengakibatkan perubahan
pH. Grafik yang diperoleh dengan menyalurkan pH terhadap volume pereaksi yang ditambahkan
disebut kurva titrasi.
            Ada empat macam perhitungan jika suatu asam dititrasi dengan suatu basa.
-          Titik awal, sebelum penambahan basa.
-          Daerah antara (sebelum titik ekuivalen), larutan mengandung garam dan asam yang berlebih.
-          Titik ekuivalen, larutan mengandung garam.
-          Setelah titik ekuivalen, larutan mengandung garam dan basa berlebih.
Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau tabung.
Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula
cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai. Salah satu usaha
untuk mencapai titik setara dalam melalui perubahan warna dari indikator asam basa. Titik pada saat
titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik akhir (end point) dari indikator. Yang
diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH yang
meliputi pH sesuai dengan titik setara.
Indikator asam basa adalah asam lemah yang tak terionnya (Hln) mempunyai warna yang
berbeda dengan warna anionnya. Jika sedikit indikator dimasukkan dalam larutan, larutan akan
berubah warna menjadi warna (1) atau warna (2) tergantung pada apakah kesetimbangan bergerak ke
arah bentuk asam atau anion. Arah pergeseran kesetimbangan dalam reaksi berikut tergantung pada
[H3O+] atau dengan kata lain pada pH. Dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Warna (2)

Warna (1)
Hln + H2O              H3O+ + ln-

(Ralph H petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern : 308-310)


Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi
agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa organik dan
basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukka wrana yang berbeda
warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah
ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang sederhana adalah para-nitrofenol, yang
merupakan suatu asam lemah da berdisosiasi.
Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem ikatan
tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu system terkonjugasikan), berwarna kuning.
Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai system terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan
panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang
tanpa system terkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spectrum yang tampak,
dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke dua,
menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah wrana merah. Metal oranye,
indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk
molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan suatu kation yang berwarna merah muda.
Perubahan minimum dalam pH yang diperlukan untuk suatu perubahan warna disebut
“jangkau indicator”. Pada harga pH antara,warna yang ditunjukkan bukan warna merah atau kuning,
tetapi sedikit agak kuning. Pada pH 5,pKa dari HIn, kedua bentuk berwarna sama konsentrasinya,
yaitu HIn separuh tenetralisasikan. Seringkali kita mendengar terminology seperti suatu indikator
yang berubah warna pada pH 5 telah digunakan ini berarti bahwa pKa indicator sebesar 5 dan
jangkauannya sebesar pH 4 sampai 6.
            Pada titrasi asam lemah, pemilihan indikator jauh lebih terbatas untuk suatu asam dengan
pKa 5 kira-kira kepunnyaan asma asetat, pH lebih tinggi dari 7 pada titik ekivalen, dan perubahan
dalam pH relatif kecil. Phenoftalein berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan
indicator yang cocok. Dalam hal asam yang sangat lemah, misalnya pK a = 9, tidak ada perubahan
dalam pH yang besar terjadi sekitar titik ekivalen. Jadi volume basa yang lebih besar akan diperlukan
untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang
biasa diharapkan.
            Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa contoh yang lebih
penting dari garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah oksilat sulfida, hidrogsida, karbonat
dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion garam untuk membentuk asam lemah, dengan
demikian meningkatkan kelarutan garam.
                                                ( R.A. Day, Jr. Analisa Kimia Kuantitatif : 141-145)
            Teori bonsted lowry melukiskan reaksi asam basa dalam  peristiwa perpindahan proton, yaitu
perbadingan kekuatan asam basa menentukan kearah mana reaksi asam basa akan terjadi., yaitu dari
kombinasi asam basa yang lebih kuat ke yang lebih lemah. Teori lewis memnadang reaksi aram basa
dari arah pembentukan ikatan kovalen antara zat penerima pasangn electron (asam) dengan pemberi
(donor) electron (basa). Gunanya yang paling besar adalah dalam keadaan dimana reaksi terjadi tanpa
kehadiran suatu pelarut atau pada saat suatu asam tidak mengandung atom hidrogen.
            Ada beberapa macam titrasi bergantung pada reaksinya.  Salah satunya adalah titrasi asam
basa. Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam larutan. Titrasi dilakukan
dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Reaksi
dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat mencapai titik stoikiometri atau titik setara.
                    (James E. Brady, Kimia Universitas Asas dan Struktur edisi 5 : 178)
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di
netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik
equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang
digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada.
Pada umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir
yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat
titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak
selalu berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat
memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam lemah dan basa lemah dalam air akan terurau
dengan sempurna. Oleh karena itu ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung
dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik equivalen dari titrasi asam air, yaitu
sama dengan 7.
Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1.    Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air.
2.    Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya asam kuat
3.    Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif terhadap logam
4.    Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan elektrolit.
5.    mengubah lakmus biru menjadi merah
Sifat-sifat Basa :
1.       Kaustik
2.       Rasanya pahit
3.       Licin seperti sabun
4.       Nilai pH lebih dari sabun (>7)
5.        Mengubah warna lakmus merah menjadi biru
6.       Dapat menghantarkan arus listrik

   III.        Alat dan Bahan

1.     Statif dan klem


2.     Buret
3.     Gelas/labu Erlenmeyer
4.     Gelas kimia 250ml (2buah)
5.     Pipet tetes
6.     Corong
7.     Gelas/silinder ukur
8.     Larutan NaOH 0,1M
9.     Larutan HCl yang akan ditentukan konsentrasinya
10.  Indicator phenolphthalein (PP)11.  Pipet Volume
  IV.        Cara Kerja
1.   Mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan (III. Alat dan Bahan)
2.    Bersihkan alat-alat sebelum digunakan (bila perlu)
3.    Memasang buret pada statif
4.   Memasang kran pada bawah buret
5.    Menutup kran pada buret, kemudian masukkan larutan NaOH 0,1M ke buret menggunakan gelas
kimia
6.    Membuka kran pada buret untuk mengepaskan larutan NaOH 0,1 M tepat pada skala 0 buret
7.    Ambil 5 ml larutan HCl dan 5 ml aquades dengan pipet volume, tuangkan dalam labu reaksi.
8.    Teteskan larutan HCl dalam labu reaksi dengan indicator PP sebanyak 2 tetes
9.    Letakkan erlenmayer pada ujung bawah buret.
10.    Lakukan titrasi sambil labu reaksi digoyang perlahan hingga larutan HCl berubah warna menjadi
pink
11.  Bila telah terjadi perubahan warna hentikan proses titrasi
12.  Catatlah volume NaOH yang digunakan dengan menghitung V awal – V akhir

V. DATA PENGAMATAN
Percobaan ke - Volume NaOH ( ml )
Awal (V1) Akhir (V2) Terpakai ( V2 – V1)
1 25 19,5 5,5

2 19,5 11 8,5

3 11 5,5 5,5

Rata – rata Volume Naoh ( ml ) 6,5

 VI.        Analisa Data
         Vrata-rata = ( 5,5 + 8,5 +5,5  ) /3 = 6,5 ml
         Titrasi asam basa
VHCL x MHCL x n          =          V NaOH x M NaOH x  n NaOH
            10 x M x 1                    =         6,5 x o,1 x 1
            10 M                            =          0,65
                        MHCL                =          0,65 / 10 =       0,065 M
         V1 x M1                                    =          V2 x M2
10 x M                         =          6,5 x 0,065
                        M         =          0,4225 / 10 =    0,04225 M
                                                                   =   0,04 M

Kesimpulan :
Dari 3 kali percobaan yang kami lakukan, kami menyimpulkan bahwa Molaritas HCL ( sebelum
diencerkan ) adalah 0,04 M
1.TITRASI ASAM BASA
Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa paling
nyaman apabila dilakukan dengan mengunakan prosedur yang disebut
titrasi. dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya
diketahui secara pasti, disebut dengan larutan standar (standard solution),
ditambahkan secara bertahap ke larutan yang lain konsentrasinya tidak
diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsun
sampai sempurna jika kita mengetahui volume larutan standard dan larutan
tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi,maka kita dapat menghitung
konsentrasi larutan tidak diketahui itu.
 Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan
bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai
dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi mudah
diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari
volume titran yang ditambahkan.
Cara Melakukan Titrasi Asam Basa
1. Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke dalam buret yang telah
ditera
2. Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran
3. Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator fenoftalien
4. Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah titrat tepat dibawah
ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau tissu putih di bawah wadah titrat
5. Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi sedikit) sampai larutan di
dalam gelas kimia menunjukkan perubahan warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan
titrasi !

set alat titrasi


  
 Sebelum melakukan titrasi, biasanya suatu larutan akan distandarkan terlebih
dahulu,  Proses penentuan konsentrasi larutan satandar disebut menstandarkan atau
membakukan. Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan
digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut
larutan standar primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volum tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan
standar primer, disebut larutan standar skunder.
  
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan
dibawah ini :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %
2. Harus stabil
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak
meyerap CO2 pada waktu penimbangan.
             Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisis volumetri
apabila memenuhi persyaratan berikut :
1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat
kesetaraan yang pasti dari reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar 

Prinsip Titrasi Asam basa


             Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer
ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai
keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis
bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data
volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.
sebelum melakukan titrasi, ada Cara Mengetahui Titik Ekuivalen,

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah
dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indicator asam basa.indikator sendiri adalah zat yang memiliki perbedaan warna
mencolok pada asam atau basa.

Tabel 1.1 Indikator untuk asam dan basa


Nama Jangka pH dalam Warna asam Warna basa
mana terjadi
perubahan warna
Kuning metil 2–3 Merah Kuning
Dinitrofenol 2,4 - 4,0 Tak berwarna Kuning
Jingga metil 3 – 4,5 Merah Kuning
Merah metil 4,4 – 6,6 Merah Kuning
Lakmus 6 -8 Merah Biru
Fenophtalein 8 – 10 Tak berwarna Merah
Timolftalein 10 -12 Kuning Ungu
Trinitrobenzena 12 -13 Tak berwarna jingga

 Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini
akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa
adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator
diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh
ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent,
hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang
akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam
suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai.
Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat
dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut
indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi.
Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen).
Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi .
              Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem
ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi
= jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya,
tergantung dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh
indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna
jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika
konsentrasi itu lebih rendah. 
            Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
                           mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:
                                             NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
                                        nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume.

Titrasi asam-basa juga terbagi atas beberapa jenis :


1)      titrasi asam kuat-basa kuat
2)      titrasi asam kuat-basa lemah
3)      titrasi asam kuat-garam dari basah lemah
4)      titrasi basa kuat-garam dari basah lemah
1.TITRASI  ASAM KUAT-BASA KUAT
Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
Pada titrasi asam –basa dapat ditulis sesuai reksi diatas, Ion H+ bereaksi dengan
OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi pada titik ekuvalen PH adalah netral.
Titrasi asam kuat-basa kuat apabila dialirkan asam pada basa maka
gambaran sederhana kurvaadalah seperti di bawah ini : 
Sedangkan apila dialirkan basa pada asam, maka kurva merupakan
kebalikan dari kurva di atas :

2. TITRASI ASAM KUAT-BASA LEMAH


Titrasi ini ini  Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari
asam lemah dan basa kuat. Contoh titrasi ini adalah asam hidroklorida sebagai
asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.
            NH3 (aq) + HCl (aq)                           NH4Cl (aq)

Apabila mengalirkan asam pada basa maka gambaran sederhana bentuk kurva adalah :
Karena anda memiliki basa lemah, permulaan kurva sangat jelas berbeda. Bagaimanapun,
sekali anda mendapatkan kelebihan asam, kurva pada dasarnya sama seperti sebelumnya.
Pada bagian permulaan kurva, pH menurun dengan cepat seiring dengan penambahan asam,
tetapi kemudian kurva segera berubah dengan tingkat kecuraman yang berkurang. Hal ini
karena terbentuk larutan penyangga – sebagai akibat dari kelebihan amonia dan pembentukan
amonium klorida.
Harus diperhatikan bahwa titik ekivalen sekarang sedikit bersifat asam (sedikit lebih kecil
daripada pH 5), karena amonium klorida murni tidak netral. Karena itu, titik ekivalen tetap
turun sedikit curam pada kurva. Hal itu akan menjadi sangat penting dalam pemilihan
indikator yang tepat.
Apabila mengalirkan basa pada asam maka bentuk kurva :

3.TITRASI ASAM KUAT-GARAM DARI BASA LEMAH


  Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan
basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs
basa kuat. Sebagai contoh disini adalahtitrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL
dimana reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH  +  HCl  ->  NH4Cl  + H2O
Kurva titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:
Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl

TITRASI BASA KUAT GARAM DARI BASA LEMAH


Contoh titrasi ini adalah :
- Basa kuat : NaOH
- Garam dari basa lemah : CH3COONH4
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4   →   CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4-   →   NH4OH

2.TITRASI PENGENDAPAN
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan dari
zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ).
Suatu reaksi endapan dapat berkesudahan bila kelarutan endapannya cukup kecil.
konsentrasi ion-ion yang akan mengalami perubahan yang besar di dekat titik ekuvalennya.

Terdapat 3 cara penentuan suatu senyawa dengan titrasi  pengendapan yaitu :


1)      cara mohr
2)      cara volhard dan,
3)      cara fayans

pada penentuan dengan cara mohr,dilakukan titrasi langsung dalam larutan netral dan
sebagai indicator  digunakan ion kromat, ion kromat bertindak sebagai indikator yang banyak
digunakan untuk titrasi argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam
metode ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat.
Cara volhard digunakan untuk menetapkan kadar ion klorida secara tidak langsung
dalam  suasana asam kuat ke dalam larutan klorida ditambahkan larutan baku perak nitrat
dalam jumlah sedikit dan berlebihan. Kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan baku
tiosianat mengunakan indicator Fe(III).Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya larutan
berwarna merah senyawa Fe(CNS)2+.titasi ini merupakan titrasi balik digunakan jika reaksi
berjalan lambat atu jika tidak ada indicator pemastian TE.
Cara Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat diserap pada
permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri
berlangsung.AgNO3 digunakan sebagai titran dan indicator, eiosin,fluoceein.metode ini
digunakan untuk menentukan Cl-,Br-,I-,SCN-.
jika suatu larutan klorida di titrasi maka endapan klorida akan mengapsorsi ion Cl- (suatu
endapan mempunyai kecenderungan untuk mengapsorpsi ionnya sendiri), ini disebut lapisan
absopsi kedua muatan yang berlawanan.
Mekanisme kerja dari indicator absorpsi ialah bahwa pada titik ekuvalen, indicator akan
diabsopsi oleh endapan dan selama proses penyerapan ini terjadi perubahan warna pada
indicator.
Setelah titik ekuvalen tercapai , ion Ag+ terdapat dalam keadaan  kelebihan dan ion Ag+ ini
akan menjadi lapisan adsopsi  pertama dan ion NO3- menjadi absopsi kedua.
Jika terdapat flouresien dalam larutan , ion negatif dan floresien akan diapsopsi lebih dahulu
karena lebih kuat dari ion NO3- dan ditandai dengan warna merah muda dari senyawa
kompleks antara ion floresienada dan ion perak pada permukaan setelah kelebihan ion perak.
Titrasi pengendapan mempunyai beberapa cirri-ciri :
1)      jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam basa.
2)      Kesulitan mencari inkitor yang sesuai.
3)      Komposisi endapan sering tidak diketahui pasti.

KURVA TITRASI PENGENDAPAN


Kurva titrasi argentometri dibuat dengan mengeplotkan antara perubahan konsentrasi
analit pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu aksis. Pada umumnya konsentrasi
analit dinyatakan dalam fungsi (p) yaitu pX = -log[X] sedangkan volume titran dalam satuan
milliliter. Kurva titrasi dapat dibagi menjadi 3 bagian wilayah yaitu sebelum titik ekuivalen,
pada saat titik ekuivalen dan setelah titik ekuivalen. Untuk menggambar kurva
titrasi argentometri maka perhatikan contoh berikut ini:
50 mL larutan NaCl 0,1 M dititrasi dengan 0,1 M larutan perak nitrat AgNO3, maka
hitunglah konsentrasi Cl-pada saat awal dan pada saat penambahan perak nitrat sebanyak 10
mL, 49,9 mL, 50 mL, dan 60 mL dan diketahui KsP AgCl 1,56.10-10
Pada saat awal titrasi belum terdapat AgNO3 yang ditambahkan sehingga konsentrasi ion
klorida adalah sebagai berikut:
[Cl-] = 0,1 M
pCl = -log [Cl-]
= -log 0,1
= 1

Reaksi yang terjadi adalah:


Ag+(aq)  + Cl-(aq) -> AgCl(s)
dari reaksi diatas diketahui bahwa perbandingan mol antara Ag+ dan Cl- adalah 1:1 sehingga
perbandingan ini dapat dipakai untuk menentukan perubahan konsentrasi ion klorida.
Saat penambahan 10 mL AgNO3 0,1 M
[Cl-]
= (50×0,1)-(10×0,1) / (50+10)
= 0,067 M
pCl
= -log [Cl-]
= -log 0,067
= 1,17
Saat penambahan 49,9 mL AgNO3 0,1 M
[Cl-]
= (50×0,1)-(49,9×0,1)/(50+49,9)
= 1.10-4
pCl
= -log [Cl-]
= -log 1.10-4
= 4
Saat penambahan 50 mL AgNO3 0,1 M
pada saat penabahan sejumlah ini maka titrasi akan berada pada titik ekuivalen
dimana AgNO3 dan NaCl habis bereaksi membentuk AgCl. Pada saat ini maka tidak ada ion
Ag+ maupun ion Cl- dalam larutan sehingga konsentrasi Cl ditentukan dengan menggunakan
nilai Ksp.
AgCl(s) <-> Ag+(aq) + Cl-(aq)

Ksp=[Ag+][Cl-]
Ksp = sxs
Ksp = s2
s = Ksp1/2
s = (1,56.10-10)1/2
s = 1,25.10-5
pCl
= -log[Cl-]
= -log 1,25.10-5
= 4,9
Saat penambahan 60 mL AgNO3 0,1 M
pada saat ini maka terdapat kelebihan Ag+ sebanyak 10 mL sehingga sekarang kita
menghitung jumlah konsentrasi Ag+ yang berlebih
[Ag+]
= 10x 0,1/(50+60)
= 9,1.10-3
pAg
= -log[Ag+]
= -log 9,1.10-3
= 2,04
karena pCl + pAg adalah 10 (dari harga Ksp) maka pCl = 10-2,04 = 7,96
Dan kurva titrasinya adalah sebagai berikut:

Pengaruh kurva nilai Ksp terhadap kurva titrasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Gambar dibawah ini menunjukkan kurva titrasi 25 mL larutan MX (dengan X adalah Cl-, I-,
dan Br-) dengan 0,05 M AgNO3. Dapat dilihat bahwa semakin kecil harga Ksp untuk AgI
maka kurvanya akan semakin curam sedangkan semakin besar harga Ksp untuk AgCl maka
kurvanya semakin landai. Satu hal lagi manfaat dari kurva titrasi adalah selain dapat dipakai
untuk mencari titik ekuivalen maka kurva titrasi juga dapat dipakai untuk mencari konsentrasi
kation dan anion disetiap titik dimana titrasi berlangsung.

3.TITRASI REDUKSI-OKSIDASI
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan
oksidator akan tereduksi.
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan
umum sebagai berikut :

1. Reaksi harus cepat dan sempurna.


2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor.
3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau
secara potentiometrik.

Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka
dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu :
1. Titrasi permanganometri.
2. Titrasi Iodo-Iodimetri
3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri
4. Titrasi serimetri
Kurva titrasi redoks
Kurva titrasi redoks mengambarkan logaritma hubungan antara potensial elektroda
versus konsentrasi analit /titrat.
Titrasi redoks : Fe2+ + Ce4+                   Fe3+ +Ce3+  ; berlangsung cepat dan reversible, namun
potensial elektroda dan kedua adalah identik:
                                                           
ECe4+ = EFe3+ = E system                    

Potensial elektroda dari indicator sebanding dengan potensial elektroda system :


                                   
Ein = Ece4+   = EFe3+= Esistem

            Oleh karena itu harus diperhatikan konsentrasi titan/titrat pada saat penambahan
indicator. Potensial elektroda system dapat dihitung berdasarkan potensial standaart.
Perbandingan konsentrasi antara titran/titrat selama titrasi didefenisikan sebagai Esistem.  Titik
akhir titrasi Esistem memiliki karakteristik yang khas.
Pada titik ekuivalen,[Ce4+] dan [Fe2+] sanagt kecil sehingga sangat sukar ditentukan
berdasarkan stoikiometri reaksi. Namun potensialnya dapat dihitung berdasarkan
perbandingan konsentrasi reaktan terhadap produk pada saat kesetimbangan.

Titik ekuvalen reaksi redoks ini didefenisikan sebagai :


      [Fe3+] = [Ce3+] dan [Fe2+] = ,[Ce4+].
Indikator titrasi redoks
a.indikator spesifik
indicator spesifik yang umum digunakan untuk titrasi redoks adalah amilum, yang
membentuk kompleks biru dengan iodine  penampakan warna dari kompleks ini
menyebabkan indicator ini sangat spesifik untuk titrasi ini.
Indicator spesifik lainya adalah ion tiosianat yang digunakan pada titrasi dimana
Fe(III) sebagai partisipan. Sebagai contoh hilangnya warna merah dari Fe(III)/kompeks
tiosianat merupakan tanda titik akhir titrasi dari Fe(III) dengan standar titanium (III).
b.inkator oksidasi reduksi
indicator redoks yang baik akan memberikan respons terhadap perubahan potensial
elektroda suatu system. Inikator ini secara subtansial lebih banyak digunakan dibandingkan
dengan indicator yang spesifik.
Persamaan kimia untuk indikator  redoks dapat ditulis sebagai berikut :
                        In0x + n e-                           Inred
Karena reaksi di atass reversible, maka potensial elektroda berdasarkan persamaan nerst
dapat ditulis :
                        E = E0  -  0.0592/ n log [ln red]/[ln ox]
Perubahan warna indicator dari bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi tergantung dari
perbandigan konsentrasinya.

Indicator redoks selektif


indikator Warna Warna terduksi Potensial kondisi
beroksidasi peralihan (V)
Erioglausin A Biru kemerahan Kuning + 0.98 0.5 M H2SO4
kehijauan
difemilamin ungu Tidak berwarna +0.76 Asam encer
Metilen biru biru Tidak berwarna +0.53 1 M asam
Indigo biru Tidak berwarna +0.36 1 M asam
tetrasulfonat
phenosafranin nerah Tidak berwarna +0.28 1 M asam

JENIS JENIS TITRASI REDOKS


1.      Yodometri dengan Na2S2O3 sebagai titran
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini
analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah  yang dititrasi dengan
Na2S2O3.
Oks analat + I-           Red analat + I2  (tanpa indicator, warna iod hilang )
2S2O3 -  +  I2                   S4O6- + 2I-  ( indicator amilum )
Reaksi S2O3 -   dengan I2 berlansung baik dari segi kesempurnaannya berdasrkan potensial
reduksi masing-masing.

Sumber kesalahan pada titrasi yodometri ini adalah :


1.      Kesalahan oksigen; oksidasi diudara dapat meyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi karena
dapat mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2.      pada pH tinggi I2 yang terbentuk dapat bereaksi dengan air ( hidolisis )
3.      perubahan indiator amilum yang terlalu awal.
4.      Waktu reaksi anaklat dengan KI yang berjalan lambat, menyebabakan kemungkinan iod
menguap.

2.Yodimetri dengan I2 sebagai titran


Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga banyak zat-zat yang merupakan
reduktor yang cukupk uat dapat dititrasi ,indicator ialah amilum dengan perubahan tak
berwarna menjadi biru.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh :
1.      Penguapan iod
2.      Reaksi  iod dengan karet, gabus, dan bahan organic lain yang mungkin masuk dalam larutan
lewat debu dan asap.
3.      Oksidasi oleh udara pada pH rendah ; oksodasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas.

3 . titrasi dengan oksidator kuat sbagai titran.


a)      KMnO4 (permanganometri)
b)     K2Cr2O7 (kalium dikromat)
c)      Cerium tetravalent

APLIKASI TITRASI REDOKS


Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai titran  adalah
untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi
yang tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung.
Pengunaan ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk
mengadisi iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat dialakukan dengan
titrasi ini.
Aplikasi lain dadi titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara  Karl Fischer.
Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang
dioksida membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks
ini dengan kelebihan piridin beraksi dengan air.
4.TITRASI KOMPLEKSOMETRI
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai
reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul
netral yang terdisosiasi dalam larutan. Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran
dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi
pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya
juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan
reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA.

EDTA adalah pereaksi luar biasa:


a.       Dapat membentuk kelat dengan semua kation
b.      Kelat-kelat tersebut cukup stabil membrntuk dasar pada metode titrimetri.kestebialn yang
besar disebabkan karena kompleks yang terbentuk berupa molekul dengan struktur melingkar
dalam kation yang dikelilingi dan diisolasi dari molekul pelarut.

Perhitungan kesetimbangan yang melibatkan EDTA


Kurva titrasi untuk reaksi antara Kation Mn+ dengan EDTA menampilkan hubungan
antar pM vs Titran. Nilai pM secara cepat dapat dihitung pada tahap awal titrasi denga asumsi
bahawa konsentrasi pada saat kesetimbangan ion Mn+ sama dengan konsentrasi analitiknya
yang diperoleh dari data stokiometri.
Perhitungan konsentasi Mn+ pada dan setalah titik ekuivalen memerlukan persamaan
kesetimbangan. Perhitungan pada daerah ini sulit dan butuh waktu jika PH tidak diketahui
dan bervariasi tergantung pada nilsi pHnya. Beruntung sekali karena titrasi EDTA selalu
dilakukan pada pada larutan yang dipertahankan pHnya untuk mencegah gangguan kation
lain menjamin tetap berfungsinya indicator.
Indicator untuk titrasi dengan EDTA
            Relley dan Bernard telah mendaftarkan hamper 200 senyawa organic yang dapat
digunakan sebagai ion logam dan EDTA (sering disebut sebagai indicator metaokromatik)
            Beberapa contoh antara lain :
a. Hitam eriokrom 
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa
ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya
titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10. 

b. Jingga xilenol 
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol 
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan
menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat. 
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks
dilakukan titrasi kembali. 
Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk senyawa
koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut ligan. Ligan
merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan electron
d.erio T (EBT) adalah contoh indiator metalokromatik yang biasa digunakan pada titrasi
beberapa kation umum. Seyaw ini mengandung gugus sulfonat yang terdisiosisasi dalam air
dan 2 gugus fenol yang terdisosiasi sebagian.

Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :


1.      Titrasi langsung
2.      Titrasi balik
3.      Titrasi penggantian atautitrasi substitusi
4.      Titrasi alkalimetri

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa analisis volumetric tebagi atas 4 yaitu :
         titrasi asam-basa  
Titrasi asam basa adalah titrasi yang melibatkan reaksi neutralisasi dimana
asam akan bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran
yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik
akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan
sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.
         titrasi pengendapan
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan dari zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ).

         titrasi reduksi-oksidasi
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.

         Titrasi kompeksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan.

SARAN
Kepada pembaca, semoga dengan makalah ini bukan hanya sekedar bahan bacaan,
tetapi untuk dapat menambah wawasan serta memahami ilmu khususnya ilmu kimia.

DAFTAR PUSTAKA

 Day,R.A., 1981. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.


  http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa/
 http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Sri%20Ratisah
%20054828/materi.HTM
  http://id.wikipedia.org/wiki/Titrasi_kompleksometri
  Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi 2. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
 Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Bina Rupa Aksara, Jakarta.
  Syukri.1999. Kimia Dasar 2. ITB, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai